Anda di halaman 1dari 23

PENDEKATAN SOSIOLOGI SASTRA DALAM CERPEN ASMARADANA

KARYA DANARTO

Dosen Pengampu : Dr. Linggua Sanjaya Usop, M.Si

Oleh:

Christy Mayang Sari AAB 116 017

Jumathin Sakti S. AAB 116 023

Prayoga Dwi Bagaskara AAB 116 025

Rinda Eria Solina Saragi AAB 116 062

Sriana AAB 116 059

Yeny Yandania I. AAB 116 027

PROGAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA


INDONESIA
JURUSAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PALANGKARAYA
2019
LANDASAN TEORI

Sosiologi Sastra

Sosiologi sastra berasal dari kata sosiologi dan sastra. Sosiologi


berasal dari kata sosio (Yunani) (socius berarti bersama sama, bersatu, kawan,
teman) dan logi (logos berarti sabda, perumpamaan). Perkembangan tersebut
mengalami perubahan makna, soio/socious berarti masyarakat, logi/ logos
berarti ilmu mengenai usul dan pertumbuhan masyarakat, ilmu pengetahuan.
Sastra berasal dari kata sas (sansekerta) berarti mengarahkan, mengajar,
memberi petunjuk dan intruksi. Akhiran tra berarti alat, sarana. Jadi sastra
berarti kumpulan alat untuk mengajar, buku petunjuk atau pengajaran yang baik.
Secara definitif sosiologi sastra adalah analisis, pembicaraan
terhadap karya sastra dengan mempertimbangkan aspek-aspek
kemasyarakatannya. Bersifat luas karena memberikan kemungkinan untuk
menganalisis karya sekaligus dalam kaitanya dengan unsur-unsur intrinsik dan
ekstrinsik, aspek-aspek kemasyarakatan yang terkandung dalam karya
demikian juga sebagai aspek-aspek kemasyarakatan sebagai latar belakang
sosial proses kreatif. (Ratna, 2011 :24)
Ratna (2003 : 25) mengatakan, sosiologi sastra adalah penelitian
terhadap karya sastra dan keterlibatan struktur sosialnya. Dengan demikian
penelitian sosiologi sastra dilakukan dengan cara pemberian makna pada sistem
dan latar belakang suatu masyarakat serta dinamika yang terjadi di
dalamnnya. Pada dasrnya karya sastra bercerita tentang persoalan-persoalan
manusia. Pengarang secara langsung atau tidak langsung telah mengungkapkan
persoalan sosial di dalam karyanya. Hal itu dipengaruhi oleh apa yang
dirasakan, dilihat dan dialami dalam kehidupan sehari-hari
Kehadiran sastra mempunyai peranan penting dalam membentuk struktur
masyarakatnya. Pengarang dan karyanya merupakan dua sisi yang tidak dapat
dipisahkan dalam kaitannya membicarakan sebuah karya sastra. Pengarang
adalah anggota dari kelompok masyarakat yang hidup di tengah-tengah
kelompok masyarakat tersebut. Menurut Ratna (2010 : 277) masyarakat pertama
dihuni oleh pengarang, keberadaanya tetap, tidak berubah sebab merupakan
proses sejarah. Masyarakat yang kedua dihuni oleh tokoh-tokoh rekaan,
sebagai manifestasi subjek pengarang.
Sastra menyajikan gambaran kehidupan, dan kehidupan itu
sendiri sebagian besar terdiri dari kenyataan sosial. Dalam pengertian ini,
kehidupan mencakup hubungan antar masyarakat dengan orang-orang, antar
manusia, antar peristiwa yang terjadi. Oleh karena itu, memandang karya sastra
sebagai penggambaran dunia dan kehidupan manusia, kriteria utama yang
dikenakan pada karya sastra adalah “kebenaran” penggambaran atau yang
hendak digambarkan.
Dalam masyarakat terkandung fakta-fakta yang begitu banyak jumlah
dan komposisinya. Fakta-fakta dalam panangan sosilogi dengan sendirinya
dipersiapkan dan dikondisikan oleh masyarakat, keberadaanya selalu
dipertimbangkan dalam hubunganya dengan fakta sosial lain, yang juga telah
dikondisikan secara sosial.

Konflik Sosial
Konflik disbut sebagai unsur interaksi yang penting dan sama sekali
tidak benar bahwa konflik identik dengan sesatu yang tidak baik, memecah belah
atau bahkan merusak. Justru sebuah konflik dapat menyumbang banyak
hal positif bagi keselarasan kelompok dan mempererat hubungan anggotanya,
Veeger (1998:47). Masyarakat menjadikan sebuah tempat dimana konflik itu
hadir dan berkembang. Oleh karena itu, konflik merupakan sebuah gejala
masyarakat yang selalu ada di setiap kehidupan sosial
Hal-hal yang menjadi faktor hadirnya konflik adalah adanya persamaan dan
perbedaan kepentingan sosial.
Setiap pihak yang berkonflik dapat berupa perorangan, keluarga,
kelompok kekerabatan, satu komunitas, atau satu lapisan kelas sosial pendukung
ideologi tertentu, satu organisasi politik, satu suku bangsa, atau satu pemeluk
agama tertentu. Secara umum para ilmuwan sosiologi konflik lahir dari konteks
masyarakat yang mengalami pergeseran nilai dan struktural dan dinamika
kekuasaan dalam negara.
Menurut Susan (2014 :19) masyarakat selalu mengalami perubahan
sosial baik pada nilai maupun strukturnya, baik secara revolusioner maupun
evolusioner. Perubahan ini dipengaruhi oleh gerakan sosial dari individu dan
kelompok sosial yang menjadi bagian dari masyarakat. gerakan sosial dalam
suatu kelompok masyarakat dapat muncul dalam berbagai macam bentuk
kepentingan, seperti mengubah struktur hubungan sosial, mengubah
pandangan hidup, dan kepentingan merebut peran politik (kekuasaan).

Keragaman sosiokultural di dalam suatu bangsa atau negara memiliki


itensitas konflik yang lebih tinggi dibandingkan dengan negara-negara struktur
sosialnya bersifat homogen. Heterogenitas suatu bangsa sering kali
menimbulkan konflik antar suku, agama, ras dan antar golongan yang sering
diistilahkan konflik SARA. Selain itu gejala diferensiasi sosial jika tidak ditangani
secara bijak akan menimbulkan kerawanan konflik sosial. Selain keragaman
sosiokultural, ketimpangan ekonomi juga memicu kerawanan konflik sosial
sebagai akibat keemburuan sosial di antara para anggota masyarakat. akan
tetapi disisi lain keragaman budaya dalam suatu bangsa dapat menjadi suatu
keuntungan tertentu, dapat menjadikan bangsa tersebut kaya akan budaya yang
berwarna-warni, akan menjadi keuntungan secara ekonomis jika dapat
dikelola dan dipublikasikan dengan baik kepada dunia.
Perbedaan ideologi antar kelompok sosial juga merupakan hal yang
penting untuk diperhatikan. Karena perbedaan ideologi juga menjadi faktor
yang sangat rawan akan timbulnya konflik antar penganut ideologi dari masing-
masing kelompok sosial. Struktur masyarakat yang multikultural cenderung
memiliki banyak partai politik didalamnya, yang juga menjadikan masyarakat
tersebut memiliki itensitas konflik sosial yang cukup tinggi.

Perbedaan-perbedaan itu menjadi konflik seketika sistem sosial masyarakatnya


tidak dapat mengakomodasi perbedaan-perbedaan tersebut. Hal ini mendorong
dari setiap individu maupun kelompok yang berbeda untuk berargumen
atau mempertahankan ideologinya, sehingga menjadikan hal itu sebagai
suatu pertentangan diantara mereka yang berujung menjadi sebuah konflik
kecil secara argumen, ide atau gagasan atau konflik yang lebih besar yaitu sebuah
peperangan. Dalam hal ini perasaan atau emosi menjadi peranan penting dalam
mempertajam perbedaan-perbedaan tersebut. Perasaan seperti amarah dan
rasa benci, mendorong masing-masing pihak untuk menekan atau
menghancurkan individu atau kelompok lawan.

Bentuk Konflik Pernikahan Lintas Budaya


Analisis konflik memerlukan bentuk konflik yang menghadirkan analisis
terstruktur terhadap konflik tertentu dan pada waktu tertentu. Salah satu
pengklasifikasian bentuk konflik yang dikembangkan oleh Sosiolog dari United
Nations-University for peace, Amr Abdalla (Susan, 2010: 98) yaitu model
SIPABIO adalah:

Source (Sumber Konflik)


Konflik disebabkan oleh sumber-sumber yang berbeda sehingga
melahirkan tipe-tipe konflik yang berbeda. Sumber konflik yang trjadi antara
dua orang atau lebih. Mempermasalahkan tentang suatu hal yang saling
bertentangan antara satu dengan yang lain sehingga muncul perselisihan
diantara pihak berkonflik. Permasalahan mengenai perbedaan pendapat, ide
maupun gagasan. Bagi setiap pihak yangmemiliki pendapat dimana hal itu
diyakini oleh masing- masing pihak merupakan pendapat yang paling benar,
apabila perbedaan tersebut terlampau tajam maka dapat menimbulkan
ketegangan diantara kedua belah pihak.
Konflik bersumber dari hal yang paling kecil sekalipun.
Kesalahpahaman dari kedua belah pihak yang membuat salah satu
diantaranya merasa dirugikan atas tindakan atau keputusan yang dibuat.
Meskipun terkadang tindakan yang dilakukan merupakan tindakan yang
harus dilakukan dan diperlukan demi tujuan yang benar, sehingga menimbulkan
perasaaan kurang berkenan diantara kedua belah pihak.
Sumber konflik sangat beragam dan dapat muncul dari berbagai
macam hal yang bahkan sifatnya tidak rasional. Disetiap bagian masyarakat akan
terus berproses untuk menunjang kepentingan dan kebutuhan dari setiap anggota
masyarakatnya. Bahkan tidak dapat di pungkiri bahwa setiap keputusan yang
diambil oleh masing-masing individu dialamnya saling terkait baik dari setiap
unsur waktu maupun kejadian yang menjadi pemicu timbulnya perselisihan.

Issues (Isu-Isu)
Isu dikembangkan oleh semua pihak bertikai dan pihak lain yang tidak
teridentifikasi tentang sumber-sumber konflik. Hal ini juga bisa dikatan sebagai
prasangka sosial. Setiap manusia akan selalu melakukan interaksi satu sama
lain atau hubungan timbal balik antara satu dengan yng lainnya dalam sebuah
masyarakat. Akan tetapi dalam setiap interaksi yang dilakukan akan menuai
sebuah argumen atau sebuah keputusan yang mungkin akan menjadi sebuah
prasangka yang negatif bagi salah satu pihak, baik dari kedua belah pihak yang
menjadi pihak utama dan kedua dalam interaksi atau bahkan pihak ketiga
yang tidak secara langsung dalam komunikasi yang terjadi namun masih
memiliki relasi dalam interaksi tersebut. Prasangka sosial ini menjadi salah satu
faktor yang melatarbelakangi munculnya konflik. Terlebih dengan sumber
yang tidak jelas dan tidak dapat dipertanggug jawabkan kebenarnya.
Tindakan evaluasi dilakukan untuk mengetahui dan menilai pihak
lain demi kepentingan yang lain pula. Berprasanka terhadap orang lain dengan
tujuan diskriminasi dan berbagai hal negatif tanpa didasari dengan penjelasan
yang kuat dan rasional. Adanya prasangaka akan cenderung membawa dampak
negatif terhadap perkembangan kehidupan dalam masyarakat, untuk itu
dibutuhkan cara- cara yang efektif agar prasangka sosial dapat tetap
dikendalikan sebagai mana mestinya.

Parties (Pihak)
Pihak berkonflik adalah kelompok yang berpartisipasi dalam konflik.
Terbagi atas beberapa pihak yang ada dalam konflik, yaitu : pelaku utama
konflik dengan segala permasalah yang muncul dari perselisishan diantara
mereka. Pihak kedua yang berarti keluarga terdekat dari pelaku utama
konflik. Selanjutnnya adalah pihak ketiga adalah lingkungan masyarakat yang
mengenal pelaku utama maupun lembaga yang bersangkutan dengan konflik
yang terjadi.
Setiap pihak memiliki tanggung jawab dan peran masing-masing dalam
konflik yang terjadi. Memiliki keputusan untuk menghentikan atau menjadikan
konflik yang telah terjadi menjadi berlarut-larut atau bahkan membesar. Pihak
berkonflik ditentukan dari bagaimana konflik yang terjadi tumbuh dan
berkembang.

Penyebab Konflik Pernikahan Lintas Budaya


Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa
individu dalam suatu interaksi. Perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya
adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan,
dan lain sebagainya. Adanya ciri-ciri individual dalam interaksi sosial, konflik
merupakan situasi yang wajar dalam setiap masyarakat dan tidak satu
masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau
dengan kelompok masyarakat lainnya. Konflik hanya akan hilang bersamaan
dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.
Konflik dapat terjadi karena berbagai prasangka dan sebab. Seperti,
prasangka-prasangka ras, suku, agama, dan keyakinan politik atau
ideologi.Selain itu adanya ketidakadilan akses pada sumber daya ekonomi
dan politik memperparah berbagai prasangka yang sudah ada di antara
kelompok-kelompok sosial.
Ketidak sepakatan yang terjadi antara dua orang atau dua kelompok
yang memiliki perbedaan kepentingan yang bisa diselesaikan oleh kedua orang
atau kelompok tersebut tanpa melibatkan lembaga-lembaga politik dan
pemerintah adalah konflik yang bisa dikategorikan sebagai konflik sosial.
Secara umum konflik sosial disebabkan adanya sebuah kepentingan, baik antar
individu maupun antarkelompok yang berbeda-beda, yang pada akhirnya
memutuskan ikatan sosial.

Dinamika kelompok-kelompok sosial menjadi salah satu faktor


pendorong terjadinya konflik sosial. Mengingat bahwa kelompok sosial
bukanlah kelompok yang statis maka di dalam perkembangannya, kelompok-
kelompok sosial tersebut senantiasa mengalami perubahan. Perubahan-
perubahan ini lebih disebabkan adanya konflik antarindividu di dalam
kelompok sosial itu sendiri yang membuat stabilitas kelompok sosial tersebut
tergoyahkan. Dengan kata lain, pada kelompok-kelompok sosial yang stabil
kemungkinan untuk terjadinya perubahan sangatlah kecil. Konflik-konflik
individu ini lebih mempermasalahkan pada keinginan dari setiap individu
dalam kelompok sosial itu untuk membuat formasi atau mereformasi
kelompok sosial tersebut. Keinginan-keinginan ini pada gilirannya akan
berimbas pada perubahan struktur kelompok sosial tersebut.

Menurut Setiadi dan Kolip (2011 : 361-362) menjabarkan akar


penyebab konflik lebih luas dan rinci. mereka berpendapat bahwa beberapa hal
yang lebih mempertegas akar timbulnya konflik diantaranya perbedaan antar
individu, perbedaan kepentingan, perbedaan budaya, dan perubahan sosial.
Perbedaan Antar-Individu
Individu tidak pernah lepas dari berbagai macam kelompok. Ketika
individu lahir, ia adalah bagian dari kelomppok kecil yang dinamakan keluarga.
Selanjutnya, individu seiring dengan berkembangnya usia dan kepentingan
yang dia butuhkan, individu akan menjadi bagian kelompok lain. Seperti
kelompok lingkungan dimana dia tinggal, sekolah, tempat kerja dan di
tengah masyarakat luas.
Setiap manusia tentu memiliki pendirian dan perasaan yang berbeda satu
dengan yang lainnya. Memiliki ide dan gagasan tersendiri untuk mewujudkan
tujuan yang di inginkan. Artinya dalam setiap perbedaan pendapat, tujuan,
keinginan, pendirian tentangobjek yangdipertentangkan. Di dalam realitas
sosial tidak ada satupun individu yang memiliki karakter yang sama sehingga
perbedaan karakter tersebutlah yang memengaruhi timbulnya konflik sosial.
Sebagai individu setiap orang berusaha menjadi sebaik mungkin di
depan individu yang lain. Setiap individu dengan individu yang lain akan
selalu melakukan perbandingan secara sadar maupun tidak. Sebagai cermin atau
sumber referensi bagi setiap individu itu sendiri, seberapa baik atau seberapa
buruk dirinya dibandingkan dengan orang lain. Beberpa hal yang mungkin saja
menjadi perbandingan dalam kehidupan sosial diantaranya, tingkat sosial, status
sosial, ekonomi, gender, dan fisik.

Perbedaan Kepentingan
Manusia memiliki pendirian, ideologi maupun latar belakang yang
berbeda. Karena itu dalam waktu yang sama masing-masing individu atau
kelompok memiliki kepentingan yang berbeda. Meski terkadang melakukan
hal yang sama tetapi masih ada kemungkinan memiliki tujuan yang berbeda.
Perbedaan kepentingan antar individu maupun kelompok merupakan faktor lain
penyebab konflik atau pertentangan. Setiap individu tentu memiliki
kebutuhan dan kepentingan yang berbeda dalam melihat atau mengerjakan
sesuatu. Kepentingan itu dapat menyangkut kepentingan politik, ekonomi,
sosisal, dan budaya. Keinginan untuk meningkatkan kualitas hidup yang lebih
baik juga merupakan sebuah kepentingan yang harus dipenuhi oleh setiap
individu maupun sekelompok masyarakat. Perbedaan kepentingan ini akan
mendorong setiap anggota masyarakat untuk melakukan tindakan yang mungkin
akan bertentangan dengan masyarakat yang lain yang memiliki kepentingan
yang berbeda. Sehingga dapat berujung pada sebuah konflik yang diakibatkan
karena perbedaan kepentingan.
Kesulitan dalam menjalani kehidupan suatu masyarakat juga
ditentukan oleh kondisi alam dan geografis dimana masyarakat itu berada. Pada
kondisi yang segalanya serba ada dan dapat memenuhi setiap kepentingan
yang dibutuhkan oleh setiap masyarakat yang ada, maka perbedaan
kepentingan ini tidak akan terlalu menjadi masalah besar. Namun pada suatu
wilayah yang cukup sulit, hal ini akan sangat berpotensi timbulnya konflik bagi
masyarakat dengan segala kepentingan yang berbeda-beda.

Perbedaan Kebudayaan
Secara sadar atau tidak, kepribadian seseorang sedikit banyak
dibentuk oleh kelompoknya. Mulai dari pola pemikiran, pendirian dan ideologi
yang selalu berubah-ubah dalam kurun waktu tertentu berdasarkan perubahan
yang terjadi pada kelompok yang ada disekitarnya. Perbedaan kebudayaan
yang sering dialami dikarenakan munculnya kebudayaan baru dalam suatu
kelompok masyarakat. Hal ini mengaibatkan adanya perasaan in group dan
out group yang biasanya diikuti oleh sikap etnosentrisme kelompok, yaitu
sikap yang ditunjukkan kepada kelompok lain bahwa kelompoknya adalah
paling baik, ideal, beradab diantara kelompok lain. Jika masing-masing kelompok
yang ada di dalam kehidupan sosial sama-sama memiliki sikap demikian maka
sikap ini akan memicu timbulnya konflik antar kebudayaan.
Multikulturalisme adalah sebuah ideologi yang menekankan
pengakuan dan penghargaan pada kesederajatan perbedaan kebudayaan
(Rustanto, 2015 :27). Budaya yang ada bisa saja memang lahir dari lingkungan
masyarakat itu sendiri secara turun menurun ataupun dibawa oleh penduduk
asing yang datang dan menetap pada suatu tempat yang baru. Selain itu,
bertambahnya jumlah penduduk pada suatu wilayah tersebut juga sangat
berpengaruh munculnya perbedaan budaya. Dikarenakan berubahnya
keseimbangan antara jumlah kebutuhan baik barang maupun jasa untuk
memenuhi kehidupan masyarakat itu sendiri. Sehingga masyarakat harus
berlomba lomba untuk mendapatkan kebutuhan yang diperlukan namun tidak
meninggalkan ideologi budaya yang dimilikinya.

Munculnya penemuan-penemuan baru yang dipcu oleh adanya


kesadaran diri dari setiap individu atau kelompok orang akan kekurangan
dalam kebudayaan yang dimilikinya. Kesadaran ini muncul ditandai oleh
sikap yang memandang bahwa kebudayaan kelompok lain lebih baik dari
kebudayaan yang dimiliki oleh kelompoknya. Bisa jadi karena kelompok
budaya lain mulai mengadopsi budaya barat yang lebih maju dari budaya lokal.
Hal inilah yang memicu masyarakat teus berkompetisi baik secara sadar atau
tidak sadar untuk mengungguli kebudayaan lain disekitarnya.
Faktor yang tidak kalah pentingnya yang mengakibatkan munculnya
perbedaan kebudayaan yaitu faktor bencana alam dan peperangan. Bencana
alam yang terjadi dengan skala besar dapat merubah struktur sosial
kemasyarakatan. Perubahan ini juga memicu perubahan karakter setiap
individu yang menjadi korban bencana alam tersebut. Peperangan besar yang
mengatasnamakan budaya mana yang benar dan salah juga menjadi pemicu
konflik yang diakibatkan karena perbedaan budaya.

Akibat Konflik Pernikhan Lintas Budaya


Konflik sebagai salah satu gejala sosial yang permanen dalam
kehidupan sosial yang membawa kehidupan itu sendiri menjadi dinamis.
Dinamisme sosial ini justru ditunjukkan dengan adanya sifat dari kehidupan
sosial itu sendiri yang senantiasa berubah dari waktu kewaktu. Latar belakang
terjadinya konflik ialah disaat terjadi perbedaan yang sulit untuk ditemukan
persamaannya.
Pemahaman mengenai konflik sosial sudah dijelaskan di atas secara
rinci dan luas. Setiap konflik sosial yang terjadi dalam kehidupan
bermasyarakat akan selalu berdampak dan berakibat bagi setiap anggota
masyarakat itu sendiri. Para sosiolog sepakat menyimpulkan akibat konflik sosial
tersebutke dalam lima poin penting yang di jelaskan dalam Setiadi dan Kolip
(2011 :377) sebagai berikut :

Hancurnya Kesatuan Kelompok


Jika konflik yang tidak berhasil diseleseikan akan menimbulkan
kekerasan atau perang, maka sudah barang tentu kesatuan kelompok
tersebut akan mengalami kehancuran. Kesatuan kelompok akan terus bertahan
selama setiap anggota dari kelompok tersebut mempertahankan hubungan
antara satu dengan yang lainnya. Meskipun dalam suatu kelompok memiliki
budaya yang sama, namun dari segi kepribadian akan dipastikan berbeda.
Setiap kelompok masyarakat disadari maupun tidak pasti ada struktur
yang menjadi kekuatan dasar dari kelompok masyarakat tersebut. struktur
sosial disadari ketika kelompok tersebut menciptakannya secara sadar karena
bagian tersebut dibutuhkan oleh kelompok masyarakat tersebut. Tidak disadari
bisa jadi struktur tersebut terbentuk akibat dari sebuah perilaku yang telah
menjadi kebiasaan secara turun temurun.
Sebagai kunci yang mendasar bagi setiap kelompok masyarakat,
struktur sosial harus senantiasa dikondisikan dengan baik untuk menjaga
keutuhan kelompoknya. Jika salah satu bagian dari struktur sosial yang ada
tidak berfungsi pasti akan berakibat fatal apabila tidak segera dibenahi. Hal ini
dapat disebabkan oleh berbagai banyak hal. Pengaruh dari dalam maupun
luar kelompok masyarakat itu sendiri. Pengaruh dari dalam bisa berupa
perbedaan pendapat, ide, atau gagasan antara satu anggota dengan anggota
yang lain. Pengaruh dari luar bisa berupa intervensi dari kelompok lain
maupun perkembangan zaman yang pada akhirnya menimbulkan konflik pada
kelompok masyarakat tersebut.
Kelompok masyarakat yang kurang atau bahkan tidak memiliki
komitmen ataupun rasa solidaritas terhadap kelompoknya akan menjadikan
pengaruh yang muncul dengan mudah menghancurkan rasa solidaritas
kelompok tersebut. Begitu pula sebaliknya, ketika kelompok tersebut memiki
komitmen dan rasa solidaritas kelompok yang kuat, maka pengaruh seperti
apapun akan menjadikan kelompok tersebut menjadi semakin kokoh.

Perubahan Kepribadian Individu


Pembentukan dan perubahan kepribadian tidak terjadi dengan
sendirinya. Kepribadian terbentuk dengan suatu objek, orang, kelompok,
lembaga, nilai, melalui hubungan antar individu, hubungan di dalam kelompok,
komunikasi surat kabar dan lain sebagainya. Terdapat banyak kemungkinan
yang mempengaruhi perubahan kepribadian seseorang. Lingkungan sekitar
jugamempunyai peran yang penting dalam proses perubahan kepribadian
seseorang, terutama keluarga dan teman dekat.

Setiap individu dibekali kepribadian yang berbeda-beda sejak mereka


lahir dan terus berkembang sejalan dengan perkembangan usia dan pola fikir
masing- masing. Perbedaan selalu menjadi kunci utama timbulnya pro dan
kontra dalam setiap kehidupan sosial bermasyarakat. Hal itu yang memicu
timbulnya konflik dan berakibat perpecahan sehingga mempengaruhi setiap
kepribadian individu yang terlibat konflik, bahkan setiap individu yang masih
berinteraksi pihak berkonflik.

Artinya, di dalam suatu kelompok yang mengalami konflk, maka


seseorang atau sekelompok orang yang semula memiliki kepribadian pendiam,
peyabar menjadi lebih agresif dan mudah marah. Terlebih jika konflik tersebut
berakhir pada sebuah kekerasan bahkan perang.

Hancurnya Nilai-Nilai dan Norma Sosial


Antara nilai-nilai norma sosial dengan konflik terdapat hubungan yang
bersifat korelasional, artinya bisa saja terjadi konflik berdampak pada
hancurnya nilai dan norma sosial akibat dari ketidak patuhan anggota
masyarakat yang terjadi setelah konflik, atau bisa juga hancurnya nilai-nilai
norma sosial berakibat konflik yang lebih berkepanjangan. Semua itu tergantung
dari bagaimana setiap anggota masyarakat menyikapi konflik yang terjadi.
Sekaligus peran lembaga sosial masyarakat dalam mengatasi situasi konflik
yang terjadi dalam dinamika masyarakat yang ada.
Menurut pandangan Sulaiman dalam (Muhammad 2008 :77)
kebudayaan dalam kaitannya dengan ilmu budaya dasar adalah penciptaan,
penertiban, dan pengoolahan nilai-nilai insani, tercakup di dalamnya usaha
memanusiakan diri di dalam alam lingkungan, baik fisik maupun sosial. Nilai-nilai
ditetapkan dan dikembangkan sehingga sempurna.
Etika adalah nilai-nilai berupa norma-norma moral yang menjadi
pedoman hidup bagi seseorang atau kelompok orang dalam berperilaku atau
berbuat. Merupakan gambaran perilaku baik, benar, dan bermanfaat yang
terdapat dalam pikiran (akal sehat) seseorang atau kelompok. Moral bersifat
kodrati, artinya sejak diciptakan oleh tuhan, manusia sudah dibekali dengan sifat-
sifat baik seperti adil dan jujur.
Pendekatan Sosiologi Sastra Dalam Cerpen ASMARADANA Karya Danarto

Menurut Wellek dan Warren (dalam Faruk, 1999 : 3), pengklasifikasian

kajian sosiologi meliputi tiga hal, pertama sosiologi pengarang yang

mempermaslahkan atau membahas tentang status sosial, idiologi, sosiologi, dan

sebagainya yang menyangkut pengarang sebagai penghasil karya sastra. Kedua,

sosiologi karya sastra yang mempermasalahkan unsure-unsur pembentuk suatu

karya sastra itu sendiri. Hal tersebut membahas hal yang menjadi pokok

permaslahan. Ketiga, sosiologi sastra yang mempermaslahkan pembaca dengan

pengaruh sosial karya sastra.

1. Sosiologi Pengarang dalam Cerpen Asmaradana Karya Danarto

Faruk (1999 : 4) mengungkapkan bahwa dari Wellek dan Warren, Sapardi

Djoko Damono menemukan setidaknya tiga jenis pendekatan yang berbeda dalam

sosiologi sastra, salah satunya yaitu, sosiologi pengarang yang memasalahkan

status sosial, ideologi sosial, dan lain-lain yang menyangkut diri pengarang sebagai

penghasil karya sastra. Sejalan dengan hal itu, Watt (dalam Semi, 1968:54)

mengatakan bahwa konteks sosial pengarang, yakni yang menyangkut posisi sosial

masyarakat dan kaitannya dengan masyarakat pembaca, termasuk di dalamnya

faktor-faktor sosial yang bisa mempengaruhi si pengarang sebagai perseorangan di

samping mempengaruhi isi karya sastranya.

Danarto tidak dibesarkan dari kultur pesantren atau keluarga yang islami.

Ayahnya adalah seorang mandor pabrik tebu di Sragen dan ibunya berjualan batik.

Ia mengaku termasuk orang-orang Islam abangan. Sampai usia 26 tahun ia tak

mengenal apa yang namanya ritual shalat, apalagi mengaji kitab suci Islam, al-

Qur’an. Perubahan itu datang ketika ia mulai berumur 27 tahun. Di sebuah

hamparan sawah di Garut, ia mulai terilhami. Padi-padi yang bersemi dan air yang
mengalir, menumbuhkan kesadaran baru pada dirinya. Jika padi tersebut diguyur

air satu tong maka akan hanyut dan mati, oleh sebab itu harus disiram secara

perlahan. Pancaran keagungan Tuhan yang Maha Penyayang, mulai meresapi

dirinya. Sejak saat itu, orang yang sering berkemeja putih dalam kesehariannya ini,

mulai melaksanakan rukun Islam kedua, shalat.

Hampir setiap karya yang diciptakan Danarto adalah karya-karya yang

bernuansa mistis, dengan gaya surealis bebasnya. Salah satunya adalah

cerpen Asmaradana. Cerpen ini mengisahkan seorang gadis bernama Salome yang

begitu merindukan Tuhan dan ingin sekali melihatnya. Pengalaman-pengalaman

spiritual yang pernah dialaminya, mungkin menjadi sebuah pijakan tersendiri untuk

menyebutnya sebagai seorang surealis. Pengalaman-pengalaman spiritual tersebut

kemudian diuraikan dalam cerpen-cerpennya, yang lebih sering tercampur dengan

persoalan-persoalan sosial membuat pembaca terasa memasuki dunia lain sekaligus

begitu dikenal, seorang realis sekaligus surealis.

Asmaradana sendiri dapat diartikan sebagai rasa cinta yang sangat

mendalam pada lawan jenis. Dalam cerpen Asmaradana karya Danarto ini, rasa

cinta tersebut ditujukan pada Tuhan. Namun, sepertinya Danarto

sedikit nyeleweng dari latar belakang kepercayaannya, yakni Islam. Danarto

menghadirkan cerpen Asmaradana dengan latar belakang metologi Yunani.

Namun pesan yang terkandung di dalamnya dapat diterima oleh semua

kepercayaan. Bahwa tidaklah benar melakukan hal-hal konyol, licik, dan keji agar

bisa bertemu Tuhan. Pengarang sepertinya ingin menyampaikan pesannya melalui

jalan cerita yang tak biasa.


1. Sosiologi Karya Sastra dalam Cerpen Asmaradana Karya Danarto

Menurut Wellek, karya sastra memiliki tujuan untuk menghibur dan

mendidik agar pembaca mengetahui atau memahami perasaan yang ingin

disampaikan oleh pengarang. Selain itu karya sastra juga disebut sebagai ungkapan

keindahan sastrawan mengenai suatu objek. Sebagai sarana mencari uang, dimana

karya sastra dapat digunakan semata-mata sebagai sarana mencari uang atau untuk

memenuhi kebutuhan ekonomi, yaitu pengarang dengan menjual hasil karya sastra

yang mereka buat kepada para pembaca. Karya sastra dapat digunakan sebagai

propaganda, dengan karya sastra para pengarang dapat menyampaikan suatu

maksud atau pesan yang ditujukan kepada khlayak umum/pembaca agar para

pembaca melakukan pesan atau maksud yang ada pada karya sastra tersebut,

terlepas dari baik atau buruknya pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang.

Cerpen Asmaradana karya Danarto merupakan cerpen yang sangat jenius,

penuh kejutan dan mempunyai makna yang dalam. Membaca

cerpen Asmaradana tidak hanya mengajak kita untuk melihat manusia, dunia dan

isinya, namun memaksa kita memasuki dunia religiusitas. Cerpen dengan latar

belakang kerajaan dicampur aduk dengan mistis, kemolekan, pencarian, dan

ketragisan. Danarto berusaha menyuguhkan permainan bahasa yang lebih

ditekankan dalam hal bentuk-gaya dan mulai sedikit meninggalkan isi. Salome

merupakan tokoh sentral dalam cerpen ini. Ia merupakan putri kerajaan yang cantik,

molek, dan baru berusia tujuh belas tahun. Di usia yang masih tergolong muda itu,

Salome menjadi wanita muda yang pintar, petualang dan berpendirian keras. Ia

akan melakukan segalanya sesuai dengan apa yang diinginkan. Masa muda Salome

tidak diisi dengan kegiatan-kegiatan seperti gadis sepantarannya. Ia mempunyai

imajinasi yang sulit diterjemahkan oleh orang lain, apalagi untuk membantu
mewujudkan mimpinya tersebut. Dalam tekanan batin yang terus bergelora dan

segala keinginan yang tidak segera dapat direalisasikan, Salome tumbuh menjadi

gadis yang liar.

Salome hidup di kelilingi oleh harta dan kekayaan. Ayahnya (ayah tiri)

adalah seorang Raja, bernama Herodes, dan Ibunya bernama Herodiah. Keduanya

sangat menyayangi anaknya tersebut, sebagaimana keluarga yang lain. Setelah

tumbuh dewasa, Salome dibujuk oleh kedua orang tuanya agar segera mencari

jodoh agar mereka segera mempunyai cucu yang akan meneruskan kekuasaan

kerajaan. Namun, keinginan kedua orangtuanya tidak pernah kesampaian karena

terlalu sulit mewujudkan permintaan Salome sebagai syarat pernikahannya.

Sebagai orangtua dan sekaligus pemimpin kerajaan, kedua orangtua Salome

berusaha membiarkan apa yang diinginkan anaknya. Mereka hanya berusaha

menjaga agar anak satu-satunya tersebut tetap aman dan baik, dengan cara

mengutus para kesatria kerajaan. Mereka bertugas mengurus dan menjaga

keselamatan Salome.

….

“Jangan berlebihan, anakku,” kata Herodes lirih

“Baiklah, Ayah. Bahkan apa yang aku pikirkan sebenarnya sederhana sekali,”

balas Salome.

“Engkau mencari yang tidak ada,” kata Herodiah sambil memeluknya.

Dialog di atas merupakan sebagian pencarian dari beberapa bagian yang

memperlihatkan keberadaan Salome. Ia menjadi orang yang panik karena

keinginannya sendiri. Kekecewaan atas keinginan yang tidak kunjung dapat diraih,

dilampiaskan dengan melakukan tindakan menyalahi tata tertib kehidupan istana.


Kadang pada satu ketika Salome menyiksa diri dengan cara tidak makan, tidak

memperhatikan kesehatan dan kebersihan diri, dan membiarkan rasa lapar dan

kantuk yang menggelanyuti dirinya. Ia menjadi makhluk yang tidak peduli pada

kehidupan duniawi dan terus melakukan pencarian. Salome memimpikan bertemu

sosok Tuhan. Ia ingin melihat sosok Tuhan dengan cara melakukan apapun, baik

yang disukai-Nya maupun yang tidak. Kesenangan duniawi bukan merupakan hal

yang menarik, namun kenikmatan akan didapatkan dengan cara melihat wajah

Tuhan. Salome menjadi pribadi yang liar, spontan, dan licik, sebatas kemampuan

kelicikan manusia. Berbagai hal telah ia lakukan, baik hujan-hujanan di hutan,

menyepi dari keramaian, telanjang, menari telanjang, menenteng kepala Yahya

Sang Pembaptis (sebagai wakil Tuhan di bumi), serta perbuatan brutal dan tidak

terkendali lainnya. Tuhan menjadi sosok yang mistrius bagi Salome. Mistri

keberadaan Tuhan terus menghantui keseharian Salome. Namun, Tuhan

mempunyai kehendak sendiri yang tidak mau dikendalikan manusia. Ia tidak mau

memenuhi panggilan Salome dan bahkan hingga Salome mati pun Tuhan tidak akan

pernah mau menemui Salome. Pada batas ini, manusia masih berada di belakang

kendali Tuhan. Perlawanan atas kodrat hanya akan membawa kepada penderitaan

dan penyiksaan batin. Semakin manusia mencari-cari Tuhan maka semakin

bersembunyi.

1. Sosiologi Pembaca dalam Cerpen Asmaradana Karya Danarto

Sosiologi pembaca mempermasalahkan pembaca dan pengaruh sosial karya

tersebut, yakni sejauh mana dampak sosial sastra bagi masyarakat pembacanya (

Wellek dan Werren, 1990: 111 ). Beberapa pengertian dan pendapat di atas

menyimpulkan bahwa pendekatan sosiologi sastra adalah pendekatan terhadap


karya sastra dengan tidak meninggalkan segi-segi masyarakat, termasuk latar

belakang kehidupan pengarang dan pembaca karya sastra. Karya sastra kita kenal

sebagai karya imajinasi yang lahir bukan atas kekososngan jiwa namun juga atas

realitas yang terjadi di sekeliling penarang. Seorang sastrawan tidak hanya

mengikuti selera publiknya atau pembacanya, tetapi juga menciptakan publiknya

sendiri.

Pembaca memiliki peran penting dalam dunia sastra. Adanya

pembaca, dunia sastra mengalami perkembangan, baik dalam produksi karya

ataupun segi keilmuan. Tanpa pembaca, fungi sastra tidak memiliki perannya

dalam karya. Jadi karya tanpa ada pembaca tidak lebih dari sekedar kumpulan

naskah. Dewasa ini, kemunculan karya sastra semakin banyak. Beberapa media

cetak, seperti koran, setiap minggu ada yang memuat karya sastra. Lahirnya

karya sastra, tidak terlepas dari kepiawaian seorang penulis dalam

mengeksplorasikan idenya. Keberadaan karya sastra sampai pada pembaca, tidak

terlepas dari keberadaan penerbit atau media. Tujuan akhir dari penerbitan adalah

mampu menjadikan karya sastra dapat dimiliki oleh pembaca yaitu masyarakat

atau publik. Pembaca dapat dikatakan sebagai raja pada kegiatan produksi sastra.

Dalam dunia sastra, penulis-karya- pembaca merupakan mata-rantai

dalam menggerakkan perkembangan dunia sastra. Penulis merupakan titik awal

dalam keberadaan karya. Karya inilah yang akan diterima oleh pembaca

atau penikmat sastra.

Keberadaan pengarang dan karya sastra tentunya tidak pernah lepas dari

pembaca, seperti pada penjelasan sebelumnya bahwa tanpa pembaca, fungi sastra

tidak memiliki perannya dalam karya. Hal itu karna antara ketiganya memiliki

hubungan yang tak dapat dipisahkan, hususnya hubungan antara pengarang dan
pembaca dengan menjadikan karya sastra sebagai sarananya penghubungnya.

Hubungan sastrawan dengan pembaca adalah hubungan timbal balik. Pada awal

komunikasi, sastrawan berkomunikasi dengan pembacanya berangkat dari

praanggapan yang sama. Dalam dunua sastra, praanggapan ini dinamakan konvensi

sastra (Wahyudi Siswanto, 2008: 94). Sastrawan yang mengetahui konvensi yang

sudah ada dibenak pembaca bisa mengambil sikap mengikuti dan memanfaatkan

konvensi itu. Sastrawan yang mengambil sikap mengikuti konvensi bisa berangkat

dari praanggapan yang sama dengan pembaca dan tetap setia untuk menghasilkan

karya sastra yang sesuai dengan praanggapan tersebut.

Melalui cerpen Asmaradana ini, Danarto ingin menyampaikan kepada

pembaca bahwasannya eksistensi manusia hanya sebatas sebagai makhluk,

sedangkan Tuhan adalah sang Pencipta. Ia yang mengendalikan semua dan menjadi

super power yang tidak pernah bisa tertandingi. Tidak ada satupun yang mampu

menandingi kekuatan Tuhan, apalagi salome yang seorang manusia biasa.

“Jangan salah lihat, Tuhan. Inilah utusan-Mu, Yahya pembaptis. Jikalau manusia

yang paling Engkau kasih sayangi sudah bertekuk lutut di bawah telapak kakiku,

lantas apa daya-Mu? Inilah panahku yng terkhir bagi-Mu. Inilah senjataku yang

penghabisan yang terampuh. Ayo Tuhan! Murkalah padaku! Tunjukan wajah-Mu.

Kirim banjir besar kepadaku! Kirim gempa bumi untuk kamarku. Ayo Tuhan!”

Demikianlah Salome dengan semangat yang berkobar-kobar ia berteriak-teriak

terus, mengelilingi kepla Yahya terus, hingga tanpa terasa ia telah melakukannya

selama Sembilan bulan.

Tetapi Tuhan tidak megirimkan apa-apa. Tidak pula menampakkan wajah-Nya.

Akhirnya Salome putus asa.


“Aku kalah, Tuhan. Aku menyerah…,” tangis Salome tersedu-sedu, sambil

memeluk kepala Yahya Pembaptis.

Danarto menyajikan pesan yang ingin di sampaikan ke dalam kisah yang

dramatis. Bagaimana seorang Salome yang telah melakukan berbagai cara, mulai

dari cara biasa sampai cara yang tidak masuk akal dan keji, agar Tuhan mau untuk

memperlihatkan wajahnya pada Salome. Meskipun cerpen ini berlatar belakang

metologi Yunani, namun pesan yang disampaikan bersifat Universal. Bahwasannya

Tuhan memiliki derajat yang tinggi dan tidak ada yang sanggup menandinginya.

Meskipun kita sebagai manusia biasa tidak mampu melihat wujud Tuhan, namun

harus tetap patuh pada perintah dan larangan-Nya.

Manusia dengan keputusan yang selalu baik dan bermanfaat bagi manusia lainnya
dikatakan sebagai manusia bermoral karena berpegang teguh pada sistim nilai
budaya. Sebaliknya manusia amoral adalah perwujudan dari manusia yang
memiliki perilaku tidak baik, tidak benar dan tidak adil. Manusia amoral
dengan segala perilaku negatif yang dimilikinya menjadi pemicu kebencian bagi
individu maupun kelompok masyarakat yang ada disekitarnya.

Munculnya sikap amoral bisa dikarenakan oleh sifat manusia itu sendiri maupun

diakibatkan oleh sebuah pengalaman pribadi yang membuatnya harus bersikap negatif

untuk melampiaskan dendam maupun kekecewaan kepada orang lain. Hal ini yang

akan menjadikan nilai, etika dan norma pada seorang individu maupun kelompok

memiliki pro dan kontra antara satu dengan yang lain.

Anda mungkin juga menyukai