Anda di halaman 1dari 14

MAGHZA: Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir

Fakultas Ushuluddin Adab dan Humaniora, IAIN Purwokerto


Juli-Desember, Vol. 3, No. 2, 2018
DOI: 10.24090/maghza.v3i2.2136

Tradisi “Makkuluhuwallah” dalam Ritual Kematian Suku Bugis


(Studi Living Qur’an Tentang Pembacaan Surat Al-Ikhlās)

Misbah Hudri dan Muhammad Radya Yudantiasa


UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Jl. Laksda Adisucipto, Catur Tunggal, Depok, Sleman
Email: mishbah.hudry@gmail.com

Abstrak
Kajian ini meneliti tentang tradisi lokal masyarakat suku Bugis di Sulawesi Selatan
yaitu ritual kematian, tepatnya di desa Tadang Palie. Ritual kematian tersebut dinamai
dengan Makkuluhuwallah yang diambil dari ayat pertama surat al-Ikhlās. Surat tersebut
biasanya dibaca sekitar 15.000 kali sampai 100.000 kali dalam tujuh hari. Keunikan dari
Makkuhuwallah adalah media yang digunakan untuk menghitung jumlah bacaan dengan
menggunakan kerikil. Setelah hari ketujuh maka kerikil akan diletakkan di atas pusara
atau batu nisan. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang sistem pengolahan
datanya menggunakan deskriptif-analitik. Instrumen kerjanya mengombinasikan antara
studi kepustakaan dan studi lapangan. Penelitian ini juga ingin melihat Al-Qur’an hidup
dan direspon oleh masyarakat yang populer dengan istilah studi Living Qur’an. Penulis
menemukan alasan di balik penggunaan surat al-Ikhlās dalam prosesi
Makkuluhuwallah. Hal tersebut didasarkan pada resepsi masyarakat terhadap surat al-
Ikhlās. Surat al-Ikhlās termasuk surat terpendek yang ada dalam Al-Qur’an dan
memiliki faḍīlah yang besar. Faḍīlah surat al-Ikhlās banyak dijumpai dalam hadis yang
menyatakan bahwa membaca surat al-Ikhlās setara dengan sepertiga Al-Qur’an. Secara
logika, membaca surat al-Ikhlās tiga kali berarti sudah mengkhatamkan Al-Qur’an.
Terlebih apabila dibaca sebanyak ribuan kali. Penulis menduga bahwa motivasi itulah
yang menjadi dasar pelaksanaan dari Makkuluhuwallah.
Kata Kunci: Tradisi, Lokal, Makkuhuwallah, Bugis, Living Qur’an.

Abstract
This study examines the local tradition of Buginese tribe community in South Sulawesi
that is death ritual, precisely in Tadang Palie village. The death ritual is named
Makkuluhuwallah taken from the first verse of Surat al-Ikhlās. The surat is usually
recited about 15,000 times to 100,000 times in seven days. The uniqueness of
Makkuhuwallah is the medium used to calculate the number of recitations by using
gravel. After a seventh day, the pebbles will be placed above the grave or gravestone.
This research type is qualitative research which its data processing system used is
descriptive-analytic. The working instrument combines library studies and field studies.
This study also wants to see how the Qur'an is responded by a popular society with the
term Living Qur'an Study. The author finds the reason behind the use of the surah al-
Ikhlās in Makkuluhuwallah procession. It is based on the public receptions of al-Ikhlās.
Surat al-Ikhlās includes the shortest letter in the Qur'an and has a great prominence
(faḍīlah). The prominence of al-Ikhlās is often found in a hadith which states that
reciting surat al-Ikhlās is equal with the whole of the Qur'an. Logically, reciting al-
Ikhlās three times already completes the whole al-Quran especially when reciting it
thousand times. The writer suspects that motivation is the basis of the implementation
of Makkuluhuwallah.
Keywords: Tradition, Local, Makkuhuwallah, Bugis, Living Qur'an.

228
penting lainnya adalah kebudayaan, perlu juga
A. PENDAHULUAN diketahui subtansinya. Secara singkat dapat
dipahami dengan segala ide dan gagasan

I
ndonesia adalah negara dengan
manusia yang timbul dan memberi jiwa dalam
masyarakat yang majemuk 1 dan
masyarakat. Berisi sistem pengentahuan,
terkenal dengan negara yang kaya
nilai-nilai, pandangan hidup, kepercayaan,
akan keberagamannya. Terdiri dari berbagai
persepsi dan etos (jiwa kebudayaan).5
macam suku, budaya, agama, ras dan etnis
Salah satu suku yang masih kental
yang tersebar di berbagai penjuru wilayah
dengan budaya dan tradisi yang dimilikinya
Indonesia. Keadaan geografis yang variatif
adalah suku Bugis. Terdapat banyak tradisi-
mulai dari pegunungan, pesisir, hutan,
tradisi yang masih terjaga sampai sekarang.
pedesaan dan juga perkotaan sangat
Termasuk di dalamnya adalah ritual-ritual,
berpengaruh terhadap terbentuknya perabadan
seperti ritual pindah rumah, ritual setelah
di setiap daerah. Peradaban tersebut
panen, ritual kematian, dan lain sebagainya.
membentuk masyarakat Indonesia sehingga
Tradisi tersebut merupakan khazanah lokal
memiliki keunikan masing-masing dalam
yang menjadi ciri khas daerah yang menjadi
setiap kebudayaan yang dimilikinya. Hal
pembeda dengan daerah lainnya. Hal itu
demikian tidak bisa dilepaskan dari tradisi
dikarenakan orang-orang Bugis memang
yang mengakar dan adat kebiasaan yang
memiliki banyak prinsip hidup. Di antaranya,
masih terpelihara.
saling menghargai (sipakatau), saling
Sebelum menjelaskan lebih jauh,
menyayangi (siamasei), dan menjaga
penulis terlebih dahulu ingin memaparkan
hubungan kekeluargaan (assiajingeng).
beberapa kata yang akan sering muncul dalam
Prinsip-prinsip tersebut sesuai dengan ajaran
tulisan ini. Penjelasan makna kata tersebut
agama Islam yang telah diimani sejak abad
dimaksudkan agar memberi pemahaman yang
16. Kemudian dipraktekkan dalam bertutur
lebih komprehensif, serta mencegah
kata/ berkomunikasi dan bermasyarakat.6
kekaburan pemahaman dalam membadakan
maknanya. Beberapa kata tersebut adalah
tradisi, 2 ritual, 3 dan budaya.4 Kemudian hal 4
Budaya adalah pikiran dan akal budi,
mengenai kebudayaan yang sudah berkembang
(beradab, maju). Adapun kebudayaan adalah hasil
kegiatan dan penciptaan batin (akal budi) manusia,
1
Lihat Zulyani Hidayah, Ensiklopedi Suku seperti kepercayaan, kesenian, dan adat istiadat.
Bangsa Indonesia (Jakarta: LP3ES, 1996), hlm. 1. Selanjutnya dipahami juga sebagai keseluruhan
2 pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang
Tradisi yaitu adat kebiasaan turun temurun
digunakan untuk memahami lingkungan serta
(dari nenek moyang) yang masih dijalankan
pengalamannya dan yang menjadi pedoman tingkah
masyarakat. Departemen Pendidikan dan
lakunya.Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,
Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia
Kamus Besar Bahasa Indonesia, hlm 130-131.
(Jakarta: Balai Pustaka, 2005), hlm. 959.
5
3 Mundzirin Yusuf dkk, Islam dan Budaya Lokal
Ritual berkenaan dengan ritus dan hal ihwal
(Pokja Akademik UIN Sunan Kalijaga, 2005), hlm. 9.
tentang ritus, yaitu tata cara dalam upacara
6
keagamaan. Dimaknai pula dengan melakukan Ahmad S. Rustan, Hafied Cangara, “Perilaku
perubahan. Departemen Pendidikan dan Komunikasi Orang Bugis dari Perspektif Islam,
Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, hlm. dalam Jurnal Komunikasi KAREBA, Vol. 1, No. 1,
751. Januari-Maret 2011, hlm. 91
229
Prinsip-prinsip tersebut termaktub dalam Secara khusus, penelitian ini ingin
aturan adat yang disebut pangadereng7. menampilkan salah satu kearifan lokal yang
Norma dan aturan tersebut didasarkan atas masih dipraktekkan oleh masyarakat suku
lima unsur pokok dalam konsepsi keagamaan Bugis yang melibatkan pembacaan Al-Qur’an
masyarakat Bugis.8 di dalamnya. Masyarakat setempat
Kajian ini ingin meneliti tentang tradisi menyebutnya sebagai tradisi
lokal masyarakat Bugis yaitu ritual kematian, Makkuluhuwallah, yang merupakan salah satu
tepatnya di desa Tadang Palie. Ritual rangkaian dalam ritual kematian. Mengingat
kematian tersebut dinamai dengan kajian ini belum pernah tersentuh dalam ranah
Makkuluhuwallah. Ritual ini merupakan salah penelitian, maka dari itu perlu adanya
satu rangkaian dari ritual kematian. penelitian khusus tentang rangkaian ritual
Rangkaian acaranya secara khusus kematian tersebut. Tentu surat tersebut
dilaksanakan selama tujuh hari, terhitung memiliki keistimewaan dan faḍīlah tersendiri,
setelah dikuburkannya jenazah. Di dalam sehingga menjadi surat pilihan. Dari prosesi
rangkaian itu, terdapat beberapa prosesi pembacaan surat al-Ikhlās, penulis ingin
seperti khataman Al-Qur’an, Takziah, menunjukkan alasan kuat pemilihan surat
Makkulluhuwallah, Mabaca-baca Matellu na tersebut dari sudut pandang teks agama (Al-
Mapitu Esso, dan Mattampung. Adapun Qur’an dan Hadis). Kemudian penulis juga
pengistilahan “ritual kematian” murni ingin melihat sejauh mana animo masyarakat
merupakan istilah dari penulis. dalam meresepsi surat al-Ikhlās. Lebih jauh,
Tujuan dari penelitian ini adalah penelitian ini bertujuan untuk menunjukkan
menampilkan salah satu ranah kajian dalam bagaimana Al-Qur’an yang hidup di tengah
studi Al-Qur’an yaitu kajian Living Qur’an. masyarakat.
Untuk menghasilkan penelitian yang
baik sesuai dengan kaidah akademik, penulis
7
menggunakan penelitian kualitatif yang
Pangadereng adalah norma dan aturan adat
yang dianggap keramat dan suci bagi masyarakat sistem pengolahan datanya menggunakan
Bugis yang memiliki lima unsur pokok dalam deskriptif-analitik. Instrumen kerjanya
konsepsi keagamaan masyarakat Bugis. Lihat Gatut
Murniatmo dkk, Khazanah Budaya Lokal, Sebuah mengombinasikan antara studi kepustakaan
Pengantar Untuk Memahami Kebudayaan Daerah di (library research) dan studi lapangan (field
Nusantara (Yogyakarta: Adicita Karya Nusa, 2000),
hlm. 186 reserach). Kemudian penelitian ini didukung
8
Lima unsur pokok tersebut yaitu: pertama, dengan teori atomistik. Beberapa variabel
ade’ (unsur yang berisi norma adat) yang menjadi titik fokus kajian ini adalah
Kedua,bicara,(unsur mengenai semua aktivitas dan
konsep-konsep mengenai peradilan). Ketiga,rapang, tradisi Makkuluhuwallah, dan argumen
(menjaga kepastian suatu keputusan hukum tak
tertulis dari masa lampau sampai sekarang).
filosofis mengapa menggunakan surat al-
Keempat, wari’,(unsur yang melakukan klasifikasi Ikhlās, Penelitian ini juga ingin melihat
dari segala benda dan peristiwa-peristiwa dalam
kehidupan masyarakat sesuai golongannya). Kelima, bagaimana Al-Qur’an hidup dan direspon
sara’ (unsur yang mengandung pranata-pranata dan oleh masyarakat yang populer dengan istilah
hukum Islam). Kelima unsur tersebut terjalin satu
sama salin sebagai satu kesatuan. Ibid., hlm. 186- studi Living Qur’an.
187.
230
Tidak bisa dipungkiri bahwa penelitian makna dokumenter yaitu sebagai suatu
sebelumnya banyak yang membahas tentang kebudayaan yang menyeluruh.10
Living Qur’an baik ritual kematian ataupun Kemudian selanjutnya penelitian yang
mengenai pembacaan surat al-Ikhlās. Namun dilakukan oleh Halimatus Sa’diyah, yang
karena perbedaan dalam banyak hal dan fokus lebih fokus meneliti pemahaman jama’ah
penelitian yang berbeda pula sehingga Jam’iyyah al-Taqo di Cirebon mengenai
penelitian ini pun juga penting untuk dikaji surat al-Ikhlās. Pemahaman mereka cukup
lebih jauh. Beberapa penelitian sebelumnya baik mengenai surat al-Ikhlās dan keutamaan-
dengan tema bahasan yang hampir mirip keutamaannya yang disampaikan oleh KH.
yaitu: penelitian yang dilakukan oleh Ibrizatul Muhammad Dhuha. Secara tidak langsung
Ulya mengenai ritual kematian di Jawa pemahaman mereka tentang keutamaan-
dengan pembacaan 124.000 kali surat al- keutamaan itulah yang menjadi daya tarik
Ikhlās di Gresik Jawa Timur. Masyarakat masyarakat mengikuti pengajian dan
11
menyebutnya dengan istilah ngaji kifayah mengamalkan surat al-Ikhlās.
dilaksanakan setiap ada kematian. Penelitian Dari ketiga penelitian di atas, jelas
tersebut lebih fokus kepada simbol-sombol bahwa tradisi Makkuluhuwallah adalah
dalam praktik pelaksanaannya dengan sebuah penelitian baru. Dibanding dengan
menggunakan pendekatan fenomenologi serta contoh penelitian yang telah disebutkan,
diolah dengan menggunakan teori Cliffort terdapat kesamaan dalam hal ritual kematian
Gertz.9 dan pembacaan surat al-Ikhlās. Akan tetapi,
Kemudian penelitian yang dilakukan setting tempat, prosesi pelaksanaan serta
oleh Widyawati tentang tradisi pembacaan respon masyarakat hampir ditemui perbedaan
100.000 kali surat al-Ikhlās dalam ritual di beberapa bagian. Sehingga hal ini
kematian yang lahir dari resepsi sosial memungkinkan munculnya hasil penelitian
masyarakat Salatiga Jawa Tengah. Penelitian yang berbeda antara satu dengan yang
yang dilakukan oleh Widyawati lainnya. Secara tradisi Makkuluhuwallah
menggunakan pendekatan etnografi dan disinyalir belum pernah tersentuh ranah
dielaborasi dengan teori sosiologi
pengetahuan. Dapat disimpulkan dengan tiga
pemaknaan: makna obyektif lebih kepada
10
sebuah tradisi harus selalu dijaga oleh Widyawati, “ Pembacaan 100.000 kali surat
al-Ihklās dalam Ritual Kematian di Jawa (RW 03,
masyarakat, kemudian makna makna ekpresif Kelurahan Palutan, Sidorejo, Salatiga, Jawa Tengah)”
Skripsi, Jurusan Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, Fakultas
yakni faḍīlah surat al-Ikhlās dan terakhir Ushuluddin dan Pemikiran Islam, UIN Sunan
Kalijaga Yogyakarta, 2017.
11
Halimatus Sa’diyah, “Analisis Pemahaman
Tafsir Surat al-Ihklās (Studi Pemahaman Surat al-
9 Ihklās Jama’ah Jam’iyyah At-taqo di Desa Bunder
Ibrizatul Ulya, “Pembacaan 124.00 kali Surah Kecematan Susukan Kab. Cirebon” dalam Skripsi,
al-Ihklās dalam Ritual Kematian di Jawa (Studi Jurusan Tafsir dan Hadits, Fakultas Ushuluddin,
Kasus di Desa Sungonlegowo, Bungah, Gresik, Jawa
Universitas Islam Negeri Walisongo, Semarang,
Timur)”, Skripsi, Jurusan Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, 2015.
Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam, UIN
Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2016.
231
penelitian. Hal lainnya yang perlu dipahami yang berasal dari Minangkabau ketika
adalah tradisi serta ritual oleh masing-masing kerajaan Goa dipimpin oleh Karaeng
komunitas di nusantara menunjukkan akan Tonigallo. Namun jauh sebelumnya telah ada
kekayaan tradisi serta ritual yang dimilikinya. orang Islam berdiam di Goa sejak tahun
1540.15 Untuk itu segala hal yang erat
B. TRADISI MAKKULUHUWALLAH kaitannya dengan praktek yang ada di dalam
SEBAGAI REPRESENTASI DARI masyarakat, tidak terpisahkan dengan
“AL-QUR’AN YANG HIDUP” DI kepercayaan yang mereka yakini. Baik secara
TENGAH MASYARAKAT langsung maupun secara tidak langsung dari
kepercayaan sebelumnya.
Suku Bugis merupakan suku yang
Demikian halnya dengan ritual-ritual
mendiami pulau Sulawesi, tepatnya di
yang sering mereka lakukan seperti ritual
Sulawesi Selatan, dengan pulau yang
kematian. Ritual kematian yang sering
terbilang cukup luas yaitu 191.800 km2. Posisi
mereka lakukan terdiri dari beberapa
pulau Sulawesi terletak di antara pulau
rangkaian yang secara khusus dilaksanakan
Kalimantan dan pulau Maluku. 12 Pada
selama tujuh hari, terhitung setelah
perkembangannya suku Bugis terkenal
dikuburkannya jenazah. Di dalam rangkaian
dengan masyarakat adat dengan segala jenis
itu, terdapat beberapa prosesi seperti
tradisi yang masih terpelihara. Dewasa ini,
khataman Al-Qur’an, Takziah -oleh
mayoritas suku Bugis sudah memeluk agama
masyarakat setempat sering dimaknai sempit
Islam13 dan hal yang tidak terpungkiri adalah
dengan ceramah-, Makkulluhuwallah,
masih adanya sisa kepercayaan leluhur
Mabaca-baca Matellu na Mapitu Essona,16
mereka di masa sebelumnya.
dan Mattampung.17
Menurut catatan sejarah Islam masuk
pertama kali dan telah menjadi agama resmi
di daerah di Sulawesi Selatan, pada tahun
15
1602 atau 1603. Dibawa oleh guru agama14 M. Yahya Harus, Kerajaan Islam Nusantara
(Yogyakarta: Kurnia Alam Sejahtera, 1995), hlm.
65.
16
Pengistilahan ini berasal dari bahasa Bugis,
yang dimaksudkan ialah acara baca doa. Secara
12 sederhana dapat dimaknai dengan pembacaan doa
Christian Pelras, Manusia Bugis, Terj. Abdul
Rahman Abu dkk. (Jakarta: Nalar, 2006), hlm. 5-6. di hari ketiga dan di hari ketujuh. Meskipun pada
prakteknya setiap hari kesekin sellau ada acara
13
Zulyani Hidayah, Ensiklopedi Suku Bangsa pembacaan doa kepada jenazah. baik 40 harian, 100
Indonesia,hlm. 65. harian, dan seterusnya.
14 17
Pengusa meminta kepada kesultanan Aceh Mattampung merupakan bahasa Bugis, jika
untuk mendatangakan ulama-ulama Islam dan dialihkan maknanya ke bahasa Indonesia ,akan
meminta portugis untuk mendatangkan pastur- dipahami dengan makan menutupi, dalam tradisi
pastur dari Malaka. Namun yang datang lebih bugis, setiap orang yang meninggal di hari pertama
dahulu adalah ulama Islam. Kesultanan Aceh sampai hari ketujuh di atas kuburannya akan
mengutus tiga ulama sufi dari Minagkabau Datuk Ri diletakkan keranda yang terbuat dari bambu.
Bandang (Abdul Makmur, Khatib Tunggal), Datuk ri Masyarakat bugis sering menyebutnya “cekko-
Tiro (Abdul Jawad, Khatib bungsu) dan Datuk cekko”. Pada hari ketujuh cekko-cekko tersebut
Patimang (Sulaiman, Khatib Sulung) Lihat diganti batu nisan, asumsi penulis makna dari
Darmawijaya, Kesultanan Islam Nusantara, (Jakarta: Mattampung adalah menutupi kuburan dengan batu
Pustaka Al-kautsar, 2010), hlm. 97. nisan.
232
Pada bagian ini penulis ingin mengkaji pembacaan Al-Qur’an/mengaji yang
mengenai Makkulluhuwallah, sebagai salah diperuntukkan kepada jenazah dengan
satu dari rangkaian ritual kematian. Dengan berkali-kali khataman. Pada prakteknya untuk
mengambil latar tempat penelitian di desa mengaji biasanya di hari pertama
Tadang Palie, salah satu desa di kabupaten mengundang khusus anak-anak pondok.
Bone provinsi Sulawesi Selatan. Ritual ini Selebihnya setiap malam, pembacaan Al-
sudah menjadi hal penting bagi masyarakat Qur’an dilanjutkan oleh masyarakat yang
setempat, sebagai buktinya masih terjaga datang meramaikan rumah keluarga yang
hingga sekarang. berduka. Mengenai pembacaan Al-Qur’an
Ritual Makkuluhuwallah merupakan pada praktek kebiasaannya dilakukan oleh
salah satu rangkaian dari ritual kematian. masyarakat yang bacaan Al-Qur’annya lancar,
Akar sejarah dari ritual Makkuluhuwallah baik dan benar sehingga yang biasa
tidak diketahui secara pasti. Namun melakukannya adalah masyarakat usia muda.
diperkirakan muncul sekitar tahun 80-an yang Sedang untuk ritual Makkuluhuwallah
diprakarsai oleh tokoh agama dan tokoh dilakukan oleh kalangan ibu-ibu yang usia
masyarakat setempat. Penamaan ritual lanjut.
Makkuluhuwallah, diambil dari ayat pertama Masyarakat memahami bahwa
surat al-Ikhlās, ‫( ُق ۡل ُق َو ٱ ُهَّلل ُق َو َو ٌد‬Qul Huwallāhu) menghadiri rumah pihak yang berduka
imbuhan “ma” merupakan bagian dari bahasa merupakan salah satu cara menghibur mereka.
Bugis kemudian disambungkan dengan Qul Di samping itu agar kedatangan mereka tidak
Huwallāhu, yang menunjukkan arti sedang hanya sekedar membuang waktu, maka
melakukan yakni pembacaan surat al-Ikhlās. mereka melakukan hal-hal-hal yang
Surat al-Ikhlās dibaca sesuai dengan bermanfaat. Tujuan dari ritual tersebut adalah
kesepakatan, biasanya sekitar 15.000 kali dalam rangka meramaikan rumah orang yang
sampai 100.000 kali dalam tempo tujuh hari. berduka. Dalam rangka menghibur serta
Jumlah tersebut tergantung dari sedikit mengisi waktu dengan hal-hal yang
banyaknya masyarakat yang hadir. Hal unik bermanfaat tentu hal ini lebih bermanfaat
dari ritual Makkuluhuwallah adalah media dibanding datang hanya untuk mengobrol.
yang digunakan untuk menghitung jumlah Biasanya yang banyak melakukannya adalah
bacaan surat al-Ikhlās dengan kerikil. ibu-ibu yang masuk dalam hitungan lanjut
Biasanya kerikil yang dikumpulkan sejumlah usia dan tidak lancar membaca Al-Qur’an
2.000 kemudian diletakkan di atas wadah. serta juga sudah mulai terganggu
Setelah hari ketujuh dan bacaan tersebut telah penglihatannya bila membaca Al-Qur’an.
mencapai hitungan yang telah disepakati,
maka kerikil akan diletakkan di atas batu C. ARGUMENTASI FILOSOFIS
nisan. PENGGUNAAN SURAT AL-
Ritual Makkuluhuwallah dilakukan IKHLĂS
dalam jangka waktu tujuh hari, waktu tertentu
Suatu masyarakat pasti memiliki alasan
biasanya malam hari setelah salat Isya.
dalam melakukan tindakan maupun
Bersamaan dengan itu juga dilakukan
233
perbuatan. Begitu juga dengan masyarakat pertama dari surat al-Falaq yang
Bugis dalam menyikapi tradisi yang memerintahkan untuk selalu berlindung
dimilikinya. Sebagai contohnya adalah tradisi kepada Allah. 20
Makkuluhuwallah yang menerapkan Secara umum surat al-Ikhlās berbicara
pembacaan surat al-Ikhlās. Pembacaan tentang gambaran Tuhan yang disembah oleh
tersebut menjadi sebuah keharusan dalam Muhammad hal tersebut dapat dilihat dari
menjalankan prosesi pelaksanaannya. Penulis konteks asbāb al-nuzūl turunnya surat ini.
berasumsi bahwa ada alasan kuat dibalik Wahyu-wahyu pertama Al-Qur’an seperti
digunakannya surat al-Ikhlās. untuk itu surat iqra’, al-Muzzammil, al-Muddaṡṡir, dan
penulis akan memaparkan tentang keutamaan- seterusnya menggunakan kata Rabbuka
keutamaan yang ada dalam surat al-Ikhlās. (Tuhanmu wahai Muhammad) untuk
Surat al-Ikhlās merupakan surat ke-112 menunjuk kepada Tuhan. Keadaan tersebut
dalam urutan surat yang terdapat dalam Al- menjadi wajar jika masyarakat selain muslim
Qur’an. Surat ini terdiri dari 4 ayat, dan seperti orang-orang musyrik, orang-orang
termasuk ke dalam kategori surat Makkiyyah. Yahudi dan Nasrani menanyakan tentang
Surat ini juga memiliki beberapa nama Tuhan yang disembah Muhammad.
(sebutan), misalnya Qul Huwallāh, Nisbatur Bagaimana sifatnya, apa nisbahnya, terbuat
Rabb, al-Muẓākkirah, al-Ṣamad, al-Amīn.18 dari apa Tuhan tersebut. maka dari itu, untuk
Surat al-Ikhlās mempunyai kaitan erat dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan demikian
surat sebelumnya yaitu al-Lahab. Keterkaitan maka turunlah surat ini.21
itu karena dalam surat al-Lahab dikemukakan Terdapat berbagai macam keutamaan
uraian tentang manusia yang mengingkari surat al-Ikhlās. Rasulullah saw. bersabda Qul
keesan Allah dan dalam surat al-Ikhlās Huwallāhu Ahad sepertiga Al-Qur’an.22
dijelaskan tentang siapa Allah yang mereka Kemudian Imam Ja’far Shadiq berkata, “siapa
ingkari,19 dan hubungan dengan surat yang membaca Qul Huwallāhu Ahad sekali
setelahnya yaitu surat al-Falaq adalah seperti membaca sepertiga Al-Qur’an,
hubungan fungsional. Hal tersebut dapat sepertiga Taurat, sepertiga Injil, dan sepertiga
dilihat dari munāsabah antara ayat kedua Zabur.” Dan Imam Ridha berkata, “Siapa
surat al-Ikhlās yang memerintahkan untuk yang membaca Qul Huwallāhu Ahad dan
selalu bergantung kepada Allah dan ayat

20
Halimatus Sa’diyah, “Analisis Pemahaman
Tafsir Surat al-Ihklās (Studi Kasus Pemahaman
18 Tafsir Surat al-Ihklās Jama’ah Jam’iyyah At-Taqo di
Ali Hisyam Ibnu Hasyim, Sejuta Berkah dan
Fadhilah 114 Surat Al-Qur’an, (Yogyakarta: Sabil, Desa Bunder Kecamatan Susukan Kabupaten
2016), hlm. 325. Cirebon”, Skripsi Fakultas Ushuluddin UIN
Walisongo Semarang, 2015. Hlm. 35.
21
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Qur’an Al-Karim
19
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Qur’an Al-Karim Tafsir Atas Surat-Surat Pendek Berdasarkan
Tafsir Atas Surat-Surat Pendek Berdasarkan Turunnya Wahyu, hlm. 665-666.
Turunnya Wahyu, (Bandung:Pustaka Hidayah,
1997), hlm. 665.
22
Muḥammad bin Ismā’il al-Bukhārī, al-Jāmi’
al-Ṣaḥīh (Kairo: Maṭba’ah Salafiyyah, 1440 H), hlm.
343-344.
234
beriman kepadanya maka ia telah mengenal berbagai macam faḍīlah yang didapatkan dari
tauhid.23 Selain itu, terdapat juga amalan- surat al-Ikhlās.
amalan yang dapat dilakukan dengan surat ini, Dari pemaparan di atas, penulis
seperti disunnahkannya membaca di hari apa menyimpulkan bahwa terdapat banyak alasan
saja, disunnahkan juga untuk dibaca dalam penggunaan surat al-Ikhlās dalam tradisi
salat fardhu sehari-hari. Membaca sebelas kali Makkuluhuwallah. Alasan-alasannya adalah
surat ini, maka pada hari itu ia akan terhindar pertama, surat al-Ikhlās merupakan kategori
dari perbuatan dosa dan terhindar dari surat yang terpendek diantara surat-surat yang
perbuatan zalim. Kemudian, barang siapa lainnya. Kedua, surat al-Ikhlās sudah familiar
membacakan surat ini ke depannya, di masyarakat dan kemungkinan besar mereka
belakangnya, samping kanan dan kirinya, menghafalnya. Ketiga, karena banyaknya
Allah akan memberikan kebaikan dan faḍīlah yang dimiliki surat al-Ikhlās.
menjauhkan keburukan darinya. 24 Keempat, sebagai peneguhan akan ketauhidan
Dalam buku Sejuta Berkah dan Faḍīlah kepada Allah.
114 Surat Al-Qur’an setidaknya terdapat 13
faedah yang dapat diperoleh dari surat al- D. SURAT AL-IKHLĀS DALAM
Ikhlās.25 Sedangkan dalam buku Mukjizat TRADISI MAKKULUHUWALLAH:
Surat-Surat di Dalam Al-Qur’an Juz 28,29,30 SEBUAH DIALEKTIKA ANTARA
surat al-Ikhlās memiliki kurang lebih 5 TRADISI DAN TEKS AGAMA
faedah. 26 Dapat disimpulkan bahwa terdapat
1. Pergulatan Tradisi dan Teks Agama
Beberapa ritual dalam agama Islam
23
Syeikh Ja’far Hadi, Al-Qur’ān Al-Karīm fī besar kemungkinannya terpengaruh dengan
Aḥādiṡ Ahl Al-Baīt, terj. Salaman Nano (Jakarta:Al- kepercayaan sebelumnya, disebutkan bahwa
Huda, 2007), hlm. 212.
24
sebelumnya mereka meyakini adanya tokoh
Haidar Ahmad, Fadhilah dan Khasiat Surah-
Surah Al-Qur’an: Menyingkap Khasiat 114 Surah dewa tertinggi yang dipanggil dengan
Menurut Nabi Muhammad saw. dan Keluarganya beberapa nama, yaitu patoto’e (Dewa yang
(Jakarta: Zahra, 2006), hlm. 219-220.
25 menentukan nasib), Dewata Seuwae’e (dewa
Di antara faedah tersebut adalah bernilai
pahala bagi orang yang membacanya, membaca tiga yang tunggal).27 Namun secara umum tidak
kali sama dengan pahal mengkhatamkan Al-Qur’an, bisa dipungkiri juga dengan peran dari
membaca sebanyak sebelas kali akan dibuatkan
surga di akherat, membacanya 100.000 kali akan perkembangan agama Hindu. Agama tersebut
diberikan pahala seperti orang yang telah menebus
dirinya dari neraka, tidak akan terhina,
diyakini merupakan agama pertama yang
menghilangkan kesempitan hidup, dimudahkan
rezekinya, mengobati berbagai macam pernyakit,
dan lain sebagianya. Lihat Ali Hisyam Ibnu Hasyim,
Sejuta Berkah dan Fadhilah 114 Surat Al-Qur’an, sesudah solat jum’at bersama dengan surat al-falaq
hlm. 325-328. dan al-Nas, maka dirinya akan dijaga oleh Allah dari
26
Orang yang membaca surat al-Ihklās kejahatan sampai hari jum’at berikutnya, dan lain
sebanyak 50 kali , ia akan mendapat panggilan sebagainya. Lihat Abdullah Zein, Mukjizat Surat-
masuk surga di hari kiamat, orang yang mempunyai Surat di Dalam Al-Qur’an Juz 28, 29, dan 30
urusan yang sangat penting dan susah, hendaklah (Yogyakarta: Saufa, 2014), hlm. 170.
menulis surat al-Ihklās beserta basmalah 1000 kali, 27
Lihat Zulyani Hidayah, Ensiklopedi Suku
maka Allah akan segera mengabulkan hajatnya, Bangsa Indonesia, hlm. 65.
orang yang membaca surat al-Ihklās sebanyak 7 kali
235
dianut oleh sebagian besar masyarakat di menandai kemajuan dalam aspek praktek
Indonesia, sehingga secara umum dapat kehidupan bermasyarakat yang semakin
dikatakan bahwa masuk dan berkembangnya berkembang. Tidak salah jika Ali Shodikin
Hindu di Indonesia sekitar tahun 400 Masehi mengatakan bahwa pengolahan tradisi selalu
dan berasal dari India. Penyebarannya melalui proses adopsi, adaptasi, dan integrasi.
berlangsung secara damai dan bertahap Untuk itu setiap tradisi masyarakat harus
melalui hubungan perdagangan.28 Sebagai selalu dipandang sebagai produk yang
agama dari India, ia terkenal dengan hal-hal memiliki nilai luhur dan mengandung
mistik, 29 hal lainnya yang masih melekat penjelasan kearifan lokal. 32
adalah agama yang erat dengan ritual,30 Dari yang telah dipaparkan sebelumnya,
sehingga tidak bisa dipungkiri hal tersebut tradisi Makkuluhuwallah sebagai salah satu
memberi pengaruh secara langsung atau tidak rangkaian dari ritual kematian menggunakan
langsung kepada praktek-praktek di pembacaan surat al-Ikhlās di dalamnya.
masyarakat yang bertahan sampai sekarang. Beberapa faedah dari surat al-Ikhlās juga telah
Peralihan keyakinan tersebut dijelaskan secara rinci dan menjadi alasan
memungkinkan juga peralihan atas aspek- kuat dari penggunaan surat tersebut dalam
aspek kehidupan dalam masyarakat, yang tradisi Makkuluhuwallah. Hal demikian
menunjukkan adanya kemajuan. Sehingga secara tidak langsung telah menunjukkan
tidak mengherankan ketika seorang filosuf sebuah proses pemahaman oleh masyarakat
Perancis menetapkan bahwa lintasan mengenai teks yang hidup. Pertautan Islam
kemajuan bisa dilihat dari manusia yang dengan budaya lokal dan tradisi memberikan
bergerak dari tahap magis dan tahayul ke bukti bahwa Islam hadir bukan sebagai
tahap metafisik dan agama dan akhirnya nanti konfrontatif melainkan dengan cara hikmah
ke tahap rasionalisme ilmu dan pengetahuan ketika berinteraksi dengan budaya lokal. 33
positif. Kemajuan diartikan sebagai semakin 2. Membaca Tradisi Makkuluhuwallah
meningkatnya perlengkapan atau faktor-faktor Menggunakan Teori
tertentu.31 Sebagai contoh tradisi yang
Dari praktek tersebut, penulis
mengambil pembenar dengan berdasar dari
apa yang dikatakan oleh Farid Esack bahwa
28
Djam’annuri (ed), Agama Kita Perspektif manusia terbagi menjadi enam kelompok
Sejarah Agama-agama, Sebuah Pengantar
(Yogyakarta: Kurnia Kalam Semesta,2000), hlm. 37.
manusia dalam melakukan interaksi dengan
29
R.C Zaehner, Mistisisme Hindu Muslim
(Yogyakarta: LKiS, 2004), hlm. 4.
30
Professor Mircea Eliade menyebutkan bahwa Terj. Rochman Achwan (Jakarta: LP3ES, 1989), hlm.
tujuan dari mitos dan ritual -dalam hal ini fokus 460.
penulis pada kata ritual- yaitu adalah untuk 32
Khiro Ummatin, Sejarah Islam dan Budaya
meniadakan apa yang disebut dengan waktu profan Lokal Kearifan Islam atas Tradisi Masyarakat
kemudian untuk mengondisikan manusia dalam (Yogyakarta: Kalimedia, 2015), hlm. 21.
sebuah setting keabadian. Lihat R.C Zaehner,
33
Mistisisme Hindu Muslim, hlm. 27. Khiro Ummatin, Sejarah Islam dan Budaya
31 Lokal Kearifan Islam atas Tradisi Masyarakat, hlm.
Taufik Abdullah, Sharon Siddique (ed), 195.
Tradisi dan kebangkitan Islam di Asia Tenggara,
236
Al-Qur’an. Hal demikian didasarkan pada masyarakat ke rumah keluarga yang berduka
asumsi dan pendekatan mereka terhadap Al- dimaksudkan untuk menghibur dan
Qur’an. Enam kelompok tersebut terbagi meramaikan agar keluarga yang berduka tidak
menjadi dua, masing-masing tiga kelompok, merasa sedih dan kesepian. Seiring dengan
dalam posisi oposisi biner Muslim dan non- berjalannya waktu, agar kedatangan
Muslim. Kelompok pertama di kalangan masyarakat tidak hanya sekedar mengobrol
Islam dinamaknnya uncritical lover (pecinta dan menghabiskan waktu begitu saja, maka
yang tidak kritis). Kelompok ini merupakan dibuatkanlah suatu acara yang bermanfaat
posisi kebanyakan Muslim yang awam sekaligus mengirimkan doa yang pahalanya
terhadap detail 'lekuk-lekuk' tubuh Al-Qur’an. diperuntukkan kepada jenazah.
Mereka hanya meyakini kebesaran Al-Qur’an Untuk itu pula berdasarkan deskripsi
dan menerimanya apa adanya tanpa mampu yang telah dijelaskan mengenai pembacaan
menjelaskannya secara 'tepat'. Sekalipun Al-Qur’an dalam ritual Makkuluhuwallah,
demikian, mereka tetap menggunakan Al- penulis juga ingin menyandarkan pembacaan
Qur’an dalam keseharian mereka. 34 dalam tradisi tersebut dengan teori pembacaan
Masyarakat Bugis, penulis ibaratkan atomistik35 terhadap Al-Qur’an. Dapat
dengan uncritical lover, dalam hal ini mereka dipahami bahwa pembacaan atomistik
sebagai pembaca yang tidak kritis. Mereka merupakan pembacaan yang menganggap
hanya menerima apa adanya praktek yang ada setiap bagian dari Al-Qur’an, baik berupa
di masyarakat tanpa adanya rasa surat, kelompok ayat, sebuah ayat, atau
keingintahuan alasan dilakukannya praktek bahkan potongan ayat dan kata tertentu,
tersebut. Pada dasarnya Makkuluhuwallah mempunyai makna sendiri yang terlepas dari
hanyalah sebuah praktek yang bagian atau konteks lainnya. 36 Dengan
kemunculannya secara tiba-tiba. Kedatangan demikian surat al-Ikhlās yang digunakan
dalam tradisi tersebut bukan tanpa adanya
alasan. Lebih lanjut al-Ikhlās dianggap
34
Adapun kelompok kedua terdapat perbedaan.
Mereka yang memiliki keyakinan yang sama, namun
berusaha menjelaskan dan membuktikan kehebatan
Al-Qur’an tersebut, karenanaya kelompok ini
dinamakannya dengan scholarly lover (pecinta yang 35
Secara bahasa, atomistik merupakan kata
terdidik). Sementara kelompok ketiga, sekalipun
sifat yang diderivasi dari bahasa Inggris yang
menerima kebenaran Al-Qur’an, mereka tetap berakar pada kata atom. Menurut kamus, atomistic
berusaha mengkritisi proses pembentukan dan
berarti "made up of a number of unrelated elements"
pilihan kata dan ide dari Al-Qur’an. Kelompok (bentukan dari sejumlah elemen yang saling tidak
terkahir di kalangan muslim ini disebutnya critical berhubungan). Pengertian yang senada juga
lover (pecinta yang kritis). Sebaliknya di kalangan
dipakaikan untuk menyebut cara baca yang
non-Muslim juga ada lawan dari kelompok pertama
atomistik terhadap Al-Qur’an. Lihat Ahmad Rafiq
yang menolak Al-Qur’an secara membabi-buta, “Pembacaan yang Atomistik Terhadap Al-Qur’an:
kelompok yang berusaha melemahkan Al-Qur’an Antara Penyimpangan dan Fungsi” Jurnal Studi
berdasarkan pembuktian akademis, dan kelompok Ilmu-ilmu Al-Qur’an dan Hadis, Vol 5 No I Januari
yang bersua mengkritisi Al-Qur’an tanpa 2004, hlm. 2.
memperdulikan keyakinan yang mendasarinya.
36
Lihat Ahmad Rafiq “Rethinking The Qur’an, Ahmad Rafiq “Pembacaan yang Atomistik
Membaca Al-Qur’an di antara Teks dan Diskursus “, Terhadap Al-Qur’an: Antara Penyimpangan dan
Jurnal Studi Ilmu-ilmu Al-Qur’an dan Hadis, Vol 6 Fungsi” Jurnal Studi Ilmu-ilmu Al-Qur’an dan Hadis,
No. I Januari 2005, hlm. 148. hlm. 2.
237
memiliki unsur atomistik. Hal demikian keduniaan, dari yang suci hingga profan.38
memberikan bukti bahwa al-Ikhlās hidup dan Dengan demikian dapat dilihat bagaimana
direspon oleh masyarakat dan menunjukkan proses pembacaan dalam masyarakat dalam
pula salah satu ranah penelitian Qur’an yakni melibatkan Al-Qur’an di dalamnya.
Living Qur’an. Sebagaimana juga yang telah
dipaparkan oleh Abdul Mustaqim dalam
3. Tradisi Makkuluhuwallah Sebagai
bukunya metode penelitian Living Qur’an,
Fenomena Living Al-Qur’an
menyatakan bahwa kajian Living Qur’an
Penelitian Al-Qur’an sebagai tawaran memiliki beberapa arti penting, ada tiga arti
paradigma alternatif, yang menghendaki penting yang diutarakannya, pertama,
bagaimana feedback dan respon masyarakat memberikan kontribusi yang signifikan bagi
dalam kehidupan sehari-hari (everyday life). pengembangan wilayah objek kajian Al-
Dapat dibaca, dimaknai secara fungsional Qur’an, tafsir bisa bermakna sebagai respon
dalam konteks fenomena sosial. Karena itu masyarakat yang terinspirasi oleh kehadiran
Al-Qur’an yang dipahami masyarakat Islam Al-Qur’an. Kedua, kepentingan dakwah dan
dalam pranata sosialnya merupakan cerminan pemberdayaan masyarakat, sehingga
dari fungsionalisasi Al-Qur’an itu sendiri, masyarakat lebih tepat dan maksimal dalam
sehingga respon mereka terhadap Al-Qur’an mengapresiasi Al-Qur’an. Ketiga, memberi
mampu membentuk pribadinya, bukan dunia paradigma baru bagi pengembangan kajian
sosial yang membentuk pribadinya melainkan Al-Qur’an kontemporer, sehingga studi Al-
Al-Qur’an menentukan dunia sosial. Wajar Qur’an tidak hanya berkutat pada wilayah
jika kemudian muncul ragam fenomena dalam kajian teks.39
everyday life ketika menyikapi Al-Qur’an Maka dari itu, peneliti dalam hal ini
oleh masyarakat tertentu dan mungkin dalam ingin menunjukkan adanya dialektika antara
waktu tertentu pula sebagai sebuah tradisi dan teks-teks agama (Al-Qur’an dan
pengalaman sosial tentang Al-Qur’an. 37 Hadis). Praktek yang berkembang di
Kajian Living Qur’an pemahamannya masyarakat ternyata memiliki dasar yang
lebih kepada resepsi Al-Qur’an, yang sumbernya adalah teks-teks keagamaan,
mengambil bentuk praktek kultural di masa meskipun masyarakat sendiri tidak secara
lalu dan saat ini. Dengan demikian, mengkaji langsung mengetahui tentang hal tersebut.
resepsi Al-Qur’an tidak hanya mengkaji teks Tradisi Makkuluhuwallah menjadi bukti
tertulis, tetapi juga membaca masyarakat di bahwa terdapat berbagai macam khazanah
mana Al-Qur’an di baca, ditafsirkan,
dipraktekkan, atau juga digunakan berbagai
tujuan yang bersifat religius hingga 38
Ahmad Rafiq, “Sejarah Al-Qur’an: dari
Pewahyuan ke Resepsi: dalam Sahiron Syamsuddin
(Ed), Islam Tradisi dan Peradaban (Yogyakarta: Bina
Mulia Press, 2012), hlm. 77.
39
37 Lihat Abdul Mustaqim, Metode Penelitian Al-
Sahiron Syamsuddin (Ed), Metodologi Qur’an dan Tafsir (Yogyalarta: Ti Idea Press, 2015).
Penelitian Living Qur’an dan Hadisn (Yogyakarta:
Teras, 2007), hlm 62-63.
238
lokal yang dapat ditemukan di Indonesia. faḍīlah-faḍīlah yang terdapat dalam surat al-
Khazanah lokal ini merupakan kebijaksanaan Ikhlās. Keempat, menunjukkan peneguhan
dari para tokoh agama yang berhasil akan ketauhidan Allah swt. Dari ritual
melakukan dialektika sehingga menghasilkan Makkuluhuwallah tersebut, penulis
tradisi yang masih terjaga hingga saat ini. menemukan adanya dialektika antara tradisi
dan teks agama yang diteliti menggunakan
E. SIMPULAN studi Living Qur’an. Lebih jauh, penelitian ini
menunjukkan adanya fenomena Al-Qur’an
Tradisi Makkuluhuwallah merupakan
yang hidup dan direspon oleh masyarakat.
salah satu rangkaian ritual kematian dalam
tradisi Bugis. Penamaan ritual F. DAFTAR PUSTAKA
Makkuluhuwallah, diambil dari ayat pertama
surat al-Ikhlās, “Qul Huwallāhu”. Imbuhan Abdullah, Taufik, Sharon Siddique (ed).
“ma” merupakan bagian dari bahasa Bugis Tradisi dan kebangkitan Islam di Asia
kemudian disambungkan dengan Qul Tenggara, Terj. Rochman Achwan.
Huwallāhu, yang menunjukkan arti sedang Jakarta: LP3ES, 1989.
melakukan yakni pembacaan surat al-Ikhlās.
Ahmad, Haidar. Fadhilah dan Khasiat Surat-
Surat al-Ikhlās dibaca sesuai dengan
Surat Al-Qur’an: Menyingkap Khasiat
kesepakatan, biasanya sekitar 15.000 kali
114 Surat Menurut Nabi Muhammad
sampai 100.000 kali dalam tempo tujuh hari.
saw. dan Keluarganya. Jakarta:Zahra,
Jumlah tersebut tergantung dari sedikit
2006.
banyaknya masyarakat yang hadir. Hal unik
dari ritual Makkuluhuwallah adalah media Al-Bukhārī, Muḥammad bin Ismā’īl. al-Jāmi’
yang digunakan untuk menghitung jumlah al-Ṣaḥīḥ. Kairo: Maṭba’ah Salafiyyah,
bacaan surat al-Ikhlās dengan kerikil. 1440 H.
Biasanya kerikil yang dikumpulkan sejumlah
Darmawijaya, Kesultanan Islam Nusantara.
2.000 kemudian diletakkan di atas wadah.
Jakarta: Pustaka Al-kautsar, 2010.
Setelah hari ketujuh dan bacaan tersebut telah
mencapai hitungan yang telah disepakati, Depdikbud. Kamus Besar Bahasa Indonesia.
maka kerikil akan diletakkan di atas batu Jakarta: Balai Pustaka, 2005.
nisan. Djam’annuri (ed), Agama Kita Perspektif
Adapun argumen filosofis penggunaan Sejarah Agama-agama, Sebuah
surat al-Ikhlās dalam tradisi Pengantar. Yogyakarta: Kurnia Kalam
Makkuluhuwallah disebabkan karena
Semesta, 2000.
banyaknya alasan di dalamnya.. Di antaranya
adalah pertama, surat al-Ikhlās merupakan Hadi, Syeikh Ja’far. Al-Qur’ān Al-Karīm fī
kategori surat yang terpendek diantara surat- Aḥādiṡ Ahl Al-Baīt, terj. Salaman Nano.
surat yang lainnya. Kedua, surat ini sudah Jakarta:Al-Huda, 2007,
familiar di masyarakat dan dapat dipastikan Hidayah, Zulyani. Ensiklopedi Suku Bangsa
mereka menghafalnya. Ketiga, banyaknya Indonesia. Jakarta: LP3ES, 1996.
239
Ibnu Hasyim, Ali Hisyam. Sejuta Berkah dan taqo di Desa Bunder Kecematan Susukan
Faḍīlah 114 Surat Al-Qur’an. Kab. Cirebon” dalam Skripsi, Jurusan
Yogyakarta:Sabil, 2016. Tafsir dan Hadits, Fakultas Ushuluddin,
Universitas Islam Negeri Walisongo,
Murniatmo, Gatut dkk, Khazanah Budaya
Semarang, 2015.
Lokal. Sebuah Pengantar Untuk
Memahami Kebudayaan Daerah di Shihab, M. Quraish. Tafsir Al-Qur’an Al-
Nusantara. Yogyakarta: Adicita Karya Karim Tafsir Atas Surat-Surat Pendek
Nusa, 2000. Berdasarkan Turunnya Wahyu.
Bandung:Pustaka Hidayah, 1997.
Mustaqim, Abdul. Metode Penelitian Al-
Qur’an dan Tafsir. Yogyalarta: Ti Idea Syamsuddin, Sahiron (Ed), Metodologi
Press, 2015. Penelitian Living Qur’an dan Hadis,
Yogyakarta: Teras, 2007.
Pelras, Christian. Manusia Bugis. Terj. Abdul
Rahman Abu dkk. Jakarta: Nalar, 2006. Ulya, Ibrizatul, “Pembacaan 124.00 kali Surat
al-Ikhlās dalam Ritual Kematian di Jawa
Rafiq, Ahmad. “Pembacaan yang Atomistik
(Studi Kasus di Desa Sungonlegowo,
Terhadap Al-Qur’an: Antara
Bungah, Gresik, Jawa Timur)”, Skripsi,
Penyimpangan dan Fungsi” Jurnal Studi
Jurusan Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir,
Ilmu-ilmu Al-Qur’an dan Hadis, Vol 5
Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran
No I Januari 2004.
Islam, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta,
Rafiq, Ahmad. “Rethinking The Qur’an, 2016.
Membaca Al-Qur’an di antara Teks dan
Ummatin, Khiro. Sejarah Islam dan Budaya
Diskursus “, Jurnal Studi Ilmu-ilmu Al-
Lokal Kearifan Islam atas Tradisi
Qur’an dan Hadis, Vol 6 No. I Januari
Masyarakat. Yogyakarta: Kalimedia,
2005.
2015.
Rafiq, Ahmad. “Sejarah Al-Qur’an: dari
Widyawati, “ Pembacaan 100.000 kali surat
Pewahyuan ke Resepsi”, dalam Sahiron
al-Ikhlās dalam Ritual Kematian di Jawa
Syamsuddin (Ed)., Islam Tradisi dan
(RW 03, Kelurahan Palutan, Sidorejo,
Peradaban, Yogyakarta: Bina Mulia
Salatiga, Jawa Tengah)” Skripsi, Jurusan
Press, 2012.
Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, Fakultas
Rustan, Ahmad S. Hafied Cangara, “Perilaku Ushuluddin dan Pemikiran Islam, UIN
Komunikasi Orang Bugis dari Perspektif Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2017.
Islam, dalam Jurnal Komunikasi
Yahya H, M. Kerajaan Islam Nusantara.
KAREBA, Vol. 1, No. 1, Januari-Maret
Yogyakarta: Kurnia Alam Sejahtera,
2011.
1995.
Sa’diyah, Halimatus. “Analisis Pemahaman
Tafsir Surat al-Ikhlās (Studi Pemahaman
Surat al-Ikhlās Jama’ah Jam’iyyah At-
240
Yusuf, Mundzirin dkk. Islam dan Budaya
Lokal. Pokja Akademik UIN Sunan
Kalijaga, 2005.

Zaehner, R.C. Mistisisme Hindu Muslim.


Yogyakarta: LkiS, 2004.

Zein, Abdullah. Mukjizat Surat-Surat di


Dalam Al-Qur’an Juz 28, 29, dan 30.
Yogyakarta:Saufa, 2014.

241

Anda mungkin juga menyukai