Anda di halaman 1dari 40

KELAINAN REFRAKSI

Disusun oleh:
Armiko Bantara
712019002

Pembimbing:
Dr. Septi Nadra I, SpM
I.Anatomi Media Refraksi

• Bagian mata yang termasuk media


refraksi:
– Kornea
– Aqueous humor
– Lensa
– Corpus vitreus
– Panjang bola mata
I.Anatomi Media Refraksi
• Kornea (Latin cornum=seperti tanduk) adalah
selaput bening mata, bagian selaput mata yang
tembus cahaya. Kornea merupakan lapisan
jaringan yang menutupi bola mata sebelah depan
dan terdiri atas 5 lapis, yaitu:
1. Epitel
2. Membran Bowman
3. Stroma
4. Membran Descement
5. Endotel
Aqueous humor
• Aqueous humor mengandung zat-zat gizi untuk kornea dan lensa,
keduanya tidak memiliki pasokan darah. Adanya pembuluh darah di
kedua struktur ini akan mengganggu lewatnya cahaya ke
fotoreseptor.
• Aqueous humor dibentuk dengan kecepatan 5 ml/hari oleh jaringan
kapiler di dalam korpus siliaris, turunan khusus lapisan koroid di
sebelah anterior.
• Cairan ini mengalir ke suatu saluran di tepi kornea dan akhirnya
masuk ke darah. kelebihan cairan akan tertimbun di rongga anterior
dan menyebabkan peningkatan tekanan intraokuler (“di dalam
mata”). Keadaan ini dikenal sebagai glaukoma.
• Kelebihan aqueous humor akan mendorong lensa ke belakang ke
dalam vitreous humor, yang kemudian terdorong menekan lapisan
saraf dalam retina. Penekanan ini menyebabkan kerusakan retina
dan saraf optikus yang dapat menimbulkan kebutaan jika tidak
diatasi
Lensa
• Jaringan ini berasal dari ektoderm permukaan
yang berbentuk lensa di dalam bola mata dan
bersifat bening.
• Lensa di dalam bola mata terletak di belakang
iris dan terdiri dari zat tembus cahaya
(transparan) berbentuk seperti cakram yang
dapat menebal dan menipis pada saat
terjadinya akomodasi
• Lensa berbentuk lempeng cakram bikonveks
dan terletak di dalam bilik mata belakang.
Lensa akan dibentuk oleh sel epitel lensa yang
membentuk serat lensa di dalam kapsul lensa.
Badan vitreous
• Badan vitreous menempati daerah mata di
balakang lensa.
• Peranannya mengisi ruang untuk
meneruskan sinar dari lensa ke retina.
• Kebeningan badan vitreous disebabkan
tidak terdapatnya pembuluh darah dan sel.
Pada pemeriksaan tidak terdapatnya
kekeruhanbadan vitreous akan
memudahkan melihat bagian retina pada
pemeriksaan oftalmoskopi
Panjang bola mata
• Panjang bola mata menentukan keseimbangan
dalam pembiasan.
• Bila terdapat kelainan pembiasan sinar oleh
karena kornea (mendatar atau cembung) atau
adanya perubahan panjang (lebih panjang atau
lebih pendek) bola mata, maka sinar normal tidak
dapat terfokus pada mekula.
• Keadaan ini disebut sebagai ametropia yang
dapat berupa miopia, hipermetropia, atau
astigmatisma
II. Fisiologi Refraksi
• Refraksi adalah perubahan arah dari suatu gelombang
ketika melewati media yang berbeda indeks biasnya
• Refraksi pembelokan berkas cahaya terjadi ketika berkas
cahaya berpindah dari satu medium dengan kepadatan
tertentu ke medium dengan kepadatan yang berbeda
• Sedangkan cahaya adalah suatu bentuk radiasi
elektromagnetik yang terdiri dari foton yang berjalan
menurut cara gelombang. Foto reseptor mata hanya peka
terhadap panjang gelombang 400-700 nm
• Berkas-berkas cahaya divergen yang mencapai mata harus
difokuskan kembbali ke sebuah titik peka cahaya di retina
• Ketika suatu berkas cahaya masuk ke medium dengan
densitas tinggi, cahaya tersebut melambat (begitupun
sebaliknya)
II. Fisiologi Media Refraksi
• Dua faktor yang berperan penting dalam derajat refraksi :
– Densitas komparatif antara dua media (semakin besar perbedaan
densitas, semakin besar derajat pembelokan)
– Sudut jatuhnya berkas di medium kedua (semakin besar sudut semakin
besar pembiasan)
• Dua struktur paling penting dalam kemampuan refraktif mata adalah
kornea dan lensa
• Kelengkungan kornea berperan dalam refraksi total karena perbedaan
lensa dan cairan. Kemampuan refraksi lensa dapat diubah dengan
mekanisme akomodasi
• Pada kornea, cahaya yang masuk akan melewati media refraksi yang
berbeda, sehingga cahaya terkumpul dan diteruskan ke lensa lewat
pupil yang lebarnya diatur oleh iris.
• Berkas cahaya yang melewati lensa dibiaskan kembali untik mencapai
fokus yang maksimak dengan daya akomodasi lensa sehingga fokus
berkas dapat jatuh di retina
II. Fisiologi Media Refraksi
III. Kelainan Refraksi

• Emetropia
Mata dengan sifat emetrop adalah
mata tanpa adanya kelainan refraksi
pembiasan sinar mata dan berfungsi
normal. Daya bias mata adalah
normal, dimana sinar jauh difokuskan
sempurna didaerah makula lutea
tanpa bantuan akomodasi
III. Kelainan Refraksi
• Ametropia
Dalam bahasa yunani ametros berarti tidak
sebanding atau seimbang, ops berarti mata.
Dikenal beberapa bentuk:
– Ametropia aksial : terjadi akibat sumbu bola mata lebih
panjang atau lebih pendek sehingga bayangan benda
difokuskan didepan atau dibelakang retina
– Ametropia refraktif : terjadi akibat kelainan sistem
pembiasan sinar dalam mata. Bila daya bias kuat maka
bayangan benda terletak didepan retina (miopia) atau
bila daya bias kurang maka bayangan benda akan
terletak dibelakang retina (hipermetropia refraktif)
III. Kelainan Refraksi
Yang termasuk dalam ametropia:
• Miopia
Miopia • Hipermetropia
• Astigmatism

Kelainan
Presbiopi Refraksi Hipermetropia

Astigmatism
III.1. Miopia

• Miopia terjadi jika kornea (terlalu


cembung) dan lensa (kecembungan
kuat) berkekuatan lebih atau bola
mata terlalu panjang sehingga titik
fokus sinar yang dibiaskan akan
terletak di depan retina.
III.1.a. Jenis Miopia
Miopia refraktif

• Kurvatura kornea atau lensa lebih kuat dari normal (kornea terlalu
cembung atau lensa mempunyai kecembungan yang lebih kuat)

Miopia aksial

• Diameter anteroposterior yang lebih panjang, bola mata yang


lebih panjang

Miopia Indeks

• Indeks bias mata lebih tinggi dari normal, misalnya pada diabetes
mellitus

Miopia karena perubahan posisi

• cth: posisi lensa lebih ke anterior, misalnya pasca operasi


glaukoma
III.1.b. Klasifikasi Miopia

Menurut • Miopia ringan


• Miopia sedang
derajat • Miopia berat/tinggi
beratnya

Menurut • Miopia stasioner/simplek


• Miopia progresif
perjalanan • Miopia maligna
penyakitnya
III.1.c. Manifestasi Klinik Miopia
Manifestasi klinik:
• Penglihatan kabur saat
melihat jauh, dan jelas pada
jarak tertentu/dekat
• Selalu ingin melihat dengan
mendekatkan benda yang
dilihat pada mata
• Gangguan dalam pekerjaan
• Nyeri kepala akibat
akomodasi kuat untuk
melihat jelas
• Cendrung memicingkan mata
bila melihat jauh
• Astenopia konvergensi
(kelelahan mata)
III.1.d. Diagnosis Miopia
1. Anamnesis
2. Pemeriksaan fisik
– Visus dasar utk melihat jauh
– Visus dengan pinhole untuk mengetahui
apakah penglihatan yang buram disebabkan
kelainan refraksi atau kelainan anatomi
– Metode “trial and error”, snellen chart dan
lensa sferis negatif sampai didapatkan visus
6/6
3. Pemeriksaan penunjang
– Funduskopi
– Auto refraktometer
III.1.e. Tatalaksana Miopia
• Koreksi non bedah
– Kacamata sferis negatif terkecil
yang memberikan ketajaman
penglihatan maksimal agar
memberikan istirahat mata
dengan baik sesudah dikoreksi
• Koreksi bedah
– Fotorefraktif Keratektomi (PRK)
– Laser in situ Keratomileusis
(LASIK)
– Laser Subepitelial
Keratomileusis (LASEK)
– Keratomi Radikal
III.1.f. Komplikasi Miopia
• Ablasio retina

• Strabismus/ mata juling


III.2. Hipermetropia
• Keadaan mata tak berakomodasi
yang memfokuskan bayangan
dibelakang retina . Hal ini dapat
disebabkan oleh berkurangnya
panjang sumbu atau menurunnya
indeks refraksi
• Hipermetropi berdasarkan etiologi:
– Hipermetropi aksial
– Hipermetropi kurvatur
– Hipermetropi refraktif
III.2.b. Bentuk Hipermetropia

Hipermetropia

Hipermetropia Hipermetropia Hipermetropia Hipermetropia Hipermetropia


manifes absolut fakultatif laten total
III.2.b. Klasifikasi Hipermetropia
Hipermetropia
Hipermetropia
berdasarkan
berdasarkan
derajat
gejala klinis
beratnya

Hipermetropia Hipermetropia
fisiologi ringan

Hipermetropia Hipermetropia
patologis sedang

Hipermetropia
berat
III.2.c. Manifestasi Klinik Hipermetropia
Manifestasi klinik:
• Gejala subyektif
– Penglihatan kabur bila melihat
dekat dan jauh
– Astenopia akomodativa : sakit
kepala, mata cepat lelah, cepat
mengantuk sesudah membaca dan
menullis
• Gejala obyektif
– Terjadi strabismus
– COA dangkal, karena hipertofi otot-
otot siliaris
– Ambliopia pada mata yang tanpa
akomodasi; tidak pernah melihat
obyek dengan baik
III.2.d. Diagnosis Hipermetropia
1. Anamnesis
2. Pemeriksaan fisik
– Visus dasar dengan
snellen chart, visus
dengan pinhole
– Refraksi subyektif dengan
cara trial and error
3. Pemeriksaan penunjang
– Funduskopi
– Refraktometer
III.2.e. Tatalaksana Hipermetropia
• Non bedah
– Koreksi dengan lensa sferis terbesar
yang memberikan visus terbaik dan
dapat melihat dekat yanpa kelelahan
– Tidak diperlukan lensa sferis positif
pada hipermetropia rinagn, tidak ada
astenopia akomodatif, tidak ada
strabismus
• Bedah
– LASIK (Laser in situ keratomileusis)
– LASEK (Laser sebepithelial
keratomileusis)
– PRK
III.2.f. Komplikasi Hipermetropia
• Strabismus (Esotropia)

• Glaukoma sekunder
III.3. Astigmatisme

• Astigmatisme merupakan kondisi dimana


sinar cahaya tidak direfraksikan dengan
sama pada semua meridian dan berkas
cahaya difokuskan pada 2 garis titik yang
seling tegak lurus akibat kelainan
kelengkungan kornea
III.3.a. Klasifikasi Astigmatisme
• Astigma dapat terjadi dengan kombinasi kelainan
refraksi yang lain termasuk:
1. Miopia : bila kurvatura kornea selalu melengkung atau
jika aksis mata lebih panjang dari normal. Bayangan
terfokus didepan retina dan menyebabkan objek dari
jauh terlihat kabur
2. Hipermetropia : ini terjadi jika kurvatura kornea terlalu
sedikit atau aksis mata lebih pendek dari normal.
Bayangan terfokus dibelakang retina dan
menyebabkan objek dekat terlihat kabur
III.3.a. Klasifikasi Astigmatisme
• Bentuk Astigmatisme:
1. Astigmatisme reguler :
astigmatisme yang
memperlihatkan kekuatan
pembiasan bertambah atau
berkurang perlahan-lahan
secara teratur dari satu meridian
ke meridian berikutnya.
Dibedakan atas Astigmat ‘with
the rule’ dan Astigmat ‘against
the rule’
2. Astigmatisme irreguler : Astigmat
yang terjadi tidak mempunyai 2
meridian yang saling tegak lurus
III.3.a. Klasifikasi Astigmatisme
• Klasifikasi astigmatisme dilihat dari kondisi optik:
1. Simple hypermetropia astigmatism
2. Simple myopia astigmatism
3. Compound hypermetropia astigmatism
4. Compound miopic astigmatism
5. Mixed astigmatism
III.3.b. Manifestasi Klinik Astigmatisme
• Manifestasi klinik:
1. Distorsi bagian-bagian
lapang pandang
2. Tampak garis vertikal,
horizontal atau miring
yang tidak jelas
3. Memegang bahan
bacaan dari dekat
4. Sakit kepala, mata
berair dan cepat lelah
5. Memiringkan kepala
agar dapat melihat
jelas
III.3.c. Diagnosis Astigmatisme
• Anamnesa gejala-gejala dan tanda-tanda astigmatisme
• Pemeriksaan Oftalmologi
a. Visusdengan menggunakan Snellen Chart
b. RefraksiPasien diminta untuk memperhatikan kartu tes
astigmatisme dan menentukan garis yang mana yang tampak
lebih gelap dari yang lain. untuk pemeriksaan objektif, bisa
digunakan keratometer, keratoskop, dan videokeratoskop
c. Motilitas okular, penglihatan binokular, dan akomodasi
d. Penilaian kesehatan okular dan skrining kesehatan umum
termasuk reflek cahaya pupil, tes konfrontasi, 27 penglihatan
warna, tekanan intraokular, dan pemeriksaan menyeluruh tentang
kesehatan segmen anterior dan posterior dari mata dan
adnexanya. Biasanya pemeriksaan dengan ophthalmoskopi
indirect
III.3.d. Penatalaksanaan Astigmatisme
• Penatalaksanaan non bedah:
dapat dikoreksi dengan sferis
silindris sesuai aksis yang
didapatkan, untuk
astigmatisme yang kecil tidak
perlu dikoreksi. Untuk
astigmatisme miopi,
diperlukan lensa silinder
negatif, untuk astigma
hipermetropi diguunakan
lensa silinder positif.
• Astigma juga dapat dikoreksi
dengan keratektomi,
fotorefraktif, dan LASEK
III.4. Presbiopia

• Presbiopia merupakan gangguan


akomodasi pada usia lanjut yang
dapat terjadi akibat kelemahan otot
akomodasi dan lensa mata tidak
kenyal atau berkurang elastisitasnya
akibat sklerosis lensa
III.4. Presbiopia
III.4.a. Gejala Klinik Presbiopia
• Keluhan pasien berupa mata lelah,berair, dan sering
panas setelah membaca
III.4.b. Penatalaksanaan Presbiopia

• Pada pasien presbiopi, kacamata atau addisi


diperlukan untuk membaca dekat yang berkekuatan
tertentu, biasanya:
o +1,0 D untuk usia 40 tahun
o +1,5 D untuk usia 45 tahun
o +2,0 D untuk usia 50 tahun
o +2,5 D untuk usia 55 tahun
o +3,0 D untuk usia 60 tahun
• Karena jarak baca biasanya 33cm maka addisi +3,0
dioptri adalah lensa positif terkuat yang dapat
diberikan pada seseorang, pada keadaan ini mata
tidak melakukan akomodasi bila membaca pada
jarak 33 cm
DAFTAR PUSTAKA

1. Sherwood, Lauralee. Fisiologi manusia dari sel ke sistem Edisi


2. Penerbit buku kedokteran EGC. Jakarta. 2001
2. Ilyas sidharta. Ilmu Penyakit Mata Edisi 3. Balai penerbit FKUI.
Jakarta. 2010
3. Persatuan Dokter Mata Indonesia (PERDAMI). Kelainan
Refraksi. Available at http:/www.Perdami.or.id/?
Page=news_seminat detail&Id=3. 22 November 2010
4. Vaughan Daniel.MD Asbury Taylor, MD Rordan Eva Paul
FRCS. Oftalmologi Umum Edisi 17. Penerbit buku kedokteran
EGC. Jakarta, 2009
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai