Anda di halaman 1dari 22

Kamis, 07 November 2013

TATA CARA PERKAWINAN HINDU (ETNIS BALI)


Dihimpun oleh : Dr. Guli Mudiarcana
Wakil Ketua PHDI OKU- Sumatera Selatan
Dalam setiap pelaksanaan upacara perkawinan Hindu, tidak mengabaikan adat yang telah ada
dalam masyarakat, karena umat Hindu selain berpedoman pada Kitab Weda, juga berpedoman
pada mrti dan hukum Hindu yang berdasar- kan pada kebiasaan yang telah dilakukan secara
turun temurun disuatu tempatyang disebut Acara.
Dengan melakukan upacara yang dilandasi kitab suci Weda dan mengikuti tata cara adat yang
telah berlaku turun temurun, maka akan mendapatkan kebahagiaan di dunia ini (jagaditha) dan
kebahagiaan yang abadi (Moksa).
Sistem perkawinan yang umum dilaksankan oleh umat Hindu etnis Bali adalah dengan cara:
A. Memadik/Meminang/Melamar
B. Merangkat/ Ngerorod
A. TATACARA PERKAWINAN MEMADIK/ MEMINANG
1. MENCARI HARI BAIK/ MEDEWASA AYU

Mencari hari baik (dewasa) biasanya dilakukan oleh pihak pengantin pria, dengan cara
minta petunjuk kepada seorang Sulinggih atau seseorang yang sudah biasa
memberikan dewasa (nibakang padewasaan). Adapun dewasa yang diminta biasanya
berurutan sesuai dengan acara-acara dalam pelaksanaan upacara perkawinan, antara lain:
dewasa pangenten (pemberitahuan), dewasa mererasan (meminang/mapadik), dewasa
penjemputan calon pengantin wanita dan dewasa pawiwahan
2. PEMBERITAHUAN

Pada hari ini orang tua calon pengantin pria datang ke rumah calon pengantin wanita
bertemu dengan orang tuanya untuk bermusyawarah mengenai tujuan dari kedua calon
pengantin serta meminta persetujuan kepada orang tua calon pengantin wanita tentang

hari baik (padewasan sesuai dengan tahapan acara perkawinan), seperti mengumumkan
kepada keluarga besar di masing-masing kedua keluarga calon pengantin dan
mengumpulkan keluarga besarnya untuk bisa menyampaikan tentang tujuan keluarga
calon pengantin serta memohon bantuannya baik bersifat phisik maupun material.
3. MEMINANG/MEMADIK

Pada hari ini keluarga besar dari pihak calon pengantin pria datang ke rumah calon
pengatin wanita untuk meminang. Pada saat melamar, kadang-kadang masing-masing
keluarga calon pengantin mengungkap atau memaparkan silsilah keluarga. Pada saat
melamar pihak keluarga atau wakil keluarga dari calon pengantin laki-laki biasanya
mempersiapkan wakil keluarga yang akan menyampaikan silsilah keluarga, jika pihak
keluarga pengantin wanita menanyakan tentang silsilah keluarga calon pengantin lakilaki. Mengungkap silsilah keluarga berguna untuk menghindari adanya hubungan
sedarah antara calon pengantin laki-laki dan calon pengantin wanita, sehingga apabila
hal itu terjadi pernikahan tersebut dapat dicegah sebelum dilangsungkannya upacara
pernikahan.
Acara memadik menggunakan upakara. Adapun upakara yang dibawa pada waktu
memadik (meminang), antara lain:
a.

Pejati, sebagai upakara pesaksi untuk dihaturkan di pemerajan calon pengantin

perempuan
b. Canang pangrawos, ditambah dengan segehan putih kuning asoroh.
c.Pagemelan (rarapan) atau saserahan.
Jenis dan jumlah saserahan ini tergantung pada kesiapan, keseriusan, dan ketulusan
keluarga calon pengantin laki-laki. Seserahan dapat berupa berbagai macam kue, buahbuahan, Pakaian sembahyang (pasaluk), dan alat sembahyang.
4. UPACARA NGEKEB

Acara ini bertujuan untuk mempersiapkan calon pengantin wanita dari kehidupan remaja
menjadi seorang istri dan ibu rumah tangga. Dengan cara Pada sore hari (sehari sebelum
acara boyongan/ penjemputan penganten wanita), seluruh tubuh calon pengantin wanita
diberi luluran yang terbuat dari daun merak, kunyit, bunga kenanga, dan beras yang

telah dihaluskan. Sesudah acara mandi dan keramas selesai, dilanjutkan upacara di
dalam kamar pengantin. Sebelumnya dalam kamar itu telah disediakan sesajen. Setelah
masuk kamar calon pengantin wanita tidak diperbolehkan lagi keluar dari kamar sampai
calon suaminya menjemput. Pada saat acara penjemputan, seluruh tubuh pengantin
wanita mulai dari ujung kaki sampai kepala ditutupi selembar kain kuning tipis. Hal ini
sebagai perlambang bahwa pengantin wanita telah bersedia mengubur masa lalunya
sebagai remaja dan kini telah siap menjalani kehidupan baru bersama pasangan
hidupnya.
5. PENJEMPUTAN CALON PENGANTIN WANITA

Apabila calon pengantin wanita tidak diboyong pada saat memadik, maka acara
berikutnya adalah penjemputan calon pengantin wanita oleh calon pengantin pria. Pada
hari ini calon pengantin pria diikuti oleh anggota keluarga beserta unsur-unsur prajuru
seperti ketua adat, dan sesepuh datang ke rumah keluarga calon pengantin wanita untuk
menjemput calon pengantin wanita. Pada hari ini umumnya pihak calon pengantin pria
membawa upakara berupa:
a. Upakara mamerasan berupa: (1) Pejati asoroh, (2) Canang burat mangi

lengawangi, (3) Segehan putih kuning asoroh, dan (4) Canang Pangerawos
b. Sarana sebagai Penukar Air Susu dan alas rare (aled rare) berupa: (1) Basan buat,
(2) Kain saparadeg, (3) Gelang, kalung, pupuk, dan (4) Handuk.
c.Upakara Pengungkab Lawang (jika dilakukan) berupa: (1) Pejati dan suci alit,
(2) Peras pengambean, (3) Caru ayam brumbun asoroh, (4) Bayekawonan , (5)
Prayascita, (6) Pangulapan, (7) Segehan panca warna, (8) Segehan seliwah
atanding, dan (9) Segehan agung.
Pengungkab lawang merupakan acara untuk mempertemukan pertama kali calon
pengantin pria dengan calon pengantin wanita. Ngungkab lawang dilakukan pada
upacara perkawinan tingkat utama (Meminang/ memadik).
Tujuan dari acara ngungkab lawang adalah untuk menghormati keluarga calon pengantin
wanita oleh keluarga calon pengantin pria sehingga hubungan kedua calon pengantin
akan semakin harmonis, selaras dan serasi. Hal ini sesuai dengan sloka dalam kitab suci
sebagai berikut:

Yatra nrystu pjyante ramante tatra devath, yatraitstu na pjyante sarvs


tatr phalah kriyh
artinya
Di mana wanita dihormati, di sanalah para dewa merasa senang, tetapi di mana mereka tidak
dihormati, maka tidak ada upacara suci apapun yang akan berpahala.

Ngetok lawang diawali dengan gending Bali/ syair weda oleh calon pengantin pria dari luar
misalnya sbb :
SYAIR / KIDUNG NGUNGKAB LAWANG
Aku penganten pria, Engkau penganten wanita,
Aku kidung.
Dan engkau Syair,
Aku surga,
Dan Engkau bumi,
Kita akan tinggal disini bersama,
menjadi orang tua bagi anak-anak.
(Atharwaweda XIV.2.71)
Dibalas oleh calon pengantin wanita dari dalam rumah. Sbb:
Akulah bendera,
Akulah pemimpin,
Aku memiliki kepasihan yang unggul,
kekasihku bekerjasama denganku,
dan mengikuti kehendakku.
(RigWeda.X.159.2)
Kemudian calon pengantin wanita dituntun oleh orang tuanya keluar rumah membuka
pintu, kedua calon penganten saling mendekat, Kira-kira berjarak 3 meter, ke duanya saling
lempar sebundel daun betel berisi jeruk purut didalamnya, yang di-ikat dengan benang putih.
Daun betel mempunyai kekuatan untuk tolak bala dari gangguan buruk. Dengan saling
melempar daun betel satu sama lain, membuktikan bahwa mereka benar-benar manusia sejati,

bukan setan atau orang lain yang menyerupai / menganggap dirinya sebagaipengantin lakilaki atau perempuan. (daun betel dan jeruk dapat diganti daun sirih dan buah pinang)
Setelah itu orang tua mempelai wanita membimbing tangan kanan calon mempelai wanita serta
mengambil tangan kanan calon mempelai pria, dan kedua tangan pananmempelai saling
digenggamkan dengan doa sebagai berikut :
DOA MENYERAHKAN CALON MEMPELAI WANITA oleh ORANG TUA MEMPELAI
WANITA

Om suddhah puta yosito yajniya ima.


Brahmanam hastesu pra prthak sadayami ( Atharwaweda XI.I.27)
Om sumangalir iyam vadhur
Imam sameta pasyata
Saubhagyam asyai dattvaya
Athastam vi paretana ( Rgweda X.85.33)
Artinya :
Atas Restu Hyang Widdhi. Kami berikan gadis yang murni, yang berbudi luhur dan yang suci
ini kepada Orang Bijak yang berpengetahuan tinggi.
Hyang Widdhi, Penganten Wanita ini sangat beruntung. Wahai penganten Pria yang lembut
datanglah dan pandanglah dia. Berkatilah dia dengan keberuntungan dan berangkatlah
kerumahmu.
DIJAWAB OLEH CALON MEMPELAI PRIA SBB :
Mameyam astu posya,
Mahyam tvadad brhaspatih,
Maya patya prajavati,
sam jiva saradah satam

(atharvaveda xiv.1.52)

Artinya :
Engkau kekasihku, yang dianugrahkan Hyang Widdhi kepadaku, aku akan mendukung dan
melindungimu. Semoga engkau hidup berbahagia bersama-ku dan anak keturunan kita
sepanjang masa.
Kemudian kedua mempelai mengkuti prosesi mebiyakala dan prayascita oleh Pinandita.
Dilanjutkan dengan sumpah perkawinan, Kedua mempelai saling ber hadapan muka dan kedua
tangan mem- pelai pria menggenggam kedua tangan mempelai wanita.
Sumpah Perkawinan
SMARA STAVA
(dibaca oleh penghulu nikah)

Om pranamya ta sang hyang smaram,


Prabodham asta kamas te,
Saha smara samara devi,
Misrosadhi suksma jnanam
Om stutis tribyandvana purve,
Mama kayo gneyasanam,
daksine janma yauvanam,
Dharmavata nairrtitah
Pascime ca, yauvana ca,
strimado vayavyam,
uttare maro rathas ca,
airsanyam tu bandhah sthitah.
Ity ete smara puja ca,
nara suranugrahas,
tirupam suruvam viryam,
prasiddhottama yauvanam.

Om om sang hyang smara deva puja ya namah svaha


UNTUK PENGANTIN PRIA UCAPKAN ( RigWeda X.85.36)
WAHAI MEMPELAI WANITA: (Sebut Namanya). DI HADAPAN HYANG WIDHI DAN
PARA SAKSI, SAYA GENGGAM TANGANMU BAGI KEMAKMURAN. SEMOGA
ENGKAU DAPAT MENJADI PENDAMPING HIDUP SAYA, SEBAGAI ISTRI, SAMPAI
AKHIR HAYAT.
UNTUK PENGANTIN WANITA UCAPKAN (Atharwaweda XIV.2.63)
DIHADAPAN HYANG WIDHI DAN PARA SAKSI SAYA BERDOA SEMOGA ENGKAU;
SUAMI SAYA: (Sebut Namanya) SEMOGA BERUSIA PANJANG DAN DAPAT HIDUP
BERSAMA SAYA DENGAN PENUH SETIA SAMPAI AKHIR HAYAT
KEMUDIAN PENGHULU MEMBACAKAN MANTRA BERIKUT :

Samrajni svasure bhava,


samrajni svasrvam bhava,
nanandari samrajni bhava,
samrajni adhi
devrsu.
x.85.46)
Yantri rad yantri asi yamani,
dhruva- asi dharitri.
(Yajurveda XIV.22)

Virasup devakama syona,


sam no bhava dvipade,
Sam catuspade.
( Rgveda X.85.43)

(Rgveda

Agne sardha mahate saubhagaya,


tava dyumnani-uttamani santu
(Rgweda V.28.3)

Anvarabhetham anusam rabhetam,


atam lokam srad-dadhanah sacante
(Atharwaweda VI.122.3)

Hasamudau mahasa modamanau


(Atharwaweda XIV.2.43)

Artinya:
Wahai mempelai wanita, jadilah nyonya rumah tangga yang sesungguhnya, dampingilah
(dengan baik) ayah ibu mertuamu, dampingilah (dengan baik) saudara saudari iparmu.
Wahai mempelai wanita, jadilah pengawas keluarga yang cemerlang, tegakkanlah aturan
keluarga, dan jadilah penopang keluarga.
Wahai mempelai wanita, lahirkanlah keturunan yang cerdas, gagah, dan berani,
Bersembahyanglah selalu kepada Hyang Widdhi, jadilah insan yang ramah dan
menyenangkan kepada semua orang, dan peliharalah dengan baik hewan peliharaan ( harta
benda) keluarga.
Wahai orang yang mulia (mempelai pria), berusahalah dengan keras untuk kemakmuran
yang besar, semoga ke - masyuran dan rejekimu menjadi unggul
Wahai pasangan suami isteri, tekunlah bekerja dan tetaplah berkarya, hanya orang-orang
yang bersungguh-sungguh berhasil di dunia ini.
Wahai pasangan suami isteri , bersenang hatilah dengan kegiatan usahamu dan jalanilah
hidup dengan riang gembira

Kemudian dilanjutkan dengan penanda-tanganan surat-surat nikah oleh kedua mempelai dan
saksi-saksi. Setelah surat-surat nikah selesai ditandatangani, acara selanjutnya adalah Nasehat
Perkawinan yang diberikan oleh : Ketua Adat, PHDI, dan Keluarga kedua mempelai.
Setelah nasehat perkawinan selesai, dilanjutkan dengan doa Syukur bahwa acara pernikahan
dapat terlaksana dengan baik. Dimohonkan kepada semua hadirin mengucapkan doa sebagai
berikut :

DOA BERSAMA NIKAH


(dipimpin oleh penghulu/Juru Nikah)
Om ihena vindra sam nuda cakravakeva dampati. (Atharwaweda XIV. 2.64)
Om sam jaspatyam suyamam astu devah (Rgveda X. 85. 23)
Om asthuri no garhapatyani santu (Rgveda VI. 15. 19)
Om ihaiva stam ma vi yaustam,
visvam ayur vyasnutam,
kridantau putrair naptrbhih,
modamanau sve grhe (Rgveda X. 85. 42)
Om Abhi vardhatam payasa,
Abhi rastrena vardhatam,
Rayya sahasra varcasa,
Imau stam anupaksitau.(Atharwaweda VI.78.2)
Artinya :
Hyang Widdhi, Persatukanlah kedua mempelai ini bagaikan angsa cakravakewa yang tidak
pernah berpisah dengan pasangannya.
Hyang Widdhi, Semoga kehidupan pernikahan ini tenteram dan bahagia.
Hyang Widdhi, Semoga hubungan suami-istri ini tidak pernah putus dan dapat berlangsung
selamanya.

Semoga pasangan suami-istri ini tetap erat dan tak pernah terpisahkan, mencapai kehidupan
yang penuh kebahagiaan, tinggal di rumah dengan hati gembira, dan bersama bermain
dengan anak-anak dan cucu-cucu
Hyang Widdhi, semoga pasangan suami istri ini menjadi makmur, bersama dengan
kemajuan dan kemakmuran nasional, semoga mereka dikaruniai rejeki yang besar dan tidak
habis-habisnya dan tumbuh selamanya.
Setelah acara seremonial nikah selesai, Acara dilanjutkan di Pemerajan untuk melakukan
persembahyangan memohon doa restu dari Sang Hyang Guru dan para leluhur pihak pengantin
wanita. Selesai sembahyang dilanjutkan dengan sembah sungkem kepada kedua orang tua calon
pengantin wanita untuk mohon doa restu. Sembahyang di pemerajan merupakan mohon doa
restu secara niskala kepada leluhur, sedangkan secara sakala adalah mohon doa restu dari kedua
orang tua.
A. URUT-URUTAN CARA MERANGKAT/ NGEROROD
Pernikahan secara Ngerorod/Merangkat, seluruh ritual dan administrasi Nikahnya dilakukan
dipihak mempelai Pria. Adapun urut-urutannya sbb :
DIRUMAH MEMPELAI PRIA
Sesampai di depan pintu gerbang rumah calon pengantin pria. Kedua mempelai diberikan
segehan putih kuning, sebagai sarana penetralisir kekuatan yang bersifat negatif, karena kedua
calon pengantin secara spiritual adalah dalam kekuasaan kama (diliputi nafsu). Adapun doa/
syair yang dibacakan ( baik secara Memadik maupun Ngerorod) sebagai berikut :
DOA PENYAMBUTAN MEMPELAI WANITA
OLEH KELUARGA MEMPELAI PRIA
DI RUMAH MEMPELAI PRIA

Tetap sadar, sebagai wanita yang pintar dan waspada, Menikmati hidup yang penuh
selama seratus tahun.

Masukilah rumah ini sebagai ratu yang ideal, Semoga Hyang

Widdhi menganugrahi engkau usia


panjang

(Atharwa Weda XIV.2.75)

Kemudian kedua mempelai diantar ke depan dapur untuk melaksanakan penyucian kecil, yaitu
diperciki tirta pabayekaonan, maprayascita dan terakhirngayab upakara peras pengambean dan
dapetan. Maksud penyucian ini adalah penyucian pertama dari sebel kandelan pengantin karena
menempuh cara ngerorod/merangkat.
6. UPACARA PERKAWINAN (WIWAHA SAMKARA) DIRUMAH PENGANTIN PRIA

a. Upacara makala-kalaan/sarira samkara


Upacara makala-kalaan bertujuan untuk membentengi kehidupan perkawinan dari gangguan
Bhutakala. Upacara ini dituju-kan kepada bhtakala, semacam pemberi- tahuan kepada para
bhutakala bahwa kedua mempelai telah secara sah terikat dalam perkawinan dan jangan mengganggu kehidupan perkawinan mereka.
Upacara makala-kalaan juga disebut upacara bhta saksi atau pertiwi saksi.
Selain itu tujuan dari upacara makala-kalaan adalah untuk menghilangkan dan
sekaligus menyucikan kedua pengantin dari segala mala atau menyucikan sukla dan si wanita.
Dalam pelaksanaan upacara makala-kalaan digunakan beberapa uparengga. Uparengga yang
dipergunakan pada upacara makala-kalaan memiliki fungsi sebagai bahasa isyarat dan
symbol yang mengandung nilai-nilai filsafat/tattwa yang sangat tinggi dan dalam. Adapun
uparengga yang dipergunakan adalah:
1. Sanggah Surya /Api suci
2. Kalabang Kala Nareswari (Kala Badeg),
3. Tikeh dadakan (tikeh kecil),
4. Benang putih,
5. Tegen-tegenan,
6. Suhun-suhunan (sarana junjungan),
7. Sapu lidi tiga katih ,
8. Sambuk (serabut) kupakan,
9. Kulkul berisi berem
10. Tetimpung

Dalam rangkaian upacara makala-kalaan ada sarana yang dipergunakan yaitu tetimpug yang
dibuat dari tiga buah potong bambu yang masing-masing ada ruasnya, yaitu lima ruas atau tujuh
ruas.
Ketiga potong bambu ini diikat jadi satu kemudian dibakar di atas tungku bata yang dibuat pada
saat upacara makala-kalaan. Makna yang terkandung adalah secara niskala memanggil para
bhta kala bahwa upacara segera dimulai.
Kedua pengantin menghadapi upakara dengan posisi duduk. Pengantin wanita berada di sebelah
kiri pengantin pria, kemudian kedua penganten natab banten bayakawonan, dan maprayascita
sebagai pembersihan. Selesai natab biyakaonan dan prayascita kedua pengantin menuju ke
tempat mategen-tegenan
b. Metegen-tegenan dan suun-suunan
Penganten pria memikul tegen-tegenan. Pengantin wanita menjunjung suhun-suhunan, sambil
membawa sapu lidi tiga biji, keduanya berjalan mengelilingi sanggah surya (bisa juga Api
suci/Agni horta) ke arah purwa daksina (arah jarum jam). Posisi penganten pria di depan dan
penganten wanita dibelakang kedua sabuk saling diikatkan kuat-kuat, Pada tujuh langkah
pertama (Saptapadi ), Kedua Pengantin berjalan tujuh langkah bersama untuk menandai awal
perjalanan mereka melalui kehidupan bersama. Setiap langkah merupakan sumpah perkawinan:
Tujuh langkah bersama
(SAPTAPADI)
Langkah :
1. Hyang Widdhi kami suami isteri akan saling menghargai dan menghormati satu
sama lain.
2. Hyang Widdhi kami suami-isteri akan selalu setia dan saling percaya satu sama
lain.
3. Hyang Widdhi, kami suami isteri akan saling berbagi dalam suka maupun duka
dan saling mendukung dalam suka dan duka.
4. Hyang Widdhi kami suami-isteri akan merawat dan mendidik anak-anak kami
dengan nilai-nilai Dharma , selalu hormat kepada orang tua, ayah-ibu mertua,
saudaraa saudara ipar dan kerabat.
5. Hyang Widdhi kami suami-isteri akan mengikuti prinsip-prinsip Dharma
dan melaksanakan kewajiban sebagai umat Hindu.

6. Hyang Widdhi kami suami-isteri akan selalu memeilhara ikatan pernikahan ini
dengan sungguh-sungguh, memelihara persahabatan dengan sahabat-sahabat kami,
menghormati para guru, para dwijati dan para pemimpin.
7. Hyang Widdhi, kami suami-isteri akan selalu menumbuhkan apresiasi terhadap
Ilmu pengetahuan, nilai-nilai pengorbanan dan pelayanan.
Diteruskan dengan berkeliling sebanyak 7 kali. Pada setiap putaran, kedua mem- pelai menendang
serabut kelapa belah tiga (kala sepetan) yang di dalam- nya berisi telor, dan diikat dengan
benang tridhatu. Sebagai tekad bahwa kedua mempelai secara bersama-sama siap menyingkirkan
segala cobaan yang dihadapi dalam kehidupan rumah tangganya kelak. Berkeliling sambil bersama
sama mengucapkan doa sbb :
DOA MENGELILINGI SANGGAH SURYA / API SUCI

Penganten Pria : Bhs Sansekerta


Penganten Wanita : Bhs Indonesia

1. Om Samanjantu waswe dewah,


sam apo hrdayani nau (Rgweda. X.85.47)
Semoga para dewa mempersatukan hati kami berdua

2. Om sam jaspatyam suyamam astu dewah (RgWeda X.85.23)


Semoga Hyang Widdhi memberi kebahagiaan dan ketentraman pada kehidupan pernikahan
kami.
3. Om prajam pustim bhukim asmasu dhattam (Rgweda VIII.59.7)
Semoga Hyang Widdhi menganugrahkan anak cucu dan rejeki yang melimpah kepada kami.
4. Om Sunrtawantah
subhaga,
hasamudah (Atharwaweda VII.60.6)

irawanto

Semoga Hyang Widdhi menganugrahi kami kemakmuran, kegembiraan dan memiliki


rejeki yang melimpah.
5. Om Yatra suhardah sukrto madanti, wihaya rogam tanwah swayah (Atharwaweda
VI.120.3)

Semoga kami bisa membuat rumah-rumah kami bagaikan sorga, dan orang-orang berpikiran
mulia, saleh dan sehat bertempat tinggal dirumah kami dengan ring gembira.
6. Om swasti matra-uta pitre no astu, swasti gobhyo jagate purusebhyah (atharwaweda I.31.4)
Semoga ada kesejahteraan untuk orang tua kami, semoga semua sapi betina dan seluruh umat
manausia berbahagia.
7. Om payasca rasas ca annam ca, Annadyam srtah ca satyam ca
Istam ca purtam ca,
Praja ca pasawasi ca (Atharwaweda XII.5.10)
Semoga terdapat susu, sari buah, makanan, beras , ketertiban, kebenaran, persembahan,
perbuatan-perbuatan yang murah hati, anak-cucu dan kemakmuran dirumah tangga kami .
Setelah makala-kalaan serabut kelapa tersebut ditaruh di bawah tempat tidur pengantin.
c.

Medagang-dagangan.
Pada saat madagang-dagangan penganten wanita duduk di atas serabut kelapa, mengadakan
tawar menawar hingga terjadi transaksi antara pengantin pria dan pengantin wanita yang ditandai
dengan penyerahan barang dagangan serta pem- bayarannya. Akhir dari medagang-dagang-an
adalah merobek tikeh dadakanyang dipegang oleh pengantin wanita dengan kedua tangannya
dan pengantin pria mengambil keris kemudian merobek tikeh dadakan tersebut yang diawali
dengan menancapkan keris ke tikeh dadakan. dan dilanjutkan dengan mengambil tiga sarana
kesuburan yaitu keladi, kunyit, dan andong, yang kemudian dibawa oleh kedua pengantin ke
belakang sanggah kemulan untuk ditanam. Kemudian memutuskan benang yang kedua
ujungnya diikatkan pada dua cabang pohon dapdap. Selesai memutus- kan benang kedua
penganten kemudian mandi untuk membersihkan diri.

d. Mandi/ Angelus Wimoha


Mandi untuk membersihkan diri ini disebut angelus wimoha, yang memiliki tujuan
pembersihan secara lahiriah, dan nyomya kekuatan asuri sampad yang masih ada dalam diri
kedua mempelai menjadi kekuatan Daiwi sampad atau nyomya kala bhta nareswari menjadi
Sang Hyang Smarajaya dan Smara Ratih.
Sehabis mandi kedua mempelai berganti pakaian, memakai pakaian kebesaran dan berhias untuk
melakukan upacara dewa
saksi di sanggah pemerajan.
e.

Upacara Widhi Widhana


Upacara widhi widhana/majaya-jaya dilakukan setelah selesai melaksanakan upacara makalakalaan (Setelah mandi)
Rangkaian upacara widhi widhana /majaya-jaya ini diawali dengan puja yang dilakukan oleh
sang pemuput upacara (Pandita/Pinandita). Setelah sang pemuput upacara selesai mapuja
dilanjut- kan dengan persembahyangan yang dilakukan oleh kedua pengantin. Sebelum
melakukan persembahyangan kedua pengantin diperciki tirta panglukatan dan dilanjutkan tirta
prayascita.
Persembahyangan diawali dengan puja trisandya, kemudian dilanjutkan dengan panca sembah.
Selesai sembahyang kedua pengantin diperciki tirtha pekuluh dari pemerajan atau pura-pura, dan
dilanjutkan

dengan

memasang

bija.

Kemudian natab

banten

sesayut

(sesayut

ganten). Selesai natab banten sesayut, kedua pengantin diberikan tetebus (benang) dan
dipasangkan karawista dan bija.
Kemudian dilanjutkan dengan mengucapkan sumpah perkawinan oleh kedua mempelai
dan penandatanganan surat-surat nikah oleh kedua mempelai dan saksi-saksi. Acara selanjutnya
Nasehat Perkawinan : Oleh Ketua Adat, PHDI dan Keluarga kedua Mempelai.
Setelah semua berkas pernikahan ditanda tangani, dimohonkan kepada semua hadirin untuk
mengucapkan doa Syukur bahwa pernikahan telah berlangsung secara lancer dan sah. Sumpah
dan Doa Syukur perkawinan dengan cara ngerorod sama dengan sumpah dan doa yang
diucapkan dalam perkawinan dengan cara Memadik/Meminang. Yang membedakan adalah tidak
ada doa mengungkap lawang/Doa restu dari pihak mempelai wanita. .

f.

Majauman
Majauman merupakan rangkaian terakhir upacara perkawinan umat Hindu etnis Bali. Majauman
merupakan kunjungan resmi yang bersifat religius dari pihak pengantin pria ke rumah pengantin
wanita yang dilakukan setelah upacara pernikahan selesai.
Majauman berasal dari kata jaum di mana fungsi jaum atau jarum adalah untuk merajut atau
menyatukan kembali, maka makna majauman dalam rangkaian upacara perkawinan adalah untuk
menyatukan kembali dua buah keluarga yang bersitegang (biasanya karena salah satu pihak
keluarga tidak merestui karena perbedaan soroh/wangsa/ kasta, sehingga diambil cara pernikahan
ngerorod/ merangkat.
Majauman biasanya dilakukan apabila kedua penganten ngarorod/merangkat. Arti mejauman
adalah menyatukan kembali dua buah keluarga yang tadinya retak atau marah akibat anak
gadisnya dilarikan oleh calon pengantin pria.
Majauman juga berarti memberitahukan kehadapan Hyang Guru dan para leluhur dipihak
penganten wanita karena sebelum nya tidak sempat pamit, bahwa kedua pengantin telah
menyatu dalam sebuah upacara perkawinan, serta mohon doa restu agar selalu melindungi
perkawinan atau rumah tangga kedua pengantin, sehingga selalu dalam keadaan harmonis.
CATATAN PINGGIR
Kebiasaan pernikahan selama ini di Bali seluruhnya dilakukan di rumah mempelai Pria, karena
pernikahannya dilakukan secara Ngerorod/Merangkat. Sehingga pihak mempelai wanita sangat
pasif.
Di era yang makin maju, dimana per-nikahan antara kedua mempelai sudah mendapat restu
kedua orang tua, sebaik-nya pernikahan dilakukan dengan cara meminang/memadik.
Tradisi merangkat/ ngerorod dijaman dahulu dilakukan untuk mensiasati kakunya sistem
soroh/wangsa atau kasta. Pernikahan dengan system Ngerorod/ Merangkat sangat merugikan
pihak wanita, Karena hak-hak keperdata-annya (perlindungan hukumnya sangat lemah).

Di jaman kini dimana pemahaman umat terhadap kitab Weda sudah semakin baik, dimana hakhak wanita makin dihargai. Sebaiknya smara Stava dan administrasi nikah/Surat-surat Nikah nya
dilakukan saat mempelai wanita mau diboyong ke rumah mempelai pria, dengan
catatan : banten untuk biyakaondan rayascita dibawa oleh pihak mempelai Pria.
Smara Stava dan Administrasi Nikah di-selesaikan dirumah mempelai Wanita, supaya mempelai
wanita mempunyai kepastian hukum . Dalam hal ini acara ngungkab lawang diutamakan
sehingga pada saat mempelai wanita meninggalkan rumah orang tuanya, secara niskala dan
sekala sudah dalam keadaan bersih dan secara hukum keperdataan/hukum negara juga sudah
terjamin. Dan sekaligus merupakan bentuk penghormatan pihak mempelai pria kepada pihak
mempelai wanita dan keluarga besarnya.
Dalam buku ini, sengaja penulis sertakan doa/kidung/syair-syair pada setiap tahap pernikahan,
karena selama ini biasanya pihak kedua mempelai bersikap pasip, semua doa mantranya sudah
diwakilkan kepada pemuput nikah/ Jero Mangku.
Buku

ini

sebagai

usulan

dalam

tatacara

pernikahan

Hindu

Etnis

Bali.

Buku

ini memadukan antara tradisi kitab Weda dan kebiasaan turun temurun. Dalam buku ini,
kedua mempelai dan orang tua mempelai ikut aktif membaca doa-doa/ kidung/ syair sesuai
tahapan pernikahan.
Dapat pula meminta bantuan Jro Dalang yang khusus ditunjuk ( semacam MC ) sebagai pranata
adicara, untuk memandu dan melantunkan doa-doa/kidung/syair sesuai dengan urut-urutan
upacara. Tugas Jero dalang adalah sebagai master of ceremony, sedangkan jero
mangku/pinandita menghantarkan doa/puja bebantenan.
Kidung-kidung yang dilantunkan disesuai kan dengan urut-urutan upacara. Kidung bisa diambil
dari kekawin Ramayana saat Sri Rama meminang Dewi Sita, atau ke-kawin Arjuna
wiwaha yang mengisahkan pernikahan Arjuna dengan bidadari dewi Supraba atau Kekawin
Hariwangsa/ kekawin krsnayana yaitu pernikanan Sri Krsna dengan Dewi Rukmini yang saling

mencintai tetapi tidak direstui oleh ayah mempelai wanita sehingga ditempuh cara kawin
Ngerorod / Merangkat/kawin lari.
Dalam pernikahan model Krsnawiwaha, Sri Kresna meminta Dewi Rukmini sebagai kusir
kereta, ini dimaksudkan bahwah mempelai wanita (Rukmini) bukan dilarikan oleh mempelai
pria (Sri Krsna) tetapi Rukmini melarikan Sri Krsna. Peristiwa ini merupakan isyarat Sri Krsna
kepada setiap keluarga bahwa isterilah yang mengatur/ menjalankan manajemen keluarga
(Kusir),.dan suami sekuat tenaga dan pikiran memuluskan jalan dengan bekerja keras mencari
artha.
Tatacara upacaranya di tunjukkan saat melakukan Saptapadi / saat mengelilingi sangah
surya/Api suci, mempelai wanita berada didepan mempelai pria. yaitu selama 7 putaran
mengelilingi Api suci/ Sanggah Surya mempelai wanita me mimpin dengan berada didepan, atau
bisa juga 4 putaran wanita mempimpin dan 3 putaran pria yang memimpin atau sebaliknya.
Doa-doa/syair-syair weda yang penulis cantumkan ada yang memakai bahasa Indonesia saja
tanpa mencantukan bahasa sansekerta, karena penulis masih mencari bahasa aslinya
(Sansekerta). Apabila pembaca menemukan bahasa sansekerta-nya bisa ditambahkan dalam
lampiran. Atau dikirimkan ke penulis. Dan juga kritik dan sarannya, sehingga dalam penerbitan
yang akan datang dapat disempurnakan.
Peralatan Mekala-kalaan dan symbol upacara adat perkawinan Bali

Sanggah Surya/bambu melekung merupakan niyasa (simbol) istana Sang Hyang Widhi Wasa, ini
merupa-kan istananya Dewa Surya. Sebagai saksi utama pernikahan. Di sebelah
kanan digantungkan biyu lalung simbol kekuatan purusa dari Sang Hyang Widhi dan Sang
Hyang Purusa ini bermanifestasi sebagai Sang Hyang Semara Jaya sebagai dewa
kebajikan,ketampanan,kebijaksanaan, simbol pengantin pria, di sebelah kiri sanggah
digantungkan sebuah kulkul berisi berem simbol kekuatan prakertiSang Hyang Widhi ( Hyang
Semara Ratih) dewi kecantikan serta kebijak- sanaan simbol pengantin wanita.

Kelabang Kala Nareswari ( Kala -Badeg) simbol calon pengantin yang diletakkan sebagai alas
upacara mekala-kalaan serta diduduki oleh kedua calon pengantin.

Tikeh Dadakan (tikar kecil) Tikar yang diduduki oleh pengantin wanita sebagai simbol selaput
dara (hymen) dari wanita. Kalau dipandang dari sudut spiritual, tikar adalah sebagai simbol
kekuatan Prakerti ( yoni).

Keris sebagai kekuatan Purusa/ lingga. Biasanya nyungklit keris, dipandang dari sisi
spritualnya sebagai lambang pengantin pria.

Benang Putih sepanjang setengah meter, terdiri dari 12 bilahan benang menjadi satu, serta pada
kedua ujung benang masing-masing dikaitkan pada cabang pohon dapdap setinggi 30 cm. Angka
12 berarti simbol dari sebel 12 hari. Dengan mekala-kalaan otomatis sebel pengantin yang
disebut sebel kandalan menjadi sirna dengan upacara penyucian tersebut. Dari segi spiritual
benang ini sebagai simbol dari lapisan kehidupan, berarti sang pengantin telah siap untuk
meningkat kan alam kehidupan Brahmacari Asrama menuju Grhasta Asrama.

Tegen tegenan, merupakan simbol dari tanggung jawab sekala-niskala. Adapun Perangkat
tegen-tegenan ini :
1. Batang tebu : Kehidupan dijalani secara bertahap seperti tebu, ruas demi ruas, secara

manis.
2. Cangkul : simbol Ardha Candra. Cangkul sebagai alat bekerja, berkarma berdasarkan

Dharma.
3. Periuk simbol windhu.
4. Buah kelapa simbol Brahman
5. Seekor yuyu/kepiting simbol bahasa isyarat memohon keturunan dan kerahayuan.

Suwun-suwunan (sarana jinjingan) Berupa bakul yang dijinjing oleh mempelai wanita yang
berisi: talas, kunir, beras dan bumbu-bumbuan melambangkan tugas wanita atau istri
mengembangkan benih dari suami, dan diharapkan seperti pohon kunir dan talas yang berasal
dari bibit yang kecil berkembang menjadi besar.

Dagang-dagangan melambangkan kesepakatan dari suami istri untuk membangun rumah tangga
dan siap menanggung segala resiko yang timbul akibat perkawinan tersebut.

Sapu lidi (3 lebih). Simbol Tri Kaya Parisudha. Pengantin pria dan wanita saling mencermati
satu sama lain, isyarat saling memperingatkan serta saling memacu agar selalu ingat dengan
kewajiban melaksanakan Tri Rnaberdasarkan ucapan, prilaku dan pikiran yang baik. Disamping
itu memperingatkan agar tabah menghadapi cobaan dalam menjalani kehidupan berumah tangga.

Sambuk Kupakan (serabut kelapa). Serabut kelapa dibelah tiga, di dalamnya diisi sebutir telor
bebek, kemudian dicakup kembali di luarnya diikat dengan benang berwarna tiga (tri datu).
Serabut kelapa berbelah tiga simbol dariTriguna (satwam, rajas, tamas).
Benang Tridatu simbol Tri Murtimengisyaratkan kesucian. Telor bebek simbol manik. Kedua
Mempelai saling tendang serabut kelapa sebanyak tiga kali, setelah itu serabut tsb. diduduki oleh
pengantin wanita. Ini mengandung pengertian Apabila mengalami perselisihan agar bisa saling
mengalah, dan selalu ingat dengan penyucian diril Selesai upacara, serabut kalapa ini diletakkan
di bawah tempat tidur mempelai.

Tetimpug adalah bambu tiga batang yang dibakar dengan api dayuh yang bertujuan memohon
penyupatan dariSang Hyang Brahma
Matur suksme
Selesai
Selamat menempuh Hidup Baru Semoga selalu berbahagia
ING Mudiarcana & Keluarga

Sri Wisnu-Sri Laksmi

Suka berkunjung ke setiap keluarga yang keadaan rumahnya selalu bersih,


hidup rukun dan selalu memuja Hyang Widdhi, untuk membawakan apa yang
pemujanya belum punya dan menjaga apa yang pemujanya sudah punya.

(BG.IX.22)

KIDUNG PENGIRING PEWIWAHAN


Kawitan Tantri - Pendahuluan.
1. Wuwusan Bhupati. Ring Patali nagantun. Subaga wirya siniwi. Kajrihin sang para ratu.

Salwaning jambu warsadi. Prasama hatur kembang tahon.


2. Tuhu tan keneng api. Pratapa sang prabu Kesyani ruktyeng sadnyari.
Sawyakti Hyang Hari Wisnu. Nitya ngde ulaping ari. Sri dhara patra sang katong.
3. Wetning raja wibawa, mas manik penuh. Makinda yutan ring bahudanda. Sri Narendra, Sri
Singapati, Ujaring Empu Bhagawanta. Ridenira panca-nana.
Bratang penacasyan. Hatur Hyang Dharma nurageng bhuh.
4. Kadi kreta yuga swapurneng nagantun Kakwehan sang yati.
Sampun saman jayendrya. Weda Tatwa wit.Katinen de Sri Narendra.
Nityasa ngruci tutur. Tan kasareng. wiku apunggung wyara brantadnya ajugul.
Demung Sawit (bawak, dawa)
1. Tuhu atut bhiseka Nrapati. Sri Eswaryadala. Dala kusuma patra nglung, Eswarya raja
laksmi. Sang kulahamenuhi rajya. Kwening bala diwarga. Mukya sira. Kryana patih Sangniti
Bandeswarya patrarum.
2. Nityasa angulih- ulih amrih sutrepting nagara, lan sang paradimantriya. Tuhu widagda ngelus
bhumi. Susandi tinut rasaning aji, Kutara manawa. Mwang sastra sarodrsti. Matangyan tan
hanang baya kewuh.

3. Pirang warsa Sri Nrapati Swaryadala. Tusta ngering sana. Kaladiwara hayu. Sri narapati. Lagya
gugulingan ring taman. Ring yaca ngurddha angung-gul. Yayamireng tawang. Tinum pyata
tinukir. Kamala kinanda-kada. Langu inipacareng santun.
4. Mangamyat kalangenikang nagara.
Tisoba awiyar. Indra bhuwana nurun, Kweh tang pakwana titip. Pada kabhi nawa. Dening
sarwendah linuhung. Liwar sukanikang wong. Anamtami kapti. Arumpuka sari sama
angrangsuk bhusana aneka marum.
Sumber : dari berbagai sumber

Anda mungkin juga menyukai