Mencari hari baik (dewasa) biasanya dilakukan oleh pihak pengantin pria, dengan cara
minta petunjuk kepada seorang Sulinggih atau seseorang yang sudah biasa
memberikan dewasa (nibakang padewasaan). Adapun dewasa yang diminta biasanya
berurutan sesuai dengan acara-acara dalam pelaksanaan upacara perkawinan, antara lain:
dewasa pangenten (pemberitahuan), dewasa mererasan (meminang/mapadik), dewasa
penjemputan calon pengantin wanita dan dewasa pawiwahan
2. PEMBERITAHUAN
Pada hari ini orang tua calon pengantin pria datang ke rumah calon pengantin wanita
bertemu dengan orang tuanya untuk bermusyawarah mengenai tujuan dari kedua calon
pengantin serta meminta persetujuan kepada orang tua calon pengantin wanita tentang
hari baik (padewasan sesuai dengan tahapan acara perkawinan), seperti mengumumkan
kepada keluarga besar di masing-masing kedua keluarga calon pengantin dan
mengumpulkan keluarga besarnya untuk bisa menyampaikan tentang tujuan keluarga
calon pengantin serta memohon bantuannya baik bersifat phisik maupun material.
3. MEMINANG/MEMADIK
Pada hari ini keluarga besar dari pihak calon pengantin pria datang ke rumah calon
pengatin wanita untuk meminang. Pada saat melamar, kadang-kadang masing-masing
keluarga calon pengantin mengungkap atau memaparkan silsilah keluarga. Pada saat
melamar pihak keluarga atau wakil keluarga dari calon pengantin laki-laki biasanya
mempersiapkan wakil keluarga yang akan menyampaikan silsilah keluarga, jika pihak
keluarga pengantin wanita menanyakan tentang silsilah keluarga calon pengantin lakilaki. Mengungkap silsilah keluarga berguna untuk menghindari adanya hubungan
sedarah antara calon pengantin laki-laki dan calon pengantin wanita, sehingga apabila
hal itu terjadi pernikahan tersebut dapat dicegah sebelum dilangsungkannya upacara
pernikahan.
Acara memadik menggunakan upakara. Adapun upakara yang dibawa pada waktu
memadik (meminang), antara lain:
a.
perempuan
b. Canang pangrawos, ditambah dengan segehan putih kuning asoroh.
c.Pagemelan (rarapan) atau saserahan.
Jenis dan jumlah saserahan ini tergantung pada kesiapan, keseriusan, dan ketulusan
keluarga calon pengantin laki-laki. Seserahan dapat berupa berbagai macam kue, buahbuahan, Pakaian sembahyang (pasaluk), dan alat sembahyang.
4. UPACARA NGEKEB
Acara ini bertujuan untuk mempersiapkan calon pengantin wanita dari kehidupan remaja
menjadi seorang istri dan ibu rumah tangga. Dengan cara Pada sore hari (sehari sebelum
acara boyongan/ penjemputan penganten wanita), seluruh tubuh calon pengantin wanita
diberi luluran yang terbuat dari daun merak, kunyit, bunga kenanga, dan beras yang
telah dihaluskan. Sesudah acara mandi dan keramas selesai, dilanjutkan upacara di
dalam kamar pengantin. Sebelumnya dalam kamar itu telah disediakan sesajen. Setelah
masuk kamar calon pengantin wanita tidak diperbolehkan lagi keluar dari kamar sampai
calon suaminya menjemput. Pada saat acara penjemputan, seluruh tubuh pengantin
wanita mulai dari ujung kaki sampai kepala ditutupi selembar kain kuning tipis. Hal ini
sebagai perlambang bahwa pengantin wanita telah bersedia mengubur masa lalunya
sebagai remaja dan kini telah siap menjalani kehidupan baru bersama pasangan
hidupnya.
5. PENJEMPUTAN CALON PENGANTIN WANITA
Apabila calon pengantin wanita tidak diboyong pada saat memadik, maka acara
berikutnya adalah penjemputan calon pengantin wanita oleh calon pengantin pria. Pada
hari ini calon pengantin pria diikuti oleh anggota keluarga beserta unsur-unsur prajuru
seperti ketua adat, dan sesepuh datang ke rumah keluarga calon pengantin wanita untuk
menjemput calon pengantin wanita. Pada hari ini umumnya pihak calon pengantin pria
membawa upakara berupa:
a. Upakara mamerasan berupa: (1) Pejati asoroh, (2) Canang burat mangi
lengawangi, (3) Segehan putih kuning asoroh, dan (4) Canang Pangerawos
b. Sarana sebagai Penukar Air Susu dan alas rare (aled rare) berupa: (1) Basan buat,
(2) Kain saparadeg, (3) Gelang, kalung, pupuk, dan (4) Handuk.
c.Upakara Pengungkab Lawang (jika dilakukan) berupa: (1) Pejati dan suci alit,
(2) Peras pengambean, (3) Caru ayam brumbun asoroh, (4) Bayekawonan , (5)
Prayascita, (6) Pangulapan, (7) Segehan panca warna, (8) Segehan seliwah
atanding, dan (9) Segehan agung.
Pengungkab lawang merupakan acara untuk mempertemukan pertama kali calon
pengantin pria dengan calon pengantin wanita. Ngungkab lawang dilakukan pada
upacara perkawinan tingkat utama (Meminang/ memadik).
Tujuan dari acara ngungkab lawang adalah untuk menghormati keluarga calon pengantin
wanita oleh keluarga calon pengantin pria sehingga hubungan kedua calon pengantin
akan semakin harmonis, selaras dan serasi. Hal ini sesuai dengan sloka dalam kitab suci
sebagai berikut:
Ngetok lawang diawali dengan gending Bali/ syair weda oleh calon pengantin pria dari luar
misalnya sbb :
SYAIR / KIDUNG NGUNGKAB LAWANG
Aku penganten pria, Engkau penganten wanita,
Aku kidung.
Dan engkau Syair,
Aku surga,
Dan Engkau bumi,
Kita akan tinggal disini bersama,
menjadi orang tua bagi anak-anak.
(Atharwaweda XIV.2.71)
Dibalas oleh calon pengantin wanita dari dalam rumah. Sbb:
Akulah bendera,
Akulah pemimpin,
Aku memiliki kepasihan yang unggul,
kekasihku bekerjasama denganku,
dan mengikuti kehendakku.
(RigWeda.X.159.2)
Kemudian calon pengantin wanita dituntun oleh orang tuanya keluar rumah membuka
pintu, kedua calon penganten saling mendekat, Kira-kira berjarak 3 meter, ke duanya saling
lempar sebundel daun betel berisi jeruk purut didalamnya, yang di-ikat dengan benang putih.
Daun betel mempunyai kekuatan untuk tolak bala dari gangguan buruk. Dengan saling
melempar daun betel satu sama lain, membuktikan bahwa mereka benar-benar manusia sejati,
bukan setan atau orang lain yang menyerupai / menganggap dirinya sebagaipengantin lakilaki atau perempuan. (daun betel dan jeruk dapat diganti daun sirih dan buah pinang)
Setelah itu orang tua mempelai wanita membimbing tangan kanan calon mempelai wanita serta
mengambil tangan kanan calon mempelai pria, dan kedua tangan pananmempelai saling
digenggamkan dengan doa sebagai berikut :
DOA MENYERAHKAN CALON MEMPELAI WANITA oleh ORANG TUA MEMPELAI
WANITA
(atharvaveda xiv.1.52)
Artinya :
Engkau kekasihku, yang dianugrahkan Hyang Widdhi kepadaku, aku akan mendukung dan
melindungimu. Semoga engkau hidup berbahagia bersama-ku dan anak keturunan kita
sepanjang masa.
Kemudian kedua mempelai mengkuti prosesi mebiyakala dan prayascita oleh Pinandita.
Dilanjutkan dengan sumpah perkawinan, Kedua mempelai saling ber hadapan muka dan kedua
tangan mem- pelai pria menggenggam kedua tangan mempelai wanita.
Sumpah Perkawinan
SMARA STAVA
(dibaca oleh penghulu nikah)
(Rgveda
Artinya:
Wahai mempelai wanita, jadilah nyonya rumah tangga yang sesungguhnya, dampingilah
(dengan baik) ayah ibu mertuamu, dampingilah (dengan baik) saudara saudari iparmu.
Wahai mempelai wanita, jadilah pengawas keluarga yang cemerlang, tegakkanlah aturan
keluarga, dan jadilah penopang keluarga.
Wahai mempelai wanita, lahirkanlah keturunan yang cerdas, gagah, dan berani,
Bersembahyanglah selalu kepada Hyang Widdhi, jadilah insan yang ramah dan
menyenangkan kepada semua orang, dan peliharalah dengan baik hewan peliharaan ( harta
benda) keluarga.
Wahai orang yang mulia (mempelai pria), berusahalah dengan keras untuk kemakmuran
yang besar, semoga ke - masyuran dan rejekimu menjadi unggul
Wahai pasangan suami isteri, tekunlah bekerja dan tetaplah berkarya, hanya orang-orang
yang bersungguh-sungguh berhasil di dunia ini.
Wahai pasangan suami isteri , bersenang hatilah dengan kegiatan usahamu dan jalanilah
hidup dengan riang gembira
Kemudian dilanjutkan dengan penanda-tanganan surat-surat nikah oleh kedua mempelai dan
saksi-saksi. Setelah surat-surat nikah selesai ditandatangani, acara selanjutnya adalah Nasehat
Perkawinan yang diberikan oleh : Ketua Adat, PHDI, dan Keluarga kedua mempelai.
Setelah nasehat perkawinan selesai, dilanjutkan dengan doa Syukur bahwa acara pernikahan
dapat terlaksana dengan baik. Dimohonkan kepada semua hadirin mengucapkan doa sebagai
berikut :
Semoga pasangan suami-istri ini tetap erat dan tak pernah terpisahkan, mencapai kehidupan
yang penuh kebahagiaan, tinggal di rumah dengan hati gembira, dan bersama bermain
dengan anak-anak dan cucu-cucu
Hyang Widdhi, semoga pasangan suami istri ini menjadi makmur, bersama dengan
kemajuan dan kemakmuran nasional, semoga mereka dikaruniai rejeki yang besar dan tidak
habis-habisnya dan tumbuh selamanya.
Setelah acara seremonial nikah selesai, Acara dilanjutkan di Pemerajan untuk melakukan
persembahyangan memohon doa restu dari Sang Hyang Guru dan para leluhur pihak pengantin
wanita. Selesai sembahyang dilanjutkan dengan sembah sungkem kepada kedua orang tua calon
pengantin wanita untuk mohon doa restu. Sembahyang di pemerajan merupakan mohon doa
restu secara niskala kepada leluhur, sedangkan secara sakala adalah mohon doa restu dari kedua
orang tua.
A. URUT-URUTAN CARA MERANGKAT/ NGEROROD
Pernikahan secara Ngerorod/Merangkat, seluruh ritual dan administrasi Nikahnya dilakukan
dipihak mempelai Pria. Adapun urut-urutannya sbb :
DIRUMAH MEMPELAI PRIA
Sesampai di depan pintu gerbang rumah calon pengantin pria. Kedua mempelai diberikan
segehan putih kuning, sebagai sarana penetralisir kekuatan yang bersifat negatif, karena kedua
calon pengantin secara spiritual adalah dalam kekuasaan kama (diliputi nafsu). Adapun doa/
syair yang dibacakan ( baik secara Memadik maupun Ngerorod) sebagai berikut :
DOA PENYAMBUTAN MEMPELAI WANITA
OLEH KELUARGA MEMPELAI PRIA
DI RUMAH MEMPELAI PRIA
Tetap sadar, sebagai wanita yang pintar dan waspada, Menikmati hidup yang penuh
selama seratus tahun.
Kemudian kedua mempelai diantar ke depan dapur untuk melaksanakan penyucian kecil, yaitu
diperciki tirta pabayekaonan, maprayascita dan terakhirngayab upakara peras pengambean dan
dapetan. Maksud penyucian ini adalah penyucian pertama dari sebel kandelan pengantin karena
menempuh cara ngerorod/merangkat.
6. UPACARA PERKAWINAN (WIWAHA SAMKARA) DIRUMAH PENGANTIN PRIA
Dalam rangkaian upacara makala-kalaan ada sarana yang dipergunakan yaitu tetimpug yang
dibuat dari tiga buah potong bambu yang masing-masing ada ruasnya, yaitu lima ruas atau tujuh
ruas.
Ketiga potong bambu ini diikat jadi satu kemudian dibakar di atas tungku bata yang dibuat pada
saat upacara makala-kalaan. Makna yang terkandung adalah secara niskala memanggil para
bhta kala bahwa upacara segera dimulai.
Kedua pengantin menghadapi upakara dengan posisi duduk. Pengantin wanita berada di sebelah
kiri pengantin pria, kemudian kedua penganten natab banten bayakawonan, dan maprayascita
sebagai pembersihan. Selesai natab biyakaonan dan prayascita kedua pengantin menuju ke
tempat mategen-tegenan
b. Metegen-tegenan dan suun-suunan
Penganten pria memikul tegen-tegenan. Pengantin wanita menjunjung suhun-suhunan, sambil
membawa sapu lidi tiga biji, keduanya berjalan mengelilingi sanggah surya (bisa juga Api
suci/Agni horta) ke arah purwa daksina (arah jarum jam). Posisi penganten pria di depan dan
penganten wanita dibelakang kedua sabuk saling diikatkan kuat-kuat, Pada tujuh langkah
pertama (Saptapadi ), Kedua Pengantin berjalan tujuh langkah bersama untuk menandai awal
perjalanan mereka melalui kehidupan bersama. Setiap langkah merupakan sumpah perkawinan:
Tujuh langkah bersama
(SAPTAPADI)
Langkah :
1. Hyang Widdhi kami suami isteri akan saling menghargai dan menghormati satu
sama lain.
2. Hyang Widdhi kami suami-isteri akan selalu setia dan saling percaya satu sama
lain.
3. Hyang Widdhi, kami suami isteri akan saling berbagi dalam suka maupun duka
dan saling mendukung dalam suka dan duka.
4. Hyang Widdhi kami suami-isteri akan merawat dan mendidik anak-anak kami
dengan nilai-nilai Dharma , selalu hormat kepada orang tua, ayah-ibu mertua,
saudaraa saudara ipar dan kerabat.
5. Hyang Widdhi kami suami-isteri akan mengikuti prinsip-prinsip Dharma
dan melaksanakan kewajiban sebagai umat Hindu.
6. Hyang Widdhi kami suami-isteri akan selalu memeilhara ikatan pernikahan ini
dengan sungguh-sungguh, memelihara persahabatan dengan sahabat-sahabat kami,
menghormati para guru, para dwijati dan para pemimpin.
7. Hyang Widdhi, kami suami-isteri akan selalu menumbuhkan apresiasi terhadap
Ilmu pengetahuan, nilai-nilai pengorbanan dan pelayanan.
Diteruskan dengan berkeliling sebanyak 7 kali. Pada setiap putaran, kedua mem- pelai menendang
serabut kelapa belah tiga (kala sepetan) yang di dalam- nya berisi telor, dan diikat dengan
benang tridhatu. Sebagai tekad bahwa kedua mempelai secara bersama-sama siap menyingkirkan
segala cobaan yang dihadapi dalam kehidupan rumah tangganya kelak. Berkeliling sambil bersama
sama mengucapkan doa sbb :
DOA MENGELILINGI SANGGAH SURYA / API SUCI
irawanto
Semoga kami bisa membuat rumah-rumah kami bagaikan sorga, dan orang-orang berpikiran
mulia, saleh dan sehat bertempat tinggal dirumah kami dengan ring gembira.
6. Om swasti matra-uta pitre no astu, swasti gobhyo jagate purusebhyah (atharwaweda I.31.4)
Semoga ada kesejahteraan untuk orang tua kami, semoga semua sapi betina dan seluruh umat
manausia berbahagia.
7. Om payasca rasas ca annam ca, Annadyam srtah ca satyam ca
Istam ca purtam ca,
Praja ca pasawasi ca (Atharwaweda XII.5.10)
Semoga terdapat susu, sari buah, makanan, beras , ketertiban, kebenaran, persembahan,
perbuatan-perbuatan yang murah hati, anak-cucu dan kemakmuran dirumah tangga kami .
Setelah makala-kalaan serabut kelapa tersebut ditaruh di bawah tempat tidur pengantin.
c.
Medagang-dagangan.
Pada saat madagang-dagangan penganten wanita duduk di atas serabut kelapa, mengadakan
tawar menawar hingga terjadi transaksi antara pengantin pria dan pengantin wanita yang ditandai
dengan penyerahan barang dagangan serta pem- bayarannya. Akhir dari medagang-dagang-an
adalah merobek tikeh dadakanyang dipegang oleh pengantin wanita dengan kedua tangannya
dan pengantin pria mengambil keris kemudian merobek tikeh dadakan tersebut yang diawali
dengan menancapkan keris ke tikeh dadakan. dan dilanjutkan dengan mengambil tiga sarana
kesuburan yaitu keladi, kunyit, dan andong, yang kemudian dibawa oleh kedua pengantin ke
belakang sanggah kemulan untuk ditanam. Kemudian memutuskan benang yang kedua
ujungnya diikatkan pada dua cabang pohon dapdap. Selesai memutus- kan benang kedua
penganten kemudian mandi untuk membersihkan diri.
dengan
memasang
bija.
Kemudian natab
banten
sesayut
(sesayut
ganten). Selesai natab banten sesayut, kedua pengantin diberikan tetebus (benang) dan
dipasangkan karawista dan bija.
Kemudian dilanjutkan dengan mengucapkan sumpah perkawinan oleh kedua mempelai
dan penandatanganan surat-surat nikah oleh kedua mempelai dan saksi-saksi. Acara selanjutnya
Nasehat Perkawinan : Oleh Ketua Adat, PHDI dan Keluarga kedua Mempelai.
Setelah semua berkas pernikahan ditanda tangani, dimohonkan kepada semua hadirin untuk
mengucapkan doa Syukur bahwa pernikahan telah berlangsung secara lancer dan sah. Sumpah
dan Doa Syukur perkawinan dengan cara ngerorod sama dengan sumpah dan doa yang
diucapkan dalam perkawinan dengan cara Memadik/Meminang. Yang membedakan adalah tidak
ada doa mengungkap lawang/Doa restu dari pihak mempelai wanita. .
f.
Majauman
Majauman merupakan rangkaian terakhir upacara perkawinan umat Hindu etnis Bali. Majauman
merupakan kunjungan resmi yang bersifat religius dari pihak pengantin pria ke rumah pengantin
wanita yang dilakukan setelah upacara pernikahan selesai.
Majauman berasal dari kata jaum di mana fungsi jaum atau jarum adalah untuk merajut atau
menyatukan kembali, maka makna majauman dalam rangkaian upacara perkawinan adalah untuk
menyatukan kembali dua buah keluarga yang bersitegang (biasanya karena salah satu pihak
keluarga tidak merestui karena perbedaan soroh/wangsa/ kasta, sehingga diambil cara pernikahan
ngerorod/ merangkat.
Majauman biasanya dilakukan apabila kedua penganten ngarorod/merangkat. Arti mejauman
adalah menyatukan kembali dua buah keluarga yang tadinya retak atau marah akibat anak
gadisnya dilarikan oleh calon pengantin pria.
Majauman juga berarti memberitahukan kehadapan Hyang Guru dan para leluhur dipihak
penganten wanita karena sebelum nya tidak sempat pamit, bahwa kedua pengantin telah
menyatu dalam sebuah upacara perkawinan, serta mohon doa restu agar selalu melindungi
perkawinan atau rumah tangga kedua pengantin, sehingga selalu dalam keadaan harmonis.
CATATAN PINGGIR
Kebiasaan pernikahan selama ini di Bali seluruhnya dilakukan di rumah mempelai Pria, karena
pernikahannya dilakukan secara Ngerorod/Merangkat. Sehingga pihak mempelai wanita sangat
pasif.
Di era yang makin maju, dimana per-nikahan antara kedua mempelai sudah mendapat restu
kedua orang tua, sebaik-nya pernikahan dilakukan dengan cara meminang/memadik.
Tradisi merangkat/ ngerorod dijaman dahulu dilakukan untuk mensiasati kakunya sistem
soroh/wangsa atau kasta. Pernikahan dengan system Ngerorod/ Merangkat sangat merugikan
pihak wanita, Karena hak-hak keperdata-annya (perlindungan hukumnya sangat lemah).
Di jaman kini dimana pemahaman umat terhadap kitab Weda sudah semakin baik, dimana hakhak wanita makin dihargai. Sebaiknya smara Stava dan administrasi nikah/Surat-surat Nikah nya
dilakukan saat mempelai wanita mau diboyong ke rumah mempelai pria, dengan
catatan : banten untuk biyakaondan rayascita dibawa oleh pihak mempelai Pria.
Smara Stava dan Administrasi Nikah di-selesaikan dirumah mempelai Wanita, supaya mempelai
wanita mempunyai kepastian hukum . Dalam hal ini acara ngungkab lawang diutamakan
sehingga pada saat mempelai wanita meninggalkan rumah orang tuanya, secara niskala dan
sekala sudah dalam keadaan bersih dan secara hukum keperdataan/hukum negara juga sudah
terjamin. Dan sekaligus merupakan bentuk penghormatan pihak mempelai pria kepada pihak
mempelai wanita dan keluarga besarnya.
Dalam buku ini, sengaja penulis sertakan doa/kidung/syair-syair pada setiap tahap pernikahan,
karena selama ini biasanya pihak kedua mempelai bersikap pasip, semua doa mantranya sudah
diwakilkan kepada pemuput nikah/ Jero Mangku.
Buku
ini
sebagai
usulan
dalam
tatacara
pernikahan
Hindu
Etnis
Bali.
Buku
ini memadukan antara tradisi kitab Weda dan kebiasaan turun temurun. Dalam buku ini,
kedua mempelai dan orang tua mempelai ikut aktif membaca doa-doa/ kidung/ syair sesuai
tahapan pernikahan.
Dapat pula meminta bantuan Jro Dalang yang khusus ditunjuk ( semacam MC ) sebagai pranata
adicara, untuk memandu dan melantunkan doa-doa/kidung/syair sesuai dengan urut-urutan
upacara. Tugas Jero dalang adalah sebagai master of ceremony, sedangkan jero
mangku/pinandita menghantarkan doa/puja bebantenan.
Kidung-kidung yang dilantunkan disesuai kan dengan urut-urutan upacara. Kidung bisa diambil
dari kekawin Ramayana saat Sri Rama meminang Dewi Sita, atau ke-kawin Arjuna
wiwaha yang mengisahkan pernikahan Arjuna dengan bidadari dewi Supraba atau Kekawin
Hariwangsa/ kekawin krsnayana yaitu pernikanan Sri Krsna dengan Dewi Rukmini yang saling
mencintai tetapi tidak direstui oleh ayah mempelai wanita sehingga ditempuh cara kawin
Ngerorod / Merangkat/kawin lari.
Dalam pernikahan model Krsnawiwaha, Sri Kresna meminta Dewi Rukmini sebagai kusir
kereta, ini dimaksudkan bahwah mempelai wanita (Rukmini) bukan dilarikan oleh mempelai
pria (Sri Krsna) tetapi Rukmini melarikan Sri Krsna. Peristiwa ini merupakan isyarat Sri Krsna
kepada setiap keluarga bahwa isterilah yang mengatur/ menjalankan manajemen keluarga
(Kusir),.dan suami sekuat tenaga dan pikiran memuluskan jalan dengan bekerja keras mencari
artha.
Tatacara upacaranya di tunjukkan saat melakukan Saptapadi / saat mengelilingi sangah
surya/Api suci, mempelai wanita berada didepan mempelai pria. yaitu selama 7 putaran
mengelilingi Api suci/ Sanggah Surya mempelai wanita me mimpin dengan berada didepan, atau
bisa juga 4 putaran wanita mempimpin dan 3 putaran pria yang memimpin atau sebaliknya.
Doa-doa/syair-syair weda yang penulis cantumkan ada yang memakai bahasa Indonesia saja
tanpa mencantukan bahasa sansekerta, karena penulis masih mencari bahasa aslinya
(Sansekerta). Apabila pembaca menemukan bahasa sansekerta-nya bisa ditambahkan dalam
lampiran. Atau dikirimkan ke penulis. Dan juga kritik dan sarannya, sehingga dalam penerbitan
yang akan datang dapat disempurnakan.
Peralatan Mekala-kalaan dan symbol upacara adat perkawinan Bali
Sanggah Surya/bambu melekung merupakan niyasa (simbol) istana Sang Hyang Widhi Wasa, ini
merupa-kan istananya Dewa Surya. Sebagai saksi utama pernikahan. Di sebelah
kanan digantungkan biyu lalung simbol kekuatan purusa dari Sang Hyang Widhi dan Sang
Hyang Purusa ini bermanifestasi sebagai Sang Hyang Semara Jaya sebagai dewa
kebajikan,ketampanan,kebijaksanaan, simbol pengantin pria, di sebelah kiri sanggah
digantungkan sebuah kulkul berisi berem simbol kekuatan prakertiSang Hyang Widhi ( Hyang
Semara Ratih) dewi kecantikan serta kebijak- sanaan simbol pengantin wanita.
Kelabang Kala Nareswari ( Kala -Badeg) simbol calon pengantin yang diletakkan sebagai alas
upacara mekala-kalaan serta diduduki oleh kedua calon pengantin.
Tikeh Dadakan (tikar kecil) Tikar yang diduduki oleh pengantin wanita sebagai simbol selaput
dara (hymen) dari wanita. Kalau dipandang dari sudut spiritual, tikar adalah sebagai simbol
kekuatan Prakerti ( yoni).
Keris sebagai kekuatan Purusa/ lingga. Biasanya nyungklit keris, dipandang dari sisi
spritualnya sebagai lambang pengantin pria.
Benang Putih sepanjang setengah meter, terdiri dari 12 bilahan benang menjadi satu, serta pada
kedua ujung benang masing-masing dikaitkan pada cabang pohon dapdap setinggi 30 cm. Angka
12 berarti simbol dari sebel 12 hari. Dengan mekala-kalaan otomatis sebel pengantin yang
disebut sebel kandalan menjadi sirna dengan upacara penyucian tersebut. Dari segi spiritual
benang ini sebagai simbol dari lapisan kehidupan, berarti sang pengantin telah siap untuk
meningkat kan alam kehidupan Brahmacari Asrama menuju Grhasta Asrama.
Tegen tegenan, merupakan simbol dari tanggung jawab sekala-niskala. Adapun Perangkat
tegen-tegenan ini :
1. Batang tebu : Kehidupan dijalani secara bertahap seperti tebu, ruas demi ruas, secara
manis.
2. Cangkul : simbol Ardha Candra. Cangkul sebagai alat bekerja, berkarma berdasarkan
Dharma.
3. Periuk simbol windhu.
4. Buah kelapa simbol Brahman
5. Seekor yuyu/kepiting simbol bahasa isyarat memohon keturunan dan kerahayuan.
Suwun-suwunan (sarana jinjingan) Berupa bakul yang dijinjing oleh mempelai wanita yang
berisi: talas, kunir, beras dan bumbu-bumbuan melambangkan tugas wanita atau istri
mengembangkan benih dari suami, dan diharapkan seperti pohon kunir dan talas yang berasal
dari bibit yang kecil berkembang menjadi besar.
Dagang-dagangan melambangkan kesepakatan dari suami istri untuk membangun rumah tangga
dan siap menanggung segala resiko yang timbul akibat perkawinan tersebut.
Sapu lidi (3 lebih). Simbol Tri Kaya Parisudha. Pengantin pria dan wanita saling mencermati
satu sama lain, isyarat saling memperingatkan serta saling memacu agar selalu ingat dengan
kewajiban melaksanakan Tri Rnaberdasarkan ucapan, prilaku dan pikiran yang baik. Disamping
itu memperingatkan agar tabah menghadapi cobaan dalam menjalani kehidupan berumah tangga.
Sambuk Kupakan (serabut kelapa). Serabut kelapa dibelah tiga, di dalamnya diisi sebutir telor
bebek, kemudian dicakup kembali di luarnya diikat dengan benang berwarna tiga (tri datu).
Serabut kelapa berbelah tiga simbol dariTriguna (satwam, rajas, tamas).
Benang Tridatu simbol Tri Murtimengisyaratkan kesucian. Telor bebek simbol manik. Kedua
Mempelai saling tendang serabut kelapa sebanyak tiga kali, setelah itu serabut tsb. diduduki oleh
pengantin wanita. Ini mengandung pengertian Apabila mengalami perselisihan agar bisa saling
mengalah, dan selalu ingat dengan penyucian diril Selesai upacara, serabut kalapa ini diletakkan
di bawah tempat tidur mempelai.
Tetimpug adalah bambu tiga batang yang dibakar dengan api dayuh yang bertujuan memohon
penyupatan dariSang Hyang Brahma
Matur suksme
Selesai
Selamat menempuh Hidup Baru Semoga selalu berbahagia
ING Mudiarcana & Keluarga
(BG.IX.22)
3. Pirang warsa Sri Nrapati Swaryadala. Tusta ngering sana. Kaladiwara hayu. Sri narapati. Lagya
gugulingan ring taman. Ring yaca ngurddha angung-gul. Yayamireng tawang. Tinum pyata
tinukir. Kamala kinanda-kada. Langu inipacareng santun.
4. Mangamyat kalangenikang nagara.
Tisoba awiyar. Indra bhuwana nurun, Kweh tang pakwana titip. Pada kabhi nawa. Dening
sarwendah linuhung. Liwar sukanikang wong. Anamtami kapti. Arumpuka sari sama
angrangsuk bhusana aneka marum.
Sumber : dari berbagai sumber