Disusun Oleh :
Nama Anggota :
1. Citra Adelia Fauziah
2. Dewi Carissa Zahrani
3. Gendis Wara Aulia
4. Verlita Dwi Hasanah
5. Zaskia Melayni Putri
Kelas : VIII E
B. ADAT PENIKAHAN
1. Serah-serahan
Tahapan yang pertama adalah keluarga calon mempelai laki-laki mendatangi
kediaman keluarga calon mempelai perempuan dengan tujuan melamar putri keluarga
tersebut untuk menjadi istri putra mereka. Sembari mengutarakan maksudnya itu, keluarga
laki-laki membawa serah-serahan atau yang diartikan sebagai barang-barang yang
mempunyai makna tersendiri, seperti cincin, makanan tradisional, dan yang lainnya.
2. Siraman
Ritual yang satu ini bertujuan untuk membersihkan jiwa pengantin.
Diselenggarakan sebelum proses akad nikah, biasanya satu atau dua hari sebelumnya di
kediaman calon mempelai perempuan. Urutan tahapannya yaitu calon pengantin memohon
doa restu kepada kedua orangtuanya, kemudian calon pengantin laki-laki dan
perempuan duduk di tikar pandan dan disiram oleh pinisepuh, yakni orang yang ‘dituakan’
dan orang lain yang telah ditunjuk. Terakhir, calon pengantin disiram air kendi oleh ibu
bapaknya.
3. Paes atau Ngerik
Persis setelah siraman, upacara paes dilakukan di kamar calon mempelai
perempuan. Bukan hanya oleh si calon mempelai saja, tapi upacara ini diikuti juga oleh ibu
calon mempelai, dan beberapa ibu-ibu sepuh lainnya. Yang dimaksud dengan ngerik ialah
mengerik atau menghilangkan rambut-rambut halus di wajah calon mempelai
perempuan agar nampak bersih dan wajahnya jadi bercahaya.
4. Dodol dawet
Setelahnya, ada acara dodol dawet atau menjual dawet. Penjualnya adalah ibu calon
mempelai perempuan yang dipayungi oleh ayah calon mempelai perempuan. Sementara itu,
yang berperan sebagai pembelinya ialah para tamu dan saudara yang hadir. Mereka
menggunakan pecahan genting sebagai uang untuk membeli dawet tersebut. Prosesi ini
melambangkan agar dalam upacara pernikahan yang akan dilangsungkan, dikunjungi
banyak tamu dan dawet pun laris terjual.
5. Midodareni
Prosesi adat pernikahan Jawa yang selanjutnya adalah midodaren.
Kata midodaren sendiri berasal dari bahasa Jawa, yaitu 'widodari' atau bidadari dalam
bahasa Indonesia. Upacara ini dilangsungkan pada malam hari setelah prosesi siraman,
yang dimaksudkan menjadikan sang mempelai perempuan secantik Dewi Widodari. Pada
malam midodareni ini, keluarga calon mempelai pria berkunjung ke rumah calon mempelai
perempuan untuk mempererat tali silaturahmi.
6. Upacara panggih
Prosesi dimulai dengan datangnya calon mempelai pria dan rombongan ke
kediaman calon mempelai perempuan, yang berhenti di depan pintu masuk rumah. Pada sisi
rombongan mempelai laki-laki, ada 2 orang lelaki muda atau 2 orang ibu membawa
masing-masing serangkaian bunga yang disebut kembar mayang. Salah satunya membawa
sanggan yang dibungkus daun pisang dan ditaruh di atas nampan. Sanggan diserahkan
kepada ibu mempelai perempuan. Sedangkan kembar mayang dibawa keluar area rumah
dan dibuang ke jalan di dekatnya, dengan maksud agar upacara pernikahan selalu berjalan
lancar tanpa gangguan.
7. Upacara balangan suruh
Masih di titik yang sama dengan upacara panggih tadi, jarak antar mempelai kurang
lebih lima langkah. Kedua mempelai akan saling melempari ikatan daun sirih yang diisi
kapur sirih dan diikat benang. Kedua mempelai saling melempar sambil tersenyum,
mempelai laki-laki mengarahkan lemparannya ke arah dada mempelai perempuan, dan
mempelai perempuan meleparnya ke arah paha mempelai laki-laki. Menurut kepercayaan
kuno, daun sirih punya daya untuk mengusir roh jahat dalam diri masing-masing calon
mempelai.
C. ADAT KEMATIAN
Salah satu upacara tradisional dalam adat istiadat kematian jawa adalah upacara
Brobosan. Upacara Brobosan ini bertujuan untuk menunjukkan penghormatan dari sanak
keluarga kepada orang tua dan leluhur mereka yang telah meninggal dunia. Upacara
Brobosan diselenggarakan di halaman rumah orang yang meninggal, sebelum dimakamkan,
dan dipimpin oleh anggota keluarga yang paling tua.
Tradisi Brobosan dilangsungkan secara berurutan sebagai berikut:
1. Peti mati dibawa keluar menuju ke halaman rumah dan dijunjung tinggi ke atas
setelah upacara doa kematian selesai,
2. Anak laki-laki tertua, anak perempuan, cucu laki-laki dan cucu perempuan, berjalan
berurutan melewati peti mati yang berada di atas mereka (mrobos) selama tiga kali
dan searah jarum jam,
3. Urutan selalu diawali dari anak laki-laki tertua dan keluarga inti berada di urutan
pertama; anak yang lebih muda beserta keluarganya mengikuti di belakang.
Upacara tradisional ini menyimbolkan penghormatan sanak keluarga yang masih
hidup kepada orang tua dan leluhur mereka.