Anda di halaman 1dari 4

TUGAS PPKN

Adat Istiadat Suku Jawa

Disusun Oleh :
Nama Anggota :
1. Citra Adelia Fauziah
2. Dewi Carissa Zahrani
3. Gendis Wara Aulia
4. Verlita Dwi Hasanah
5. Zaskia Melayni Putri
Kelas : VIII E

SMP NEGERI O. MANGUNHARJO


TAHUN AJARAN 2021/2022
A. ADAT KELAHIRAN
Penyambutan kelahiran bayi yang dilakukan suku Jawa terbilang unik, karena di
dalamnya banyak terkandung makna simbolis yang mungkin belum diketahui generasi
muda saat ini. Berikut ini lima tradisi lokal Jawa dalam menyambut kelahiran bayi dan
makna simbolik yang terkandung di dalamnya.
1. Tanem ari-ari
Masyarakat Jawa menganggap ari-ari sebagai ‘teman’ bayi semasa dalam
kandungan ibu, sehingga ari-ari hendaknya dirawat dengan cara dikubur agar tidak
membusuk. Dari segi kesehatan, memang ari-ari patut dikubur, karena termasuk bagian
tubuh manusia yang dapat mengundang bakteri penyakit akibat proses pembusukan.
Menanam ari-ari dilakukan oleh ayah sang bayi dengan menanam ari-ari di dalam
tanah dekat pintu utama rumah. Setelah ari-ari ditanam, tempat mengubur ari-ari juga
dipagari dan diberi penerangan, biasanya berupa lampu minyak selama 35 hari.
2. Brokohan
Brokohan adalah tradisi Jawa berupa penyambutan kelahiran bayi yang dilakukan
sehari setelah bayi lahir. Brokohan sendiri dalam bahasa Indonesia berarti ‘mengharapkan
berkah’. Dalam acara brokohan, tetangga dan keluarga besar berkumpul untuk menyambut
kelahiran bayi dengan rasa syukur dan kebahagiaan.
Acara brokohan diisi dengan kenduri atau selamatan dan bancakan yang mana
keduanya bermaksud untuk mendoakan keselamatan bayi. Baik tetangga maupun keluarga
besar, biasanya akan membawa buah tangan untuk keluarga bayi, misalnya berupa
perlengkapan bayi.
3. Sepasaran
Upacara sepasaran dilakukan tepatnya 5 hari setelah kelahiran bayi. Dalam acara
sepasaran, diadakan kenduri atau selamatan, dimana tetangga dan keluarga bersama-sama
mendoakan bayi yang baru lahir.
Kenduri dalam sepasaran pada dasarnya dilakukan untuk memohon keselamatan
bayi agar bayi kelak dapat hidup lancar dalam segala hal. Sepasaran biasanya juga diikuti
dengan pengumuman nama bayi dan aqiqahan, dimana upacara menjadi semakin meriah.
Namun, hal ini tidak selalu berlaku dan bergantung pada orangtua bayi yang mengadakan
acara.
4. Jagongan bayi
Tradisi jagongan bayi diadakan sebagai bentuk perhatian tetangga terhadap bayi
yang baru lahir dengan cara begadang ‘menjaga bayi’. Jagongan bayi dilakukan pada
sepasaran bayi, yaitu selama 5-6 hari setelah kelahiran bayi, tergantung permintaan
orangtua bayi. Saat ini jagongan bayi dilakukan mulai sehabis maghrib ataupun isya' hingga
jam 10 malam ataupun jam 12 malam.
Biasanya sesepuh dan tetangga-tetangga di sekitar lingkungan bayi akan datang
untuk ‘menjaga bayi’ dan memberikan petuah-petuah, perkataan baik, ataupun
menyanyikan tembang Jawa. Acara jagongan bayi juga diisi dengan permainan kartu
ataupun catur yang bermaksud untuk mempererat tali silaturahmi antar tetangga.
5. Selapanan
Selapanan diadakan ketika bayi genap berumur ‘selapan’ atau 35 hari. Dalam
upacara selapanan, terdapat rangkaian acara berupa kenduri, pemangkasan rambut bayi
hingga gundul, dan pemotongan kuku bayi.
Adapun kenduri kelahiran bermaksud untuk mendoakan bayi agar tumbuh sehat dan
dilimpahkan kebaikan. Sementara, pemangkasan rambut bayi hingga gundul dimaksudkan
untuk menjaga kebersihan bayi agar bayi tumbuh sehat.

B. ADAT PENIKAHAN
1. Serah-serahan
Tahapan yang pertama adalah keluarga calon mempelai laki-laki mendatangi
kediaman keluarga calon mempelai perempuan dengan tujuan melamar putri keluarga
tersebut untuk menjadi istri putra mereka. Sembari mengutarakan maksudnya itu, keluarga
laki-laki membawa serah-serahan atau yang diartikan sebagai barang-barang yang
mempunyai makna tersendiri, seperti cincin, makanan tradisional, dan yang lainnya.
2. Siraman
Ritual yang satu ini bertujuan untuk membersihkan jiwa pengantin.
Diselenggarakan sebelum proses akad nikah, biasanya satu atau dua hari sebelumnya di
kediaman calon mempelai perempuan. Urutan tahapannya yaitu calon pengantin memohon
doa restu kepada kedua orangtuanya, kemudian calon pengantin laki-laki dan
perempuan duduk di tikar pandan dan disiram oleh pinisepuh, yakni orang yang ‘dituakan’
dan orang lain yang telah ditunjuk. Terakhir, calon pengantin disiram air kendi oleh ibu
bapaknya.
3. Paes atau Ngerik
Persis setelah siraman, upacara paes dilakukan di kamar calon mempelai
perempuan. Bukan hanya oleh si calon mempelai saja, tapi upacara ini diikuti juga oleh ibu
calon mempelai, dan beberapa ibu-ibu sepuh lainnya. Yang dimaksud dengan ngerik ialah
mengerik atau menghilangkan rambut-rambut halus di wajah calon mempelai
perempuan agar nampak bersih dan wajahnya jadi bercahaya.
4. Dodol dawet
Setelahnya, ada acara dodol dawet atau menjual dawet. Penjualnya adalah ibu calon
mempelai perempuan yang dipayungi oleh ayah calon mempelai perempuan. Sementara itu,
yang berperan sebagai pembelinya ialah para tamu dan saudara yang hadir. Mereka
menggunakan pecahan genting sebagai uang untuk membeli dawet tersebut. Prosesi ini
melambangkan agar dalam upacara pernikahan yang akan dilangsungkan, dikunjungi
banyak tamu dan dawet pun laris terjual.
5. Midodareni
Prosesi adat pernikahan Jawa yang selanjutnya adalah midodaren.
Kata midodaren sendiri berasal dari bahasa Jawa, yaitu 'widodari' atau bidadari dalam
bahasa Indonesia. Upacara ini dilangsungkan pada malam hari setelah prosesi siraman,
yang dimaksudkan menjadikan sang mempelai perempuan secantik Dewi Widodari. Pada
malam midodareni ini, keluarga calon mempelai pria berkunjung ke rumah calon mempelai
perempuan untuk mempererat tali silaturahmi.
6. Upacara panggih
Prosesi dimulai dengan datangnya calon mempelai pria dan rombongan ke
kediaman calon mempelai perempuan, yang berhenti di depan pintu masuk rumah. Pada sisi
rombongan mempelai laki-laki, ada 2 orang lelaki muda atau 2 orang ibu membawa
masing-masing serangkaian bunga yang disebut kembar mayang. Salah satunya membawa
sanggan yang dibungkus daun pisang dan ditaruh di atas nampan. Sanggan diserahkan
kepada ibu mempelai perempuan. Sedangkan kembar mayang dibawa keluar area rumah
dan dibuang ke jalan di dekatnya, dengan maksud agar upacara pernikahan selalu berjalan
lancar tanpa gangguan.
7. Upacara balangan suruh
Masih di titik yang sama dengan upacara panggih tadi, jarak antar mempelai kurang
lebih lima langkah. Kedua mempelai akan saling melempari ikatan daun sirih yang diisi
kapur sirih dan diikat benang. Kedua mempelai saling melempar sambil tersenyum,
mempelai laki-laki mengarahkan lemparannya ke arah dada mempelai perempuan, dan
mempelai perempuan meleparnya ke arah paha mempelai laki-laki. Menurut kepercayaan
kuno, daun sirih punya daya untuk mengusir roh jahat dalam diri masing-masing calon
mempelai.

C. ADAT KEMATIAN
Salah satu upacara tradisional dalam adat istiadat kematian jawa adalah upacara
Brobosan. Upacara Brobosan ini bertujuan untuk menunjukkan penghormatan dari sanak
keluarga kepada orang tua dan leluhur mereka yang telah meninggal dunia. Upacara
Brobosan diselenggarakan di halaman rumah orang yang meninggal, sebelum dimakamkan,
dan dipimpin oleh anggota keluarga yang paling tua.
Tradisi Brobosan dilangsungkan secara berurutan sebagai berikut:
1. Peti mati dibawa keluar menuju ke halaman rumah dan dijunjung tinggi ke atas
setelah upacara doa kematian selesai,
2. Anak laki-laki tertua, anak perempuan, cucu laki-laki dan cucu perempuan, berjalan
berurutan melewati peti mati yang berada di atas mereka (mrobos) selama tiga kali
dan searah jarum jam,
3. Urutan selalu diawali dari anak laki-laki tertua dan keluarga inti berada di urutan
pertama; anak yang lebih muda beserta keluarganya mengikuti di belakang.
Upacara tradisional ini menyimbolkan penghormatan sanak keluarga yang masih
hidup kepada orang tua dan leluhur mereka.

Anda mungkin juga menyukai