Jawa Tengah
1. Tradisi Wetonan : Wetonan mempunyai arti keluar. Upacara ini
merupakan peringatan lahirnya seseorang. Peringatan ini bermaksud
untuk mendoakan bayi agar terhindar dari bahaya
10. Tradisi Kenduren : salah satu acara adat yang diadakan sebagai
bentuk rasa syukur kepada Tuhan atas terkabulnya doa dan harapan.
13. Tradisi Larung Sesaji : salah satu tradisi Indonesia dalam bidang
kelautan yang berasal dari Jawa Barat.
19. Tradisi Brobosan : tradisi ketika jenazah diangkat, anak cucu dari
yang meninggal kemudian beriringan menerobos melewati bawah
jenazah tersebut.
Jawa Timur
1. Labuh Sesaji: upacara adat Jawa Timur yang waktunya tahunan
diselengarakan di Telaga Sarangan, diadakan pada bulan Ruwah,
hari Jum’at Pon yang bertujuan sebagai ucapan terima kasih dari
masyarakat kepada Tuhan Yang Maha Esa.
2. Kasodo : salah satu upacara adat Jawa Timur yang
diselenggarakan setiap tahun pada bulan purnama. Tujuannya
adalah masyarakat Tengger memohon panen yang berlimpah atau
meminta tolak bala dan kesembuhan atas berbagai penyakit .
3. Kasada : adat Jawa Timur bagi masyarakat Suku Tengger dengan
tujuan salah satu wujud rasa syukur masyarakat Tengger kepada
Tuhan. dilaksanakan pada tanggal 14 sampai 16 bulan Kasada atau
saat bulan purnama tampak di langit secara utuh setiap setahun
sekali.
4. Temu Manten Pegon : proses pertemuan antara pihak mempelai
pengantin laki – laki dengan pihak mempelai pengantin perempuan.
5. Tahlilan Kematian : prosesi kirim doa kepada pihak yang sudah
meninggal dunia supaya arwahnya mendapatkan ketenangan dan
tempat terbaik di sisi Tuhan.
6. Larung Ari –Ari : adat Jawa Timur dalam bentuk kegiatan Melarung
atau menghanyutkan ari – ari si jabang bayi, dilaksanakan dengan
diiringi proses menyanyikan tembang Macapat yaitu Dhandhang Gula.
7. Nakokake : prosesi dimana seorang laki – laki yang ingin melamar
seorang gadis pujaannya dengan cara menanyakan atau dalam
bahasa jawa.
8. Peningsetan : proses ramah tamah yang disertai dengan acara
makan bersama antara rombongan pihak pelamar lelaki dengan pihak
yang dilamar perempuan.
9. Tingkepan : dilakukan kepada ibu hamil yang usia kehamilannya
sudah memasuki usia tujuh bulan, alasan dilaksanakannya untuk
pembersihan dan pemohonan doa agar anak dalam kandungannya
bisa lahir dengan selamat hingga ke dunia.
10. Babaran : merayakan kelahiran dari si anak yang sudah selamat
hingga mengirup udara pertamanya di dunia ini.
11. Sepasaran : proses syukuran sebagai ungkapan tanda syukur
karena telah dikaruniai momongan.
12. Pitonan : wujud simbol rasa syukur mereka atas kelahiran sang
buah hati sang sudah diberkahi hingga umur 7 bulan dan bertujuan
mendoakan keselataman, rejeki, serta masa depan sang anak agar
menjadi baik dan sejahtera dalam perkembangan kedepannya.
13. Labuhan Pantai Ngliyep : bertujuan untuk menjaga keselamatan
para nelayan dari ganasnya ombak pantai selatan serta memohon
berkah, dilakukan dengan cara mempersembahkan upeti kepada
penguasa gaib sesuai dengan kepercayaan masyarakat setempat.
14. Tedhak Siten : adanya kepercayaan sementara orang bahwa
tanah mempunyai kekuatan gaib.
15. Upacara Kebo-Keboan Di Banyu Wangi : berawal terjadinya
musibah pagebluk, ketika itu semua warga diserang penyakit dan
tanaman diserang hama. Seorang sesepuh, bernama Mbah Karti
mendapat wangsit dari semedinya di bukit untuk menggelar ritual
kebo-keboan dan mengagungkan Dewi Sri.
Jawa Barat
1. Upacara Sepitan / Khitanan : hanya khusus untuk anak laki-laki
berdasarkan kepercayaan Islam. Tujuannya untuk membersihkan
alat vital laki-laki dari najis dan kotoran. Menurut keyakinan umat
Islam, khitan adalah sunnah yang bersifat wajib.
3. Tradisi Adat dalam Pernikahan Jawa Barat : proses upacara pra akad
nikah dan pasca akad nikah. Upacara sebelum akad nikah adalah
Neundeun Omong, Ngalamar, Seserahan, dan Ngeuyeuk Seureuh.
Adapun beberapa upacara setelah akad nikah adalah Mumunjungan,
Sawer, Nincak Endog, Buka pintu, dan Huap Lingkung.
4. Upacara Adat Tembuni Jawa Barat : upacara adat suku Sunda yang
bertujuan untuk memelihara placenta bayi atau ari-ari. tujuan dari
upacara Tembuni ini adalah supaya si anak bisa tumbuh dan
berkembang menjadi anak yang bahagia tanpa kemalangan apapun
dalam kehidupannya.
5. Adat Nenjrag Bumi : ditujukan kepada anak bayi agar tidak menjadi
ketakutan atau gampang kaget.
6. Upacara Adat Pesta Laut Jawa Barat : Cara melakukan upacara ini
adalah, perahu-perahu nelayan mengangkut sesajen berhias
aksesoris warna-warni untuk memanjakan setiap penontonnya.
tujuan sebagai ungkapan rasa syukur dan memohon keselamatan
saat melaut.
12. Tradisi Cukuran : tradisi ini adalah pencukuran rambut bayi ketika
dia sudah berusia 40 hari.
Tujuan dari tradisi ini untuk mempercantik diri sang anak perempuan
ketika beranjak dewasa.
Bubur Asyura yang ada merupakan salah satu upacara adat Jawa
Barat ini sama sekali tidak ada hubungannya dengan Hari Asyura,
atau hari peringatan wafatnya Imam Husein, cucu Nabi Muhammad
SAW, dalam peristiwa di Karbala.
google
Tradisi Seren Taun adalah sebuah upacara yang intinya mengangkut
padi dari sawah ke lumbung dengan memakai Rengkong (pikulan
khas yang terbuat dari bambu) dan diiringi tetabuhan alat musik
tradisional.
Ciri khas upacara ini terletak pada prosesi laporan segala hasil tani
yang sudah mereka capai untuk dinikmati para pejabat yang
menghadiri upacara ini. Masyarakat setempat menamakan prosesi ini
dengan sebutan Seba.
Upacara adat Jawa Barat yang terakhir ini memiliki nilai religius.
Masyarakat setempat mengenal dengan nama Ngirab atau Rebo
Wekasan.
Tabuik atau Tabot merupakan salah satu tradisi tahunan yang biasa dilakukan
oleh masyarakat Pariaman, Sumatera Barat. Perayaan ini telah dilakukan sejak
puluhan tahun yang lalu, yang diperkirakan sudah ada sejak abad ke-19
Masehi.
Perayaan Tabuik merupakan peringatan hari wafatnya seorang cucu Nabi
Muhammad SAW, Husein bin Ali bin Abi Thalib, pada tanggal 10 Muharram.
Dalam catatan sejarah, Husein beserta keluarganya wafat di hari itu
pada peristiwa Karbala.
Kata tabuik sendiri berasal dari bahasa Arab, tabut, yang berarti “peti kayu”.
Istilah tersebut merujuk pada legenda tentang keberadaan makhluk berwujud
kuda bersayap dan berkepala manusia yang disebut buraq.
Legenda tersebut mengisahkan, setelah wafatnya Husein, sebuah kotak kayu
berisi potongan jenazah Husein diterbangkan ke langit oleh makhluk buraq
tersebut. Berdasarkan legenda inilah, masyarakat Pariaman membuat tiruan
buraq yang sedang mengusung tabut di punggungnya pada perayaan Tabuik
ini.
Menurut cerita yang diterima masyarakat secara turun temurun, tradisi ini
diperkirakan muncul di Pariaman sekitar tahun 1826-1828 Masehi. Pada masa
itu, upacara Tabuik masih begitu kental dengan pengaruh timur tengah yang
dibawa oleh orang-orang keturunan India penganut Syiah.
Sejak tahun 1982, perayaan Tabuik dijadikan sebagai bagian dari kalender
pariwisata Kota Pariaman. Dari situ, terjadi berbagai penyesuaian yang salah
satunya dalam hal waktu pelaksanaan acara puncak dari rangkaian upacara
Tabuik ini.
Jadi, walaupun prosesi awal Tabuik ini dimulai pada tanggal 1 Muharram
sebagai perayaan tahun baru Hijriyah, namun pelaksanaan acara puncak
dalam upacara ini berubah-ubah dari tahun ke tahun, tidak lagi harus 10
Muharram karena menyesuaikan dengan akhir pekan.
Pada upacara Tabuik, terdapat tujuh rangkaian ritual yang dilaksanakan, yaitu
dimulai dengan prosesi mengambil tanah, menebang batang
pisang, mataam, mengarak jari-jari, mengarak sorban, tabuik naik
pangkek, hoyak tabuik, dan membuang tabuik ke laut.
Hari puncaknya adalah pelaksanaan ritual tabuik naik pangkek yang
dilanjutkan dengan hoyak tabuik. Sebagai penutupnya, pada saat menjelang
Maghrib, tabuik tersebut diarak menuju Pantai Gondoriah dan dilarung ke laut.
Setiap tahunnya, puncak acara Tabuik ini selalu disaksikan hingga puluhan ribu
pengunjung yang hadir dari berbagai daerah di Sumatera Barat. Bukan hanya
masyarakat lokal saja, festival ini pun mampu mencuri perhatian dari banyak
turis asing yang membuatnya menjadi perhelatan besar yang diburu setiap
tahunnya.
Upacara Turun Mandi merupakan salah satu ritual adat yang diwariskan secara
turun temurun oleh leluhur masyarakat Minangkabau. Suku Minangkabau
merupakan salah satu suku yang sangat menjunjung tinggi warisan leluhur
mereka, sehingga upacara ini menjadi salah satu budaya yang masih bertahan
hingga kini.
Turun Mandi adalah upacara yang dimaksudkan sebagai ungkapan rasa syukur
kepada Sang Pencipta atas kelahiran seorang bayi. Selain itu, upacara ini juga
memperkenalkan kepada masyarakat bahwa telah muncul keturunan baru dari
sebuah keluarga.
Setelah seluruh prosesi di pemandian selesai, si bayi bersama sang ibu lalu
diarak kembali ke rumah yang diiringi orang-orang yang menghadiri upacara
tersebut. Upacara diakhiri dengan jamuan makan bersama di rumah keluarga
si bayi.
3. Batagak Panghulu
Batagak Panghulu /aadwifalaoli.blogspot.com
Secara umum, upacara Batagak Panghulu ini bukanlah agenda rutin yang
dilaksanakan pada waktu-waktu tertentu, melainkan bersifat kondisional yang
dilaksanakan apabila seorang panghulu adat sudah tiba waktunya untuk
diganti.
4. Batagak Kudo-Kudo
Batagak Kudo-
Kudo /bensradio.com
Batagak Kudo-Kudo merupakan salah satu tradisi yang masih bertahan di
masyarakat Minangkabau, terutama di daerah Pariaman, Sumatera Barat.
Kegiatan ini merupakan tradisi yang sudah cukup lama dilakukan di tanah
Minang.
Frasa batagak kudo-kudo sendiri berasal dari bahasa Minang yang berarti
“menegakkan kuda-kuda”. Batagak Kudo-Kudo adalah upacara yang menjadi
bagian dari proses pendirian sebuah bangunan, baik itu berupa rumah pribadi
atau fasilitas umum seperti rumah ibadah dan jalan raya.
Pada masyarakat Minangkabau, kegiatan beramai-ramai seperti ini biasa
disebut juga dengan istilah baralek. Baralek umum dipakai untuk istilah bagi
keluarga yang sedang mengadakan pesta selamatan, seperti: pesta
pernikahan, perayaan khatam Alquran, dan pesta lainnya termasuk Batagak
Kudo-Kudo ini.
Dalam acara tersebut, masyarakat setempat dari tetangga dan sanak famili
akan diundang untuk menghadirinya. Satu ciri yang mencolok dari tradisi ini
adalah para tamu undangan akan membawa hadiah berupa seng, uang, atau
bahan bangunan lainnya.
Pada saat ini, kegiatan Batagak Kudo-Kudo tidak hanya dihadiri oleh
masyarakat sekitar, melainkan juga dihadiri pada perantau yang berada di luar
kota, terutama jika membangun fasilitas umum. Dengan adanya bantuan dari
para perantau yang telah sukses, maka pembangunan fasilitas umum di
kampung akan lebih cepat selesai.
Balimau adalah tradisi mandi menggunakan jeruk nipis yang dilakukan pada
saat menjelang datangnya bulan Ramadhan. Tradisi ini biasa dilakukan oleh
sebagian kalangan masyarakat Minangkabau yang berada pada kawasan
tertentu yang memiliki aliran sungai atau tempat pemandian.
Tradisi Balimau dipercaya telah dilakukan sejak berabad-abad lalu yang
diwariskan secara turun temurun sampai sekarang. Esensi dari tradisi ini adalah
mensucikan diri secara lahir dan batin sebelum memasuki bulan Ramadhan
untuk menjalankan ibadah puasa.
Mensucikan diri secara lahir dapat diartikan sebagai mandi yang bersih. Bukan
hanya di Sumatera Barat, tradisi Balimau juga biasa dilaksanakan di berbagai
daerah lain, seperti masyarakat Kampar, Batam, hingga Lampung.
Pada zaman dahulu, tidak semua orang bisa mandi dengan bersih, baik karena
belum adanya sabun, kekurangan air, maupun sibuk bekerja atau sebab yang
lain. Pada saat itu, pengganti sabun di beberapa wilayah di Minangkabau
adalah limau atau jeruk nipis, karena sifatnya yang melarutkan minyak atau
keringat di badan.
Dalam tradisi Balimau ini, sebenarnya ada kewajiban memisahkan kaum wanita
dengan laki-laki agar tidak bertentangan dengan syariat Islam. Atau bahkan,
kaum wanita tidak perlu turun ke sungai atau pantai untuk mandi, agar tidak
bercampur dengan lelaki.
Namun seiring berjalannya waktu, tradisi ini terus berkembang bukan hanya
sebagai pelaksanaan suatu tradisi, melainkan juga sebagai ajang rekreasi.
Maka dari itu, kaum wanita disarankan tetap memakai pakaian lengkap saat
ber-balimau untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.
Hingga saat ini, bukan hanya masyarakat Melayu dan Minang saja yang
melaksanakan tradisi Balimau ini, masyarakat dari berbagai suku pun juga ikut
memeriahkan tradisi ini sebagai ajang rekreasi.
6. Makan Bajamba
Makan Bajamba /budaya-indonesia.org
Di antara adab dalam tradisi ini adalah para peserta hanya mengambil
makanan yang ada di hadapannya, setelah mendahulukan orang yang lebih
tua mengambilnya. Cara duduk yang telah ditentukan bagi laki-laki dan
perempuan tersebut juga merupakan bagian dari adab.
Selain itu, makan juga dilakukan dengan hati-hati dan pelan-pelan untuk
menghindari tercecernya nasi. Peserta juga diwajibkan menghabiskan
makanan yang sudah disediakan, sampai tidak tersisa lagi sebutir nasi pun di
piring.
Budaya Makan Bajamba ini juga memiliki nilai budaya yang cukup dalam, yaitu
memunculkan rasa kebersamaan tanpa melihat perbedaan status sosial. Selain
itu, juga mengajarkan adab-adab makan dalam ajaran Islam untuk
diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
7. Pacu Jawi
Pacu Jawi /wikipedia.org
Pacu Jawi dalam bahasa Minang berarti “balapan sapi”. Tradisi ini merupakan
olahraga tradisional yang biasa diselenggarakan di Kabupaten Tanah Datar,
Sumatera Barat.
Setiap tahun, tradisi ini diselenggarakan secara bergiliran selama empat pekan
di empat kecamatan di Tanah Datar, yaitu: Kecamatan Pariangan, Kecamatan
Rambatan, Kecamatan Lima Kaum, dan Kecamatan Sungai Tarab.
Sekilas memang tradisi Pacu Jawi ini mirip dengan Karapan Sapi yang ada di
Madura. Namun bedanya, Karapan Sapi di Madura diselenggarakan di tanah
lapang yang kering, sementara Pacu Jawi diadakan di sawah-sawah sehabis
panen dan dalam kondisi berlumpur.
Selain itu, dengan dikendarai oleh seorang joki, sapi-sapi dalam ajang Pacu
Jawi dilepas perpasangan tanpa lawan tanding. Tiap pasang sapi berlari secara
bergiliran dan tidak ada ketentuan menang-kalah secara resmi. Bukan seperti
Karapan Sapi yang memang dilombakan dan diadu dengan lawan tanding.
Sementara itu, penonton Pacu Jawi akan menilai sapi-sapi tersebut terutama
berdasarkan kecepatan dan kemampuannya berlari dengan lurus. Tak jarang
juga ada orang-orang yang akan membeli sapi-sapi unggulan dengan harga
yang jauh di atas harga normal.
Budaya Pacu Jawi sebenarnya sudah ada sejak ratusan tahun yang lalu. Pada
awalnya, tradisi ini merupakan kegiatan yang biasa dilakukan oleh para petani
selepas musim panen untuk mengisi waktu luang sekaligus sebagai hiburan
bagi masyarakat setempat.
Namun dalam perkembangannya, tradisi ini kini menjadi sebuah ajang budaya
tahunan yang disebut Alek Pacu Jawi. Belakangan, acara ini telah menjadi
sebuah atraksi wisata yang mendapat dukungan dari pemerintah.
Selain itu, budaya Pacu Jawi juga sampai menarik minat para fotografer
nasional maupun internasional. Untuk mengambil gambar yang bagus, para
fotografer ini seringkali harus mendekat ke lintasan dan mengambil resiko
terkena cipratan lumpur atau tertabrak sapi.
Meski begitu, beberapa hasil foto dengan objek Pacu Jawi telah berhasil
memenangkan berbagai ajang lomba fotografi. Foto-foto Pacu Jawi bahkan
telah menerima berbagai penghargaan, seperti: World Press Photo of the
Year, Hamdan International Photography Award, serta Digital Camera
Photographer of the Year oleh koran The Daily Telegraph.
8. Tradisi Kerik Gigi
Kerik Gigi /guideku.com
Kerik Gigi merupakan sebuah tradisi yang biasa dilakukan oleh masyarakat
Suku Mentawai, khususnya bagi kaum wanita. Suku Mentawai merupakan
etnis masyarakat yang mendiami Kepulauan Mentawai yang terdiri dari Pulau
Siberut, Sipora, Pagai Utara, dan Pagai Selatan.
Tradisi ini dilakukan oleh kaum wanita sebagai simbol bahwa dirinya telah
cukup dewasa. Bagi masyarakat Mentawai, gigi yang runcing merupakan
simbol kecantikan seorang wanita.
Selain sebagai kecantikan, tradisi Kerik Gigi juga bertujuan untuk memberikan
kedamaian dalam hidup. Menurut kepercayaan, melakukan ritual Kerik Gigi ini
akan membuat jiwa mereka dipenuhi dengan kebahagiaan dan kedamaian
jiwa.
Tentu, prosesi ritual Kerik Gigi ini sangat menyakitkan. Kerik Gigi dilakukan
oleh tetua adat tanpa ada pembiusan atau anastesi. Bahkan, alat-alat yang
dipakai juga tidak dilakukan proses sterilisasi. Biasanya, alat yang digunakan
berupa besi atau kayu yang telah diasah hingga tajam untuk mengerik gigi.
9. Upacara Pakilia
Pakilia /lokadata.com
Satu-satunya sikebbukat uma di Sikaraja yang memahami adat Pakilia ini yaitu
Taleku. Teteu Taleku juga dikenal dengan panggilan Teteu Bigen karena
pernah menghitamkan rambutnya sendiri yang semuanya hampir memutih.
Baca juga: 7 Upacara Adat Sumatera Utara, Mengulik Budaya Tanah Toba
Pemberian gelar ini dilakukan oleh tetua adat di desa tersebut. Nama yang
digunakan sebagai gelar adalah nama warisan turun temurun dari keluarga
mempelai laki-laki tersebut.
Sumber :
Slideshare
Pada poin yang pertama ini, kita masuk kepada tradisi yang terkenal di
Kalimantan Barat yang bernama Saprahan. Pada adat istiadat suku Melayu,
kata Saprahan berasal dari kata “saprah” yang memiliki arti berhampar, yaitu
budaya makan bersama (bareng) dengan cara duduk lesehan atau bersila di
atas lantai secara berkelompok. Jumlah orang yang makan pada setiap
kelompok mencapai enam orang.
Akan ditemukan menu hidangan diantaranya, nasi putih atau nasi kebuli,
semur daging, sayur dalca, sayur paceri nanas/terong, selada, acar telur,
sambal bawang dan sebagainya. Lalu untuk minuman yang disajikan ialah air
serbat berwarna merah.
2. Tradisi Nyagahatan
Tradisi Nyagahatan juga berasal dari daerah Kalimantan Barat. Pada
pelaksanaan tradisi Nyagahatan umumnya ada yang ditunjuk sebagai
pemimpin yang dalam hal ini biasanya dipimpin oleh petugas adat yang
menangani padi yang disebut Tuha Tahut. Kebiasaan adat ini dilaksanakan
pada sebuah tempat di dekat sawah (Panyugu).
Sumber : Jejakrekam
Berikut ini merupakan tradisi yang berlaku juga di propinsi Kalimantan Barat
yang bernam Ba’ayun Maulid. Apa yang beda dengan pelaksanaan Maulid di
daerah lain? Pada pelaksanaan Ba’ayun Maulid di Kalbar, ada acara
pembacaan syair- syair Maulid, disertai dengan prosesi dan ritual budaya
Ba’ayun Anak, karena pelaksanaannya bertepatan dengan perayaan Maulid
maka disebut juga Ba’ayun Maulid.
Ada pun lokasi pelaksanaanya adalah di dalam Mesjid atau biasa disebut
mesjid keramat. Tujuan dari ritual ini supaya agar anak senantiasa sehat,
cerdas, berbakti kepada orang tua dan taat beragama, sangat kontras dengan
tempatnya yang dikeramatkan.
4. Tradisi Gawai Makai Taun
Sumber :
Butew.com
Tradisi Gawai Makai Taun merupakan upacara tahun baru sebagai ucapan
syukur kepada Petara (tuhan) atas rezeki yang telah diberikan dan memohon
berkah-Nya untuk tahun yang akan datang. Kegiatan ini berdasarkan
keyakinan masyarakat setempat.
Jika merujuk pada agama Islam yang mengajarkan hal rezeki, ada catatan
penting yang harus diterapkan. Selain mengharapkan bertambahnya rezeki
bagi seorang hamba, rezeki yang datang harus selalu bersamaan dengan
keberkahan pula.
Sumber :
Kumparan
Naik Dango adalah acara rutin tahunan yang diadakan masyarakat Dayak di
Kalimantan Barat sebagai ungkapan rasa syukur kepada Nek Jubata (sang
pencipta) atas panen padi yang didapatkan pada musim panen tiba.
Masyarakat ada juga memohon kepada Jubata agar hasil panen tahun depan
bisa lebih baik. Kemudian masyarakat dihindarkan dari bencana dan
malapetaka.
Kebiasaan adat Naik Dango ini didasari mitos asal mula padi menjadi popular
di kalangan orang Dayak Kalimantan Barat, yakni cerita “Ne Baruankng
Kulup” yaitu Kakek Baruangkng Yang Kulup karena tidak sunat. Acara ini
menyajikan Nyangahathn (pembacaan mantra), dan juga ditampilkan
berbagai bentuk budaya tradisional seperti permainan tradisional, dan
berbagai bentuk kerajinan yang juga bernuansa tradisional.
Sumber :
dictio
Upacara Nebe’e Rau/ Tanam Padi ini ialah upacara tahunan yang harus
dilaksanakan oleh masyarakat setempat untuk kepentingan bersama.
Upacara ini merupakan bentuk dari rasa syukur masyarakat Dayak atas
ladang mereka yang bisa ditanami padi dengan harapan hasil yang mereka
tanam sangat berlimpah.
Yang membuat unik dari upacara ini adalah pada durasi waktu
pelaksanannya, yaitu upacara ini dilangsungkan selama satu bulan, disitu
banyak sekali adat-adat Dayak yang dilakukan, diawali dari memberi
makanan sang raja kampung (to’q) untuk menjaga kampung agar selalu
terjaga dari kejahatan dan ancaman yang tidak diinginkan.
9. Tradisi Ngerangka’u
Kini kita sampai pada kegiatan adat di Kalbar yang bernuansa dengan
kematian warga masyarakat adat yang bernama Ngerangka’u. Kata lain dari
Ngerangka’u adalah Kematian yang bagi masyarakat Dayak Tunjung begitu
sakral sifatnya. Mereka meyakini kegiatan ini bentuk dari kekeluargaan
mereka untuk memberikan kenyamanan kepada Almarhum/mah ketika
berada di sisi Tuhan. Umumnya, upacara Ngerangka’u ini digelar usai 40
(empat puluh) hari setelah kematian.
Sumber :
Blogger
Seperti pada umumnya, pernikahan menjadi suatu kegiatan yang sakral untuk
dilaksanakan. Setiap daerah, dari Sabang sampai Merauke memiliki ciri khas
tertentu dalam penggelarannya.
Sumber : kabarkukar
Pada poin ini, pembahasannya tradisi adat di Kalimantan Barat yang bernama
Upacara Dahau. Arti dari tradisi ini adalah pemberian nama Anak. Kebiasaan
adat ini merupakan upacara dari keturunan bangsawan atau orang
terpandang dikampung dan hanya yang mampu saja yang bisa membuat
upacara tradisional ini. Pada pelaksanannya, upacara Dahau ini dibuat besar-
besaran dan undangannya dari berbagai tempat yang didiami Dayak. Butuh
waktu selama 1 bulan untuk melaksanaannya. Selama kegiatan, banyak
pertujukkan yang disajikan, seperti ritual-ritual adat daerah setempat.
Sumber :
voinews
Tradisi Ritual Tiwah merupakan upacara tradisional di Kalimantan Barat yang
menghubungkan dengan orang yang sudah meninggal, yaitu mengantarkan
tulang belulang kerangka orang mati menuju suatu rumah yang ukuran kecil.
Rumah tersebut memang sengaja di buat untuk menyimpan tuang belulang
orang yang meninggal. Warga sekita menamakan rumah tersebut dengan
nama Sandung.
Sumber :
Umm
Tradisi Wadian juga termasuk bagian upacara yang berlaku di Kalimantan
Barat. Tradisi Wadian ini ialah upacara pengobatan pada suku Dayak Bawo
atau Bulian pada suku Melayu pedalaman (Suku Melayu Petalangan/Suku
Talang mamak). Wadian merupakan salah satu upacara adat suku Dayak
(Dusun, Maanyan, Lawangan, Bawo) yang menganut Kaharingan diantaranya
dalam rangka pengobatan terhadap orang sakit. Pada zaman dahulu kala,
saat pengobatan medis tidak semaju saat ini, masyarakat Dayak
memanfaatkan jasa Wadian untuk mengobati sakit yang mereka derita atau
alami.
Untuk waktu pelaksanaan tradisi ini sangat tergantung dari parah tidaknya
penyakit yang diderita. Biasanya, upacara Wadian dapat berlangsung selama
7 hari. Berdasrkan informasi yang didapatkan, jenis Wadian antara lain: ada
Wadian Pangunraun (Pangunraun Jatuh,Pangunraun Jawa), Wadian Dapa,
Wadian Tapu Unru, Wadian Dadas, Wadian Bawo, Wadian Bulat. Seiring
berjalannya waktu, pengobatan model wadian telah dikembangkan
sedemikian rupa dan menjadi salah satu kesenian daerah yang dapat
dinikmati sebagai sebuah atraksi kesenian yang menghibur selain mengobati.
1. Upacara Ngaben
2. Baliya Jinja
Lirik syair yang disenandungkan juga berisi puji-pujian yang ditujukan kepada
Yang Maha Kuasa agar berkenan menghilangkan segala gangguan setan dan
jin, serta mengembalikan kesehatannya seperti sediakala.
Dalam prosesinya, ritual Baliya Jinja dibagi menjadi dua jenis, yaitu sesajian
yang dilarung ke laut atau dibuang di gunung. Dalam sesajiannya pun, ada
beberapa macam, ada adat 9 dan adat 7. Angka-angka tersebut berkaitan
dengan jumlah sesajian yang dikorbankan, berupa ada sesaji inang, gambir,
tembakau, dan lain sebagainya.
3. Upacara Rakeho
Rakeho /goodnewsfromindonesia.id
Setelah bayi lahir, dukun tersebut akan menutup kedua telinganya dengan
kepingan uang logam dan memotong tali pusar di atas uang logam 100 perak
meggunakan benji (sembilu dari bambu).
Selesai pemotongan, ujung tali pusar yang tadinya berhubungan dengan si
bayi tersebut lalu diikat menggunakan bana (benang) atau titinggi
nggaluku (serat sabut kelapa merah yang masih muda), atau sering juga
menggunakan lui kuli nusuka (serat kulit kayu balinjau).
Sementara itu, si bayi dimandikan menggunakan air hangat kuku yang biasa
disebut dengan uwe longo. Sedangkan sang ibu dari bayi tersebut dibersihkan
dan diberi obat-obatan tradisional agar kekuatannya pulih kembali.
Tembuni yang merupakan bagian dari bayi tersebut oleh masyarakat setempat
dianggap sebagai saudara dari sang bayi. Tembuni tersebut akan disimpan
selama seminggu dengan dibungkus menggunakan kain kuning dalam sebuah
belanga tanah yang telah diberi garam dan asam.
Di atas belanga tersebut dihias dengan empat tusuk bawang dan kunyit
sebagai hiasan agar tembuni merasa mendapat pelayanan dan hiburan
sehingga tidak lagi mengganggu saudaranya. Dengan begitu, sang bayi tidak
selalu menangis atau tersenyum saat tidur karena diganggun oleh saudaranya
(tembuni).
Dalam upacara tersebut, disediakan dua buah lubang yang selain untuk
menanam tembuni, juga untuk menanam bibit kelapa. Pohon kelapa yang
ditanam tersebut adalah penanda usia sang anak, sekaligus sebagai penghibur
bagi tembuni dan menggembirakan sang anak ketika telah tumbuh besar.
7. Malabot Tumpe
Malabot Tumpe /sultengprov.go.id
Januari
Desa Bena. Foto: Wego Photo
Contest/Valentino Luis
Sejenis thanksgiving yang digelar untuk menyambut Tahun Baru, upacara adat
Reba biasanya ditandai dengan acara makan ubi dan tarian tradisional Besa Uwi.
Ubi, yang disebut uwi, dianggap sebagai sumber kehidupan bagi masyarakat yang
hidup di Kabupaten Ngada. Itu sebabnya, pada kesempatan tersebut mereka
mempersembahkan lagu untuk memuja ubi, judulnya O Uwi.
Sebelum upacara adat Reba dibuka, mosalaki atau kepala adat dari masyarakat
Desa Bena akan menyusun kalender budaya untuk rentang setahun. Ia
menyusunnya dalam tempat yang disebut lanu.
Hampir semua masyarakat Kabupaten Ngada ikut merayakan upacara adat Reba.
Waktunya bervariasi, ada yang merayakan di pengujung Desember, Januari, dan
ada pula yang baru merayakannya pada akhir Februari.
Peristiwa:Â Bijaulungu Hiupaana
Lokasi:Â Anakalang, Kabupaten Sumba Barat (Pulau Sumba)
Bijaulungu  Hiupaana adalah ritual sakral bagi pemeluk Marapu, kepercayaan tua
di Pulau Sumba. Upacara tersebut merupakan bentuk ungkapan syukur dan
penanda dimulainya musim tanam, sehingga masyarakat mulai menyiapkan
perlengkapan bertanam dan benih bagi ladang-ladang mereka.
Februari
Peristiwa:Â Pasola
Lokasi:Â Desa Lamboya dan Desa Kodi, Kabupaten Sumba Barat (Pulau Sumba)
Tradisi perang kuno pasola adalah bentuk ungkapan syukur masyarakat Sumba atas hasil
panen mereka. Kelompok yang berperang terdiri dari orang-orang pilihan. Mereka menunggang
kuda yang sudah didekorasi dengan hiasan berwarna-warni, lalu saling melempar tombak kayu
sehingga pihak lain terluka. Menurut kepercayaan setempat, darah pemain pasola dipercaya
akan menyuburkan tanah. Adapun, pasola biasanya digelar sesudah Festival Bau Nyale –
tradisi mencari cacing laut yang setahun sekali muncul pada malam hari hingga subuh.
Peristiwa:Â Pahoru
Lokasi:Â Bhodo, Kabupaten Sabu Raijua (Pulau Sabu)
Tradisi Pahoru adalah bentuk ungkapan syukur kepada Sang Pencipta, biasanya
diikuti pertarungan antar anak laki-laki dan parade kuda. Malam harinya, acara
dilanjutkan dengan Padoa – tarian adat yang terkenal di kalangan anak muda
setempat. Hiburan Padoa biasa dipertunjukkan di Pantai Bhodo yang berjarak 2
kilometer dari Seba, ibu kota Kecamatan Sabu Barat, Kabupaten Sabu Raijua.
Maret
Semana Santa. Foto: Antara/Ismar
Patrizki
Prosesi yang disebut Semana Santa tersebut digelar mulai dari akhir Maret sampai
awal April di Kota Reinha Rosari, Larantuka. Prosesi mengarak Patung Tua Ma atau
patung Bunda Maria tersebut diikuti oleh seluruh umat Katolik yang ada di Kota
Larantuka dan daerah tetangga. Beberapa umat juga datang dari berbagai penjuru
dunia, khusus untuk menyaksikan prosesi yang telah berusia 6 abad itu. Kalau kamu
berencana datang untuk melihat langsung prosesi tersebut, jangan lupa juga
berkunjung ke desa-desa adat fantastis di sekitarnya seperti Muda Keputu, Kawaliwi,
Riang Kemie, Wurek Adonara, dan Kongo.
Peristiwa:Â Pate Baloi
Lokasi:Â Takpala, Kecamatan Lembor Barat, Kabupaten Alor (Pulau Alor)
Pate Baloi adalah upacara pembukaan musim tanam di Kampung Takpala. Acara
tersebut biasa berlangsung pada minggu kedua Maret dan ditandai dengan
pemancangan bambu, membelah pinang, dan makan bersama sambil diiringi tarian
tradisional Lego-Lego. Lokasi Kampung Takpala tidak jauh dari objek wisata
bahari Pulau Pantar.
April
Peristiwa:Â Perburuan Paus
Lokasi:Â Lamalera, Kabupaten Lembata (Pulau Lembata)
Aksi berburu paus secara tradisional di Lamalera telah berlangsung sejak ratusan
tahun lalu. Tradisi peninggalan nenek moyang tersebut biasa berlangsung di sekitar
perairan Lamalera saja. Hasil buruan paus akan ditukar dengan jagung, beras, ubi,
pisang, dan pangan lain dari masyarakat gunung. Adapun, daging paus dibagikan
kepada semua warga kampung, terutama janda dan fakir miskin.
Acara tersebut biasa digelar antara bulan April dan Mei. Selain itu, di sekitar lokasi
juga terdapat objek wisata lain yakni pantai berpasir putih di Desa Bean dan
museum yang bisa memberikan informasi tentang tradisi berburu paus masyarakat
setempat yang berlokasi di Desa Benhading.
Peristiwa:Â Pawai Paskah
Lokasi: Kota Kupang (Pulau Timor)
Pawai Paskah digelar dengan meriah di Kota Kupang. Beraneka kendaraan dengan
dekorasi tentang perjalanan Yesus akan memadati jalanan dan selanjutnya
berparade keliling kota.
Mei
Peristiwa:Â Bei Mau
Lokasi:Â Betun, Kecamatan Malaka Tengah, Kabupaten Belu (Pulau Timor)
Upacara adat dari Desa Betun ini dihadiri oleh banyak suku setempat. Mereka akan
berkumpul dalam rumah adat besar, lalu menyembelih ternak. Sepanjang ritual
berlangsung, wisatawan juga bisa melihat tarian adat setempat dimana penari
menari sambil menabuh sebuah kendang atau lebih terkenal dengan sebutan Tari
Likurai.
Ungkapan syukur masyarakat atas hasil panen yang baik dirayakan dengan pawai kuda yang
diiringi dengan alat musik tradisional seperti gong dan gendang, pembacaan puisi adat, nyanyi-
nyanyian rakyat. Setelah Hole selesai, acara dilanjutkan dengan berlayar dengan perahu
tradisional, acara perang adat, adu ayam, dan malam hari ditutup dengan Pado’a atau
pertunjukkan tari tradisional.
Juni
Peristiwa:Â East Nusa Tenggara Expo, disingkat ENTEX
Lokasi:Â Kota Kupang (Pulau Timor)
ENTEX adalah pameran yang menampilkan seluruh budaya dan potensi wisata
yang ada di Nusa Tenggara Timur. Acara tersebut dihadiri juga oleh pemerintah
kabupaten dan peserta lain. ENTEX merupakan kesempatan yang bagus buat kamu
yang penasaran dengan budaya masyarakat Nusa Tenggara Timur. Selama
pameran berlangsung, digelar pula festival tari tradisional dan penampilan lagu-lagu
rakyat.
Peristiwa:Â Balapan kuda
Lokasi:Â Tanjung Bastian, Kabupaten Timor Tengah Utara (Pulau Timor)
Acara balap kuda rutin digelar di Tanjung Bastian, lebih tepatnya di Kampung Humucu. Selain
menyaksikan acara tersebut, kamu juga bisa berkunjung ke desa tradisional Tamkesi, istana tua
milik Kerajaan Insana, dan Gua St Mary di Bitauni.
Juli
Festival ini digelar di sekitar danau tiga warna Gunung Kelimutu. Selain
menampilkan tari-tarian tradisional, wisatawan juga bisa melihat langsung
kebudayaan masyarakat setempat.
Peristiwa: Hoes Ndeo
Lokasi:Â Rote Barat Laut, Kabupaten Rote Ndao (Pulau Rote)
Upacara Hoes Ndeo digelar enam hari berturut-turut antara bulan Juli dan Agustus
di Desa Boni, berjarak 12 kilometer dari ibu kota Kabupaten Rote Nda, Ba’a.
Upacara tersebut dipersembahkan bagi dewa laut. Beberapa pertunjukkan yang bisa
disaksikan selama upacara berlangsung antara lain pertunjukkan menunggang
kuda, tari tradisional yang diiringi alat musik gong dan kebelai, lagu-lagu rakyat,
serta pembacaan puisi adat.
Agustus
Peristiwa:Â Festival Cepi Watu
Lokasi:Â Kabupaten Manggarai Timur (Pulau Flores)
Festival tahunan ini digelar untuk memperingati HUT kemerdekaan RI. Pertunjukkan
adat yang bisa disaksikan selama festival berlangsung antara lain danding, mbata,
sae, dan Tari Caci.
Peristiwa:Â Balap kuda
Lokasi:Â Waikabukbak, Kabupaten Sumba Barat (Pulau Sumba)
Ini adalah balapan kuda kelas nasional yang rutin digelar di Waikabukbak,
Kabupaten Sumba Barat.
Peristiwa: Pameran Pembangunan
Lokasi:Â Arena Pameran Fatululi, Kota Kupang (Pulau Timor)
Even tahunan ini biasa diramaikan oleh pengusaha lokal dan pemerintah
kabupaten/kota yang ada di Nusa Tenggara Timur.
Peristiwa:Â Pasola
Lokasi:Â Wewewa, Kabupaten Sumba Barat (Pulau Sumba)
Tradisi ini berawal dari Wanokaka, Loli, dan Kecamatan Wewewa. Digelar keluarga
petani sebagai ungkapan syukur atas berlimpahnya hasil panen, pasola yang satu
ini biasa berlangsung di tengah-tengah sawah.
September
Peristiwa: Loka Po’o
Lokasi:Â Kabupaten Sikka (Pulau Flores)
Upacara sakral ini digelar untuk mengenang arwah nenek moyang. Sepanjang upacara,
berlangsung pertunjukkan lagu rakyat dan puisi yang diiringi permainan gong dan gendang.
Even selancar internasional tersebut digelar di Pantai Nembrala yang terkenal akan ombaknya
yang menantang dan pantai pasir putihnya yang indah.
Oktober
Peristiwa:Â Festival Nusak Sasando
Lokasi:Â Ba’a, Kabupaten Rote Ndao (Pulau Rote)
Festival Nusak Sasando digelar untuk mempertunjukkan keindahan bunyi alat musik
sasando, sejenis harpa tradisional yang berasal dari Pulau Rote.
Digelar di Desa Detusoko, upacara adat tersebut berfungsi sebagai syukuran untuk
musim tanam dan upacara tolak bala dari segala bentuk kemalangan.
Peristiwa:Â Upacara Riput
Lokasi:Â Tabundung, Sumba Timur (Pulau Sumba)
Upacara Riput digelar di Desa Tabundung. Dalam upacara tersebut, wisatawan bisa
melihat langsung proses pembuatan tenun ikat yang menurut sejarah berasal dari
India kuno. Saat ini, tenun ikat tersebut menjadi kain tradisional bagi masyarakat
setempat.
November
Bangunan suci penganut Marapu. Foto:
Peristiwa:Â Wulla Poddu
Lokasi:Â Sumba (Pulau Sumba)
Upacara adat untuk menyambut bulan suci bagi pemeluk Marapu ini biasa digelar
dengan acara sembelih ayam. Masing-masing kepala suku dari para penganut
Marapu akan mewakili acara penyembelihan tersebut.
Wulla Poddu yang dikenal juga dengan nama Bulan Pemeli berlangsung selama 30
hari di bulan November.
Turnamen ini digelar di tiga lokasi antara lain di perairan Kabupaten Sumba Barat,
Pantai Tablolong Kupang, dan berakhir di Rote Ndao. Kompetisi mancing
internasional diikuti peserta dari dalam negeri dan luar negeri.
Desember
Peristiwa:Â Toja Bobu
Lokasi:Â Lela, Kabupaten Sikka (Pulau Flores)
Toja Bobu merupakan pertunjukkan sendratari tradisional yang bercerita tentang
Putri Raja Prinseja yang dilamar saudagar Portugis bernama Maskadar.
Upacara adat pertama yang ada di Papua adalah upacara Bakar Batu. Bakar Batu
sendiri merupakan ritual memasak bersama yang dilakukan masyarakat Papua
dengan cara yang unik. Upacara tradisional yang diwariskan secara turun temurun
ini merupakan bagian ritual penting yang biasa dilakukan oleh suku Dani yang
berada di Lembah Baliem, Papua.
Upacara Bakar batu merupakan simbol dari solidaritas masyarakat Papua dan
sebagai ungkapan rasa syukur mereka pada sang pecipta. Proses memasak yang
dilakukaan, yaitu dengan membuat lubang di dalam tanah. Lubang ini kemudian
dilapisi rumput dan diisi dengan batu merah yang telah dipanaskan.
Upacara adat selanjutnya yang ada di Papua adalah upacara Tanam Sasi, yaitu
upacara adat kematian yang biasa dilakukan oleh suku Marind atau Marind-Anim
yang berada di wilayah Papua Barat atau lebih tepatnya di Kabupaten Merauke.
Upacara Taman Sasi menggunakan kayu Sasi sebagai media utama saat proses
upacara berlangsung.
Masyarakat Papua sendiri percaya bahwa ukiran pada kayu Sasi memiliki beberapa
makna mulai dari simbol kehadiran roh para leluhur, simbol perasaan sedih dan
bahagia, simbol kepercayaan terhadap makhluk hidup serta sebagai simbol
keindahan dan karya seni.
Dalam prosesnya, Sasi tersebut ditanam selama empat puluh hari setelah kematian
anggota keluarga. Nah, setelah 1.000 hari ditanam, Sasi tersebut akan dicabut.
Upacara Tanam Sasi biasanya diiringi dengan tarian tradisional Gatsi dan alat musik
Tifa.
3. Upacara Wor
Sumber: liputan.co.id
Upacara Wor adalah upacara adat yang biasa dilakukan oleh suku Biak, suku yang
dikenal sebagai kelompok etnis terbesar yang berada di wilayah tanah Papua.
Upacara Wor berisi nyanyian dan tarian yang dilakukan oleh masyarakat Biak ketika
terdapat kejadian penting seperti kelahiran, pernikahan dan kematian, atau
saat sedang melakukan suatu pekerjaan seperti berlayar, bertani, atau berburu.
Wor sendiri merupakan upacara sakral yang memiliki nilai-nilai budaya serta simbol
kepercayaan masyarakat Biak terkait hubungan mereka dengan sang pencipta,
makhluk hidup dan alam yang menjadi tempat tinggal mereka. Dalam prosesnya,
ritual ini akan dipimpin oleh kepala adat dengan iringan alat musik Tifa sepanjang
ritual.
Mereka mengenakan pakaian adat dari kulit kayu serta menghiasi tubuh mereka
dengan lukisan. Saat ritual berlangsung para penari pria menggunakan hiasan
kepala dari bulu burung Cenderawasih. Sementara penari wanita biasanya
menggunakan aksesori yang terbuat dari kulit kerang.
Sumber: goodnewsfromindonesia.id
Upacara adat lainnya yang cukup terkenal dari Papua adalah tradisi Iki Palek. Ritual
yang satu menjadi hal yang biasa dilakukan oleh suku Dani sebagai bentuk
kesedihan mereka karena kehilangan anggota keluarga. Bagi mereka menangis
bukanlah satu satunya cara untuk menunjukkan kesedihan yang dirasakan.
Setiap ada anggota keluarga yang meninggal. Mereka akan menunjukkan kesedihan
dengan tindakkan yang cukup esktrem, yaitu memotong jari. Bagi mereka rasa sakit
memotong jari dianggap dapat mewakili perasaan sedih yang mereka rasakan
karena kehilangan tersebut.
Baca juga:
Kematian merupakan sesuatu yang tidak diharapkan oleh setiap orang. Meskipun
setiap manusia pada akhirnya harus berpulang, namun tetap saja hal tersebut
menjadi sesuatu yang tidak diinginkan terjadi pada keluarga atau orang-orang yang
disayangi.
Nah, selain tradisi Iki Palek, masyarakat suku Dani juga menjalani tradisi Nasuk
Palek, yaitu tradisi iris daun telinga. Hal itu dilakukan oleh masyarakat suku Dani
untuk mengungkapkan rasa berduka atas anggot keluarga yang meninggal dunia.
Masyarakat suku Dani sendiri menganggap bahwa setiap irisan telinga yang
berkurang adalah bentuk penghormatan mereka pada ayah, ibu, anak, maupun
saudara yang telah meninggal.
Kebudayaan yang ada di Papua memang unik dan menarik untuk diketahui. Suku
Asmat adalah salah satu suku dengan populasi terbesar di Papua. Sama seperti
suku lainnya yang ada di Papua, suku Asmat juga memiliki beberapa ritual atau
upacara penting yang biasa dilakukan. Salah satu yang masih dijalankan hingga
saat ini adalah upacara kematian suku Asmat.
Masyarakat suku Asmat diketahui tidak mengubur mayat anggota suku yang
meninggal. Mereka biasa meletakkan mayat di atas perahu lesung dengan dibekali
sagu dan dibiarkan mengalir ke laut atau membiarkan mayatnya di atas anyaman
bambu hingga membusuk.
8. Snap Mor
Sumber: indon
esiamagz.id
Nah, tradisi adat yang ada di Papua selanjutnya adalah snap mor, yaitu tradisi
menangkap ikan di air laut surut yang dilakukan oleh masyarakat Suku Biak secara
bersama-sama. Tradisi tahunan ini diketahui masih bisa kita lihat hingga saat ini.
Snap mor sendiri merupakan budaya asli masyarakat Biak yang menjadi bagian dari
pesta adat munara.
Snap mor dilakukan pada saat air laut dalam keadaan surut, yaitu pada bulan Juli
hingga Agustus. Tradisi snap mor sendiri menjadi pertanda bahwa suku Biak
memiliki pengetahuan megenai waktu yang tepat untuk mendapatkan ikan. Selain
mengandung nilai-nilai kebersamaan, Snap Mor sendiri sebagai bentuk rasa syukur
masyarakat suku Biak atas berkat yang diberikan sang pencipta.
Beberapa diantaranya, yairu k'bor atau khitan yang di lakukan pada anak laki-laki,
tradisi aro era tu ura, yaitu melubangi daun telinga dan cuping hidung anak
perempuan, dan juga upacara Kiuturu Nandauw, atau biasa disebut dengan
Kakarukrorbun, yaitu upacara adat potong rambut pertama kali ketika anak
menginjak usia 5 tahun.