Anda di halaman 1dari 17

UPACARA ADAT DI PULAU JAWA

UPACARA ADAT JAWA TIMUR


1. Labuh Sesaji

Labuh Sesaji via Okezone


Labuh Sesaji merupakan upacara adat Jawa Timur yang waktunya tahunan diselengarakan di
Telaga Sarangan. Tradisi ini diadakan pada bulan Ruwah, hari Jum’at Pon yang bertujuan
sebagai ucapan terima kasih dari masyarakat kepada Tuhan Yang Maha Esa. Masyarakat
Jawa Timur beranggapan Telaga Sarangan merupakan hadiah dari Tuhan. Telaga tersebut
dianggap mendatangkan kemakmuran bagi masyarakat Magetan khususnya dan Indonesia
pada umumnya.

2. Kasodo

Kasodo via wisatabromotour.com


Upacara Kasodo adalah salah satu upacara adat Jawa Timur yang diselenggarakan setiap
tahun pada bulan purnama. Tujuan upacara tersebut, masyarakat Tengger memohon panen
yang berlimpah atau meminta tolak bala dan kesembuhan atas berbagai penyakit.
Tradisi ini dilakukan dengan mempersembahkan sesaji dengan melemparkannya ke kawah
Gunung Bromo. Masyarakat Tengger lainnya harus berada di tebing kawah dan meraih untuk
menangkap sesaji yang dilemparkan ke dalam kawah.
Kasada termasuk salah satu upacara adat Jawa Timur bagi masyarakat Suku Tengger. Tujuan
tradisi ini adalah salah satu wujud rasa syukur masyarakat Tengger kepada Tuhan.
Konon kabarnya, kebiasaan ini adalah upacara untuk memperingati pengorbanan seorang
Raden Kusuma anak Jaka Seger dan lara Anteng. Biasanya, upacara ini dilaksanakan pada
tanggal 14 sampai 16 bulan Kasada atau saat bulan purnama tampak di langit secara utuh
setiap setahun sekali.

3. Temu Manten Pegon

Temu Manten Pegon via Kompasiana.com


Upacara adat Temu Manten Pegon Jawa Timur adalah proses pertemuan antara pihak
mempelai pengantin laki – laki dengan pihak mempelai pengantin perempuan. Tradisi ini
terkenal di Kota Surabaya. Manten Pegon atau Pengantin Pegon merupakan pengantin yang
dirias sedemikian rupa. Riasan yang dilakukan merupakan akulturasi budaya antara Arab,
Jawa, Belanda, dan China. Gabungan budaya tersebut menjadi warna dominan dalam busana
para pengantin dan rombongan pengantin.
Saat prosesi pertemuan pengantin ini dilaksanakan ternyata dengan cara diarak yaitu
mengarak pihak pengantin pria dan rombongan guna menjemput pengantin perempuan
dimana setelah ditemukan keduanya kembali diarak keliling oleh rombongan. Kegiatan ini
menarik perhatian warga karena berlangsung cukup meriah.
4. Tahlilan Kematian

Tahlilan Kematian via WordPress


Tahlilan Kematian juga ditemukan di Jawa Timut tepatnya di Kota Surabaya. Tahlilan sendiri
merupakan prosesi kirim doa kepada pihak yang sudah meninggal dunia supaya arwahnya
mendapatkan ketenangan dan tempat terbaik di sisi Tuhan.
Kebiasaan Tahlilan ini biasanya dilakukan pada hari ke-1, ke-3, ke-7, ke-40, ke-100, 1 tahun,
dan 3 tahun usai kematian dari pihak yang meninggal. Tradisi ini merupakan perpaduan
antara budaya Islam dengan budaya Hindu dimana dahulu memang terjadi proses akulturasi
budaya yang hingga kini masih tetap terjaga keberadaannya di kalangan masyarakat Kota
Surabaya. Tidak semua warga Jawa Timur ikut melaksanakan tradisi Tahlilan.

5. Larung Ari –Ari

Larung Ari –Ari via budayajawa.id


Larung Ari – Ari adalah prosesi upacara adat Jawa Timur dalam bentuk kegiatan Melarung
atau menghanyutkan ari – ari si jabang bayi. Ari – ari si bayi akan dilarung bersama dengan
bunga 7 rupa, kendil, kain putih, dan jarum ke laut.
Tradisi atau kebiasaan Larung Ari – Ari ini dilaksanakan dengan diiringi proses menyanyikan
tembang Macapat yaitu Dhandhang Gula. Usai acara melarung Ari – Ari ini selesai maka
akan ditutup dengan pesta merayakan kelahiran si bayi dengan meriah. Sebagian masyarakat
masih membudayakan tradisi ini hingga sekarang.

6. Nakokake

Nakokake via Blogger


Nakokake merupakan upacara Jawa Timur. Tradisi ini adalah sebuah prosesi dimana seorang
laki – laki yang ingin melamar seorang gadis pujaannya dengan cara menanyakan atau dalam
Bahasa Jawa “Nakokake”. Menanyakan dalam hal ini adalah menanyakan kondisi status dari
sang gadis pujaan hati apakah dirinya sudah memiliki pasangan pendamping atau belum.
Apabila sang wanita memberikan jawabannya bahwa dirinya belum memiliki suami, maka
pihak lelaki akan meneruskannya dengan prosesi lamaran ke rumah sang gadis. Nakokake ini
dilakukan dengan cara mengirimkan wakil atau utusan ke pihak keluarga sang gadis.
7. Peningsetan

Peningsetan via Blogger


Peningsetan adalah upacara adat Jawa Timur melamar gadis yang ada di Kota Surabaya. Saat
prosesi upacara Nakokake sudah selesai dan hasilnya positif bahwa sang gadis masih single,
maka Peningsetan akan segera digelar oleh pihak keluarga laki – laki dengan berkunjung ke
pihak keluarga perempuan.
Peningsetan sendiri adalah proses ramah tamah yang disertai dengan acara makan bersama
antara rombongan pihak pelamar lelaki dengan pihak yang dilamar perempuan. Kebiasaan ini
lazim dilakukan sebelum proses pernikahan digelar.

8. Tingkepan

Tingkepan via Youtube


Tingkepan ialah upacara adat Jawa Timur, tepatnya didaerah Selametan. Tradisi ini dilakukan
kepada ibu hamil yang usia kehamilannya sudah memasuki usia tujuh bulan. Keniasaan ini
umumnya dilakukan kepada anak pertama.
Alasan dilaksanakannya tradisi ini adalah pembersihan dan pemohonan doa agar anak dalam
kandungannya bisa lahir dengan selamat hingga ke dunia tentunya menjadi tujuan utama dari
prosesi Tingkepan ini.

9. Sepasaran

Sepasaran via JogjaLand.net


Upacara Sepasaran Jawa Timur adalah syukuran yang dilakukan oleh keluarga yang sudah
dikaruniai momongan. Pada saat sang buah hati sudah menginjak usia 5 hari. Disini pihak
keluarga yang merayakannya akan membuat sebuah acara proses syukuran sebagai ungkapan
tanda syukurnya karena telah dikaruniai momongan. Ada yang mengundang tetangganya dan
sanak famili.
Kabarnya, tradisi ini tidak cuma dilakukan oleh masyarakat yang ada di Jawa Timur. Di Jawa
Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta upacara Sepasaran ini juga bisa kita temui.
10. Pitonan

Pitonan via budayajawa.id


Pitonan termasuk salah satu upacara adat Jawa Timur. Tradisi ini adalah upacara Selametan
yang digelar oleh masyarakat Kota Surabaya. Kebiasaan ini dikenal dengan tujuan merayakan
kelahiran anaknya dimana usia sang anak sudah menginjak usia tujuh bulan.
Setiap ada kelahiran sang buah hati, makan upacara Pitonan sebagai wujud simbol rasa
syukur mereka atas kelahiran sang buah hati sang sudah diberkahi hingga umur 7 bulan.
Kebiasaan Selametan ini juga bertujuan mendoakan keselataman, rejeki, serta masa depan
sang anak agar menjadi baik dan sejahtera dalam perkembangan kedepannya.

11. Labuhan Pantai Ngliyep

Labuhan Pantai Ngiliyep via malangkab.go.id


Upacara ada Jawa Timur yang bernama Labuhan Pantai Ngliyep ini bertujuan untuk menjaga
keselamatan para nelayan dari ganasnya ombak pantai selatan serta memohon berkah.
Kegiatan ini biasa mereka lakukan dengan cara mempersembahkan upeti kepada penguasa
gaib sesuai dengan kepercayaan masyarakat setempat. Konon, tradisi ini sudah berlangsung
sejak ratusan tahun yang silam, meskipun dulunya tidak sebesar sekarang ini.
Ketika puncak acara yang disebut Labuh atau Larung, aneka sesaji makanan lezat serta
berbagai hidangan sakral lainnya diceburkan ke laut. Untuk waktu pelaksanaannya, Labuh
umumnya dilaksanakan pada pertengahan bulan Maulud.
12. Tedhak Siten

via Blogger
Tedhak Siten merupakan upacara adat Jawa Timur yang diadakan karena adanya kepercayaan
sementara orang bahwa tanah mempunyai kekuatan gaib. Selain itu adanya kepercayaan
bahwa tanah dijaga oleh Bethara Kala. Karenanya si anak perlu dikenalkan kepada Bathara
Kala sipenjaga tanah melalui upacara yang disebut Tedhak Aiten supaya Bathara Kala tidak
marah. Keyanikan masyarakat sekitar, jika Bathara Kala marah, maka akan menimbulkan
suatu bencana bagi si- anak itu.

13. Upacara Kebo-Keboan Di Banyu Wangi

Setiap tahun masyarakat Banyuwangi berupaya keras mempertahankan kemurnian dan


kesakralan kebudayaan mereka yang bernama upacara adat Kebo-Keboan Di Banyu Wangi.
Munculnya ritual kebo-keboan berawal terjadinya musibah pagebluk. Ketika itu semua warga
diserang penyakit dan tanaman diserang hama. Banyak warga kelaparan dan mati akibat
penyakit misterius. Seorang sesepuh, bernama Mbah Karti mendapat wangsit dari semedinya
di bukit untuk menggelar ritual kebo-keboan dan mengagungkan Dewi Sri.
Keajaiban muncul ketika warga menggelar ritual kebo-keboan. Warga yang sakit mendadak
sembuh. Hama yang menyerang tanaman padi sirna. Sejak itu, ritual kebo-keboan
dilestarikan. Mereka takut terkena musibah jika tidak melaksanakannya.
Upacara Adat Jawa Tengah

1. Wetonan (wedalan)

Wetonan via Blogger


Wetonan (wedalan) merupakan upacara adat Jawa Tengah yang masih banyak dikenal oleh
manusia. Pengertian dari Wetonan menurut bahasa Jawa berarti keluar tetapi yang di maksud
di sini yaitu lahirnya seseorang. Dalam menyambut kelahirannya itu, masyarakat akan
melakukan upacara ini sebagai sarana mendoakan agar diberi panjang umur dan di hindarkan
berbagai macam mara bahaya.

2. Popokan

Popokan via Youtube


Popokan adalah upacara adat di Jawa Tengah. Kegiatan tradisi tradisional ini yaitu melempar
lumpur yang dilakukan oleh warga Beringin di Semarang. Waktu melakukan Popokan sendiri
dilakukan pada saat bulan Agustus di hari Jum’at Kliwon.
Konon, asal usul tradisi Popokan ini berawal dari dahulu di daerah Beringin. Dimana
masyarakat setempat didatangi seekor macan yang mengganggu dan mengancam warga desa,
sehingga segala macam peralatan digunakan untuk mengusirnya termasuk dengan melempar
lumpur.
Dari situlah upacara Popokan ini dilaksanakan. Tujuannya untuk menghilangkan kejahatan
dan tolak bala di daerah mereka. Kabar menggembirakan, upacara Popokan ini masih terjaga
dengan baik hingga sekarang.

3. Upacara Mendak Kematian

Mendak Kematian via budayajawa.id


Selanjutnya yaitu tradisi atau upcara Mendak Kematian yang berasa dari Jawa Tengah.
Secara bahasa indonesia, Mendak Kematian merupakan memperingati kematian setelah satu
tahun. Sebenarnya tidak hanya itu saja dalam adat Jawa seperti Mitoni (tujuh hari pasca
kematian).
Berdasarkan sejarah, upacara tersebut memiliki hubungan sangat erat dengan agama Hindu-
Budha.
4. Upacara Ruwatan

Ruwatan via Blogger


Ruwatan merupakan upacara adat propinsi Jawa Tengah sebagai sarana pembebasan atau
penyucian manusia dari dosa dan kesalahannya. Contohnya yaitu masyarakat sekitar Dieng
Wonosobo. Anak-anak yang memiliki rambut gimbal biasanya di anggap sebagai keturunan
Buto Ijo segara di ruwat supaya selamat dari marabahaya.

5. Padusan

Padusan via An Najah


Upacara Padusan ini ditujukan untuk menyambut bulan suci Ramadhan. Padusan sendiri
berasal dari kata Adus yang berarti ‘mandi’ dan ‘membersihkan diri’. Tradisi Padusan
dilakukan dengan mandi bersama dimana warga setempat akan mandi sekaligus mensucikan
diri baik jiwa dan raga guna menyambut datangnya bulan Ramadhan dalam kehidupan
mereka yang mereka jalani.
Ada yang sebut Padusan salah satu peninggalan budaya Walisongo ketika mereka
menyebarkan ajaran Islam dengan mengkawinkan dengan budaya Jawa yang kala itu
didominasi oleh budaya Hindu.

6. Upacara Nyewu (1000)

Nyewu via WordPress


Tradisi Upacara Nyewu 1000 hari setelah kematian (nyewu) adalah upacara/tradisi
masyarakat Jawa untuk memperingati kematian seseorang di Jawa Tengah. Upacara tersebut
di lakukan masyarakat setempat secara bersama-sama. Tradisi ini yaitu mendoakan orang
yang telah meninggal seperti bacaan tahlil dan surah Yasin serta doa yang di pimpin oleh
tokoh agama.

7. Upacara Kenduren

Kenduren via budayajawa.id


Kenduren termasuk sebagai upacara daerah Jawa Tengah. Kata lain dari Kenduren adalah
Slametan yang lebih dikenal kalangan masyarakat. Kebiasaan ini merupakan adat yang
pertama. Sebelum adanya agama Islam di Jawa, Kenduren ialah kegiatan doa bersama yang
di pimpin oleh tokoh agama atau ketua suku. Tetapi pada zaman dahulu makanan sebagai
sesaji dan untuk persembahannya.
Disebabkan adanya perpaduan budaya Islam, akhirnya upacara Jawa mengalami perubahan
yang sangat besar. Kebiasaan yang tadinya sejaji digunakan persembahan kemudian
dihilangkan dan di makan bersama setelah acara usai.

8. Sadran (Nyadran)

N
yadran via Wikipedia
Poin yang ini adalah Nyadran. Tradisi Jawa Tengah ini merupakan upacara yang di lakukan
oleh masyarakat Jawa guna menyambut bulan suci Ramadhan. Perlu diketahui, sebelum
adanya agama Islam Nyadran adalah tradisi dari agama Hindu-Budha. Dan sejak adanya
Walisongo di tanah Jawa para Sunan menyebarkan agama Islam dengan menggabungkan dan
meluruskan tradisi-tradisi tersebut.
Agar mudah di terima masyarakat yang masih memuja-muja roh yang di dalam agama islam
itu musyrik. Para sunan mengganti doa dan bacaan-bacaan Al Qur’an walaupun itu
berbenturan dengan tradisi Jawa. Seiring waktu akhirnya bisa di terima dan diamalkan oleh
orang Jawa.
9. Selikuran

Selikuran via Gedangsari.com


Selikuran merupakan upacara yang berlaku di Jawa Tengah. Malam 21 Ramadhan adalah
waktu pelaksanaan tradisi ini. Orang Jawa daerah setempat biasanya dengan melakukan doa
bersama yang dipimpin oleh tokoh agama yang mendapat mandat. Mengetahui artinya,
Selikur dalam bahasa Jawa mempunyai arti yang sangat spesial.
Waktu untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT dan mendoakan orang-orang Islam yang
telah mendahuluinya. Masyarakat Jawa setempat menganggap kebiasaan ini sebagai rasa
kecintaan mereka kepada agama Islam dan Rasulullah Saw.

10. Upacara Maulid Nabi (Muludan)

Muludan via NU Online


Upacara atau tradisi Maulid Nabi berlaku juga di Jawa Tengah. Muludan atau maulid nabi
yang dalam adat Jawa mempunyai arti sebagai hari peringatan lahirnya nabi Muhammad Saw
dan perayaan itu setiap tanggal 12 rabiul awal.
Tradisi merayakan maulid nabi Muhammad Saw tidak hanyak berlaku di Jawa Tengah.
Daerah lain seperti Sumatera Utara, banyak juga umat Islam yang melaksanakannya. Hanya
saja dalam tertib acara disesuaikan dengan kebiasaan yang berlaku di daerah setempat.

11. Upacara Larung Sesaji

Larung Sesaji via detik.com


Larung Sesaji merupakan upacara yang di lakukan masyarakat Jawa Tengah bagian pesisir
Utara dan Selatan. Motivasi melakukan tradisi ini yaitu wujud rasa syukur kepada Sang
Pencipta atas hasil ikan tangkapan mereka selama melaut. Dan memohon agar selalu di beri
keselamatan dan hasil yang cukup dalam usahanya.
Kebiasaan ini di tandai berbagai bahan pangan dan hewan sembelihan yang di hanyutkan
ke laut. Dan di laksanakan pada tanggal 01 muharram
.
12. Upacara Ngapati

Ngapati via Blogger


Upacara Ngapati yaitu ketika ada seorang wanita hamil yang masa kehamilan tersebut telah
mencapai 4 bulan. Biasanya, orang jawa melakukan acara ini yaitu karena di usia 4 bulan
janin akan diberi nyawa oleh Allah SWT sehingga orang Jawa akan mendoakannya. Dan
sebagai rasa syukur atas karunia yang telah di berikan dengan cara Ngapati.
Ketika proses Ngapati yaitu berdoa bersama agar kelak ketika sudah lahir akan menjadi orang
yang bermanfaat dan di jauhkan dari larangan agama.

13. Dugderan

Dugderan via Okezone


Dugderan merupakan upacara tradisional yang dilakukan oleh warga Kota Semarang (Jawa
Tengah) guna menyambut datangnya bulan suci Ramadhan. Tradisi ini diawali dengan
pemukulan beduk yang berbunyi “dug dug dug”, kemudian disambut dengan suara dentuman
meriam “der” sehingga masyarakat setempat menamakannya dengan nama Dugderan.
Usai prosesi Dugderan selesai digelar pawai keliling kota dimana masyarakat tumpah ruah
berpakaian adat dan menyajikan aneka festival tradisonal khas Semarang yang ditujukan
untuk menyambut datangnya bulan puasa yaitu Bulan Ramadhan di Kota Semarang.

14. Siraman

Siraman via Bridestory.com


Tradisi Siraman merupakan upacara adat khas Semarang dimana calon pengantin wanita
harus dimandikan dan disucikan dengan air bunga 7 rupa. Tradisi ini dilakukan dengan cara
menguyurkan dan memandikan calon pengantin perempuan agar dirinya bisa suci sebelum
prosesi pernikahan digelar.
Usai Siraman selesai biasanya calon pengantin perempuan akan dibopong oleh ayahnya atau
keluarganya guna dirias untuk acara sungkeman meminta doa restu kepada pihak ayah dan
ibunya agar pernikahannya bisa lancar dan berkah.

15. Nyadran

Upacara Nyadran merupakan prosesi adat khas Kota Semarang yang sering dilakukan oleh
warganya dengan cara berkumpul dan membersihkan kuburan desa secara bersama – sama.
Tradisi ini biasa dilakukan pada saat bulan Ruwah tiba. Usai kuburan selesai dibersihkan,
akan diadakan upacara makan bersama karena mereka telah selesai membersihkan kuburan
desa secara bersama-sama.
Nyadran ini juga dipraktekkan secara personal di kalangan masyarakat Jawa biasanya mereka
pergi ke kuburan keluarga mereka yang lebih tua untuk membersihkan dan mendoakan
mereka pada saat bulan Ruwah tiba.

Anda mungkin juga menyukai