Anda di halaman 1dari 6

KAROMAH SUNAN BONANG

Banyak kisah mengenai karomah dan kesaktian yang dimiliki Sunan Bonang
1. Dapat merubah pohon aren menjadi pohon emas saat sang sunan bertemu dengan muridnya yaitu
Raden Said atau yang dikenal sebagai Berandal Lokajaya. Kelak Berandal Lokajaya dikenal sebagai
Sunan Kalijaga.
2. Sunan Bonang menaklukkan Kebondanu, seorang pemimpin perampok, dan anak buahnya, hanya
menggunakan tembang dan gending Dharma dan Mocopat.
Suatu ketika Sunan Bonang sedang berjalan melintasi hutan, Dalam perjalanan itu tiba-tiba dicegat
oleh sekawanan perampok pimpinan Kebondanu. Pada waktu dicegat oleh Kebondanu dan anak
buahnya, Sunan Bonang hanya memperdengarkan tembang Dharma ciptaannya.
Seketika itu juga Kebondanu dan seluruh anak buahnya tidak dapat bergerak. Kaki dan tangan serta
seluruh anggota badannya terasa kaku, tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya.
Oleh karena itu para perampok tersebut tidak dapat berbuat lain kecuali berteriak minta ampun kepada
Sunan Bonang. Ampun hentikan bunyi gamelan itu. Kami tak kuat, begitu konon kata
Kebondanu.
Setelah diminta bertobat, Kebondanu dan gerombolannya pun masuk Islam dan menjadi pengikut
Sunan Bonang.
3. Cerita lain mengisahkan seorang brahmana bernama Sakyakirti yang berlayar dari India ke Tuban.
Tujuannya ingin mengadu kesaktian dengan Sunan Bonang.
Aku Brahmana Sakyakirti, akan menantang Sunan Bonang untuk berdebat dan adu kesaktian,
sumpah Brahmana sembari berdiri di atas geladak di buritan kapal layar.
Jika dia kalah, maka akan aku tebas batang lehernya. Jika dia yang menang akau akan bertekuk lutut
untuk mencium telapak kakinya. Akan aku serahkan jiwa ragaku kepadanya, sumpah sang
Brahmana.
Namun ketika kapal yang ditumpanginya sampai di Perairan Tuban, mendadak laut yang tadinya
tenang tiba-tiba bergolak hebat.
Angin dari segala penjuru seolah berkumpul menjadi satu, menghantam air laut sehingga
menimbulkan badai setinggi bukit.
Dengan kesaktiannya, Brahmana Sakyakirti mencoba menggempur badai yang hendak menerjang
kapal layarnya.
Satu kali, dua kali hingga empat kali Brahmana ini dapat menghalau terjangan badai. Namun kali ke
lima, dia sudah mulai kehabisan tenaga hingga membuat kapal layarnya langsung tenggelam ke dalam
laut.

Dengan susah payah dicabutnya beberapa batang balok kayu untuk menyelamatkan diri dan menolong
beberapa orang muridnya agar jangan sampai tenggelam ke dasar samudera.
Walaupun pada akhirnya dia dan para pengikutnya berhasil menyelamatkan diri, namun kitab-kitab
referensi yang hendak dipergunakan untuk berdebat dengan Sunan Bonang telah ikut tenggelam ke
dasar laut.
Meski demikian, niatnya untuk mengadu ilmu dengan Sunan Bonang tak pernah surut.
Dia dan murid-muridnya telah terdampar di tepi pantai yang tak pernah dikenalnya. Dia bingung
harus kemana untuk mencari Sunan Bonang.
Pada saat hampir dalam keputusasaan, tiba-tiba di kejauhan dia melihat seorang lelaki berjubah putih
sedang berjalan sambil membawa tongkat.
Dia dan murid-muridnya segera berlari menghampiri dan menghentikan langkah orang itu. Lelaki
berjubah putih itu menghentikan langkahnya dan menancapkan tongkatnya ke pasir.
Kisanak, kami datang dari India hendak mencari seorang bernama Sunan Bonang. Dapatkah kisanak
memberitahu di mana kami bisa bertemu dengannya? tanya sang Brahmana.
Untuk apa Tuan mencari Sunan Bonang? tanya lelaki itu.
Akan saya ajak berdebat tentang masalah keagamaan, jawab sang Brahmana.
Tapi sayang, kitab-kitab yang saya bawa telah tenggelam ke dasar laut. Meski demikian niat saya tak
pernah padam. Masih ada beberapa hal yang dapat saya ingat sebagai bahan perdebatan, kata sang
Brahmana.
Tanpa banyak bicara, lelaki berjubah putih itu mencabut tongkatnya. Mendadak saja tersembur air
dari bekas tongkat tersebut dan air itu membawa keluar semua kitab yang dibawa sang Brahmana.
Itukah kitab-kitab Tuan yang tenggelam ke dasar laut?, tanya lelaki itu.
Sang Brahmana dan pengikutnya kemudian memeriksa kitab-kitab itu, dan tenyata benar milik sang
Brahmana. Berdebarlah hati sang Brahmana sembari menduga-duga siapakah sebenarnya lelaki
berjubah putih itu.
Sementara itu para murid sang Brahmana yang kehausan sejak tadi segera saja meminum air jernih
yang memancar itu.
Brahmana Sakyakirti memandangnya dengan rasa kuatir, jangan-jangan murid-muridnya itu akan
segera mabuk karena meminum air di tepi laut yang pastilah banyak mengandung garam.
SegarAduuhsegarnya seru murid-murid sang Brahmana.
Brahmana Sakyakirti termenung. Bagaimana mungkin air di tepi pantai terasa segar. Dia
mencicipinya sedikit dan ternyata memang segar rasanya.

Rasa herannya menjadi-jadi terlebih jika berpikir tentang kemampuan lelaki berjubah putih itu yang
mampu menciptakan lubang air yang memancar dan mampu menghisap kitab-kitab yang tenggelam
ke dasar laut.
Sang Brahmana berpikir bahwa lelaki berjubah putih itu bukanlah lelaki sembarangan.
Dia mengira bahwa lelaki itu telah mengeluarkan ilmu sihir, akhirnya dia mengerahkan ilmunya untuk
mendeteksi apakah semua itu benar hanya sihir.
Namun setelah dikerahkan segala kemampuannya, ternyata bukan, bukan ilmu sihir, tapi kenyataan.
Seribu Brahmana yang ada di India pun tak akan mampu melakukan hal itu, pikir Brahmana dalam
hati. Dengan perasaan takut dan was-was, dia menatap wajah lelaki berjubah itu.
Mungkinkah lelaki ini adalah Sunan Bonang yang termasyhur itu?, gumannya dalam hati.
Akhirnya sang Brahmana memberanikan diri untuk bertanya kepada lelaki itu.
Apakah nama daerah tempat saya terdampar ini?, tanya Brahmana dengan hati yang berkebat-kebit.
Tuan berada di Pantai Tuban, jawab lelaki berjubah putih itu.
Begitu mendengar jawaban lelaki itu, jatuh tersungkurlah sang Brahmana beserta murid-muridnya.
Mereka menjatuhkan diri berlutut di hadapan lelaki itu. Mereka sudah yakin sekali bahwa lelaki inilah
yang bernama Sunang Bonang yang terkenal sampai ke Negeri India itu.
Bangunlah, untuk apa kalian berlutut kepadaku. Bukankah sudah kalian ketahui dari kitab-kitab yang
kalian pelajari bahwa sangat terlarang bersujud kepada sesama makhluk. Sujud hanya pantas
dipersembahkan kepada Allah Yang Maha Agung, kata lelaki berjubah putih itu yang tak lain
memang benar Sunan Bonang.
AmpunAmpunilah saya yang buta ini, tak melihat tingginya gunung di depan mata, ampunkan
saya, ujar sang Brahmana meminta dikasihani.
Bukankah Tuan ingin berdebat denganku dan mengadu kesaktian?, tukas Sunan Bonang.
Mana saya berani melawan paduka, tentulah ombak dan badai yang menyerang kapal kami juga
ciptaan paduka, kesaktian paduka tak terukur tingginya. Ilmu paduka tak terukur dalamnya, kata
Brahmana Sakyakirti.
Engkau salah, aku tidak mampu menciptakan ombak dan badai, hanya Allah SWT saja yang mampu
menciptakan dan menggerakkan seluruh makhluk. Allah melindungi orang yang percaya dan
mendekat kepada-Nya dari segala macam bahaya dan niat jahat seseorang, ujar Sunan Bonang.
Memang kedatangannya bermaksud jahat ingin membunuh Sunan Bonang melalui adu kepandaian
dan kesaktian.

Ternyata niatnya tak kesampaian. Apa yang telah dibacanya dalam kitab-kitab yang telah dipelajari
telah terbukti.
Setelah kejadian tersebut, akhirnya sang Brahmana dan murid-muridnya rela memeluk agama Islam
atas kemauannya sendiri tanpa paksaan. Lalu sang brahmana dan pengikutnya menjadi murid dari
Sunan Bonang.
4. Berikut kisah yang diangkat dalam salah satu versi yang berkembang di masyarakat Rembang.
Dahulu kala, ada seorang saudagar kaya yang bernama Dampo Awang yang berasal dari China.
Dia ingin pergi tanah Jawa untuk mengajarkan ajaran Khong Hu Cu bersama para pengawal setianya.
Suatu hari, dia sampai di tanah Jawa bagian timur.
Dampo Awang sangat senang akan daerah itu sehingga bermaksud untuk berlabuh di sana dan
menetap sambil mengembangkan ajaran yang dibawanya.
Kemudian Dampo Awang bertemu dengan Sunan Bonang. Pada saat pertemuan pertama kali itu,
Dampo Awang sudah memperlihatkan sikap kurang baik pada Sunan Bonang.
Dampo Awang takut jika ajaran yang selama ini dia ajarkan akan hilang dan digantikan dengan ajaran
agama Islam.
Kemudian Dampo Awang mengirim pengawalnya untuk menyerang Sunan Bonang, tetapi dengan
mudah Sunan Bonang dapat mengalahkan pengawal-pengawal termasuk Dampo Awang.
Lalu Dampo Awang pulang ke negeri China untuk menyusun stategi dan kekuataan baru. Setelah
beberapa tahun Dampo Awang kembali lagi ke tanah Jawa sambil membawa pasukan yang lebih
banyak dari sebelumnya.
Pada saat sampai di tanah Jawa dia sangat kaget sekali karena semua penduduk di daerah itu sudah
menganut agama Islam.
Dampo Awang marah lalu mencari Sunan Bonang. Dampo Awang tidak bisa menahan amarahnya
ketika bertemu dengan Sunan Bonang, sehingga dia langsung menyerangnya lebih dahulu.
Tetapi Sunan Bonang tetap bisa mengalahkan Dampo Awang dan pengawalnya. Kemudian Dampo
Awang diikat di dalam kapalnya, lalu Sunan Bonang menendang kapalnya sehingga seluruh bagian
kapal tersebar kemana-mana.
Setelah itu sebagian kapal terapung di laut. Dampo Awang menyebutnya Kerem (Tenggelam),
sedangkan Sunan Bonang menyebutnya Kemambang (Terapung).
Kemudian lambat laut, masyarakat menyebut Rembang berasal dari kata Kerem dan Kemambang.
Akhirnya, daerah tersebut dinamakan Rembang yang sekarang menjadi salah satu kabupaten di Jawa
Tengah.

Jangkarnya, sekarang ada di Taman Kartini, sedangkan layar kapalnya berada di Batu atau biasanya
sering disebut Watu Layar dan kapalnya konon menjadi Gunung Bugel yang berada di Kecamatan
Pancur, karena bentuknya menyerupai sebuah kapal besar.
Dan di atas gunung ada sebuah makam, konon di sana merupakan makam Dampo Awang.
Sunan Bonang wafat karena usia lanjut saat berdakwah di Pulau Bawean pada tahun1525. Beritanya,
segera tersebar ke seluruh Tanah Jawa. Para murid berdatangan dari segala penjuru untuk berduka cita
dan memberikan penghormatan yang terakhir.
Murid-murid yang berada di Pulau Bawean hendak memakamkan jenazah beliau di pulau tersebut.
Tetapi murid-murid yang berasal dari Madura dan Surabaya menginginkan jenazah beliau
dimakamkan dekat ayahandanya yaitu Sunan Ampel di Surabaya.
Dalam hal memberikan kain kafan pembungkus jenazah, mereka pun tak mau kalah. Jenazah yang
sudah dibungkus kain kafan oleh orang Bawean masih ditambah lagi dengan kain kafan dari
Surabaya.
Pada malam harinya, orang-orang Madura dan Surabaya menggunakan ilmu sirep untuk membikin
ngantuk orang-orang Bawean dan Tuban.
Lalu mengangkut jenazah Sunan Bonang ke dalam kapal dan hendak dibawa ke Surabaya. Karena
tindakannya tergesa-gesa, kain kafan jenazah itu tertinggal satu.
Kapal layar segera bergerak ke arah ke Surabaya. Tetapi ketika berada di perairan Tuban, tiba-tiba
kapal yang digunakan mengangkut jenazahnya tidak bisa bergerak, sehingga terpaksa jenazah Sunan
Bonang dimakamkan di Tuban yaitu di sebelah barat Masjid Jami Tuban.
Sementara kain kafan yang ditinggal di Bawean ternyata juga ada jenazahnya. Orang-orang Bawean
pun menguburkannya dengan penuh khidmat.
Dengan demikian ada dua jenazah Sunan Bonang. Inilah mungkin karomah atau kelebihan yang
diberikan Allah kepadanya.
Dengan demikian tak ada permusuhan di antara murid-muridnya. Makam yang dianggap asli adalah
yang berada di Kota Tuban sehingga sampai sekarang makam itu banyak diziarahi orang dari segala
penjuru Tanah Air.
5. Komplek Makam Sunan Bonang di Tuban, Jawa Timur yang di bangun tahun 1525 M diceritakan
secara turun menurun menyimpan berbagai keajaiban. Salah satu keajaiban itu adalah tidak mempan
dibakar meski sudah terbakar sebanyak dua kali.
Kejadian mistis itu biasa. Pernah dibakar zaman Gestapu awalnya api kelihatan besar. Setelah itu
padam sendiri dan enggak ada bekas terbakar, ungkap Juru Kunci Makam Sunan Bonang Abdul
Muchith ketika di temui di kompleks makam Sunan Bonang, Tuban, Jawa Timur, Selasa (2/6).

Selain itu, tahun 2013 silam. Ada orang berkelainan mental masuk ke dalam kompleks makam dan
menumpahkan emosinya di sana.
Dua tahun yang lalu dibakar orang gila. Bakarnya pakai minyak tanah. Tapi anehnya tidak terbakar,
tuturnya.
Di sisi lain, menurut Abdul Muchith dulu di bagian belakang makam Sunan Bonang tumbuh pohon
besar sekali. Posisi pohon itu hingga menjangkau tepat di atas cungkup makam. Namun ketika musim
hujan lebat, angin membuat pohon itu tumbang.
Waktu ada puting beliung, kok bisa pohonnya malah roboh menjauhi makam, ujarnya.
Ada pula cerita seseorang yang bernazar akan ziarah ke makam Sunan Bonang jika anaknya sembuh
dari penyakit keras. Kejaiban mendadak datang selang tak lama dari waktu dia bernazarnya.
Kalau sembuh dari kanker otak bakal diajak ziarah ke makam Sunan Bonang. Enggak lama ternyata
sembuh. Ibunya cerita ke saya waktu mampir sini, tuturnya.
Selain itu pernah ada juga orang dari Sumatera yang dulunya sulit mendapat keturunan. Kemudian dia
bernazar akan ke makan Sunan Bonang jika dihadiahi momongan. Peristiwa tersebut diketahui oleh
Abdul Muchith ketika ada orang yang tiba-tiba memintanya menyembelih kambing akikah. Ternyata
kambing tersebut adalah akikah dari anaknya.

Anda mungkin juga menyukai