Anda di halaman 1dari 5

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.a2c1.

i
d
a. Teori Semiotika Umberto Eco

Umberto Eco merupakan salah satu tokoh semiotika yang juga merupakan

seorang filosof dan novelis berkebangsaan Italia. Panuti Sudjiman dan Aart van

Zoest berpendapat bahwa semiotika Umberto Eco merupakan bidang kajian

semiotika secara umum (general semiotic theory) yang mampu menjelaskan semua

permasalahan fungsi tanda (sign-function) berdasarkan sistem hubungan antarunsur,

yang terdiri atas satu kode atau lebih (1996:26). Umberto Eco berpendapat

mengenai teori semiotika sebagai berikut.

Semiotika berurusan dengan segala sesuatu yang bisa dipandang sebagai


tanda. Sebuah tanda adalah segala sesuatu yang dapat dipakai pengganti
sesuatu yang lain secara signifikan. Sesuatu yang lain tidak perlu benar-
benar eksis atau berada di suatu tempat agar tanda dapat
menggantikannya. Oleh karena itu, semiotika secara prinsipiil adalah disiplin
yang mengkaji segala sesuatu yang dapat digunakan untuk berbohong. Jika
sesuatu tidak dapat digunakan untuk mengekspresikan kebohongan, maka
dia juga tidak bisa dipakai untuk mengatakan apa-apa (Eco, 2009:7).

The theory of lie (teori ”dusta”) Umberto Eco menjelaskan bahwa semiotika

pada prinsipnya adalah disiplin ilmu yang mengkaji segala sesuatu yang dapat

digunakan untuk mendustai, mengelabui atau mengecoh. Jika sesuatu tidak dapat

digunakan untuk mengecoh, maka ia tidak dapat digunakan pula untuk mengatakan

apapun. The theory of lie (teori ”dusta”) Umberto Eco bukan merupakan teori yang

memiliki pengertian negatif. Kata-kata mengecoh, mendustai, dan mengelabui yang

dikemukakan Umberto Eco hendaknya tidak diartikan secara denotatif. The theory of

lie (teori ”dusta”) hadir dalam lingkup sastra yang memiliki cara tersendiri untuk

mengungkapkan sesuatu. Hal inilah yang sebenarnya terkandung dalam pemikiran

Umberto Eco dalam the theory of lie (teori ”dusta”) miliknya.

Selain mengemukakan the theory


commitoftolie (teori ”dusta”), Umberto Eco juga
user
memuat pemikirannya tentang batas-batas penelitian semiotika. Semiotika secara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.a2c2.i
d
umum (general semiotic theory) Umberto Eco membagi batas-batas penelitian

sesuai dengan objek dan kesepakatan sementara. Batas-batas penelitian yang

dimaksudkan Umberto Eco adalah batas-batas politis, batas-batas alami, dan batas-

batas epistemologis.

Batas-batas alami adalah tapal batas yang tidak dapat dilampaui oleh

pendekatan semiotika; karena wilayah di balik tapal batas itu adalah wilayah

nonsemiotis, karena di situ tidak acdoamfmenitotmo eunsaeryang bisa dianggap


sebagai fungsi

tanda (Eco, 2009:5-6). Batas-batas epistemologis adalah batas yang tidak

bergantung pada definisi objek semiotis, melainkan pada definisi kemurnian teoretis

dari disiplin semiotika itu sendiri (Eco, 2009:40-41). Batas politis Umberto Eco

juga dikenal sebagai batas budaya. Istilah budaya digunakan Umberto Eco untuk

menghindari salah tafsir bagi kata politis itu sendiri. Dalam penelitian ini digunakan

batas-batas politisnya saja. Hal ini dikarenakan objek yang digunakan hanya

memungkinkan diteliti melalui batas-batas politisnya.

Batas-batas politis merupakan wilayah penelitian mulai dari proses

komunikasi yang tampak lebih alami dan spontan hingga sampai pada sistem

kultural yang sangat rumit. Batas-batas politis terdiri dari:

1) Semiotika hewan (zoosemiotics): bidang kajian ini mewakili batas terendah

semiotika karena menelaah perilaku komunikatif kawanan- kawanan bukan

manusia.

2) Tanda-tanda berupa bebauan (olfactory signs): jika terdapat bebauan dengan

nilai konotatif yang dapat ditangkap oleh kepekaan emotif, maka pasti juga

ada bebauan yang memiliki nilai referensial yang persis.


commit to user
3) Komunikasi rabaan (tactile communication): ini dikaji oleh psikologi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.a2c3.i
d
Dilibatkan dan disadari dalam komunikasi antar pihak-pihak yang tak dapat

melihat dan dalam perilaku dalam interaksi jarak. Bahkan jenis kajian ini

cenderung melibatkan perilaku-perilaku yang jelas-jelas terkodifikasi secara

sosial, semacam ciuman, pelukan, bantingan, tepukan di pundak, dan

seterusnya.

4) Kode-kode cecapan (codes af taste): yang terdapat dalam kegiatan masak-

memasak, yang dikaji antropologi kultural.

5) Paralinguistik (paralinguistics): bidang kajian ini mengkaji apa yang juga

disebut dengan sisi-sisi suprasegmmental dan varian-varian bebas yang

memungkinkan terjadinya komunikasi linguistik dan makin lama makin

terinstitusionalisasi dan tersistematisasi.

6) Semiotika medis (medical semiotics): sebagai sebuah studi tentang hubungan

antara tanda atau gejala-gejala tertentu dengan penyakit yang

diindikasikannya. Semiotika medis juga disebut sebagai sebuah studi tentang

cara di mana pasien memverbalkan gejala yang dirasakannya.

7) Kinesika dan proksemika (kinesics and proxemics): gestur bergantung pada

kode-kode kultural sudah memperoleh pengertian antropologi budaya.

8) Kode-kode musikal (musical codes): seluruh ilmu musikal berupaya

mendeskripsikan medan komunikasi musikal sebagai sistem yang terstruktur

secara ketat.

9) Bahasa-bahasa formal (formalized languages): di antara studi-studi yang

sesuai dengan penelitian-penelitian semiotis adalah studi atas struktur

matematis. Juga termasuk ke dalam wilayah ini adalah upaya-upaya yang

dilakukan untuk menemukan suatu bahasa kosmis dan antarplanet.


commit to user
10) Bahasa tulis, alfabet yang tak dikenal, kode rahasia: studi atas alfabet yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.a2c4.i
d
tidak dikenal dan kode-kode rahasia adalah kampiun paling penting dalam

arkeologi dan kriptografi, maka penelitian yang dicurahkan untuk tulisan

sebagai sebuah fenomena yang berbeda dari hukum-hukum bahasa yang

ditranskripsikan oleh tulisan masih relatif baru.

11) Bahasa alami (natural languages): setiap acuan pustaka dalam bidang ini

harus mengacu ke bibliografi umum mengenai linguistik, logika, filsafat

bahasa, antropologi budaya dan psikologi. Di sisi lain, kesempurnaannya

hanya didapati secara utuh dalam kajian bahasa secara struktural.

12) Komunikasi visual (visual communications): studi-studi tentang masalah ini

mencakup wilayah yang merentang dari sistem yang memiliki taraf

formalitas tinggi. Mulai dari sistem grafis, sistem warna, sampai pada studi

tanda-tanda ikonik. Pada tataran tertinggi komunikasi visual meliputi kajian

ikonigrafis yang cukup luas, yaitu fenomena visual dalam komunikasi masa.

13) Sistem objek-objek (system of objects): objek sebagai sarana komunikatif

masuk ke dalam ranah semiotika, yang merentang dari arsitektur sampai

objek-objek pada umumnya.

14) Struktur alur (plot structure): studi alur yang teramat penting berkembang

pesat dalam kajian mitologi primitif. Namun studi ini masih berhubungan

pula dengan komunikasi massa, dari lelucon hingga cerita detektif.

15) Teori teks (text theory): perkembangan dalam analisis alur serta analisis

bahasa puitik telah mengarahkan semiotika ke pemahaman arti teks sebagai

unit makro, yang diatur oleh aturan-aturan generatif yang khusus.

16) Kode-kode kultural (cultural codes): sistem sopan santun, hierarki- hierarki,

dan sistem pemodelan sekunder, yaitu mencakup mitos, legenda, teori


commit to user
teologi primitif yang ditampilkan dalam wujud sebuah tatanan dunia yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.a2c5.i
d
dibayangkan sebuah masyarakat.

17) Teks-teks estetis (aesthetic texts): bidang kajian semiotis juga meluas

sampai ke wilayah yang secara tradisional juga bagian estetika. Estetika juga

berkaitan dengan aspek-aspek nonsemiotis dari seni seperti psikologi daya

cipta artistik, relasi antara bentuk artistik dan bentuk natural, definisi fisik-

psikologis dari kenikmatan estetis, analisis hubungan seni dengan

masyarakat, dan sebagainya.

18) Komunikasi massa (mass communications): wilayah ini berkaitan dengan

beragam disiplin, dari psikologi sampai sosiologi dan pedagogi. Studi

komunikasi massa mengusung sebuah objek tunggal sejauh dia mengklaim

bahwa industrialisasi komunikasi tidak hanya mengubah kondisi-kondisi dan

syarat-syarat bagi penerimaan dan pengiriman pesan.

19) Retorika (rhetoric): retorika menawarkan sarana-sarana yang dapat

dimanfaatkan oleh disiplin yang mencakupnya. Daftar kepustakaan tentang

aspek-aspek semiotis dari retorika terlihat mirip dengan kepustakaan

retorika. (Eco, 2009:10-18, Panuti Sudjiman, Zoest van,1996:34-42)

commit to user

Anda mungkin juga menyukai