PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Hingga saat ini nama Pancasila telah dikenal oleh segenap bangsa Indonesia, tidak
saja sebagai nama Dasar Negara kita, tetapi juga nama dari Falsafah Bangsa, nama dari
Kepribadian Bangsa, nama dari Jiwa Bangsa dan sebagainya (Dardji Darmodihardjo, Santiaji
Pancasila).
Pancasila adalah pandangan hidup bangsa dan dasar negara Republik Indonesia.
Pancasila juga merupakan sumber kejiwaan masyarakat dan negara Republik Indonesia.
Maka manusia Indonesia menjadikan pengamalan Pancasila sebagai perjuangan utama dalam
kehidupan kemasyarakatan dan kehidupan kenegaraan. Oleh karena itu, perwujudan nilainilai Pancasila harus dimulai dari kesadaran seluruh masyarakat Indonesia ini. Pada makalah
ini akan dijelaskan secara rinci tentang implementasi sila pertama yaitu Ketuhanan Yang
Maha Esa dalam praktik nyata.
B.Rumusan Masalah
1. Apa sejarah dari sila pertama pancasila?
2. Apa makna lambang sila pertama dalam Pancasila?
3. Apa arti dari sila pertama pancasila?
4. Apa makna sila pertama pancasila?
5. Apakah pokok-pokok yang terkandung dalam sila pertama Pancasila?
6. Bagaimana pengamalan sila pertama pancasila?
7. Apa saja pelanggaran dan penyimpangan pada sila pertama pancasila?
C.Tujuan
1. Tujuan dari penulisan makalah ini adalah memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Pancasila
2. Agar generasi muda bangsa Indonesia dapat mengamalkan pancasila sila pertama dalam
kehidupan sehari-hari. Khususnya dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
3. Diharapkan Indonesia tetap berpegang teguh pada ideology negara kita yaitu pancasila.
Karena pancasila merupakan solusi terhadap setiap permasalahan yang bangsa kita hadapi.
D. Manfaat
Manfaat yang bisa kita peroleh dari penulisan uraian ini adalah menambah
pengetahuan mengenai nilai-nilai yang terkandung di dalam sila pertamaancasila sehingga
kita bisa mengimplementasikannya di dalam kehidupan nyata. Selain itu juga diharapkan
untuk menjadikan Pancasila sebagai bahan pertimbangan untuk menyelesaikan masalah yang
ada baik untuk lingkungan, bangsa, maupun negara.
BAB 2
PEMBAHASAN
A. Sejarah Adanya Butir Sila Pertama Pancasila
Pada tanggal 17 Agustus 1945. Bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekannya
ke seluruh dunia. Keesokkan harinya, tanggal 18 Agustus 1945 PPKI melaksanakan sidang.
Dan hasil sidang PPKI tanggal 18 Agustus 1945 menetapkan 3 hal:
1. Menetapkan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945
2. Memilih Presiden dan Wakil Presiden, yaitu Ir. Soekarno dan Moh. Hatta
3. Membentuk sebuah Komite Nasional untuk membantu Presiden
Salah satu keputusan sidang PPKI adalah mengesahkan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang dalam Pembukaan Alinea IV mencantumkan
sila-sila Pancasila sebagai dasa negara. Perubahan penting dalam sidang ini yaitu perubahan
rumusan dasar negara yang telah disepakati dalam Piagam Jakarta yaitu tujuh kata setelah
Ke-Tuhanan, yang semula berbunyi Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam
bagi pemeluk-pemeluknya diubah menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa.
Dalam Sidang PPKI tersebut, Moh. Hatta menyatakan bahwa, masyarakat Indonesia
Timur mengusulkan untuk menghilangkan tujuh kata dalam Piagam Jakarta, yaitu ... dengan
kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.... Usulan tersebut
disampaikan sebagai masukan sebelum sidang yang disampaikan oleh seorang opsi Jepang
yang bertugas di Indonesia Timur, yang bernama Nishijama. Dengan jiwa kebangsaan, para
pendiri negara menyepakati perubahan Piagam Jakarta. Dengan demikian, sila pertama
Pancasila menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa. Mengenai kisah pencoretan tujuh kata
dalam Piagam Jakarta itu, M. Hatta menuturkan dalam memorinya sebagai berikut:
Pada sore harinya, aku menerima telepon dari tuan Nishijama, pembantu Admiral
Maeda, menanyakan dapatkah akumenerima eorang opsir Kaigun (Angkatan Laut) karena ia
mau mengemukakan suatu hal yang sangat penting bagi Indonesia. Nishijama sendiri akan
menjadi juru bahasanya. Aku mempersilahkan mereka datang. Opsir itu yang aku lupa
namanya, datang sebagai Kaigun untuk memberitahukan bahwa wakil-wakil Protestan dan
Katolik, yang dikuasai oleh Pembukaan Undang-Undang Dasar, yang berbunyi Ketuhaanan
dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya. Mereka mengakui
bahwa bagian kalimat itu tidak mengikat mereka, hanya mengenai rakyat yang beragam Islm.
Tetapi, tercantumnya ketetapan seperti itu didalam suatu dasaryang menjadi pokok UndangUndang Dasar berarti mengadakan diskriminasi terhadap golongan minoritas. Jika
diskriminasi itu ditetapkan juga, maka mereka lebih suka berdiri di luar republik Indonesia.
Aku mengatakan bahwa itu bukan suatu diskriminasi, sebab penetapan itu hanya mengenai
rakyat yang memeluk agama Islam.
Waktu merumuskan Pembukaan Undang-Undang Dasar itu, Mr. Maamis yang ikut
serta dalam Panitia Sembilan, tidak mempunyai keberatan apa-apa dan tanggal 22 Juni 1945,
ia ikut menandatanganinya. Opsir tadi mengatakan bahwa itu adalah pendirian dan perasaan
pemimpin-pemimpin Protestan dan Katolik dalam daerah pendudukan Kaigun. Mungkin
waktu itu Mr. Maramis hanya memikirkan bahwa bagian kalimat itu hanya untuk rakyat
Islam yang 90% jumlahnya dan tidak mengikat rakyat Indonesia yang beragama lain. Ia tidak
merasa bahwa penetapan itu adalah suatu diskriminasi.
Pembukaan Undang-Undang Dasar adalah pokok dari pokok, sebab itu harus teruntuk
bagi seluruh bangsa Indonesia dengan tiada kecualinya. Kalau sebagian daripada dasar itu
hanya mengikat sebagian rakyat Indonesia, sekalipun terbesar itu dirasakan oleh golongangolongan minoritas sebagai diskriminasi. Sebab itu, kalau diteruskan juga Pembukaan yang
mengandung diskriminasi itu, mereka golongan Prostetan dan Katolik lebih suka berdiri di
luar Republik. Karena begitu serius rupanya, esok paginya tanggal 18 Agustus 1945, sebelum
Sidang Panitia Persiapan bermula, kuajak Ki Bagus Hadikusumo, Wahid Hasyim, Mr.
Kasman Singodimedjo dan Mr. Teuku Mohammad Hasan dari Sumatera mengadakan suatu
rapat pendahuluan untuk membicarakan masalah itu. Supaya kita jangan pecah sebagai
bangsa, kami mufakat untuk menghilangkan bagian kalimat yang menusuk hati kaum Kristen
itu dan menggantikannya dengan Ketuhanan Yang Maha Esa. Apabila suatu masalah yang
serius dan bisa membahayakan keutuhan negara dapat diatasi dalam sidang kecil yang
lamanya kurang dari 15 menit, itu adalah suatu tanda bahwa pemimpin-pemimpin tersebut di
waktu itu benar-benar mementingkan nasib dan persatuan bangsa.
Rumusan sila-sila Pancasila yang ditetapkan oleh PPKI dapat dilihat selengkapnya dalam
naskah Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Rumusan
sila-sila Pancasila tersebut adalah:
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan
yang
dipimpin
oleh
hikmat
kebijaksanaan
dalam
permusyawaratan/perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
B. Makna Lambang Sila Pertama Pancasila
Ketuhanan Yang Maha Esa dilambangkan dengan Perisai hitam dengan sebuah
bintang emas berkepala lima menggambarkan agama-agama besar di Indonesia, Islam,
Buddha, Hindu, Kristen, dan juga ideologi sekuler sosialisme. Bintang dimaksudkan sebagai
sebuah cahaya, mengandung makna nur cahyo. Bintangnya memiliki 5 sudut maksudnya
untuk menerangi dasar Negara yang lima dan tujuan Negara yang lima. Sedangkan warna
hitam melambangkan warna alam atau warna asli.
C. Arti Sila Ketuhanan yang Maha ESA
Sila pertama dari Pancasila Dasar Negara NKRI adalah Ketahuan Yang Maha Esa.
Kalimat pada sila pertama ini tidak lain menggunakan istilah dalam bahasa Sansekerta
ataupun bahasa Pali. Banyak diantara kita yang salah paham mengartikan makna dari sila
pertama ini. Baik dari sekolah dasar sampai sekolah menengah umum kita diajarkan bahwa
arti dari Ketahuan Yang Maha Esa adalah Tuhan Yang Satu, atau Tuhan yang jumlahnya satu.
Jika kita membahasnya dalam bahasa Sansekerta ataupun Pali, Ketahuan Yang Maha Esa
bukanlah Tuhan yang bermakna satu.
Ketuhanan berasal dari kata tuhan yang diberi imbuhan berupa awalan ke- dan
akhiran an. Penggunaan awalan ke- dan akhiran an pada suatu kata dapat merubah makna
dari kata itu dan membentuk makna baru. Penambahan awalan ke- dan akhiran andapat
memberi makna perubahan menjadi antara lain: mengalami hal.sifat-sifat
Kata ketuhanan yang beasal dari kata tuhan yang diberi imbuhan ke- dan an
bermakna sifat-sifat tuhan. Dengan kata lain ketuhanan berarti sifat-sifat tuhan atau sifat-sifat
yang berhubungan dengan tuhan.
Kata Maha berasal dari bahasa Sansekerta atau Pali yang bisa berarti mulia atau
besar( bukan dalam pengertian bentuk). Kata Maha bukan berarti sangat. Kata esa juga
berasal dari bahasa Sansekerta atau Pali. Kata esa bukan berarti satu atau tunggal dalam
jumlah. Kata esa berasal dari kata etad yang lebih mengacu pada pengertian keberadaan
yang mutlak atau mengacu pada kata ini (this- Inggris). Sedangkan kata satu dalam
pengertian jumlah dalam bahasa Sansekerta atau bahasa Pali adalah kata eka. Jika yang
dimaksud dalam sila pertama adalah jumlah Tuhan yang satu, maka kata yang seharusnya
digunakan adalah eka bukan kata esa.
Dari penjelasan yang disampaikan di atas dapat dikesimpulan bahwa arti dari Ketahuan Yang
Maha Esa bukanlah berarti Tuhan Yang Hanya Satu, bukan mengacu pada suatu individual
yang kita sebut Tuhan Yang jumlahnya satu. Tetapi sesungguhnya Ketuhanan Yang Maha Esa
berarti Sifat-sifat Luhur atau Mulia Tuhan yang mutlak harus ada. Jadi yang ditekankan pada
sila pertama dari Pancasila ini adalah sifat-sifat luhur atau mulia, bukan Tuhannya.
Percaya dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan
Hormat dan menghormati serta bekerjasama antara pemeluk agama dan penganut-
kepercayaan masing-masing
4)
5)
Frasa Ketahuan Yang Maha Esa bukan berarti warga Indonesia harus memiliki agama
Mengandung makna adanya Causa Prima (sebab pertama) yaitu Tuhan Yang Maha Esa.
7)
agamanya.
8)
Negara memberi fasilitas bagi tumbuh kembangnya agama dan dan iman warga negara
Bertoleransi dalam beragama, dalam hal ini toleransi ditekankan dalam beribadah
ada pemaksaan beragama, atau orang memeluk agama dalam suasana yang bebas, yang
mandiri. Oleh karena itu dalam masyarakat Pancasila dengan sendirinya agama dijamin
berkembang dan tumbuh subur dan konsekuensinya diwajibkan adanya toleransi beragama.
Jika ditilik secara historis, memang pemahaman kekuatan yang ada di luar diri manusia dan
di luar alam yang ada ini atau adanya sesuatu yang bersifat adikodrati (di atas / di luar yang
kodrat) dan yang transeden (yang mengatasi segala sesuatu) sudah dipahami oleh bangsa
Indonesia sejak dahulu. Sejak zaman nenek moyang sudah dikenal paham animisme,
dinamisme, sampai paham politheisme. Kekuatan ini terus saja berkembang di dunia sampai
masuknya agama-agama Hindu, Budha, Islam, Nasrani ke Indonesia, sehingga kesadaran
akan monotheisme di masyarakat Indonesia semakin kuat. Oleh karena itu tepatlah jika
rumusan sila pertama Pancasila adalah Ketahuan Yang Maha Esa
Keberadaan Tuhan tidaklah disebabkan oleh keberadaban daripada makhluk hidup dan
siapapun, sedangkan sebaliknya keberadaan dari makhluk dan siapapun justru disebabkan
oleh adanya kehendak Tuhan. Karena itu Tuhan adalah Prima Causa yaitu sebagai penyebab
pertama dan utama atas timbulnya sebab-sebab yang lain. Dengan demikian Ketahuan Yang
Maha Esa mengandung makna adanya keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa Tunggal,
yang menciptakan alam semesta beserta isinya. Dan diantara makhluk ciptaan Tuhan Yang
Maha Esa yang berkaitan dengan sila ini adalah manusia. Sebagai Maha Pencipta, kekuasaan
Tuhan tidaklah terbatas, sedangkan selainNya adalah terbatas.
Negara Indonesia didirikan atas landasan moral luhur, yaitu berdasarkan Ketahuan Yang
Maha Esa yang sebagai konsekuensinya, maka negara menjamin kepada warga negara dan
penduduknya
untuk
memeluk
dan
untuk
beribadah
sesuai
dengan
agama
dan
Pancasila itu terdapat tetapi dijabarkan lagi dalam tubuh UUD 1945 itu sendiri pasal 29 ayat
1, yang berbunyi sebagai berikut :
Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa
Adanya pernyataan pengakuan dasar Ketuhanan Yang Maha Esa secara yuridis constitutional
ini, mewajibkan pemerintah/aparat Negara untuk memelihara budi pekerti kemanusiaan yang
luhur dan memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur.
Dengan demikian dasar ini merupakan kunci dari keberhasilan bangsa Indonesia untuk
menuju pada apa yang benarm baik dan adil. Dasar ini merupakan pengikat moril bagi
pemerintah dalam menyelenggarakan tugas-tugas Negara, seperti memajukan kesejahteraan
umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan social.
2. Negara menjamin kemerdekaan tiap penduduk untuk beribadat
menurut agama dan kepercayaannya (pasal 29 ayat 2 UUD 1945).
Jaminan kemerdekaan beragama yang secara yuridis constitutional ini membawa konsekuensi
pemerintah sebagai berikut:
1. Pemerintah wajib memberi dorongan dan kesempatan terhadap kehidupan
keagamaan yang sehat.
2. Pemerintah memberi perlindungan dan jaminan bagi usaha-usaha penyebaran
agama, baik penyebaran agama dalam arti kwalitatif maupun kwantitatif.
3. Pemerintah melarang adanya paksaan memeluk/meninggalkan suatu agama.
4. Pemerintah melarang kebebasan untuk tidak memilih agama.
Pengakuan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kehidupan beragama bangsa Indonesia tidak bisa
dipisahkan dengan sila-sila yang lain. Oleh karena itu kehidupan beragama harus dapat
membawa persatuan dan kesatuan bangsa, harus dapat mewujudkan nilai-nilai kemanusiaan
yang adil dan beradap, harus dapat menyehatkan pertumbuhan demokrasi, sehingga
membawa seluruh rakyat Indonesia menuju terwujudnya keadilan dan kemakmuran lahir dan
batin. Dalam hal ini berarti bahwa sila pertama memberi pancaran keagamaan, memberi
bimbingan pada pelaksanaan sila-sila yang lain.
3. Sebagai sarana untuk mewujudkan kesatuan dan persatuan bangsa, maka asas kebebasan
memelu agama ini harus diikuti dengan asas toleransi antar pemeluk agama, saling
menghargai dan menghormati antara pemeluk agama yang satu dengan pemeluk agama yang
lain dalam menjalankan ibadah menurut agama mereka masing-masing.
4.
Kehidupan
beragama
tidak
bisa
dipisahkan
sama
sekali
dari
kehidupan
6. Kita mengakui tiap warga Negara bebas menjalankan ibadah sesuai dengan agama
dan kepercayaan masing-masing.
7. Kita tidak memaksakan agama dan kepercayaan kita kepada orang lain.
menggabungkan tiga kekuatan terbesar bangsa Indonesia saat itu, yaitu Nasionalis,
Agama, dan Komunis yang gabungannya disebut sebagai Nasakom.
Penggabungan kaum nasionalis, kaum agama, dan komunis, tidak disukai oleh Masyumi
yang menganggap komunis identik dengan ateis. Pada masa itu, memang ada doktrin
yang menyebutkan bahwa tidak mungkin umat Islam mampu bekerjasama (apalagi
bersatu) dengan orang-orang yang tidak mempercayai Tuhan. Secara kebetulan pula,
pada masa Orde Lama, umat Islam cenderung tertepikan. Ada beberapa oknum PKI yang
menjelek-jelekkan Islam di tingkat bawah dan dibiarkan oleh Soekarno. Sementara itu,
Soekarno juga membubarkan Masyumi, menangkapi para pemimpinnya yang dianggap
terlibat dalam pemberontakan, dan cenderung menganak-emaskan PKI.
Dari sudut pandang ini, boleh dikesankan (tentu sebagai humor saja) bahwa Soekarno
melanggar Ketuhanan Yang Maha Esa.
Selain pelanggaran yang di lakukan oleh Bapak Ir. Soekarno terdapat banyak contoh
penyimpangan sila pertama yang lainnya yaitu: