Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

FILSAFAT BAHASA PERANNYA DALAM ILMU BAHASA


Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Filsafat Bahasa Dan Sastra

DosenPengampu:
Dr. Ida Sukowati, M.Hum. Disusun Oleh :Kelompok 5

1. Nur Hadi Masrukhin 20032036


2. Ajeng Widyahningsih 20032123
3. Arba'atus Ainun Nasikha 20032044
4. Riska Maghfiroh Alawiyah 20032048
5. Yulistiawati 20032038

PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS ISLAM DARUL ULUM
LAMONGAN
2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji Syukur Selalu Terlimpahkan kehadirat Allah SWT. Yang telah


menganugerahkan rahmat dan hidayah-Nya, shalawat dan salam senantiasa tercurahkan
kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW. Karena berkat beliaulah sehingga
makalah ini dapat terselesaikan dengan baik.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Bahasa Dan
Sastra. Selama penyusunan makalah ini penulis banyak mendapatkan bimbingan serta
motivasi dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis mengucapkan Alhamdulillah dan
terima kasih kepada:
1. Dr. Ida Sukowati, M.Hum. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan
arahan dan bimbingan dalam penyusunan makalah ini.
2. Keluarga yang telah memberikan dukungan dan semangat.
3. Semua Teman-teman yang ikutmembantu demi terselesaikannya makalah ini

Semoga Amal Kebaikannya Diterima Allah SWT dan mendapat imbalan pahala dari-
Nya. Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan.
Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat khususnya bagi penulis dan
bagi pembaca pada umumnya. Aamiin.

Lamongan, 28 Desember 2022

Kelompok 5

i
DAFTAR ISI

COVER
KATA PENGANTAR ...................................................................................................
DAFTAR ISI .................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang ........................................................................................................
B. Rumusan Masalah ...................................................................................................
C. Tujuan ......................................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN
A. Filsafat Bahasa .........................................................................................................
B. Hubungan Filsafat dan Bahasa ................................................................................
C. Peranan Filsafat Bahasa dalam Pengembangan Ilmu Bahasa .................................
D. Kontribusi Filsafat Bahasa dalam Pengembangan Ilmu Bahasa .............................

BAB III PENUTUPAN


A. Simpulan ..................................................................................................................
B. Saran ........................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA

i
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Tulisan ini membicarakan peranan Filsafat Bahasa dalam Pengembangan Ilmu
Bahasa. Sebelum dibahas masalah Peranan Filsafat Bahasa dalam Pengembangan Ilmu
Bahasa, terlebih dahulu harus diuraikan pengertian Filsafat Bahasa.
Filsafat Bahasa adalah pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai
hakikat bahasa, sebab, asal, dan hukumnya. Hubungan bahasa dengan masalah filsafat
telah lama menjadi perhatian para filsuf bahkan sejak zaman Yunani. Para filsuf
mengetahui bahwa berbagai macam problem filsafat dapat dijelaskan melalui suatu
analisis bahasa. Sebagai contoh problema filsafat yang menyangkut pertanyaan,
keadilan, kebaikan, kebenaran, kewajiban, hakikat ada (metafisika) dan pertanyaan-
pertanyaan fundamental lainnya dapat dijelaskan dengan menggunakan metode analisis
bahasa. Tradisi inilah oleh para ahli sejarah filsafat disebut sebagai ‘Filsafat Analitik’
yang berkembang di Eropa terutama di Inggris abad XX.
Memang semua ahli filsafat sependapat bahwa hubungan bahasa dengan filsafat
sangat erat bahkan tidak dapat dipisahkan terutama dalam pengertian pokok bahwa
tugas utama filsafat adalah analisis konsep-konsep dan karena konsep tersebut
diungkapkan melalui bahasa maka analisis tersebut tentunya berkaitan dengan makna
bahasa yang digunakan dalam mengungkapkan konsep-konsep tersebut.
Perhatian filsuf menjadi semakin besar ketika zaman abad pertengahan yang
ditandai dengan tujuh sistem utama yaitu Trivium yang meliputi gramatika, dialektika
(logika), dan retorika, serta Quadrivium yang mencakup aritmetika, geometrika,
astronomi dan musik. Akar-akar ilmu pengetahuan modern sudah mulai nampak.
Peranan filsuf terhadap bahasa juga sudah mengarah kepada pengembangan linguistik
sehingga pemikiran-pemikiran filosofisnya merupakan dasar pijak linguistik tersebut.
Bahkan yang lebih penting lagi berkembangnya bahasa sebagai sarana ilmu
pengetahuan terutama tentang peranan bahasa dalam pengembangan metode ilmiah,
logika dan epistemologi. Pada zaman modern ini terdapat tokoh-tokoh filsafat modern
yang memiliki penganut yang sangat kuat terhadap berkembangnya filsafat analitika
bahasa.

1
B. Rumusan masalah
1. Apa definisi Filsafat Bahasa?
2. Bagaimana Hubungan Filsafat dan Bahasa?
3. Bagaimana Peranan Filsafat Bahasa dalam Pengembangan Ilmu Bahasa?
4. Bagaimana Kontribusi Filsafat Bahasa dalam Pengembangan Ilmu Bahasa?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi Filsafat Bahasa.
2. Untuk mengetahui Hubungan Filsafat dan Bahasa.
3. Untuk mengetahui Peranan Filsafat Bahasa dalam Pengembangan Ilmu Bahasa.
4. Kontribusi Filsafat Bahasa dalam Pengembangan Ilmu Bahasa.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Filsafat Bahasa
Pada zaman Yunani kuno, bahasa sedikit banyak menjadi salah satu objek kajian
oleh para filsuf. Kaelan (1998; 259) menjelaskan bahwa pada masa itu beberapa filsuf
mengembangkan pemikiran dan mengemukakan gagasan mereka tentang bahasa.
Sebut saja misalnya Herakleitos yang memberikan gagasannya tentang "kata (logos).
la berpendapat bahwa logos bukan merupakan gejala antropologis belaka namun
mengandung kebenaran kosmis yang universal. Plato bahkan lebih luas
menggambarkan pemikirannya tentang bahasa. la meyakini bahwa bahasa adalah
ekspresi pikiran yang dimediasi oleh apa yang ia sebut dengan 'onoma' dan 'rhemata.
"Onomata (jamaknya 'onoma') adalah subjek dalam kaitan dengan subjek logis,
sementara themata (jamaknya 'rhema') merupakan verba dalam tata bahasa dan
predikat dalam hubungannya dengan makna logis. Ini menunjukkan bahwa benih-
benih filsafat bahasa telah mulai dikembangkan pada masa kejayaan Yunani itu.
Filsafat bahasa selalu dipahami pada dua perspektif berbeda, yaitu, pertama, filsafat
yang menggunakan bahasa sebagai alat analisis konsep-konsep, dan kedua, filsafat
yang mengkaji tentang bahasa sebagai materia yang dianalisis. Kedua pengertian ini
berkembang sedemikian rupa menurut sudut pandang filsuf yang berbeda. Secara
sederhana, Muntasir (1988:45-47) memberikan definisi filsafat bahasa yaitu suatu
penyelidikan secara mendalam terhadap bahasa yang dipergunakan dalam filsafat
sehingga dapat dibedakan pernyataan filsafat yang mengandung makna (meaningful)
dengan yang tidak bermakna (meaningless). Definisi ini menunjukkan bahwa bahasa
menjadi material yang dikaji untuk menghasilkan makna dari pernyataan- pernyataan
filsafati.
Akan tetapi, ia kemudian menyajikan pandangan-pandangan lainnya tentang filsafat
bahasa yang perlu menjadi catatan Mengutip Verhaar, ia menyebut bahwa filsafat
bahasa itu terbagi ke dalam dua sudut pandang yaitu, (1) filsafat mengenai bahasa,
yang berarti bahwa terdapat sebuah sistem untuk melakukan pendekatan terhadap
bahasa sebagai sebuah objek kajian; dan (2) filsafat berdasarkan bahasa, yaitu seorang
filsuf ingin berfilsafat dan mencari sebuah sumber yang dapat dijadikan titik pangkal
yang menyediakan bahan-bahan yang diperlukannya. Berdasarkan pengelaborasian

3
selanjutnya. Verhaar cenderung memandang filsafat bahasa dengan pengertian (2), dan
inilah yang ia samakan dengan mazhab analitika bahasa.
Katz (1966:4) menyimpulkan bahwa premis dasar filosofi bahasa adalah bahwa
terdapat hubungan erat antara bentuk dan isi bahasa dengan bentuk dan isi
konseptualisasi. Dengan demikian, tugas filosofi bahasa adalah mencari hubungan ini
dan membuat inferensi apapun tentang struktur ilmu pengetahuan konseptual yang
dapat dibuat berdasarkan apa yang diketahui dari struktur bahasa. Kutipan ini
menunjukkan bahwa bahasa yang dipergunakan harus memiliki hubungan dengan
konseptualisasinya, yang berarti bahwa bila hubungan ini tidak dapat atau sulit untuk
didapati maka akan terjadi kekacauan. Wicoyo (1997: 4-18) mengatakan bahwa
filsafat analitik adalah aliran yang berupaya untuk memperbaiki kekacauan
penggunaan bahasa oleh para filsulf terdahulu ketika berfilsafat. Secara umum
terdapat tiga aliran utama dalam filsafat analitik ini, yaitu:
1. Atomisme Logis (Logical Atomism). Aliran ini dimulai oleh Bertrand Russel dan
diakhiri oleh Wittgenstein. Pandangan ini pada dasarnya melihat bahasa sebagai
sesuatu yang dapat dipecah menjadi proposisi-proposisi atomik atau proposisi-
proposisi elementer melalui teknik analisa logis atau analisa bahasa. Setiap
proposisi atomik atau proposisi elementer dapat mengungkapkan suatu fakta, yaitu
fakta atomis yang merupakan bagian terkecil dari realitas.
2. Positivisme Logis atau Empirisme Logis (Neo Positivism). Pandangan ini
sebenarnya banyak dipengaruhi oleh Wittgenstein. Salah satu pionirnya, Alfred
Jules Ayer mengusulkan sebuah istilah 'prinsip verifikasi Prinsip ini bertujuan
untuk menentukan makna suatu ucapan bukan kebenarannya, karena sebuah ucapan
bisa bermakna benar dan bisa pula salah. Ia berpendapat bahwa suatu ucapan dapat
dikatakan bermakna bila ucapan itu merupakan observation-statement, yang berarti
bahwa pernyataan itu menyangkut realitas inderawi atau suatu ucapan yang
didasarkan pada observasi atau sekurang-kurangnya mempunyai hubungan dengan
observasi atau menunjuk ke hal-hal yang empiris yang membuat ucapan itu benar
atau salah.

Filsafat Bahasa Biasa (The Ordinary Language Philosophy). Dalam pandangan ini,
Wittgenstein dianggap sebagai perintisnya. Di sini ia menyadari bahwa bahasa logika
ternyata mengandung kelemahan, yaitu tidak mampu menyentuh seluruh realitas

4
dalam kehidupan sehari-hari. Atas dasar itu, ia kemudian memutar haluan untuk
memberikan penekanan pada keanekaragaman bahasa biasa dan cara penggunaannya.
Ketika aliran ini sangat dipengaruhi oleh pemikiran-pemikiran Wittgenstein, dimana
ketiganya memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap penganalisisan bahasa
atau pernyataan filsafati yang dihasilkan. Namun, perkembangan ini kemudian
dipertanyakan oleh Alston, dimana ia melihat filsafat bahasa sehari-hari memiliki
berbagai kelemahan. Seperti dikutip Kaelan (1998: 8) bahasa sehari-hari mengandung
lima kelemahan, yaitu vagueness (kesamaran); inexplicitness (tidak eksplisit)
ambiguity (ketaksaan), context-dependence (tergantung pada konteks), dan
misleadingness (menyesatkan). Terlepas dari kelemahan-kelemahan ini, bahasa tetap
menjadi sesuatu yang spesial bagi manusia karena berkontribusi sangat besar terhadap
perkembangan pikiran manusia sehingga dapat memahami realitas akan berbagai
macam objek.
Perhatian filsuf terhadap bahasa semakin besar. Mereka sadar bahwa dalam
kenyataannya banyak persoalan-persoalan filsafat, konsep-konsep filosofis akan
menjadi jelas dengan menggunakan analisis bahasa. Tokoh-tokoh filsafat analitika
bahasa hadir dengan terapi analitika bahasanya untuk mengatasi kelemahan
kekaburan, kekacauan yang selama ini ada dalam berbagai macam konsep filosofis.
Berbeda dengan perkembangan filosofis bahasa di Inggris, di Perancis terdapat suatu
perubahan yang sangat radikal. F. de Saussure telah meletakkan dasar-dasar filosofis
terhadap linguistik. Pandangannya tentang hakikat bahasa telah membuka cakrawala
baru bagi ilmu bahasa yang sebelumnya hanya berkiblat pada tradisi Yunani. Secara
keseluruhan filsafat bahasa dapat dikelompokkan atas dua pengertian
1. Perhatian filsuf terhadap bahasa dalam menganalisis, memecahkan dan
menjelaskan problema-problema dan konsep-konsep filosofis.
2. Perhatian filsuf terhadap bahasa sebagai objek materi yaitu membahas dan
mencari hakikat bahasa yang pada gilirannya menjadi paradigma bagi
perkembangan aliran dari teori-teori linguistik. (Kaelan, 1998: 5).

Berdasarkan pengertian di atas bahasa sebagai sarana analisis para filsuf dalam
memecahkan, memahami dan menjelaskan konsep-konsep, problema-problema filsafat
(bahasa sebagai subjek). Dan yang kedua bahasa sebagai objek material filsafat,
sehingga filsafat bahasa membahas hakikat bahasa itu sendiri. Hakikat bahasa sebagai

5
substansi dan bentuk yaitu bahwa bahasa di samping memiliki makna sebagai
ungkapan pikiran manusia juga memiliki unsur fisis yaitu struktur bahasa.

B. Hubungan Filsafat dan Bahasa


Filsafat secara umum memiliki tiga cabang, yaitu metafisika, epistemologi, dan
logika. Metafisika secara sederhana dapat diartikan sebagai 'di luar fisik, yang berarti
bahwa sesuatu yang berada di luar apa yang bisa dilihat dan dirasakan secara empiris.
Metafisika muncul dari tulisan Aristoteles yang sampai saat ini terus dianggap sebagai
Metafisika-nya Aristoteles. (Popkin & Stroll, 1956: 70). Kemudian, epistemologi.
menurut sumber yang sama, merupakan teori tentang ilmu pengetahuan, yaitu teori
yang menaungi alat yang dipergunakan untuk memperoleh ilmu pengetahuan, batas
jarak ilmu pengetahuan kita, dan kriteria-kriteria yang kita pergunakan untuk menilai
salah atau benarnya ilmu pengetahuan kita. Yang terakhir logika, yaitu cabang filosofi
yang merefleksikan hakikat cara berpikir sehingga mampu memberikan penalaran
yang tepat, membedakan argumen yang baik dan yang buruk, dan metode-metode
untuk mendeteksi kesalahan dalam penalaran.
Berdasarkan definisi-definisi singkat ini, dapat dilihat hubungan antara filsafat
dengan bahasa. Berikut ini adalah beberapa pandangan tentang hubungan-hubungan
itu. Dalam kaitannya dengan metafisika, bahasa memiliki peranan yang sangat krusial
karena berbagai macam konsep dan fakta untuk dapat menjadi argumen metafisis
harus menggunakan bahasa yang sesuai sebagai medianya. White dalam Kaelan (1998,
11) memberikan contoh yaitu pertanyaan fundamental Plato tentang keadilan,
kesucian, ruang, waktu, kontradiksi, kebaikan dan sebagainya. Pertanyaan-pertanyaan
tentang hal-hal itu adalah upaya secara analitik melalui bahasa untuk membuat
pertanyaan- pertanyaan itu eksplisit.
Secara lebih komprehensif, Russell sampai kepada sebuah kesimpulan bahwa
terdapat kesepadanan (isomorfi) antara unsur bahasa dan unsur kenyataan.
Kesimpulannya ini kemudian dipertegas oleh Wittgenstein dengan pernyataannya
'sebuah proposisi itu adalah gambaran realitas (kenyataan). Sebuah proposisi adalah
sebuah model dari realitas yang kita bayangkan. (Mustansir, 1988: 70-71).
Kemudian yang terakhir adalah hubungan antara logika dengan bahasa. Yang
menjadi pokok hubungan keduanya adalah fakta bahwa dalam proses berpikir,
manusia tidak dapat melepaskan diri dari bahasa untuk memahami dunia luar, baik
secara objektif maupun imajinatif. Proses berpikir dalam konteks ini tentu saja

6
bernalar dengan bersandar pada hukum-hukum, yang dengannya kemudian dapat
dinyatakan apakah sebuah kesimpulan itu benar atau salah. Contoh:

C. Peranan Filsafat Bahasa dalam Pengembangan Ilmu Bahasa


Uraian terdahulu telah membicarakan tentang pengertian filsafat bahasa,
dan juga sudah diuraikan hubungan filsafat dengan bahasa sangat erat, atau sangat
penting. Begitu juga peranan (kegunaan) filsafat bahasa, sangat penting dalam
pengembangan ilmu bahasa.
Kegunaan (peranan) filsafat bahasa itu sangat penting pada pengembangan
ilmu bahasa karena filsafat bahasa itu adalah pengetahuan dan penyelidikan
dengan akal budi mengenai hakikat bahasa, sebab, asal, dan hukumnya. Jadi
pengetahuan dan penyelidikan itu terfokus kepada hakikat bahasa, juga sudah
termasuk perkembangannya.
Pada dasarnya perkembangan filsafat analitika bahasa meliputi tiga aliran
yang pokok yaitu atomisme logis, positivisme logis, dan filsafat bahasa biasa.
Aliran filsafat bahasa biasa inilah yang memiliki bentuk yang paling kuat bilamana
dibandingkan dengan aliran yang lain, dan memiliki pengaruh yang sangat luas,
baik di Inggris, Jerman dan Perancis maupun di Amerika. Aliran ini dipelopori
oleh Wittgenstein.
Aliran filsafat bahasa biasa juga mempunyai kelemahan-kelemahan antara
lain:
1. Kekaburan makna
2. Bergantung pada konteks
3. Penuh dengan emosi
4. Menyesatkan

Untuk mengatasi kelemahan dan demi kejelasan kebenaran konsep-konsep


filosofis maka perlu dilakukan suatu pembaharuan bahasa, yaitu perlu diwujudkan
suatu bahasa yang sarat dengan logika sehingga ungkapan-ungkapan bahasa
dalam filsafat kebenarannya dapat dipertanggungjawabkan. Kelompok filsuf ini
adalah Bertrand Russell. Menurut kelompok filsuf ini tugas filsafat yaitu
membangun dan mengembangkan bahasa yang dapat mengatasi kelemahan-
kelemahan yang terdapat dalam bahasa sehari-hari ini. Dengan suatu kerangka
bahasa yang sedemikian itu kita dapat memahami dan mengerti tentang hakikat

7
fakta-fakta atau kenyataan-kenyataan dasar tentang struktur metafisis dan realitas
kenyataan dunia yang menjadi perhatian yang terpenting adalah usaha untuk
membangun dan memperbaharui bahasa itu membuktikan bahwa perhatian filsafat
itu memang berkenaan dengan konsepsi umum tentang bahasa serta makna yang
terkandung di dalamnya.
Sebagai suatu bidang filsafat khusus, filsafat bahasa mempunyai
kekhususannya, yaitu masalah yang dibahas berkenaan dengan bahasa. Jadi
peranan filsafat bahasa jelas sangat penting, atau berpengaruh terhadap
pengembangan ilmu bahasa. Namun berbeda dengan ilmu bahasa atau lingkungan
yang membahas ucapan tata bahasa, dan kosa kata, filsafat bahasa lebih berkenaan
dengan arti kata atau arti bahasa (semantik). Masalah pokok yang dibahas dalam
filsafat bahasa lebih berkenaan dengan bagaimana suatu ungkapan bahasa itu
mempunyai arti, sehingga analisa filsafat tidak lagi dimengerti atau tidak lagi
dianggap harus didasarkan pada logika teknis, baik logika formal maupun
matematik, tetapi berfilsafat didasarkan pada penggunaan bahasa biasa. Oleh
karena itu mempelajari bahasa biasa menjadi syarat mutlak bila ingin
membicarakan masalah-masalah filsafat, karena bahasa merupakan alat dasar dan
utama untuk berfilsafat.
Di dalam pengembangan bahasa banyak ditemui kata-kata yang bersinonim,
ini membuktikan bahwa bahasa itu berkembang sehingga banyak kata yang
bersinonim. Begitu juga akibat perkembangan bahasa itu timbul kat-kata baru,
yang singkat dan tepat, dan mewakili kata-kata yang panjang, seperti kata
canggih, dahulu kata canggih belum ada, sekarang timbul dan mewakili kata-kata
yang panjang. Cukup kita mengatakan canggih saja, di dalam dunia modern, masa
kini. Selanjutnya kata rekayasa, dahulu kata rekayasa tidak ditemukan, sekarang
timbul untuk mewakili kata-kata yang panjang yaitu penerapan kaidah-kaidah
ilmu seperti perancangan, membangun, pembuatan konstruksi.
Selanjutnya kata monitor atau memantau dahulu kata monitor (memantau)
belum ada, sekarang timbul dan mewakili kata-kata yang panjang, yaitu
mengawasi, mengamati, mengontrol, mencek dengan cermat, terutama untuk
tujuan khusus. Contoh:
Struktur kalimat juga berkembang sesuai dengan ilmu pengetahuan yang
meningkat. : Dahulu struktur kalimat mempunyai pokok, sebutan, objek, sekarang

8
timbul subjek, predikat, keterangan dan ada lagi frase benda, frase kerja, dan frase
keterangan.
Ada lagi paradigma baru seperti kata pemimpin, dengan pimpinan, yang
mempunyai makna berbeda. Pemimpin adalah orang yang memimpin, sedangkan
pimpinan adalah orang yang dpimpin. Selanjutnya kata simpulan yang benar dari
kata kesimpulan. Simpulan itu adalah akhir dari pembahasan. Kata keterangan
dengan terangan yang betul adalah terangan. Jadi makin banyak perubahan atau
perkembangan bahasa itu akibat ilmu pengetahuan tentang bahasa yang
meningkat.
Ada juga kata-kata yang timbul pada saat ini tetapi tidak diterima oleh
masyarakat seperti kata sangkil dan mangkus dalam bahasa Inggris effektif dan
efisien, masyarakat lebih menerima kata berhasil guna, dan berdaya guna. Begitu
juga singkatan-singkatan atau akronim sering terjadi pada masyarakat masa kini.
Contoh:
TERA OTISTA (Obrolan Artis dalam Berita)
KISS (Kisah Seputar Selebritis)

D. Konstribusi Filsafat Bahasa dalam Pengembangan Ilmu Bahasa


Berdasarkan penjelasan-penjelasan di atas, filsafat telah memberikan
kesempatan pada bahasa untuk dimunculkan sebagai salah satu cabangnya. Seperti
dipahami, filsafat cenderung untuk mencari kebenaran akan sesuatu, sehingga
untuk mendapatkan kebenaran itu sebuah objek harus dilihat secara mendalam,
yaitu meneliti secara lebih detail apa sebenarnya yang terkandung di dalamnya.
Identik dengan hal itu, pernyataan- pernyataan filsafati akan dapat dipahami
berdasarkan bentuk bahasa yang dipergunakan untuk mencapaikan isi atau makna.
Oleh karena itu, makna terealisasi oleh bentuk bahasa.
Berdasarkan kesimpulan ini, filsafat telah melahirkan bahasan tentang
bentuk bahasa (ekspresi) dan makna. Bentuk bahasa secara umum
direpresentasikan oleh tata bahasa sedangkan makna dibahas secara mendalam
dalam kajian Semantik. Tentang tata bahasa, pada jaman Yunani beberapa filsuf
saat itu memberikan gambaran- gambaran yang sangat jelas, sebagai contoh Plato
memperkenalkan onoma dan rhemata seperti telah disebutkan sebelumnya, dimana
onoma berfungsi sebagai subjek dan rhemata berfungsi sebagai predikat. Ini
memberikan dasar lebih lanjut pada perkembangan teori tata bahasa secara umum,

9
meskipun pada abad-abad selanjutnya terjadi perbedaan yang cukup mendasar,
yang bisa saja disebabkan oleh perbedaan interpretasi dan perkembangan
pemikiran manusia.
Pada ujung kontinuum lainnya terdapat makna. Proses pencarian makna ini
tentu tidak hanya dikaitkan pada struktur atau tata bahasa saja, namun juga
dipengaruhi oleh konteks yang dalam filsafat berkaitan dengan kebenaran
pragmatis. Makna secara umum menjadi fokus utama kajian Semantik, di mana di
dalamnya beragam unsur filsafat ditemukan. Konsep-konsep sinonim, antonim,
hiponim, meronim, dsb. diperkenalkan sedemikian rupa untuk dapat menghasilkan
pemaknaan yang tepat akan sebuah pernyataan. Di dalam Semantik ini sebenarnya
bernaung sebuah kajian yang saat ini disebut dengan Pragmatik. Pragmatik sendiri
pada dasarnya merupakan kajian tentang bagaimana bahasa dipergunakan.
Pernyataan tertentu akan beragam maknanya menyesuaikan dengan konteksnya, di
mana dalam teori kebenaran pragmatis, sebuah pernyataan akan dianggap benar
apabila dapat memberikan manfaat praktis bagi manusia.
J.L. Austin dapat disebut sebagai salah seorang yang telah memberikan jasa
besar bagi perkembangan dunia Pragmatik. Bahasan tentang tindak tutur
(Locutionary Acts, Illocutionary Acts, dan Perlocutionary Acts) dijabarkan dengan
mendalam sehingga dapat dibedakan satu sama lainnya. Ahli bahasa lainnya,
semisal Searle (1975). kemudian mengembangkan teori-teori Pragmatik lebih
lanjut dengan membedakan tindak tutur itu menjadi lima kelompok utama, yaitu:
a) representatif (berbentuk pernyataan), b) direktif (berbentuk pertanyaan,
permintaan dan perintah, c) komisif (berbentuk pernyataan janji, tekad, jaminan,
sumpah, dan persetujuan, d) ekspresif (pernyataan perasaan tentang sesuatu,
seperti ucapan terima kasih, mohon maaf, dan ucapan selamat); dan e) deklaratif
(berbentuk pengumuman, pemberitahuan, proklamasi, dan pemberian nama).
Dalam dunia pengajaran bahasa, filsafat juga memberikan jalan yang sangat
luas, dimulai dari teori-teori tentang pemerolehan bahasa baik berdasarkan
behaviorisme, kognitivisme, dsb. Teori-teori tersebut tentu didasarkan pad.
Pernyataan filsafat dari filsuf kenamaan pada zaman-zaman sebelumnya. Se akti.
dapat kita ambil sebuah contoh. Dalam pengajaran menulis, kita sering disuguhkan
dengan dua teknik utama penyampaian ide, apakah secara induktif dan deduktif.
Induktif mengikuti filosofi empirisme yang bertitik tolak dari fakta-fakta yang
bersifat khusus dan dengannya mengambil kesimpulan yang bersifat umum. Pada

1
sisi lain, deduktif berpedoman pada aliran rasionalisme dengan bertitik tolak dari
sesuatu yang umum untuk mendapatkan sesuatu yang bersifat khusus. Kedua
metode ini sangat membantu dalam proses belajar menulis. Dengan demikian,
dapat kita lihat bahwa filsafat benar-benar memberikan nuansa dalam
perkembangan bahasa baik secara teoritis maupun praktis. Meskipun terdapat
perbedaan-perbedaan di antara para filsuf namun bukan berarti harus saling
menyalahkan. Kebenaran selalu berada dalam proses pencarian dan akan sangat
bersifat relatif.

1
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Filsafat bahasa adalah pengetahuan dan penyelidikan dengan akal budi mengenai
hakekat bahasa, sebab, asal, dan hukumnya. Peranan filsafat bahasa dalam
pengembangan ilmu bahasa sangat penting. Filsafat bahasa ini mempunyai
kekhususannya, yaitu masalah yang dibahas berkenaan dengan bahasa, yaitu
ungkapan-ungkapan bahasa yang mempunyai arti. Di dalam pengembangan bahasa
peranan filsafat bahasa cukup jelas, akibat banyaknya timbul kata-kata baru, sinonim,
struktur kalimat, singkatan (akronim) dan kaidah-kaidahnya. Ini semua karena ilmu
pengetahuan yang semakin meningkat pada saat ini, dan banyak timbul paradigma
baru.

B. Saran
Adapun saran yang dapat penyusun sampaikan yaitu sebagai seorang mahasiswa
harus selalu menggali potensi yang ada pada diri kita. Cara menggali potensi dapat
dilakukan salah satunya dengan cara mempelajari makalah ini. Tulisan ini dapat
digunakan sebagai pengayaan untuk menambah pengetahuan dan mendapatkan
informasi tentang apa yang telah didiskusikan dan menggunakan informasi tersebut
bermanfaat untuk menambah pengetahuan bagi kami khususnya dan bagi pembaca
pada umumnya. Mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat untuk kita
kedepannya. Amiinn.
.

1
DAFTAR PUSTAKA

Kaelan M.S. 1998. Filsafat Bahasa, Yogyakarta: Penerbit Paradigma. Wicoyo Joko. A.
1996. Filsafat Bahasa Biasa Dan Tokohnya, Yogyakarta: Penerbit Liberty.

Abidin zainal.2000. Filsafat manusia. Bandung : PT. Remaja rosdakarya

Alih bahasa: Soejono Soemargono,Louis O. Kattsoff,. (2004). Pengantar filsafat. Tiara


Wacana. Yogya.

Poedjosoedarmo, S. (2001). Filsafat bahasa. Muhammadiyah University Press.


Surakarta.

Surajiyo,drs.2007. Filasafat ilmu dan perkembangannya di indonesia. Jakarta: bumi


aksara.

Suparlan suhartono,ilyya muhsin, filsafat pendidikan, yogyakarta: ar-ruzz media,2009

Anda mungkin juga menyukai