Anda di halaman 1dari 19

CRITICAL BOOK REVIEW

Disusun Oleh

Yunita Sari Harahap


8186191004

A Reguler 2018

Neuropsikolinguistik
Dosen Pengampu : Dr. Wisman Hadi, M.Hum

PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan anugerah-Nya
sehingga tugas Critical Book Report (CBR) ini selesai tepat pada waktunya. Makalah ini
membahas tentang “Neuropsikolinguistik.”
Adapun tugas ini dibuat untuk memenuhi tugas CBR mata kuliah
Neuropsikolinguistik. Penulis berharap makalah ini menjadi salah satu referensi bagi
pembaca bila mana hendak mengetahui buku tentang Neuropsikolinguistik.
Makalah ini masih banyak ditemukan kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran
sangat diharapkan dari pembaca guna perbaikan makalah dimasa yang akan datang. Akhir
kata, penulis mengucapkan terima kasih dan semoga makalah ini bermanfaat bagi mahasiswa
khususnya dan bagi pembaca umumnya.

Medan, Maret 2019

Penulis
1. IDENTITAS BUKU

Judul Buku : Neuropsikolinguistik

Penulis : Arifuddin

ISBN : 978-979-769-285-8

Halaman : 346

Kota Terbit : Jakarta

Cetakan : Ke-1

Penerbit : Rajawali Pers

Tahun Terbit : 2010

1. RINGKASAN BUKU

BAB I HAKIKAT NEUROLINGUISTIK

Neurolinguistik merupakan kajian mengenai landasan biologis bahasa dan mekanisme


otak yang berperan dalam pemerolehan dan penggunaan bahasa. Psikolinguistik adalah kajian
mengenai faktor psikologis dan neurobiologis yang memungkinkan manusia memperoleh,
menggunakan, dan memahami bahasa. Dari gabungan dua cabang ilmu tersebut, maka
lahirlah Neuropsikolinguistik yang menelaah peran otak dalam pemerolehan, produksi,
pemprosesan, gangguan bahasa, dan studi interdisipliner tentang bahasa otak secara umum.

Neuropsikolinguistik merupakan bidang kajian linguistik yang berorientasi pada


hubungan antara proses produksi, persepsi, dan pemahaman bahasa; aspek kognisi dalam
pemerolehan/pembelajaran bahasa, dan deskripsi fungsi bahasa otak. Dalam bidang kajian ini
tujuan utamanya adalah menelaah bagaimana input dan output bahasa yang diterima otak
diproses baik untuk memperoleh, memproduksi, memahami, maupun menggunakan bahasa.
Aspek lain yang menjadi kajian neuropsikolinguistik adalah dampak dari gangguan pada
daerah atau bagian otak tertentu terhadap “kapasitas” berbahasa seseorang.
Pada awal abad ke 19 Gall membuat peta otak yang sangat terkenal sampai sekarang.
Dalam pertanyaan itu, Gall member tanda pada daerah khusus yang mengatur fungsi bahasa
otak yang diberi nama “Area XV” (Daerah XV). Secara rinci dan berani Gall, misalnya,
menyakini bahwa lobus depan otak yang berbunyi bahwa kemampuan dan perilaku manusia
yang berbeda dapat ditelusuri melalui bagian-bagian tertentu dalam otak. Tidak lama
kemudian, yaitu pada tahun 1836, seorang dokter Prancis bernama Marc Dax yang tidak
begitu terkenal dan tidak banyak menulis karya ilmiah mengikuti konferensi masalah-
masalah ksehatan di Montpelier, Prancis. Dalam konferensi tersebut Dax menyajikan satu-
satunya karya ilmiah/ paper yang pernah ditulisnya sepanjang hidupnya. Dax mengklaim
bahwa hilangnya (kemampuan) bahasa senantiasa berkaitan dengan kerusakan atau gangguan
pada otak bagian (sisi) kiri.

Tujuan mempelajari psikolinguistik yaitu untuk membantu menyelesaikan


permasalahan kompleks manusia dalam pembelajaran berbahasa, karena selain berkenaan
dengan masalah berbahasa, juga berkenaan dengan kegiatan berbahasa. Sedangkan kegiatan
berbahasa itu bukan hanya berlangsung secara mekanistik, tapi juga berlangsung secara
mentalistik. Artinya, kegiatan berbahasa itu berkaitan juga dengan proses atau kegiatan
mental (otak). Istilah neurolinguistik berarti mengkaji dan menguraikan relasi antara bahasa
dan otak. Teknik dan konsep yang berkontribusi diantaranya dari perspektif linguistik,
psikolinguistik, neuroatonomi, kecerdasan buatan, dan bidang medis (Caplan, 1998).
Seluruhnya mengarahkan pada temuan mengenai gangguan berbahasa berbahasa yang
bertujuan pada pemahaman yang lebih komprehensif tentang relasi bahasa dan otak.

BAB II OTAK MANUSIA DAN OTAK HEWAN


A. Otak Manusia

Menurut beberapa ahli, beberapa bagian otak mengalami perkembangan atau evolusi.
Perkembangan fisik mahkluk hidup disertai oleh terjadinya evolusi otaknya. Menurut catatan
sejarah perkembangan manusia, evolusi otak manusia berlangsung dalam jangka waktu yang
sangat lama. Hal ini dibuktikan dari data empiris yang “terbaca” pada berbagai fosil dan
tengkorak manuisa yang mewakili beberapa periode kehidupan manusia yang ditemukan di
berbagai belahan dunia. Dari temuan itulah para ilmuan melakukan kajian tentang adanya
evolusi otak manusia dari masa ke masa termasuk juga perbedaan ukurannya. (Arifuddin,
2013:22).

Otak manusia lebih berbeda dari otak hewan lain. Ini terdiri dari miliaran neuron, dan
masing-masing saling berhubungan dan dengan demikian membantu untuk membuat otak
menjadi bagian dari sistem saraf. Otak manusia adalah bagian utama dari sistem saraf pusat.
Hal ini tidak otak terberat di antara hewan, dan tidak memiliki berat badan yang proporsional
dengan tubuh mereka (dengan berat kurang dari 1,5 kg). Hal ini hanya sedikit lebih kompleks
daripada hewan.
1. Otak Bagian Belakang

Otak bagian belakang (hindbrain) terletak di bagian belakang tengkorak kepala,


merupakan bagian terbawah otak. Tiga bagian utama otak bagian belakang adalah medula,
pons, dan serebelum (King, 2010).
2. Otak Bagian Tengah

Otak bagian tengah (midbrain), yang terletak antara otak belakang dan otak depan,
merupakan wilayah dengan banyak sistem serat saraf naik dan turun untuk berhubungan
dengan bagian otak yang lebih rendah dan lebih tinggi (Prescott & Humpries, dalam King,
2007).

3. Otak Bagian Depan

Otak bagian depan (forebrain) adalah paling terlihat, terdiri dari dua belahan, satu di
kanan dan satu di kiri, merupakan tingkat tertinggi otak manusia (King, 2010). Struktur otak
depan yang terpenting adalah sistem limbik, talamus, ganglia basalis, hipotalamus, dan
korteks serebrum.
B. Otak Hewan

Pada hewan tertentu, tingkat kecerdasan dapat dibandingkan dengan ukuran otak
masing-masing. Namun, hal ini tidak berlaku untuk semua hewan. Pada hewan primitif
seperti cnidaria tidak memiliki otak atau struktur seperti otak; sebaliknya, mereka memiliki
jaring saraf, di mana semua neuron yang mirip dan terkait satu sama lain dalam sebuah
jaring. Pertama, cacing pipih telah berevolusi ‘otak’ primitif, dengan membentuk massa
pembesaran jaringan saraf dan sel-sel di bagian depan tubuh mereka. Ini ‘otak’ adalah sistem
saraf dasar yang lebih kompleks daripada jaring saraf pada cnidaria. Ia juga memiliki
kemampuan mengendalikan respon otot dengan cara yang lebih baik.

Tahap awal otak vertebrata pertama kali ditemukan dari bukti fosil ikan awal seperti
Agnathan. Otak mereka yang kecil tapi sudah dibagi menjadi tiga divisi dasar yang juga
ditemukan di saat hidup otak vertebrata. Ketiga divisi dasar terutama, otak belakang, otak
tengah dan otak depan.

BAB III AREA BAHASA MANUSIA

Perbedaan antara otak manusia dengan otak hewan terletak pada kapasitas sturktur
otak. Otak manusia dibagi menjadi dua sisi atau belahan, yaitu hemisfer kiri dan hemisfer
kanan dan dihubungkan dengan sebuah jembatan yang disebut dengan corpus callosum.
Hemisfer itu masing-masing dibagi menjadi empat lobus atau daerah, yaitu lobus depan
(frontal), lobus parietal, lobus occiptal, dan lobus temporal. Lobus-lobus tersebut memiliki
peran masing-masing yang berbeda.
BAB IV BAHASA TANDA
Orang tuli bisu yang hemisfer kirinya terganggu akibat stroke juga mengalami
gangguan bahasa seperti yang dialami oleh penderita afasia Broca dan afasia Wernicke.
Diketahui bahwa pengguna bahasa tanda bahasa tuli menjadi seorang tuna wicara (aphasic)
dalam ASL, seperti pada bahasa-bahasa yang mengandalkan pada aspek (bahasa) lisam,
menyertai kerusakan pada bagian tertentu hemisfer kiri, dan pola gangguan ASL pada
pengguna bahasa tanda yang hemisfer kirinya cedera mirip dengan yang dialami penderita
afasia pengguna “bahasa vocal” auditoris. Dalam otak yang normal kedua hemisfer kanan
dan kiri masing-masing memberikan kontribusi kepada pemaduan ujaran (bahasa) dan
isyarat. Bahasa tanda berbeda satu sama lain, sebagaimana yang terjadi pada bahasa lisan,
dan terbukti banyak ragam bahasa tanda di dunia ini. Penggunaan bahasa tanda Amerika
(ASL) didasari pemahaman dari ekspresi tindakan visual, bukan ujaran atau tuturan. Yang
belum jelas apakah pengguna/ekspresi dan proses tanda melibatkan hemisfer yang sama
dengan hemisfer yang berperan dalam memeroses bahasa verbal?

BAB V PEMEROLEHAN BAHASA


A. Pendahuluan
Kematangan kognisi adalah salah satu penentu kecepatan dan keberhasilan
pemerolehan bahasa. Uraian ini akan akan memberikan wawasan yang luas mengenai seluk
beluk pemerolehan bahasa, baik bahasa pertama atau bahasa kedua.
B. Konsep Pemerolehan Bahasa

Pemerolehan bahasa pertama (FLA) dapat dipertentangkan dengan pemerolehan


bahasa kedua (SLA). SLA adalah kajian bagiamana pembelajar mempelajari sebuah bahasa
lain setelah dia memperoleh bahasa ibunya. Proses pemerolehan bahasa pertama anak di
dunia sama, yaitu tidak hanya disebabkan oleh persamaan unsur biologi dan neurologi
bahasa, tetapi juga oleh aspek mentalitas bahasa seebagaimana yang dikemukakan Chomsky
melalui teori mentalitasnya.

Sementara, pemerolehan bahasa kedua memerlukan penguasaan pengetahuan bahasa


dan penampilan bahasa. Kompetensi menurut Chomsky mengandung refresentasi mental dari
kaidah bahasa yang membentuk tata bahasa yang terinternalisasi dalam penutur dan
pendengar. Penampilan bahasa mengacu kepada kemampuan pembelajar dalam memahami
dan menghasilkan ujaran secara aktual dalam aktivitas komukasi. Hambatan yang terdapat
pada pemerolehan bahasa kedua adalah adanya transfer kaidah-kaidah bahasa pertama ke
dalam bahasa kedua, terutama apabila kaidahnya berbeda.
C. Kognisi dalam Pemerolehan Bahasa

Masa kritis pemerolehan bahasa adalah periode kehidupan manusia yang ditentukan
yang ditentukan secara biologis sebagai masa pemerolehan bahasa secara mudah dan di luar
masa ini, pada umumnya pembelajar bahasa mengalami kesulitan dalam memperolehnya.
Tahap paling kritis bagi pemerolehan bahasa pertama atau bahasa kedua umumnya
berlangsung pada masa pubertas.

Hipotesis masa kritis tidak merupakan dasar yang cukup kuat untuk memastikan
peran usia dalam pemerolehan bahasa kedua karena asumsi ini tidak semuanya benar. Asumsi
ini hanya berlaku dalam aspek keakuratan dan kesuksesan seseorang dalam pengucapan
ujaran, tidak berlaku dalam aspek kcepatan pemerolehan bahasa. Dalam kaitannya dengan
usia, banyak orang percaya semakin muda seseorang, semakin mudah ia memperoleh atau
mempelajari bahasa asing, namun ini mengandung kontroversi.
Pada pemerolehan bahasa ada masa elastisitas otak yang disebut masa kritis yang
berkaitan dengan literalisasi otak. Lenneberg (1967) menyatakan bahwa literalisasi
berlangsung lebih awal, sejak kelahiran sampai pubertas. Literalisasi dan peran bahasa
hemisfer masih menjadi kontroversi. Pemerolehan bahasa berkaitan dengan beberapa teori
belajar serta dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain usia, faktor biologis, tingkat
perkembangan kognitif, filter afektif, dan perbedaan lingkungan bahasa.

Kapasitas bahasa hemisfer juga ditentukan oleh “kategori” ekabahasawan atau


dwibahasawan. Pelibatan hemisfer pada dwibahasawan memunculkan beberapa hipotesis,
yaitu (hipotesis dwisawan seimbang, hipotesis bahasa kedua, hipotesis tingkat pemerolehan
bahasa kedua, hipoteis cara pemerolehan bahasa kedua, dan usia dalam pemerolehan bahasa
kedua).

Pembelajaran bahasa verbal dan bahasa tanda kepada binatang tidak ada yang berhasil
karena binatang tidak memilikikapasitas biologis dan neurologis yang sama dengan yang
dimiliki manusia.

BAB VI PRODUKSI, PERSEPSI DAN PEMAHAMAN UJARAN


A. Pendahuluan

Fokus utama cabang ilmu Neuropsikolinguistik adalah pada produksi, persepsi,


pemahaman, pemerolehan/ pembelajaran, gangguan bahasa, dan teknik kajian komponen-
komponen tersebut. Peristiwa berbahasa tersebut melibatkan proses mental yang sangat
kompleks. Namun pada bab ini hanya disajikan produksi, persepsi, dan pemahaman ujaran
yang disetujui contoh-contoh sederhana. Penyajian contoh-contoh tersebut diharapkan dapat
memudahkan pemahaman dan memungkinkan pembaca untuk mencari contoh atau kasus lain
yang serupa.

B. Produksi Ujaran
Produksi bahasa merupakan kebalikan dari pemahaman bahasa, meskipun kedua
proses tersebut tidak melibatkan mekanisme yang terlalu berbeda. Produksi bahasa
memerlukan memori episodik dan memori semantis, terutama ketika seseorang ingin
memproduksi ujaran berdasarkan pengalaman yang tertanam dalam memori. Orang bisa
memunculkan kembali ujaran apabila ia telah menyimpan kata-kata itu dalam meorinya.
Kata-kata yang tersimpan dalam memori pada umumnya adalah kata-kata yang sudah
dipahami oleh penuturnya. Oleh karena itu, produksi bhasa erat kaitannya dengan
pemahaman bahasa. Ada yang menganggap bahwa produksi bahasa adalah cermin balik dari
pemahaman seseorang tentang input bahasa/werbal yang dialami sebelumnya.
Generative Grammar dari Chomsky sangat relevan dengan perihal produksi ujaran.
Toeri tata bahasa Generatif mendeskripsikan mekanisme yang dapat menghasilkn kalimat-
kalimat yang gramatikal dari seperangkat simbol yang terbatas dengan menggunakan kaiah-
kaidah yang formal. Penutur menghasilkan ujaran sesuai dengan kaidah-kaidah gramatikal
yang telah diketahuinya terbawa sejak lahir. Namun, tidak boleh diabaikan adalah
keterlibatan penutur pada aspek-aspek psiklogis seperti presepsi terhadap konteks situasi,
memori, dan motivasi.
Produksi bahasa juga melibatkan perilaku verbal, sehingga pendekatan operan
(operant conditioning) dari skinner juga berlaku dalam produksi bahasa. Menurut
pendekatana tersebut, kreatvitas yang berupa produksi berbagai respon verbal merupakan
akibat dari berbagai sebab. Perlaku verbal sitentukan oleh kisah penguatan verbal
sebelumnya dan situasi pada saat itu.

C. Presepsi Ujaran
Sebelum membahas mengenai persepsi ujaran/bahasa, dipandang perlu untuk
menyajikan secara sepintas mengenai persepsi dalam psikologi kognitif untuk mempermudah
pembaca memahami persepsi bahasa. Psikologi kognitif berkaitan dengan persepsi. Psikologi
kognitif bermula dari pemaduan teori stimulus-respon (S-R) dari teori Gestalt. Teori ini
mengkaji prosese-proses akal aatu mental dalam proses pembelajaran, yaitu bagaimana
persepsi mempengaruhi perilaku dan pengalaman memengaruhi persepsi (Chaer,2003:96).
Poses kognitif adalah proses mental tentang pemrosesan persepsi, ingatan (memory) dan
informasi, menyusun rencana dan memecahkan masalah yang menekankan pada proses
kognitif yang dinamis seperti” mengetahui” (knowing) dan mengayati yang dipertentangkan
dengan belajar asosiatif (Atkinson, et al, 1994:437). Selanjutnya dikatakan bahwa teori
kognitif membicarakan persepsi, “pengertian dalam” (dalam otak), dan proses mental lainnya
yangbtidak dapat diulang dan sulit untuk diamati secara langsung (Chaer,2003:99).
Teori Gestalt juga membicarakan persepsi sebagai proses mental merupaan”
kesadaran bulat” yang diperoleh oleh akal (mind) melalui pancaindra, sehingga setiap”
keseluruhan” gestalt itu lahir sebagai satu bentuk yang menggambarkan satu latar belakang
dan persepsi yang berperandalam membentuk organisasi dari keduanya. Dengan kata lain,
kognisis adalah proses akal atau mental, yang juga erlaku dalam teori Gestalt untuk
memperoleh, menyimpan (dalam memori), dan mengubah pengetahuan yang merupakan
hasil dari persepsi terhadap hubungan-hubungan dalam di antara benda-benda, kejadian, atau
apa aja yang kita alami melalui pancaindra.

Dengan demikian, tingkah laku seseorang dalam mengenal atau mempresepsikan


suatu tindakan dan stimulus didasarkan pada kognisisi, yaitu tindakan mengenal atau
memikirkan tentang situasi terjadinya suatu tingkah laku. Dalam situasi belajar, seseorang
harus terlibat langsung dalam proses belajar tersebut. Dari beberapa acuan dapat disimpulkan
bahwa kaum kognitivis atau kaum gestaltis berpadangan bahwa tingkah laku atau
pengalaman seseorang itu berstruktur, terbentuk dalam keseluruhan, lebih betgantung pada
insight atau stimulus sebagai suatu kesatuan yang utuh/ menyeluruh dan tidak berpisah-pisah
menurut bagian-bagiannya, dan harus dipahami, bukan dihafal.
D. Pemahaman Bahasa
1. Pengertian Pemahaman

Seseoang dikatakan sudah memahami atau mengerti suatu pesan verbal apabila dia
sudah mendapatkan makna pesan atau stimulus tersbut. Apakah yang dimaksud dengan
makna? Tidak ada keseragaman tentang pengertian makna. Perbedaan pandangan tersebut
makna menyebabkan perbedaan pandangan tentang pemahaman. Sebagai contoh, apabila
makna diketahui sebagai kumpulan tanda-tanda yang abstrak, pemahaman merupakan
abstraksi tanda-tnada dari suatu pesan dan kombinasi tanda-tanda itu dalam berbagai cara
untuk mengkonstruksi makna secara menyeluruh. Sebaliknya jika makna dipandang sebagai
variabel bergantung pada konteks ujaran, maka pemahaman merupakan suatu usaha untuk
mempersempitkesan umum melalui interpretasi alternatf, sehingga menjadi sebuah
interpreasi khusus atau tetap. Konsep pemahaman dipengaruhi oleh gagasan tentang makna
yang kita maksudkan. Pemahaman kadang-kadang tampak sebagai rangkaian berbagai
informasi, tetapi juga berwujud sebagai suatu informs tunggal yang terbatas.

E. Pendekatan dalam pemahaman


1. Pendekatan perilaku (Behavioral Approaches)

Perilaku dapat menginterpretasi pesan melalui reaksi terhadap stimulus verbl.


Pemahaman itu direfleksikan dengan respon “ekoik dan respon intraverbal”. Pemahaman
adalah kemampuan kita untuk menggunakan respons ekoik untuk membedakan stimulus pada
perilaku intraverbal kita yang menyebabkan kita memberikan penguatan terhadap stimulus
tersebut.
2. Pendekatan Linguistik

Menurut pendekatan linguistic, pemahaman ujaran verbal bergantung pada


komleksitas ujaran.
3. Pendekatan kognitif

Pendekatan ini menekankan pada keterkaitan antara komponen kognisi manusia dan
pemahaman ujaran. Proses kognitif itu berkaitan dengan persepsi, memori dan konteks.

F. Waktu Reaksi Transformasi


Geoge Mirle mengukur waktu reaksi terhadap stimulus verbal sebagai cara untuk
mengetes hipotesis kekompleksan tranformasi. Waktu transformasi dari kalimat inti (K) ke
PN lebih lama dari K ke N atau P, dan dari P ke N lebih lama dari pada P ke PN atau ke K.

BAB VII BAHASA DAN MEMORI

Recall informasi atau stimulus adalah salah satu bentuk pengaktifan fungsi bahasa
yang tersimpan dalam memori. Otak memiliki kemampuan menyimpan (storage) yang luar
biasa. Lima tipe memori menurut Rose dan Nicholl (2002:71) : 1) Work (kerja), 2) Implicit
(implisit), 3) Remote (jarak jauh/jangka panjang), 4) Episodic, dan 5) Semantic. Menurut
Squire dan Kandel (1999) memori terbagi menjadi dua, yaitu: 1) Memori Deklaratif dan 2)
Memori Nondeklaratif. Memori Penfield dan Roberts (1959), memori terbagi menjadi tiga,
yaitu: 1) Memori pengalaman, 2) Memori konseptual, dan 3) Memori kata. Sementara itu,
menurut Tufling dan Lepage (2000) dalam Dardjowidjojo (2003), memori ada dua kelompok,
yaitu: 1) Memori proskopik dan 2) Memori palinskopik (episodic). Dari segi daya tahan
ingatan, dikenal dua jenis memori, yaitu: 1) Memori jangka pendek, dan 2) Memori jangka
panjang.

Daya ingat dipengaruhi oleh sikap atau penilaian terhadap informasi atau
pengetahuan, relevansi, signifikansi, keteraturan, dan tuntutan akan sebuah peran. Kapasitas
kosakata berada dalam “leksikon mental.” Penyimpanan kata dalam otak mengikuti model
atau pola tertentu. Penyimpanan kata mengikuti dua model: 1) Model Pencarian Berseri
(Serial Search Model) dan 2) Model Akses Paralel (Paralel Access Model), yang terdiri atas:
Model Logogen, Model Koneksionis, dan Model Cohort. Model koneksionis (Connectionist
Model) dikembangkan oleh McClelland dan Rumelhart (1981). Model ini melewati tiga
tingkat, yaitu: 1) Tingkat input, 2) Tingkat keterkaitan unit dan huruf secara individual, dan
3) Tingkat output.

Mengingat (recall) informasi perlu melibatkan berbagai komponen, baik komponen


biologis maupun komponen mental/psikis. Ketajaman ingatan bukanlah warisan sejak lahir,
tetapi merupakan sebuah keterampilan. Mengembangkan daya ingat dapat dilakukan melalui
optimalisasi kapasitas otak. Informasi akan lebih mudah diingat (recalling) apabila informasi
tersebut dihubungkan “asosiasinya.” Ada empat teknik asosiatif atau mnemonic yang
dipandang ampuh, yaitu: 1) Teknik loci, 2) kata-kata serima, 3) Akronim, dan 4)
Pengindeksan.

Beberapa studi memperlihatkan keterkaitan antara verbalisasi dengan suara yang


keras dan pengulangan dengan retensi (memori jangka panjang), meskipun ada juga yang
mempertanyakannya.

Retensi ditentukan juga oleh frekuensi pengulangan, keterpaduan indra, dan gender.
Beberapa studi menemukan bahwa frekuensi pengulangan yang efektif berkisar 6-7 kali.
Banyak ahli yang berpendapat bahwa semakin banyak pelibatan indra secara bersamaan
semakin tinggi tingkat retensi. Dari perspektif gender, diungkapkan bahwa wanita memiliki
keunggulan dibandingkan pria dalam pemerolehan dan pemrosesan bahasa.

BAB VIII BAHASA DAN PIKIRAN


A. Pendahuluan
Bab ini membahas tentangpemrosesan bahasa menjadi pikiran, keterkaitan bahasa
dengan pikiran, dan hipotesis relativitas bahasa.

B. Pemrosesan Bahasa Menjadi Pikiran


Bahasa adalah salah satu anugrah Tuhan yang memungkinkan manusia untuk
mengelola pikirannya dan mengendalikan pengaruh luar terhadap pikirannya. Reprsentasi
dunia menjadi sumber pesan yang diolah dalam pikiran. Pesan-pesan tersebut tidak mengalir
langsung dari panca indra ke sel motorik, tetapi lebih dahulu masuk ke dalam unit
pemrosesan khusus, dan di dalam unit tersebut pesan-pesan tersebut bersaing dengan pesan-
pesan lain. Pesan yang lebih kuat selanjutnya mengaktifasi sel-sel motorik untuk melakukan
fungsinya. Apabila citra sensori sudah berwujud sebagai sebuah predator, maka seperangkat
neuron akan melakukan fungsinya untuk mengolah citra sensori tersebut (
Bickerton,1995:101).

C. Keterkaitan Bahasa dan Pikiran


Dari segi keterkaitan, Muller (1887) menegaskan bahwa bahasa dan pikiran selalu
terkait, tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Ujaran yang dihasilkan oleh alat ucap
dikendalikan oleh pikiran dan sebaliknya, hasil pikiran memunculkan kategori atau konsep
untuk sebuah benda atau objek. Ada kesalingtergantungan antara bahasa dan pikiran atau
sebaliknya.
Piaget juga mengemukakan pandangan serupa, ada keterkaitan pikiran dan bahasa.
Bahasa adalah representasi dari pikiran. Apa yang diungkapkan seseorang melalui ujarannya
tidak lain dari hasil proses berpikir, terlepas dari kebenaran atau kesalahan hasil pikiran
tersebut. Menurut Piaget ada dua pikiran, yaitu pikiran terarah (directed) atau intelligent dan
pikiran tidak terarah atau autistik. Pikiran yang terarah adalah pikiran yang menghasilkan
tindakan atau ujaran yang dapat dipertanggungjawabkan dan memiliki landasan kuat,
sedangkan pikiran tidak terarah umumnya pikiran yang sering menimbulkan kekeliruan atau
dampak tidak terduga. Mungkin itu sebabnya terjadi “tergelincir lidah”. Tergelincir lidah itu
terjadi karena idak ada kerja sama harmonis antara otak atau pikiran degan alat-alat ucap,
sehingga yang diujarkan tidak sesuai dengan yang ada dalam pikiran, meskipun maksud atau
pesan yang disampaikan itu sama.

D. Hipotesis Bahasa

Pembicaraan mengenai hubungan bahasa dan pikiran tidak lengkap tanpa


menyinggung hipotesis relativitas bahasa (linguistic realtivity). Hipotesis relativitas linguistik
beranggapan bahwa bahasa hanya refleksi dari pikiran yang memunculkan makna. Bahasa
memengaruhi pikiran, sehingga muncul ungkapan bahwa bahasa mempengaruhi cara berpikir
penuturnya. Determinisme linguistik adalah klaim bahwa bahasa menentukan atau sangat
memengaruhi cara seseorang berpikir atau mempersepsi dunia.
Pandangan ini jauh lebih lemah daripada pandangan Watson karena pandangan tersebut
tidak mengklaim bahwa bahasa dan pikiran itu identik. Hipotesis iti dikembangkan lagi leh
bebrapa linguis, tetapi yang paling gigih adalah Whorf. Dia sangat terkesan oleh kenyataan
bahwa masing-masing bahasa menekankan pada perbedaan struktur berdsarkan perbedaan
aspek dunia sebagai landasan pembentukan struktur tersebut. Lebih jelas lagi dalam teori
relativitas bahasa (Hipotesis Sapir-Wholf) terunngkap bahwa bahasa-bahasa yang berbeda
‘membedah’ sistem-sistem konsep tergantung pada bahasa-bahasa beragam yang digunakan
oleh berbagai kelompok masyarakat.
Banyak sekali pendapat atau hipotesis mengenai hubungan antara bahasa dan pikiran.
Pendapat yang paling kuat diungkapkan oleh John B. Watson. Pandangan Watson didasarkan
pada hasil pengamatannya mengenai perilaku manusia. Watson menegaskan bahwa
komponen berpikirsangat penting hanya ujaran subvokal.
Bukti lain ketidakterkaitan antara bahasa dan pikiranadalah ditemukannya beebrapa
individu yang sama sekali tidak menampakkan adaanya kemampuan/aktivitas berbahasa,
tetapi mereka tetap mampu berpikir. Oleh karena itu, ketergantungan pikiran pada bahasa
mungkin merupakan ilusi yang muncul dari adanya kenyataan bahwa sampai sekarang sangat
sulit menemukan bukti tentang adanya pikiran tanpa melibatkan bahasa.

BAB 1X KECERDASAN DAN BAHASA


A. Pendahuluan
Selama ini kecerdasan seseorang diukur dengan alat tes yang disebut Tes IQ
(Intelligent Quotient), namun banyak yang tidak sepaham dengan pernyataan itu dan
mengatakan bahwa tes IQ tidak mewakili kecerdasan sesungguhnya dan komprehensif dari
pengikut tes.

B. Asal Kecerdasan
Dari manakah kecerdasan itu berasal? Sangat tidak beralasan untuk mempercayai
bahwa hal-hal seperti kemampuan matematis, sebagai salah satu komponen intelegensia,
dimiliki secara sempurna oleh hewan. Memang ada mamalia jenis primata yang memilki
kecerdasan tertentu yang sangat terbatas. Misalnya, diketahui bahwa peningkatan
“kecerdasan”pada hewan mamalia, terutama primata, disebabkan oleh adanya kemampuan
kognisi spasial dan tindakan yang lebih baik, yaitu kemampuan menyesuaikan diri dengan
dunia sekeliling yang cukup kompleks.
C. Definisi Kecerdasan
Gardner (1993) mendefinisikan intelegensia sebagai kemampuan untuk memecahkan
persoalan dan menghasilkan produk dalam suatu setting yang bermacam-macam dan dalam
situasi yang nyata. IQ yang kita kenal selama ini hanyalah sebagian kecil dari intelegensia
mannusia secara keseluruhan. Dalam intelegensia ganda, kemampuan dan kemahiran
seseorang untuk mmecahkan persoalan hidup yang nyata menjadi ukuran keceerdasannya.
Selain itu tingkat intelegensia seseorang dapar dinilai berdasarkan kemampuannya dalam
menciptakan suatu produk baru atau merintis pegetahuan baru yang akan dikembangkan oleh
orang lain di masa akan datang. Kecerdasan tidak hanya diukur melalui tes tertulis yang
terbatas pada aspek linguistik dan logika-matematika.

D. Jenis Kecerdasan
Menurut Gardner (dalam Arifuddin, 2013:272), ada Sembilan kecerdasan manusia,
yaitu:
1) Kecerdasan Linguistik (Bahasa)
2) Kecerdasan Logis-Matematis
3) Kecerdasan Ruang-Visual
4) Kecerdasan Musikal
5) Kecerdasan Kinestik-Tubuh
6) Kecerdasan Interpersonal (sosial)
7) Kecerdasan Intrapersonal (kepribadian)
8) Kecerdasan Naturalis (alamiah/lingkungan)
9) Kecerdasan Eksistensial

E. Kecerdasan Bahasa
Sebagian besar ahli bahasa cenderung tidak menyepakati bahwa usia tidak
berpengaruh negatif baik terhadap perkembangan bahasa maupub kecerdasan. Hanya saja ada
beberapa alasan mengenai keunggulan pemerolehan bahasa pada usia yang lebih muda (dini).

BAB X GANGGUAN BAHASA

A. Pendahuluan
Dalam neuropsikologuistik dikenal beberapa faktor gangguan bahasa yang disebabkan
oleh berbagai faktor atau situasi. Berikut disajikan sebagian gangguan bahasa yang sudah
umum.

B. Afasia

Munculnya afasia disebabkan oleh adanya cedera bagian tertentu dalam otak.
Menurut strukturnya, otak manusia terbagi menjadi dua sisi (hemisfer), yaitu hemisfer kiri
dan kanan. Pendapat yang paling umum menyatakan bahwa hemisfer kiri dominan berperan
dalam fungsi kebahasaan atau verbal, sedangkan hemisfer kanan dalam aktivitas nonverbal.
Kemampuan verbal termasuk salah satu wujud proses mental tingkat tinggi yang banyak
tergantung pada korteks serebal (cerebal cortex) terbagi menjadi dua hemisfer. Salah satu
bukti bahwa aktivitas berbahasa dikendalikan oleh hemisfer kiri, yaitu hasil beberapa kajian
yang menemukan bahwa pada umumnya gangguan atau cedera pada daerah tertentu pada
hemisfer kiri otak cenderung diikuti oleh terjadinya afasia, sementara cendera pada hemisfer
kanan tidak. Berikut disajikan beberapa jenis afasia. Afasia daerah depan (anterior aphasia),
Afasia posterior (posterior aphasia), Afasia Broca (Broca’s aphasia). Afasia Wernicke
(Wernicke’s aphasia), Afasia Motorik (Motoric aphasia), Afasia Sensorik (Sensoric
aphasia), Afasia Tak Fasih (Expressive aphasia), Afasih Fasih (Receptive aphasia), dan
Afasia dinamis.

C. Studi Mengenai Afasia

Beberapa studi tentang afasia memperlihatkan bukti jelas bahwa studi tentang afasia
memperlihatkan jelas bahwa bahasa secara dominan diproses pada hemisfer kiri (Fromkin
and Rohman, 1989:366). Berdasarkan penelitian yang dilakukan Pusat Studi Afasia di Boston
Administration Medical Center, dilaporkan bahwa penderita afasia yang mengalami
kerusakan atau cedera pada korteks serebral sebelah kiri, sebagai bagian dari hemisfer kiri,
terbukti mengalami gangguan berbahasa (Gardner, 1982:271). Umumnya, kerusakan pada
hemisfer kiri menyebabkan kasus afasia, yaitu terjadinya wicara (Dardjowidjojo, 2003:234).

Gangguan fungsi bahasa yang diakibatkan oleh afasia tidak berkaitan dengan tingkat
inteligensi umum penderitanya, bahkan tidak menyebabkan gangguan fungsi motorik dan
sensorik saraf dan otot-otot yang berfungsi sebagai alat ujar dan alat pendengar. Yang
terganggu adalah bunyi bahasa atau ujaran.
D. Gangguan Berpikir

Gangguan berpikir (thought disorder) hanya mengacu kepada gangguan yang terjadi
dalam bentuk pikiran, atau lebih tepatnya, cara beberapa pikiran, sebagaimana yang refleksi
dalam ujaran, saling terkait dalam bahasa. Gangguan tersebut tidak untuk menggambarkan
gangguan yang berkaitan dengan isi ujaran. Seseorang dikatakan mengalami gangguan
berpikir apabila kita sebagai pendengar atau lawan tuturnya bingung atau tidak memahami
wacana yang disampaikan atau diceritakan.

Ujaran yang mengalami gangguan dicirikan oleh kurangnya perencanaa dan


pengecekan kebenaran ujaran. Kelemahan ini ditengarai sebagai efek dari adanya gangguan
fungsi lobus depan otak. Adanya gangguan atau cedera pada bagian tertentu pada lobus depan
dapat menyebabkan perubahan perilaku, dan kerusakan pada bagian-bagian tersebut sering
memengaruhi fungsi bagian lain pada otak.

Tulisan yang lebih rinci mengenai gangguan bahasa dan gangguan pikiran dapat
dilihat pada Chaer (2003), berikut ini disajikan beberapa perubahan dan gangguan bahasa
akibat kerusakan pada lobus depan otak yang dimaksud.
1. Kerusakan bagian depan otak dapat memisahkan tindakan (respons) dari pengetahuan
(knowledge).
2. Ketidakmampuan memonitor perilaku perorangan, kesalahan-kesalahan yang dibuatnya,
dan menggunakan kesalahan-kesalahan itu untuk memperbaiki/ mengubah perilaku.
3. Mendorong ketidakmampuan membentuk sebuah perangkat (set).
4. Mengurangi kemampuan mempertahankan perilaku yang teratur.

Dalam kaitannya dengan gangguan bahasa, ada beberapa contoh gangguan pikiran:

1. Pikun (Demensia).

2. Tekanan (Depresi).

3. Sisofrenis.

BAB XI MELIPATGANDAKAN KECEPATAN MEMBACA DAN KEEFEKTIFAN


MENYIMAK
Membaca sebagai salah satu keterampilan berbahasa, juga memerlukan latihan agar
kecepatan dan ketepatannya dalam menangkap pesan tertulis dalam teks yang sedang dibaca
dapat meningkat. Kecepatan dan ketepatan membaca juga bergantung pada kematangan
kognisi dan dan neurologi anak. Kadang-kadang kita mempraktikkan kebiasaan buruk ketika
membaca. Kebiasaan buruk penghambat kecepatan membaca: subvokalisasi, membaca kata
demi kata, dan regresi. Peningkatan WPM tidak akan membawa kita ke tujuan, khusunya jika
kita tidak berhubungan dengan apa yang ingin kita ketahui. Efektivitas menyimak juga
ditentukan oleh minat dan motivasi.
Salah satu penyebab tidak efektifnya mendengar atau menyimak adalah adanya
gangguan dari lingkungan atau situasi itu. Jangan sampai hal-hal yang tidak berhubungan
dengan kegiatan menyimak menjadi penghambat efektifitas penyimakan. Informasi yang
sebenarnya sederhana bisa mengaburkan pemahaman hanya karena adanya gangguan dari
situasi sekitar.

BAB XII TEKNIK KAJIAN NEUROPSIKOLINGUISTIK


Banyak teknik yang digunakan dalam kajian neuropsikolinguistik, antara lain
Tachistoscopic Presentation, Dichotic Listening, Commissurotomy, Hmeispherectomy,
CT/CAT, PET, EEG, MRI, Amytal Sodium (Wada) Test, dan rCBF. Meskipun secara teknis
kita masih belum akrab, kita perlu mengenalnya.
Teknik commissurotomy umumnya digunakan dalam menangani kasus epilepsi
merupakan teknik pertama kali digunakan dalam meneliti lateralisasi otak. Teknik ini
digunakan dengan cara memotong corpus callosum, yaitu semacam saluran penghubung dua
hemisfer otak. Teknik cerebral commissurotomy adalah sebuah pembedahan dengan
memisahkan hemisfer kanan dan kiri.
Pembedahan otak memerlukan tingkat ketelitian yang amat tinggi. Dalam suatu
peristiwa pembedahan otak selalu ada usaha untuk meminimalisasi efek negatif dari
pembedahan tersebut, para dokter perlu memahami terlebih dahulu seluk-beluk hubungan
jaringan saraf dalam otak, misalnya hubungan jaringan saraf antara kedua hemisfer, organ
saraf tepi, dan jaringan otak.

Kelebihan
Buku Neuropsikolinguistik karangan Arifuddin ini memiliki keunggulan yaitu
mengutamakan bahasa yang mudah dipahami. Dalam buku ini dibahas secara jelas tentang
Hakikat Neuropsikolinguistik; Otak Manusia dan Hewan; Area Bahasa Otak Manusia;
Bahasa Tanda; Pemerolehan Bahasa; Produksi, Persepsi, dan Pemahaman Ujaran; Bahasa dan
Memori; Bahasa dan Pikiran; Kecerdasan dan Bahasa; Gangguan Bahasa; Melipatgandakan
Kecepatan Membaca; Teknik Kajian Neuropsikolinguistik.
Buku ini merupakan buku yang bagus dan layak untuk dibaca karema didalam buku
ini membahas tentang keseluruhan otak manusia dan otak hewan. Di dalam buku ini struktur
penulisan buku dari pengertian hingga contoh penelitian cukup baik dan teratur. buku ini juga
terdapat rangkuman dari setiap pembahasan per bab, sehingga memudahkan kembali
pembaca untuk melihat ulang apa yang dibacanya tanpa membolak balik lembaran kertas
helai demi helai. Struktur bahasa buku ini cocok digunakan oleh mahasiswa yang latar
belakang pengetahuannya telah banyak terutama tentang ilmu pengetahuan. Buku ini
menuntut pembaca berfikir secara cermat dan cocok digunakan sebagai referensi bagi
mahasiswa S1, S2, dan S3 Jurusan Linguistik, Pendidikan Bahasa (Bahasa Indonesia dan
bahasa asing), Biologi, Kedokteran (khususnya Neurologi), dan Psikologi. Penulis mengawali
setiap materi berdasarkan beberapa pendapat ahli, lalu diikuti dengan pendapat penulis
sendiri. Susunan penyajian materi per bab juga disertai dengan gambar-gambar tangan.
Kelemahan Buku
Kelemahan buku ini adalah pada awal bab dijelaskan pengertian neuropsikolinguistik,
orientasi neuropsikolinguistik dan kisah neuropsikolinguistik namun tidak ada dijelaskan apa
saja yang menjadi bidang kajian neuropsikolinguistik khususnya di bidang linguistiknya
seharusnya juga ditambah dengan manfaat dari neuropsikolinguistik. Di dalam buku ini
kebiasaan pengarang menggunakan beberapa kosakata yang sulit dipahami, sehingga
membuat pembaca sulit memahami bacaan. Dalam beberapa pembahasan masih banyak yang
berbelit-belit. Buku ini berisi penjelasan yang cukup terperinci dan terlalu banyak penjabaran
yang detail membuat pembaca sulit memahami dan sub bab didalam buku ini tak beraturan.

Anda mungkin juga menyukai