Disusun Oleh
A Reguler 2018
Neuropsikolinguistik
Dosen Pengampu : Dr. Wisman Hadi, M.Hum
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan anugerah-Nya
sehingga tugas Critical Book Report (CBR) ini selesai tepat pada waktunya. Makalah ini
membahas tentang “Neuropsikolinguistik.”
Adapun tugas ini dibuat untuk memenuhi tugas CBR mata kuliah
Neuropsikolinguistik. Penulis berharap makalah ini menjadi salah satu referensi bagi
pembaca bila mana hendak mengetahui buku tentang Neuropsikolinguistik.
Makalah ini masih banyak ditemukan kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran
sangat diharapkan dari pembaca guna perbaikan makalah dimasa yang akan datang. Akhir
kata, penulis mengucapkan terima kasih dan semoga makalah ini bermanfaat bagi mahasiswa
khususnya dan bagi pembaca umumnya.
Penulis
1. IDENTITAS BUKU
Penulis : Arifuddin
ISBN : 978-979-769-285-8
Halaman : 346
Cetakan : Ke-1
1. RINGKASAN BUKU
Menurut beberapa ahli, beberapa bagian otak mengalami perkembangan atau evolusi.
Perkembangan fisik mahkluk hidup disertai oleh terjadinya evolusi otaknya. Menurut catatan
sejarah perkembangan manusia, evolusi otak manusia berlangsung dalam jangka waktu yang
sangat lama. Hal ini dibuktikan dari data empiris yang “terbaca” pada berbagai fosil dan
tengkorak manuisa yang mewakili beberapa periode kehidupan manusia yang ditemukan di
berbagai belahan dunia. Dari temuan itulah para ilmuan melakukan kajian tentang adanya
evolusi otak manusia dari masa ke masa termasuk juga perbedaan ukurannya. (Arifuddin,
2013:22).
Otak manusia lebih berbeda dari otak hewan lain. Ini terdiri dari miliaran neuron, dan
masing-masing saling berhubungan dan dengan demikian membantu untuk membuat otak
menjadi bagian dari sistem saraf. Otak manusia adalah bagian utama dari sistem saraf pusat.
Hal ini tidak otak terberat di antara hewan, dan tidak memiliki berat badan yang proporsional
dengan tubuh mereka (dengan berat kurang dari 1,5 kg). Hal ini hanya sedikit lebih kompleks
daripada hewan.
1. Otak Bagian Belakang
Otak bagian tengah (midbrain), yang terletak antara otak belakang dan otak depan,
merupakan wilayah dengan banyak sistem serat saraf naik dan turun untuk berhubungan
dengan bagian otak yang lebih rendah dan lebih tinggi (Prescott & Humpries, dalam King,
2007).
Otak bagian depan (forebrain) adalah paling terlihat, terdiri dari dua belahan, satu di
kanan dan satu di kiri, merupakan tingkat tertinggi otak manusia (King, 2010). Struktur otak
depan yang terpenting adalah sistem limbik, talamus, ganglia basalis, hipotalamus, dan
korteks serebrum.
B. Otak Hewan
Pada hewan tertentu, tingkat kecerdasan dapat dibandingkan dengan ukuran otak
masing-masing. Namun, hal ini tidak berlaku untuk semua hewan. Pada hewan primitif
seperti cnidaria tidak memiliki otak atau struktur seperti otak; sebaliknya, mereka memiliki
jaring saraf, di mana semua neuron yang mirip dan terkait satu sama lain dalam sebuah
jaring. Pertama, cacing pipih telah berevolusi ‘otak’ primitif, dengan membentuk massa
pembesaran jaringan saraf dan sel-sel di bagian depan tubuh mereka. Ini ‘otak’ adalah sistem
saraf dasar yang lebih kompleks daripada jaring saraf pada cnidaria. Ia juga memiliki
kemampuan mengendalikan respon otot dengan cara yang lebih baik.
Tahap awal otak vertebrata pertama kali ditemukan dari bukti fosil ikan awal seperti
Agnathan. Otak mereka yang kecil tapi sudah dibagi menjadi tiga divisi dasar yang juga
ditemukan di saat hidup otak vertebrata. Ketiga divisi dasar terutama, otak belakang, otak
tengah dan otak depan.
Perbedaan antara otak manusia dengan otak hewan terletak pada kapasitas sturktur
otak. Otak manusia dibagi menjadi dua sisi atau belahan, yaitu hemisfer kiri dan hemisfer
kanan dan dihubungkan dengan sebuah jembatan yang disebut dengan corpus callosum.
Hemisfer itu masing-masing dibagi menjadi empat lobus atau daerah, yaitu lobus depan
(frontal), lobus parietal, lobus occiptal, dan lobus temporal. Lobus-lobus tersebut memiliki
peran masing-masing yang berbeda.
BAB IV BAHASA TANDA
Orang tuli bisu yang hemisfer kirinya terganggu akibat stroke juga mengalami
gangguan bahasa seperti yang dialami oleh penderita afasia Broca dan afasia Wernicke.
Diketahui bahwa pengguna bahasa tanda bahasa tuli menjadi seorang tuna wicara (aphasic)
dalam ASL, seperti pada bahasa-bahasa yang mengandalkan pada aspek (bahasa) lisam,
menyertai kerusakan pada bagian tertentu hemisfer kiri, dan pola gangguan ASL pada
pengguna bahasa tanda yang hemisfer kirinya cedera mirip dengan yang dialami penderita
afasia pengguna “bahasa vocal” auditoris. Dalam otak yang normal kedua hemisfer kanan
dan kiri masing-masing memberikan kontribusi kepada pemaduan ujaran (bahasa) dan
isyarat. Bahasa tanda berbeda satu sama lain, sebagaimana yang terjadi pada bahasa lisan,
dan terbukti banyak ragam bahasa tanda di dunia ini. Penggunaan bahasa tanda Amerika
(ASL) didasari pemahaman dari ekspresi tindakan visual, bukan ujaran atau tuturan. Yang
belum jelas apakah pengguna/ekspresi dan proses tanda melibatkan hemisfer yang sama
dengan hemisfer yang berperan dalam memeroses bahasa verbal?
Masa kritis pemerolehan bahasa adalah periode kehidupan manusia yang ditentukan
yang ditentukan secara biologis sebagai masa pemerolehan bahasa secara mudah dan di luar
masa ini, pada umumnya pembelajar bahasa mengalami kesulitan dalam memperolehnya.
Tahap paling kritis bagi pemerolehan bahasa pertama atau bahasa kedua umumnya
berlangsung pada masa pubertas.
Hipotesis masa kritis tidak merupakan dasar yang cukup kuat untuk memastikan
peran usia dalam pemerolehan bahasa kedua karena asumsi ini tidak semuanya benar. Asumsi
ini hanya berlaku dalam aspek keakuratan dan kesuksesan seseorang dalam pengucapan
ujaran, tidak berlaku dalam aspek kcepatan pemerolehan bahasa. Dalam kaitannya dengan
usia, banyak orang percaya semakin muda seseorang, semakin mudah ia memperoleh atau
mempelajari bahasa asing, namun ini mengandung kontroversi.
Pada pemerolehan bahasa ada masa elastisitas otak yang disebut masa kritis yang
berkaitan dengan literalisasi otak. Lenneberg (1967) menyatakan bahwa literalisasi
berlangsung lebih awal, sejak kelahiran sampai pubertas. Literalisasi dan peran bahasa
hemisfer masih menjadi kontroversi. Pemerolehan bahasa berkaitan dengan beberapa teori
belajar serta dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain usia, faktor biologis, tingkat
perkembangan kognitif, filter afektif, dan perbedaan lingkungan bahasa.
Pembelajaran bahasa verbal dan bahasa tanda kepada binatang tidak ada yang berhasil
karena binatang tidak memilikikapasitas biologis dan neurologis yang sama dengan yang
dimiliki manusia.
B. Produksi Ujaran
Produksi bahasa merupakan kebalikan dari pemahaman bahasa, meskipun kedua
proses tersebut tidak melibatkan mekanisme yang terlalu berbeda. Produksi bahasa
memerlukan memori episodik dan memori semantis, terutama ketika seseorang ingin
memproduksi ujaran berdasarkan pengalaman yang tertanam dalam memori. Orang bisa
memunculkan kembali ujaran apabila ia telah menyimpan kata-kata itu dalam meorinya.
Kata-kata yang tersimpan dalam memori pada umumnya adalah kata-kata yang sudah
dipahami oleh penuturnya. Oleh karena itu, produksi bhasa erat kaitannya dengan
pemahaman bahasa. Ada yang menganggap bahwa produksi bahasa adalah cermin balik dari
pemahaman seseorang tentang input bahasa/werbal yang dialami sebelumnya.
Generative Grammar dari Chomsky sangat relevan dengan perihal produksi ujaran.
Toeri tata bahasa Generatif mendeskripsikan mekanisme yang dapat menghasilkn kalimat-
kalimat yang gramatikal dari seperangkat simbol yang terbatas dengan menggunakan kaiah-
kaidah yang formal. Penutur menghasilkan ujaran sesuai dengan kaidah-kaidah gramatikal
yang telah diketahuinya terbawa sejak lahir. Namun, tidak boleh diabaikan adalah
keterlibatan penutur pada aspek-aspek psiklogis seperti presepsi terhadap konteks situasi,
memori, dan motivasi.
Produksi bahasa juga melibatkan perilaku verbal, sehingga pendekatan operan
(operant conditioning) dari skinner juga berlaku dalam produksi bahasa. Menurut
pendekatana tersebut, kreatvitas yang berupa produksi berbagai respon verbal merupakan
akibat dari berbagai sebab. Perlaku verbal sitentukan oleh kisah penguatan verbal
sebelumnya dan situasi pada saat itu.
C. Presepsi Ujaran
Sebelum membahas mengenai persepsi ujaran/bahasa, dipandang perlu untuk
menyajikan secara sepintas mengenai persepsi dalam psikologi kognitif untuk mempermudah
pembaca memahami persepsi bahasa. Psikologi kognitif berkaitan dengan persepsi. Psikologi
kognitif bermula dari pemaduan teori stimulus-respon (S-R) dari teori Gestalt. Teori ini
mengkaji prosese-proses akal aatu mental dalam proses pembelajaran, yaitu bagaimana
persepsi mempengaruhi perilaku dan pengalaman memengaruhi persepsi (Chaer,2003:96).
Poses kognitif adalah proses mental tentang pemrosesan persepsi, ingatan (memory) dan
informasi, menyusun rencana dan memecahkan masalah yang menekankan pada proses
kognitif yang dinamis seperti” mengetahui” (knowing) dan mengayati yang dipertentangkan
dengan belajar asosiatif (Atkinson, et al, 1994:437). Selanjutnya dikatakan bahwa teori
kognitif membicarakan persepsi, “pengertian dalam” (dalam otak), dan proses mental lainnya
yangbtidak dapat diulang dan sulit untuk diamati secara langsung (Chaer,2003:99).
Teori Gestalt juga membicarakan persepsi sebagai proses mental merupaan”
kesadaran bulat” yang diperoleh oleh akal (mind) melalui pancaindra, sehingga setiap”
keseluruhan” gestalt itu lahir sebagai satu bentuk yang menggambarkan satu latar belakang
dan persepsi yang berperandalam membentuk organisasi dari keduanya. Dengan kata lain,
kognisis adalah proses akal atau mental, yang juga erlaku dalam teori Gestalt untuk
memperoleh, menyimpan (dalam memori), dan mengubah pengetahuan yang merupakan
hasil dari persepsi terhadap hubungan-hubungan dalam di antara benda-benda, kejadian, atau
apa aja yang kita alami melalui pancaindra.
Seseoang dikatakan sudah memahami atau mengerti suatu pesan verbal apabila dia
sudah mendapatkan makna pesan atau stimulus tersbut. Apakah yang dimaksud dengan
makna? Tidak ada keseragaman tentang pengertian makna. Perbedaan pandangan tersebut
makna menyebabkan perbedaan pandangan tentang pemahaman. Sebagai contoh, apabila
makna diketahui sebagai kumpulan tanda-tanda yang abstrak, pemahaman merupakan
abstraksi tanda-tnada dari suatu pesan dan kombinasi tanda-tanda itu dalam berbagai cara
untuk mengkonstruksi makna secara menyeluruh. Sebaliknya jika makna dipandang sebagai
variabel bergantung pada konteks ujaran, maka pemahaman merupakan suatu usaha untuk
mempersempitkesan umum melalui interpretasi alternatf, sehingga menjadi sebuah
interpreasi khusus atau tetap. Konsep pemahaman dipengaruhi oleh gagasan tentang makna
yang kita maksudkan. Pemahaman kadang-kadang tampak sebagai rangkaian berbagai
informasi, tetapi juga berwujud sebagai suatu informs tunggal yang terbatas.
Pendekatan ini menekankan pada keterkaitan antara komponen kognisi manusia dan
pemahaman ujaran. Proses kognitif itu berkaitan dengan persepsi, memori dan konteks.
Recall informasi atau stimulus adalah salah satu bentuk pengaktifan fungsi bahasa
yang tersimpan dalam memori. Otak memiliki kemampuan menyimpan (storage) yang luar
biasa. Lima tipe memori menurut Rose dan Nicholl (2002:71) : 1) Work (kerja), 2) Implicit
(implisit), 3) Remote (jarak jauh/jangka panjang), 4) Episodic, dan 5) Semantic. Menurut
Squire dan Kandel (1999) memori terbagi menjadi dua, yaitu: 1) Memori Deklaratif dan 2)
Memori Nondeklaratif. Memori Penfield dan Roberts (1959), memori terbagi menjadi tiga,
yaitu: 1) Memori pengalaman, 2) Memori konseptual, dan 3) Memori kata. Sementara itu,
menurut Tufling dan Lepage (2000) dalam Dardjowidjojo (2003), memori ada dua kelompok,
yaitu: 1) Memori proskopik dan 2) Memori palinskopik (episodic). Dari segi daya tahan
ingatan, dikenal dua jenis memori, yaitu: 1) Memori jangka pendek, dan 2) Memori jangka
panjang.
Daya ingat dipengaruhi oleh sikap atau penilaian terhadap informasi atau
pengetahuan, relevansi, signifikansi, keteraturan, dan tuntutan akan sebuah peran. Kapasitas
kosakata berada dalam “leksikon mental.” Penyimpanan kata dalam otak mengikuti model
atau pola tertentu. Penyimpanan kata mengikuti dua model: 1) Model Pencarian Berseri
(Serial Search Model) dan 2) Model Akses Paralel (Paralel Access Model), yang terdiri atas:
Model Logogen, Model Koneksionis, dan Model Cohort. Model koneksionis (Connectionist
Model) dikembangkan oleh McClelland dan Rumelhart (1981). Model ini melewati tiga
tingkat, yaitu: 1) Tingkat input, 2) Tingkat keterkaitan unit dan huruf secara individual, dan
3) Tingkat output.
Retensi ditentukan juga oleh frekuensi pengulangan, keterpaduan indra, dan gender.
Beberapa studi menemukan bahwa frekuensi pengulangan yang efektif berkisar 6-7 kali.
Banyak ahli yang berpendapat bahwa semakin banyak pelibatan indra secara bersamaan
semakin tinggi tingkat retensi. Dari perspektif gender, diungkapkan bahwa wanita memiliki
keunggulan dibandingkan pria dalam pemerolehan dan pemrosesan bahasa.
D. Hipotesis Bahasa
B. Asal Kecerdasan
Dari manakah kecerdasan itu berasal? Sangat tidak beralasan untuk mempercayai
bahwa hal-hal seperti kemampuan matematis, sebagai salah satu komponen intelegensia,
dimiliki secara sempurna oleh hewan. Memang ada mamalia jenis primata yang memilki
kecerdasan tertentu yang sangat terbatas. Misalnya, diketahui bahwa peningkatan
“kecerdasan”pada hewan mamalia, terutama primata, disebabkan oleh adanya kemampuan
kognisi spasial dan tindakan yang lebih baik, yaitu kemampuan menyesuaikan diri dengan
dunia sekeliling yang cukup kompleks.
C. Definisi Kecerdasan
Gardner (1993) mendefinisikan intelegensia sebagai kemampuan untuk memecahkan
persoalan dan menghasilkan produk dalam suatu setting yang bermacam-macam dan dalam
situasi yang nyata. IQ yang kita kenal selama ini hanyalah sebagian kecil dari intelegensia
mannusia secara keseluruhan. Dalam intelegensia ganda, kemampuan dan kemahiran
seseorang untuk mmecahkan persoalan hidup yang nyata menjadi ukuran keceerdasannya.
Selain itu tingkat intelegensia seseorang dapar dinilai berdasarkan kemampuannya dalam
menciptakan suatu produk baru atau merintis pegetahuan baru yang akan dikembangkan oleh
orang lain di masa akan datang. Kecerdasan tidak hanya diukur melalui tes tertulis yang
terbatas pada aspek linguistik dan logika-matematika.
D. Jenis Kecerdasan
Menurut Gardner (dalam Arifuddin, 2013:272), ada Sembilan kecerdasan manusia,
yaitu:
1) Kecerdasan Linguistik (Bahasa)
2) Kecerdasan Logis-Matematis
3) Kecerdasan Ruang-Visual
4) Kecerdasan Musikal
5) Kecerdasan Kinestik-Tubuh
6) Kecerdasan Interpersonal (sosial)
7) Kecerdasan Intrapersonal (kepribadian)
8) Kecerdasan Naturalis (alamiah/lingkungan)
9) Kecerdasan Eksistensial
E. Kecerdasan Bahasa
Sebagian besar ahli bahasa cenderung tidak menyepakati bahwa usia tidak
berpengaruh negatif baik terhadap perkembangan bahasa maupub kecerdasan. Hanya saja ada
beberapa alasan mengenai keunggulan pemerolehan bahasa pada usia yang lebih muda (dini).
A. Pendahuluan
Dalam neuropsikologuistik dikenal beberapa faktor gangguan bahasa yang disebabkan
oleh berbagai faktor atau situasi. Berikut disajikan sebagian gangguan bahasa yang sudah
umum.
B. Afasia
Munculnya afasia disebabkan oleh adanya cedera bagian tertentu dalam otak.
Menurut strukturnya, otak manusia terbagi menjadi dua sisi (hemisfer), yaitu hemisfer kiri
dan kanan. Pendapat yang paling umum menyatakan bahwa hemisfer kiri dominan berperan
dalam fungsi kebahasaan atau verbal, sedangkan hemisfer kanan dalam aktivitas nonverbal.
Kemampuan verbal termasuk salah satu wujud proses mental tingkat tinggi yang banyak
tergantung pada korteks serebal (cerebal cortex) terbagi menjadi dua hemisfer. Salah satu
bukti bahwa aktivitas berbahasa dikendalikan oleh hemisfer kiri, yaitu hasil beberapa kajian
yang menemukan bahwa pada umumnya gangguan atau cedera pada daerah tertentu pada
hemisfer kiri otak cenderung diikuti oleh terjadinya afasia, sementara cendera pada hemisfer
kanan tidak. Berikut disajikan beberapa jenis afasia. Afasia daerah depan (anterior aphasia),
Afasia posterior (posterior aphasia), Afasia Broca (Broca’s aphasia). Afasia Wernicke
(Wernicke’s aphasia), Afasia Motorik (Motoric aphasia), Afasia Sensorik (Sensoric
aphasia), Afasia Tak Fasih (Expressive aphasia), Afasih Fasih (Receptive aphasia), dan
Afasia dinamis.
Beberapa studi tentang afasia memperlihatkan bukti jelas bahwa studi tentang afasia
memperlihatkan jelas bahwa bahasa secara dominan diproses pada hemisfer kiri (Fromkin
and Rohman, 1989:366). Berdasarkan penelitian yang dilakukan Pusat Studi Afasia di Boston
Administration Medical Center, dilaporkan bahwa penderita afasia yang mengalami
kerusakan atau cedera pada korteks serebral sebelah kiri, sebagai bagian dari hemisfer kiri,
terbukti mengalami gangguan berbahasa (Gardner, 1982:271). Umumnya, kerusakan pada
hemisfer kiri menyebabkan kasus afasia, yaitu terjadinya wicara (Dardjowidjojo, 2003:234).
Gangguan fungsi bahasa yang diakibatkan oleh afasia tidak berkaitan dengan tingkat
inteligensi umum penderitanya, bahkan tidak menyebabkan gangguan fungsi motorik dan
sensorik saraf dan otot-otot yang berfungsi sebagai alat ujar dan alat pendengar. Yang
terganggu adalah bunyi bahasa atau ujaran.
D. Gangguan Berpikir
Gangguan berpikir (thought disorder) hanya mengacu kepada gangguan yang terjadi
dalam bentuk pikiran, atau lebih tepatnya, cara beberapa pikiran, sebagaimana yang refleksi
dalam ujaran, saling terkait dalam bahasa. Gangguan tersebut tidak untuk menggambarkan
gangguan yang berkaitan dengan isi ujaran. Seseorang dikatakan mengalami gangguan
berpikir apabila kita sebagai pendengar atau lawan tuturnya bingung atau tidak memahami
wacana yang disampaikan atau diceritakan.
Tulisan yang lebih rinci mengenai gangguan bahasa dan gangguan pikiran dapat
dilihat pada Chaer (2003), berikut ini disajikan beberapa perubahan dan gangguan bahasa
akibat kerusakan pada lobus depan otak yang dimaksud.
1. Kerusakan bagian depan otak dapat memisahkan tindakan (respons) dari pengetahuan
(knowledge).
2. Ketidakmampuan memonitor perilaku perorangan, kesalahan-kesalahan yang dibuatnya,
dan menggunakan kesalahan-kesalahan itu untuk memperbaiki/ mengubah perilaku.
3. Mendorong ketidakmampuan membentuk sebuah perangkat (set).
4. Mengurangi kemampuan mempertahankan perilaku yang teratur.
Dalam kaitannya dengan gangguan bahasa, ada beberapa contoh gangguan pikiran:
1. Pikun (Demensia).
2. Tekanan (Depresi).
3. Sisofrenis.
Kelebihan
Buku Neuropsikolinguistik karangan Arifuddin ini memiliki keunggulan yaitu
mengutamakan bahasa yang mudah dipahami. Dalam buku ini dibahas secara jelas tentang
Hakikat Neuropsikolinguistik; Otak Manusia dan Hewan; Area Bahasa Otak Manusia;
Bahasa Tanda; Pemerolehan Bahasa; Produksi, Persepsi, dan Pemahaman Ujaran; Bahasa dan
Memori; Bahasa dan Pikiran; Kecerdasan dan Bahasa; Gangguan Bahasa; Melipatgandakan
Kecepatan Membaca; Teknik Kajian Neuropsikolinguistik.
Buku ini merupakan buku yang bagus dan layak untuk dibaca karema didalam buku
ini membahas tentang keseluruhan otak manusia dan otak hewan. Di dalam buku ini struktur
penulisan buku dari pengertian hingga contoh penelitian cukup baik dan teratur. buku ini juga
terdapat rangkuman dari setiap pembahasan per bab, sehingga memudahkan kembali
pembaca untuk melihat ulang apa yang dibacanya tanpa membolak balik lembaran kertas
helai demi helai. Struktur bahasa buku ini cocok digunakan oleh mahasiswa yang latar
belakang pengetahuannya telah banyak terutama tentang ilmu pengetahuan. Buku ini
menuntut pembaca berfikir secara cermat dan cocok digunakan sebagai referensi bagi
mahasiswa S1, S2, dan S3 Jurusan Linguistik, Pendidikan Bahasa (Bahasa Indonesia dan
bahasa asing), Biologi, Kedokteran (khususnya Neurologi), dan Psikologi. Penulis mengawali
setiap materi berdasarkan beberapa pendapat ahli, lalu diikuti dengan pendapat penulis
sendiri. Susunan penyajian materi per bab juga disertai dengan gambar-gambar tangan.
Kelemahan Buku
Kelemahan buku ini adalah pada awal bab dijelaskan pengertian neuropsikolinguistik,
orientasi neuropsikolinguistik dan kisah neuropsikolinguistik namun tidak ada dijelaskan apa
saja yang menjadi bidang kajian neuropsikolinguistik khususnya di bidang linguistiknya
seharusnya juga ditambah dengan manfaat dari neuropsikolinguistik. Di dalam buku ini
kebiasaan pengarang menggunakan beberapa kosakata yang sulit dipahami, sehingga
membuat pembaca sulit memahami bacaan. Dalam beberapa pembahasan masih banyak yang
berbelit-belit. Buku ini berisi penjelasan yang cukup terperinci dan terlalu banyak penjabaran
yang detail membuat pembaca sulit memahami dan sub bab didalam buku ini tak beraturan.