PENDAHULUAN
1
1.3 Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah diatas maka masalah dapat dirumuskan sebagai
berikut:
1. Bagaimana bentuk kesalahan berbahasa yang dilakukan penulis pada cerpennya
yang berjudul Cinta laki-laki biasa?
2. Bagaimanakah bentuk kesalahan berbahasa yang tertulis pada cerpen yang
berjudul Cinta laki-laki biasa?
3. Apakah ada maksud lain di balik kesalahan berbahasa yang dilakukan penulis
dalam cerpen yang berjudul Cinta laki-laki biasa?
2. Manfaat Praktis
a. Untuk referensi bagi guru dalam menganalisis kesalahan berbahasa pada
bidang Morfologi.
2
b. Meningkatkan pemahaman mahasiswa dan calon guru dalam mempelajari
kesalahan berbahasa pada bidang Morfologi.
c. Adanya perubahan sesuai bidang ilmu morfologi pada susunan kata yang
terdapat pada cerpen Cinta laki-laki biasa.
1. “Cinta laki-laki biasa” adalah sebuah judul cerpen karya Asma Nadia yang di
muat pada situs http://www.lokerseni.web.id.
2. Cerpen adalah karya sastra yang memuat penceritaan secara memusat kepada
suatu peristiwa pokok saja. Semua peristiwa lain yang diceritakan dalam sebuah
cerpen, tanpa terkecuali ditujukan untuk mendukung peristiwa pokok.
3. Morfologi adalah cabang ilmu linguistik yang mempelajari seluk beluk sebuah
kata.
4. Mistake adalah kesalahan berbahasa akibat penutur tidak tepat dalam memilih
kata atau ungkapan untuk suatu siituasi tertentu.
3
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Morfologi
Badudu (1976:15) mengemukakan bahwa “morfologi adalah ilmu bahasa yang
mebicarakan morfem dan bagaimana morfem itu dibentuk menjadi sebuah kata”. Berbicara
tentang morfem terbagi atas tiga macam morfem bebas seperti makan, minum, dan lain-lain,
morfem terikat seperti berber, -kan, dan lain sebagainya, morfem unik, misalnya juang, tawa,
dan sebagainya. Morfem bebas /makan/ digabung morfem terikat –an/ menjadi kata
berimbuhan, misanya, makanan. Morfem bebas /minum/ mengalami pengulangan /minum-
minum/ disebut kata ulang. Morfem bebas /mata/ digabung dengan morfem bebas /hari/
menjadi matahari disebut kata majemuk. Kaitannya dengan keperluan analisis kesalahan
berbahasa dalam bidang morfologi, menurut Badudu (1982) dan Tarigan dan Sulistyaningsih
(1979) terbagi atas tiga kelompok: (a) kesalahan afiksasi, (b) kesalahan reduplikasi, (c)
kesalahan pemajemukan.
4
mentransmigrasikan, memerotes seharusnya memprotes memerakarsai seharusnya
memprakarsai.
5
(6) Morf menge- disingkat nge-
Kata dasar seperti ngebom bukanlah kata yang baku. Kata dasar tersebut
muncul sebagai akibat kesalahan afiksasi alomorf menge-. Yakni, dari kata dasar bom
lalu dimasuki awalan meN-, menjadilah kata berimbuhan mengebom. Selanjutnya,
dalam proses berkomunikasi masyarakat hanya menggunakan ngebom padahal
seharusnya mengebom seperti dalam kalimat Syarifuddin berencana akan mengebom
pantai Sanur.
Contoh lain kata berimbuhan yang tidak baku seperti itu adalah sebagai berikut:
Ngelap seharusnya mengelap
Ngebom seharusnya mengebom
Ngecet seharusnya mengecat
Ngelas seharusnya mengelas
6
para, dan sebagainya adalah kata-kata yang harus ditulis serangkai dengan kata
yang mengikutinya. Contoh kata majemuk yang seharusnya ditulis serangkai
tetapi ditulis terpisah adalah sebagai berikut.
anti karat seharusnya antikarat
ekstra kurikuler seharusnya ekstrakurikuler
antar universitas seharusnya antaruniversitas
psiko terapi seharusnya psikoterapi
supra segmental seharusnya suprasegmental
proto tipe seharusnya prototipe
para medis seharusnya paramedis
pramu niaga seharusnya pramuniaga
infra struktur seharusnya infrastruktur
mikro film seharusnya mikrofilm
2.2 Cerpen
Cerpen, banyak orang mengartikan cerpen hanya sebatas cerita pendek.
Pengertian cerita mungkin semua orang sudah mengetahui, tetapi untuk pengertian
pendek dalam “cerita pendek” sering terjadi kesimpangsiuran. Pendek dalam cerita
pendek bukan semata-mata ditujukan pada banyak sedikitnya kata, kalimat, atau
halaman yang digunakan untuk mengisahkan cerita. Pendek di sini mengacu pada
ruang lingkup permasalahan yang disampaikan oleh jenis karya sastra ini. Oleh karena
itu sangat memungkinkan sebuah cerita yang pendek tidak bisa dikategorikan dalam
jenis cerpen dan sebuah cerpen memiliki cerita yang panjang.
7
Permasalahan yang diangkat dalam sebuah cerita umumnya adalah kehidupan
manusia dengan segala aspeknya. Banyak sekali aspek kehidupan yang bisa terjadi
dalam diri manusia dari dilahirkan sampai masuk dalam liang kubur. Dengan
banyaknya aspek kehidupan tersebut cerita yang bisa dikembangkan pun sangat
beragam pula dan cerpen sebagai salah satu bentuk karya sastra yang menceritakan
kehidupan manusia memiliki cakupan tersendiri yaitu hanya menceritakan sebagian
kecil saja kehidupan tokoh yang paling menarik. Dengan adanya batasan yaitu bagian
kecil dari kehidupan tokoh/manusia maka cerpen memiliki keterpusatan perhatian/
cerita pada tokoh utama dan permasalahan yang paling menonjol yang menjadi pokok
cerita cerpen tersebut. Terpusat di sini berarti tidak melebar terhadap permasalahan
dan atau tokoh lain yang tidak terlalu mendukung cerita / tidak bersangkutan dengan
cerita. Sebuah cerpen tidak mengenal degresi karena setiap bagian cerpen adalah
pokok cerita yang jika dihilangkan maka cerita akan menjadi timpang dan kacau.
1. Tema
Tema merupakan dasar cerita yaitu pokok permasalahan yang mendominasi
suatu karya sastra (suharianto). Tema merupakan titik tolak pengarang dalam
menyusun karya sastranya. Tema ini merupakan hal yang ingin disampaikan dan
dipecahkan oleh pengarangnya melalui ceritanya. Tema menjadi dasar pengembangan
seluruh cerita, maka tema pun bersifat menjiwai seluruh bagian cerita itu dari awal
sampai akhir.
2. Alur Cerita
Alur atau plot dapat didefinisikan sebagai cara pengarang menjalin kejadian-
kejadian secara beruntun dengan memperhatikan hukum sebab akibat sehingga
merupakan kesatuan yang padu, bulat, dan utuh (Suharianto).
Alur dalam cerita terdiri atas lima bagian, yaitu: pemaparan/ pendahuluan,
penggawatan, penanjakkan, puncak atau klimaks, dan peleraian.
3. Penokohan
Cerita sastra merupakan cerita yang mengisahkan kehidupan manusia dengan
segala serbaneka kehidupannya. Dengan pemahaman tersebut tentulah diwajibkan
adanya tokoh sebagai perwujudan dari manusia dan kehidupannya yang akan
diceritakan. Tokoh dalam cerita ini akan melakukan tugasnya menjadi “sumber
8
cerita”. Tokoh merupakan benda hidup (manusia) yang memiliki fisik dan memiliki
watak. Penokohan
Penokohan sering juga disebut perwatakan, yaitu pelukisan mengenai tokoh
cerita. Pelukisan ini mencakup keadaan lahir dan batin tokoh. Keadaan lahir
merupakan bentuk jazad tokoh dan siapa tokohnya, keadaan lahir mencakupi
pandangan hidup tokoh, sikap tokoh, keyakinan, adat istiadat, dll.
4. Latar
Segala peristiwa yang terjadi dalam kehidupan manusia pasti tidak akan lepas
dari ikatan ruang dan waktu. Begitu juga dalam cerpen ataupun novel yang mana itu
merupakan penceritaan kehidupan manusia dan segala permasalahanya. Tempat
kejadian dan waktu kejadian akan senantiasa menjalin setiap laku kehidupan tokoh
dalam cerita. Dengan demikian dapat diartikan bahwa latar adalah tempat dan atau
waktu terjadinya cerita.
Latar atau biasa juga disebut setting dalam karya sastra prosa (cerpen dan
novel) tidak hanya berfungsi sebagai penunjuk tempat dan waktu cerita. Latar dalam
karya sastra prosa ini juga dijadikan sebagai tempat pengambilan nilai-nilai yang
ingin diungkapkan pengarang dengan ceritanya. Menurut Nurgiyantoro (2004:227—
233) latar dapat dibedakan ke dalam tiga unsur pokok, yaitu latar tempat, latar waktu,
latar sosial.
6. Suasana
Seperti halnya waktu dan tempat pada sebuah cerita, suasana juga merupakan
sebuah hal yang selalu mengiringi suatu kejadian. Suasana dapat diartikan sebagai
segala peristiwa yang dialami yang dialami oleh tokoh pada suatu cerita. Misalnya
suasana menyedihkan, menyenangkan dan lain sebagainya.
7. Pusat Pengisahan
Cerita merupakan gambaran yang menampilkan perikehidupan tokoh.
Penempatan posisi pengarang terhadap tokoh untuk menampilkan cerita mengenai
perikehidupan tokoh dalam cerita itulah yang dinamakan pusat pengisahan (point of
view) atau kadang disebut juga sudut pandang. Secara umum pusat pengisahan
dikategorikan dalam 4 jenis, yaitu Pengarang sebagai pelaku utama cerita, pengarang
ikut bermain tetapi bukan sebagai tokoh utama, pengarang serba hadir, dan pengarang
peninjau.
8. Gaya Bahasa
Bahasa dalam karya sastra prosa (cerpen dan novel) memiliki fungsi ganda
yaitu sebagai penyampai maksud pengarang dan sebagai penyampai perasaan.
Pengarang dalam membuat karya sastra bukan hanya sebatas ingin memberitahu
pembaca akan apa yang dialami tokoh, namun pengarang juga bermaksud mengajak
9
pembaca merasakan apa saja yang dialami oleh tokoh dalam cerita. Karena keinginan
inilah gaya bahasa yang digunakan dalam karya sastra sering berbeda dengan gaya
bahasa pada kehidupan sehari-hari. Dengan kata lain gaya bahasa dapat diartikan
sebagai cara (berbahasa) yang ditempuh penulis untuk menyampaikan pikiran atau
maksud.
10
Bab III
Metodologi penelitian
11
1. Mentranskrip atau memindahkan data dengan cara menulis kembali
kata-kata yang dianggap salah dari segi morfologis.
2. Identifikasi Data berarti mengenali dan memberikan ciri terhadap data
yang terkumpul dari hasil proses catat.
3. Mengklasifikasi data
Setelah hasil identifikasi selesai, maka langkah selanjutnya adalah
menklasifiksaikan data sesuai persamaan dan perbedaan identifikasi
data.
4. Penyalinan kedalam kartu data agar peneliti dengan mudah untuk
mengelompokkakn kosa kata.
5. Analisis kartu data
Data yang diperoleh dari hasil proses data, kemudian dianalisis dan
dibahas berdasarkan karakteristik tuturan dan kosa kata si penulis.
6. Angket data dianalisis secara deskriptif, berdasarkan kartu data yang
sudah dikelompokkan.
7. Hasil analisis akan menghasilkan simpulan berdasarkan penelitian yang
telah dilakukan.
3.5 Teknik Analisis Data
No. Data :
Hari/tanggal :
Konteks Data
Analisis
12
Daftar Pustaka
13