Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bahasa merupakan media yang dipakai manusia untuk melakukan aktifitas sehari-
hari. Selain bentuknya yang dinamis karena selalu berubah mengikuti perkembangan
jaman, bahasa juga merupakan suatu perangkat yang baku yang mesti ditaati peraturannya
baik bahasa yang berbentuk tulis maupun lisan.
Peraturan dibuat untuk mengatur agar bahasa dapat dipakai sebagai media untuk
mempermudah manusia dalam melakukan aktifitas berbahasa. Namun dalam melakukan
aktifitas berbahasa tentu akan terjadi kesalahan berbahasa yang dilakukan oleh pengguna
bahasa tersebut, entah itu kesalahan yang disengaja maupun kesalahan yang tidak
disengaja.
Dalam cerpen Cinta laki-laki biasa ada perulangan kata atau reduplikasi yang
melenceng dari aturan atau bahkan tidak seharusnya direduplikasikan, seperti kata “dulu-
dulu” yang seharusnya “dahulu” atau “tempo dulu”. Tertulis jelas dalam buku Metode
Linguistik karya Dr. T. Fatimah Djadjasudarma bahwa jika ada bentuk reduplikasi, maka
itu harus diawali dengan kata dasar, bukan diawali oleh kata yang berimbuhan.
Dalam tulisan ini, penulis akan membahas analisis kesalahan berbahasa pada
tataran bidang ilmu morfologi. Karena ada beberapa sumber kesalahan yang diyakini
dalam tataran bidang ilmu morfologi seperti kesalahan dalam menentukan bentuk asal,
fonem yang luluh tidak diluluhkan begitupun sebaliknya.
Dari kesalahan-kesalahan inilah, penulis tertarik untuk melakukan penelitian
dengan judul “Analisis Kesalahan Berbahasa dalam Bidang Morfologi pada Cerpen Cinta
laki-laki biasa Karya Asma Nadia”

1.2 Ruang Lingkup


Masalah dalam penelitian ini hanya dibatasi pada kesalahan berbahasa dalam
bidang morfologi pada cerpen Cinta laki-laki biasa karya Asma Nadia. Objek kajian
permasalahannya ada pada bagian penentuan bentuk asal suatu kata, penyingkatan
morfem, penggunaan morfem yang salah dan lain sebagainya.

1
1.3 Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah diatas maka masalah dapat dirumuskan sebagai
berikut:
1. Bagaimana bentuk kesalahan berbahasa yang dilakukan penulis pada cerpennya
yang berjudul Cinta laki-laki biasa?
2. Bagaimanakah bentuk kesalahan berbahasa yang tertulis pada cerpen yang
berjudul Cinta laki-laki biasa?
3. Apakah ada maksud lain di balik kesalahan berbahasa yang dilakukan penulis
dalam cerpen yang berjudul Cinta laki-laki biasa?

1.4 Tujuan Penelitian


Berdasarkan rumusan masalah yang ada diatas, maka ada beberapa tujuan dalam
penelitian ini yakni :
1. Untuk mengetahui bentuk kesalahan berbahasa yang ditulis dalam cerpen Cinta
laki-laki biasa
2. Bagaimanakah bentuk kesalahan berbahasa yang tertulis pada cerpen yang
berjudul Cinta laki-laki biasa?
3. Untuk mengetahui ada tidaknya maksud lain di balik kesalahan berbahasa yang
dilakukan penulis dalam cerpen yang berjudul Cinta laki-laki biasa.

1.5 Manfaat Penelitian


Hasil penelitian ini diharapkan :
1. Manfaat Teoritis
a. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan bagi ilmu
pengetahuan di bidang Morfologi pada khususnya dan Linguistik pada
umumnya.
b. Penelitian ini diharapakan mampu memperkaya pengetahuan penulis dan
pembacanya.

2. Manfaat Praktis
a. Untuk referensi bagi guru dalam menganalisis kesalahan berbahasa pada
bidang Morfologi.

2
b. Meningkatkan pemahaman mahasiswa dan calon guru dalam mempelajari
kesalahan berbahasa pada bidang Morfologi.
c. Adanya perubahan sesuai bidang ilmu morfologi pada susunan kata yang
terdapat pada cerpen Cinta laki-laki biasa.

1.6 Definisi Istilah

1. “Cinta laki-laki biasa” adalah sebuah judul cerpen karya Asma Nadia yang di
muat pada situs http://www.lokerseni.web.id.
2. Cerpen adalah karya sastra yang memuat penceritaan secara memusat kepada
suatu peristiwa pokok saja. Semua peristiwa lain yang diceritakan dalam sebuah
cerpen, tanpa terkecuali ditujukan untuk mendukung peristiwa pokok.
3. Morfologi adalah cabang ilmu linguistik yang mempelajari seluk beluk sebuah
kata.
4. Mistake adalah kesalahan berbahasa akibat penutur tidak tepat dalam memilih
kata atau ungkapan untuk suatu siituasi tertentu.

3
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Morfologi
Badudu (1976:15) mengemukakan bahwa “morfologi adalah ilmu bahasa yang
mebicarakan morfem dan bagaimana morfem itu dibentuk menjadi sebuah kata”. Berbicara
tentang morfem terbagi atas tiga macam morfem bebas seperti makan, minum, dan lain-lain,
morfem terikat seperti berber, -kan, dan lain sebagainya, morfem unik, misalnya juang, tawa,
dan sebagainya. Morfem bebas /makan/ digabung morfem terikat –an/ menjadi kata
berimbuhan, misanya, makanan. Morfem bebas /minum/ mengalami pengulangan /minum-
minum/ disebut kata ulang. Morfem bebas /mata/ digabung dengan morfem bebas /hari/
menjadi matahari disebut kata majemuk. Kaitannya dengan keperluan analisis kesalahan
berbahasa dalam bidang morfologi, menurut Badudu (1982) dan Tarigan dan Sulistyaningsih
(1979) terbagi atas tiga kelompok: (a) kesalahan afiksasi, (b) kesalahan reduplikasi, (c)
kesalahan pemajemukan.

Kesalahan bidang afiksasi.


Kesalahan berbahasa dalam bidang afiksasi antara lain seperti yang dipaparkan berikut ini.

(1) Afik yang luluh, tidak diluluhkan


Kaidah afiksasi awalan meN- manakala memasuki kata dasar yang dimulai
huruf t, s, k, p harus luluh menjadi men-, meny-, meng-, dan mem- , misalnya meN-
memasuki kata dasar tarik, satu, kurang, dan pinjam akan menjadi menarik, menyatu,
mengurang, dan meminjam. Dalam proses berkomunikasi biasa ditemukan:
mentabrak seharusnya menabrak, mempahat seharusnya memahat, mempabrik
seharusnya memabrik.

(2) Afiks yang tidak luluh, diluluhkan


Afiks meN- memasuki kata asal atau kata dasar yang dimulai huruf kluster
seperti transmigrasi dan prosentase tidak luluh misalnya mentrasmigrasikan dan
memprosentasekan. Akan tetapi, dalam proses berkomunikasi biasa ditemukan
penggunaan kata berimbuhan seperti: meneransmigrasikan seharusnya

4
mentransmigrasikan, memerotes seharusnya memprotes memerakarsai seharusnya
memprakarsai.

(3) Morf men- disingkat n,


Bentuk narik merupakan salah satu contoh kata dasar dari sekian kata dasar
yang nonbaku. Kata dasar tersebut muncul dari pengaruh kesalahan afiksasi. Yakni
dari kata tarik lalu mendapat awalan meN-, menjadilah kata menarik. Selanjutnya,
dalam proses komunikasi hanya menggunakan narik padahal seharusnya menarik
seperti dalam kalimat Saya belum menarik kesimpulan. Kata-kata yang tidak baku
seperti itu adalah:
Natap seharusnya menatap
Nangis seharusnya menangis
Nabrak seharusnya menabrak

(4) Morf meny- disingkat ny, misalnya:


Bentuk kata nyampaikan, bukanlah kata dasar yang baku. Kata dasar tersebut
muncul dari pengaruh kesalahan afiksasi. Yakni dari kata sampai lalu mendapat
awalan meN-, menjadilah kata berimbuhan menyampaikan.
Selanjutnya, dalam proses berkomunikasi hanya meng-gunakan nyampai atau
nyampaikan padahal seharusnya menyampaikan. Contoh yang lain: nyapu seharusnya
menyapu nyisir seharusnya menyisir nyusun seharusnya menyusun.

(5) Morf meng disingkat ng, misalnya:


Kata berimbuhan seperti ngoreksi bukanlah kata berimbuhan yang baku. Kata
berimbuhan tersebut muncul dari pengaruh kesalahan afiksasi alomorf meng-. Yakni
dari kata koreksi lalu dimasuki awalan meN-, menjadilah kata berimbuhan
mengoreksi. Selanjutnya, dalam proses berkomunikasi hanya menggunakan ngoreksi
padahal seha-rusnya mengoreksi seperti dalam kalimat Aminuddin mengoreksi
pemerintah secara sopan. Kata berimbuhan lain yang tidak baku seperti itu, sebagai
berikut:
Ngarang seharusnya mengarang
Ngantuk seharusnya mengantuk
ngurung seharusnya mengurung

5
(6) Morf menge- disingkat nge-
Kata dasar seperti ngebom bukanlah kata yang baku. Kata dasar tersebut
muncul sebagai akibat kesalahan afiksasi alomorf menge-. Yakni, dari kata dasar bom
lalu dimasuki awalan meN-, menjadilah kata berimbuhan mengebom. Selanjutnya,
dalam proses berkomunikasi masyarakat hanya menggunakan ngebom padahal
seharusnya mengebom seperti dalam kalimat Syarifuddin berencana akan mengebom
pantai Sanur.
Contoh lain kata berimbuhan yang tidak baku seperti itu adalah sebagai berikut:
Ngelap seharusnya mengelap
Ngebom seharusnya mengebom
Ngecet seharusnya mengecat
Ngelas seharusnya mengelas

(7) Kesalahan morfologi segi reduplikasi


Salah satu betuk kesalahan morfologis dalam segi redukplikasi adalah
perulangan bentuk dasar , misalnya ngarang-mengarang. Bentuk perulangan tersebut
berdasar dari kata asal karang lalu mendapat awalan meN- menjadilah mengarang.
Selanjutnya, kata dasar mengarang mengalami proses reduplikasi ngarang-
mengarang, yang semestinya karang-mengarang seperti dalam kalimat Mereka
belajar tentang karangmengarang di sekolah. Kata ulang lain yang biasa ditemukan
seperti itu adalah sebagai berikut:

ngejek-mengejek seharusnya ejek-mengejek


ngutip-mengutip seharusnya kutip-mengutip
ngunjung mengunjungi seharusnya kunjung-mengunjungi

Kesalahan morfologis segi proses pemajemukan

(1) Kata majemuk yang seharusnya disatukan tetapi dipisahkan


Kata majemuk yang ditulis terpisah seperti pasca panen, ekstra kurikler,
adalah kata majemuk yang nonbaku. Kata tersebut semestinya ditulis serangkai
seperti pascapanen dan ekstrakurikuer. Karena kata-kata: pasca, ektra, antar ,
infra, intra, anti, panca, dasa, anti, pra, proto, mikro, maha, psiko, ultra, supra,

6
para, dan sebagainya adalah kata-kata yang harus ditulis serangkai dengan kata
yang mengikutinya. Contoh kata majemuk yang seharusnya ditulis serangkai
tetapi ditulis terpisah adalah sebagai berikut.
anti karat seharusnya antikarat
ekstra kurikuler seharusnya ekstrakurikuler
antar universitas seharusnya antaruniversitas
psiko terapi seharusnya psikoterapi
supra segmental seharusnya suprasegmental
proto tipe seharusnya prototipe
para medis seharusnya paramedis
pramu niaga seharusnya pramuniaga
infra struktur seharusnya infrastruktur
mikro film seharusnya mikrofilm

(2) Kata majemuk yang seharusnya dipisahkan tetapi disatukan


Kata majemuk yang ditulis serangkai seperti ibukota, anakasuh, kepala
kantor, butahuruf, hakcipta, jurumasak adalah contoh kata majemuk yang semestinya
ditulis terpisah seperti ibu kota, anak asuh, kepala kantor, buta huruf, hak cipta, juru
masak. Karena, kedua kata tersebut masing-masing adalah kata dasar yang tergolong
morfem bebas. Contoh kata majemuk yang seharusnya dipisahkan tetapi disatukan
adalah sebagai berikut.
Aducepat seharusnya adu cepat
Ibuangkat seharusnya ibu angkat
Kerjabakti seharusnya kerja bakti
Obatnyamuk seharusnya obat nyamuk

2.2 Cerpen
Cerpen, banyak orang mengartikan cerpen hanya sebatas cerita pendek.
Pengertian cerita mungkin semua orang sudah mengetahui, tetapi untuk pengertian
pendek dalam “cerita pendek” sering terjadi kesimpangsiuran. Pendek dalam cerita
pendek bukan semata-mata ditujukan pada banyak sedikitnya kata, kalimat, atau
halaman yang digunakan untuk mengisahkan cerita. Pendek di sini mengacu pada
ruang lingkup permasalahan yang disampaikan oleh jenis karya sastra ini. Oleh karena
itu sangat memungkinkan sebuah cerita yang pendek tidak bisa dikategorikan dalam
jenis cerpen dan sebuah cerpen memiliki cerita yang panjang.

7
Permasalahan yang diangkat dalam sebuah cerita umumnya adalah kehidupan
manusia dengan segala aspeknya. Banyak sekali aspek kehidupan yang bisa terjadi
dalam diri manusia dari dilahirkan sampai masuk dalam liang kubur. Dengan
banyaknya aspek kehidupan tersebut cerita yang bisa dikembangkan pun sangat
beragam pula dan cerpen sebagai salah satu bentuk karya sastra yang menceritakan
kehidupan manusia memiliki cakupan tersendiri yaitu hanya menceritakan sebagian
kecil saja kehidupan tokoh yang paling menarik. Dengan adanya batasan yaitu bagian
kecil dari kehidupan tokoh/manusia maka cerpen memiliki keterpusatan perhatian/
cerita pada tokoh utama dan permasalahan yang paling menonjol yang menjadi pokok
cerita cerpen tersebut. Terpusat di sini berarti tidak melebar terhadap permasalahan
dan atau tokoh lain yang tidak terlalu mendukung cerita / tidak bersangkutan dengan
cerita. Sebuah cerpen tidak mengenal degresi karena setiap bagian cerpen adalah
pokok cerita yang jika dihilangkan maka cerita akan menjadi timpang dan kacau.

Dari pemahaman tersebut dapat kita simpulkan bahwa cerpen merupakan


cerita yang mengisahkan sebagian kecil aspek dalam kehidupan manusia yang
diceritakan secara terpusat pada tokoh dan kejadian yang menjadi pokok cerita.
Dari pengertian tersebut maka tidak menutup kemungkinan sebuah cerpen
memiliki jumlah kalimat atau halaman yang banyak seperti karya sastra jenis novel.
Sebagai contoh jenis cerita pendek yang panjang misalnya, Sri Sumarah dan Bawuk
karya Umar Kayam.

Unsur Intrinsik Cerpen


Unsur- unsur intrinsik ialah unsur- unsur yang membangun karya sastra dari
dalam karya sastra itu sendiri. Maksud dari dalam yaitu unsur tersebut masuk di
dalam karya sastra itu sendiri. Secara umum unsure intrinsik karya sastra termasuk
cerpen mencakup tema, alur, penokohan, latar, tegangan dan padahan, suasana, pusat
pengisahan, dan gaya bahasa.

1. Tema
Tema merupakan dasar cerita yaitu pokok permasalahan yang mendominasi
suatu karya sastra (suharianto). Tema merupakan titik tolak pengarang dalam
menyusun karya sastranya. Tema ini merupakan hal yang ingin disampaikan dan
dipecahkan oleh pengarangnya melalui ceritanya. Tema menjadi dasar pengembangan
seluruh cerita, maka tema pun bersifat menjiwai seluruh bagian cerita itu dari awal
sampai akhir.

2. Alur Cerita
Alur atau plot dapat didefinisikan sebagai cara pengarang menjalin kejadian-
kejadian secara beruntun dengan memperhatikan hukum sebab akibat sehingga
merupakan kesatuan yang padu, bulat, dan utuh (Suharianto).
Alur dalam cerita terdiri atas lima bagian, yaitu: pemaparan/ pendahuluan,
penggawatan, penanjakkan, puncak atau klimaks, dan peleraian.

3. Penokohan
Cerita sastra merupakan cerita yang mengisahkan kehidupan manusia dengan
segala serbaneka kehidupannya. Dengan pemahaman tersebut tentulah diwajibkan
adanya tokoh sebagai perwujudan dari manusia dan kehidupannya yang akan
diceritakan. Tokoh dalam cerita ini akan melakukan tugasnya menjadi “sumber

8
cerita”. Tokoh merupakan benda hidup (manusia) yang memiliki fisik dan memiliki
watak. Penokohan
Penokohan sering juga disebut perwatakan, yaitu pelukisan mengenai tokoh
cerita. Pelukisan ini mencakup keadaan lahir dan batin tokoh. Keadaan lahir
merupakan bentuk jazad tokoh dan siapa tokohnya, keadaan lahir mencakupi
pandangan hidup tokoh, sikap tokoh, keyakinan, adat istiadat, dll.

4. Latar
Segala peristiwa yang terjadi dalam kehidupan manusia pasti tidak akan lepas
dari ikatan ruang dan waktu. Begitu juga dalam cerpen ataupun novel yang mana itu
merupakan penceritaan kehidupan manusia dan segala permasalahanya. Tempat
kejadian dan waktu kejadian akan senantiasa menjalin setiap laku kehidupan tokoh
dalam cerita. Dengan demikian dapat diartikan bahwa latar adalah tempat dan atau
waktu terjadinya cerita.
Latar atau biasa juga disebut setting dalam karya sastra prosa (cerpen dan
novel) tidak hanya berfungsi sebagai penunjuk tempat dan waktu cerita. Latar dalam
karya sastra prosa ini juga dijadikan sebagai tempat pengambilan nilai-nilai yang
ingin diungkapkan pengarang dengan ceritanya. Menurut Nurgiyantoro (2004:227—
233) latar dapat dibedakan ke dalam tiga unsur pokok, yaitu latar tempat, latar waktu,
latar sosial.

5. Tegangan dan Padahan


Suspens atau tegangan merupakan bagian cerita yang membuat pembaca
terangsang untuk melanjutkan membaca cerita. Keingina tersebut muncul karena
pengarang seolah-olah menjanjikan pembaca akan menemukan sesuatu yang pembaca
harapkan. Sedangkan padahan atau foreshadowing merupakan bagian cerita yang
memberikan gambaran tentang sesuatu yang akan terjadi. Jadi padahan dan tegangan
adalah tidak dapat dipisahkan, dengan kata lain dengan adanya padahan maka tercipta
tegangan.

6. Suasana
Seperti halnya waktu dan tempat pada sebuah cerita, suasana juga merupakan
sebuah hal yang selalu mengiringi suatu kejadian. Suasana dapat diartikan sebagai
segala peristiwa yang dialami yang dialami oleh tokoh pada suatu cerita. Misalnya
suasana menyedihkan, menyenangkan dan lain sebagainya.

7. Pusat Pengisahan
Cerita merupakan gambaran yang menampilkan perikehidupan tokoh.
Penempatan posisi pengarang terhadap tokoh untuk menampilkan cerita mengenai
perikehidupan tokoh dalam cerita itulah yang dinamakan pusat pengisahan (point of
view) atau kadang disebut juga sudut pandang. Secara umum pusat pengisahan
dikategorikan dalam 4 jenis, yaitu Pengarang sebagai pelaku utama cerita, pengarang
ikut bermain tetapi bukan sebagai tokoh utama, pengarang serba hadir, dan pengarang
peninjau.

8. Gaya Bahasa
Bahasa dalam karya sastra prosa (cerpen dan novel) memiliki fungsi ganda
yaitu sebagai penyampai maksud pengarang dan sebagai penyampai perasaan.
Pengarang dalam membuat karya sastra bukan hanya sebatas ingin memberitahu
pembaca akan apa yang dialami tokoh, namun pengarang juga bermaksud mengajak

9
pembaca merasakan apa saja yang dialami oleh tokoh dalam cerita. Karena keinginan
inilah gaya bahasa yang digunakan dalam karya sastra sering berbeda dengan gaya
bahasa pada kehidupan sehari-hari. Dengan kata lain gaya bahasa dapat diartikan
sebagai cara (berbahasa) yang ditempuh penulis untuk menyampaikan pikiran atau
maksud.

10
Bab III
Metodologi penelitian

3.1 Metode Penelitian


Penelitian ini menggunakan metode deskriptif, karena bertujuan memperoleh
pemaparan yang objektif tentang kesalahan morfologis pada cerpen Cinta laki-laki
biasa karya Asma Nadia. Penggunaan metode deskriptif ini digunakan dengan
pusat penelitian pada kesalahan morfologis yang termasuk kedalam kesalahan
berbahasa pada cerpen Cinta laki-laki biasa.

3.2 Sumber Data dan Data


3.2.1 Data
Data dalam penelitian ini adalah cerpen Cinta laki-laki biasa karya Asma
Nadia yang dipublikasikan di situs http://www.lokerseni.web.id
3.2.2 Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Data wacana dalam cerpen Cinta laki-laki biasa karya Asma
Nadia.
2. Data responden penelitian

3.3 Teknik Pengumpulan Data


Untuk mengumpulkan data, peneliti menggunakan teknik
1. Catat
Mengklasifikasikan data dari hasil responden.
2. Angket
Peneliti menggunakan teknik angket, karena angket bisa
mengumpulkan sejumlah data secara tepat. Peneliti menyebarkan 20
pertanyaan kepada masyarakat umum, berupa daftar tanyaan seputar
kesalahan morfologis cerpen Cinta laki-laki biasa karya Asma Nadia.

3.4 Teknik Pengolahan Data


Penelitian ini menggukan teknik pengolahan data kualitatif, setelah data
terkumpul, maka peneliti melakukan:

11
1. Mentranskrip atau memindahkan data dengan cara menulis kembali
kata-kata yang dianggap salah dari segi morfologis.
2. Identifikasi Data berarti mengenali dan memberikan ciri terhadap data
yang terkumpul dari hasil proses catat.
3. Mengklasifikasi data
Setelah hasil identifikasi selesai, maka langkah selanjutnya adalah
menklasifiksaikan data sesuai persamaan dan perbedaan identifikasi
data.
4. Penyalinan kedalam kartu data agar peneliti dengan mudah untuk
mengelompokkakn kosa kata.
5. Analisis kartu data
Data yang diperoleh dari hasil proses data, kemudian dianalisis dan
dibahas berdasarkan karakteristik tuturan dan kosa kata si penulis.
6. Angket data dianalisis secara deskriptif, berdasarkan kartu data yang
sudah dikelompokkan.
7. Hasil analisis akan menghasilkan simpulan berdasarkan penelitian yang
telah dilakukan.
3.5 Teknik Analisis Data

No. Data :
Hari/tanggal :
Konteks Data

Analisis

12
Daftar Pustaka

Anggoro, M. Toha. 2007. Metode Penelitian. Jakarta: Universitas Terbuka


Sudaryanto. 1988. Metode Linguistik. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
http://repository.upi.edu
http://www.lokerseni.web.id
http://www.farhan-bjm.web.id
http://www.situsbahasa.info

13

Anda mungkin juga menyukai