Anda di halaman 1dari 31

Perawatan Jenazah

Oleh:
1. Akbar Fauzi Islami(02)
2. Anasir Sholeh Syaifudin(05)
3. Arif Dwi Laksono(13)
4. Bachtiar Noor Septian R(18)
5. Didit Riyanto(29)
6. Dwi Cahyo P(32)

SMK NEGERI 2 YOGYAKARTA


2018

1
Daftar Isi

Cover .............................................................................................................................. 1

Daftar Isi ....................................................................................................................... 2

Pengantar ..................................................................................................................... 3

Bab I : PRA PERAWATAN JENAZAH.................................................................. 5

A. Merawat Muhtadlir (Orang sekarat)…………………………...5


B. Sesaat Setelah Ajal Tiba……………………………………...………6
C. Hadits tentang menangisi mayat…………………………………7
D. Hadits tentang meratapi mayat…………………………………...8
E. Hadits tentang menyegerakan menguburkan mayat…….9
F. Hadits tentang keutamaan mengurus jenazah…………..…10
G. Hikmah pengurusan jenazah……………………………………….11

Bab II : PELAKSANAAN PERAWATAN JENAZAH .......................................12

A. Memandikan jenazah ....................................................................12


B. Mengkafani jenazah .......................................................................16
C. Menshalati jenazah.........................................................................18
D. Mengkuburkan jenazah ................................................................21

Bab III: PASCA PERAWATAN JENAZAH .........................................................25

A. Ziarah ...................................................................................................25

Sumber .........................................................................................................................31

2
Pengantar
Di antara masalah penting yang terkait dengan hubungan manusia dengan
manuasia lainnya adalah masalah perawatan jenazah. Islam menaruh perhatian
yang sangat serius dalam masalah ini, sehingga hal ini termasuk salah satu
kewajiban yang harus dipenuhi oleh umat manusia, khususnya umat Islam.
Perawatan jenazah ini merupakan hak si mayat dan kewajiban bagi umat Islamuntuk
melakukannya dengan pengurusan yang terbaik.
Al-Hafizh An-Nawawi rahimahullah berkata: “Menguburkan jenazah hukumnya
fardhu kifayah berdasarkan ijma’ ” [Al-Majmuu’, 5/282]
Dalilnya adalah hadits Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi
shallallahu’alaihi wasallam bersabda:
‫صاحبكم فادفنوا اذهبوا‬
“Pergilah, kuburkanlah sahabat kalian” [HR. Muslim no. 2236]
[2] Bolehkah menguburkan jenazah di rumah?
Al-Hafizh An-Nawawi rahimahullah berkata:
“Diperbolehkan menguburkan jenazah di rumah maupun di area pemakaman.
Menguburkan jenazah di area pemakaman lebih utama berdasarkan kesepakatan ulama”
[Al-Majmuu’, 5/283]
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam biasa menguburkan jenazah para sahabatnya di area
pemakaman khusus yaitu di pemakaman Baqi’. Adapun kebolehan menguburkan jenazah
di rumah, karena Nabi, Abu Bakr dan Umar dikuburkan di rumah Aisyah radhiyallahu
‘anhum. Al-Hafizh Ibnu Rajab rahimahullah menyandarkan pendapat kebolehannya kepada
jumhur ulama. [Fathul Bari no. 432]
Kebolehan yang dimaksud di sini adalah menguburkan jenazah di luar rumah, bukan persis
di dalam rumah. Sebab Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam melarang untuk menjadikan
rumah sebagai kuburan.
Al-Imam Adz-Dzahabi rahimahullah berkata:
“Sungguh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam melarang membangun kuburan. Seandainya
manusia dikuburkan di dalam rumahnya, tentu kuburan dan rumah menjadi satu kesatuan,
sedangkan shalat di kuburan terlarang dengan larangan makruh atau bahkan haram. Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘shalat seseorang yang paling utama adalah di
rumahnya kecuali shalat wajib’ . Hal ini menunjukkan bahwa tidak boleh menjadikan
rumah-rumah sebagai kuburan. Adapun kuburan Nabi yang berada di dalam rumah Aisyah,
maka ini merupakan kekhususan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam” [Siyar Al-A’lam, 8/29]
[3] Bolehkah wanita menguburkan jenazah?
An-Nawawi rahimahullah berkata:
“Asy-Syafi’i dan para sahabatnya menyatakan bahwa laki-laki lah yang semestinya
menguburkan jenazah, meskipun jenazah itu seorang laki-laki atau perempuan. Tidak ada
perselisihan dalam permasalahan ini. Para ulama menyebutkan adanya dua ‘illat: pertama,

3
seperti yang disebutkan oleh penulis kitab, yaitu karena laki-laki lebih kuat dan lebih cakap
dalam membawa (jenazah –pen). Kedua, jika perempuan diserahi tugas menguburkan
jenazah, hal itu dapat menyebabkan tersingkapnya sebagian badannya (aurat –pen).“ [Al-
Majmuu’, 5/288]
[4] Siapakah yang lebih berhak menguburkan jenazah?
Para ulama menyatakan bahwa orang yang paling berhak menguburkan jenazah adalah
karib kerabatnya. Allah ta’ala berfirman:
‫ض ُه أِم أاْل َ أر َحامِ َوأُولُو‬
ُ ‫ببَ أعضِ أَ أو َلى بَ أع‬
“Dan orang-orang yang memiliki ikatan 4ahim (kekerabatan –pen), sebagian mereka lebih
berhak kepada sebagian yang lain” [QS. Al-Anfal: 75]
Jika diurutkan dari yang terdekat sebagai berikut: ayah dari mayit, kakeknya, anak laki-
lakinya, cucu laki-lakinya, saudara laki-lakinya, pamannya, anak dari pamannya, dan
seterusnya.

4
Bab 1
A. MERAWAT MUHTADLIR (ORANG SEKARAT)
Apabila telah nampak tanda-tanda ajal telah tiba, maka tindakan yang sunah
dilakukan oleh orang yang menunggu adalah sebagai berikut:
1. Membaringkan muhtadlir pada lambung sebelah kanan dan
menghadapkannya ke arah qiblat. Jika tidak memungkinkan semisal karena
tempatnya terlalu sempit atau ada semacam gangguan pada lambung
kanannya, maka ia dibaringkan pada lambung sebelah kiri, dan bila masih
tidak memungkinkan, maka diterlentangkan menghadap kiblat dengan
memberi ganjalan di bawah kepala agar wajahnya bisa menghadap qiblat.
2. Membaca surat Yasin dengan suara agak keras, dan surat Ar Ra’du
dengan suara pelan. Faedahnya adalah untuk mempermudah keluarnya ruh.
Nabi saw. bersabda:
‫علَى ٰيس ا أق َرؤُ ِاأ‬ َ ‫ َم أو ٰتا ُك أِم‬. (‫)داود أبو رواه‬
“Bacakanlah surat Yasin atas orang-orang (yang akan) mati kalian”. (H.R. Abu
Dawud)
Bila tidak bisa membaca keduanya, maka cukup membaca surat Yasin saja.
3. Mentalqin kalimat tahlil dengan santun, tanpa ada kesan memaksa.
Nabi Muhammad saw. bersabda:
ِ َ‫لا إ ٰل ِه‬
‫لَ َم أوت َا ُك أِم لَقنُ أوا‬ ِ . (‫)مسلم رواه‬
ِ ‫للاُ إ‬
“Tuntunlah orang (yang akan) mati diantara kamu dengan ucapan laailaha
illallah”. (H.R. Muslim)
ِ‫لَ َكالَمهِ آخ ُِر َكانَِ َم أ‬
‫ن‬ ِ َ‫لا إ ٰل ِه‬
ِ ‫للاُ إ‬
ِ ‫ل‬ ‫)الحاكم رواه( أ‬
َِ ‫ال َجنا ِةَ دَ َخ‬.
“Barangsiapa ucapan terakhirnya kalimat laailaha illallah, maka ia akan masuk
surga”. (H.R. Hakim)
Dalam mentalqin, pentalqin (mulaqqin ) tidak perlu menambah kata, kecuali
muhtadlir (orang yang akan mati) bukan seorang mukmin, dan ada harapan
akan masuk Islam. Talqin tidak perlu diulang kembali jika muhtadlir telah
mampu mengucapkannya, selama ia tidak berbicara lagi. Sebab, tujuan talqin
adalah agar kalimat tahlil menjadi penutup kata yang terucap dari mulutnya.
4. Memberi minum apabila melihat bahwa ia menginginkannya. Sebab
dalam kondisi seperti ini, bisa saja syaitan menawarkan minuman yang akan
ditukar dengan keimanannya.
5. Orang yang menunggu tidak diperbolehkan membicarakan
kejelekannya, sebab malaikat akan mengamini perkataan mereka.

5
B. SESAAT SETELAH AJAL TIBA

Setelah muhtadlir dipastikan meninggal, tindakan selanjutnya yang sunah


untuk dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Memejamkan kedua matanya seraya membaca:
ِ‫ع ٰلى للاِ بسأم‬َ ‫س أولِ ملاةِ َو‬ ُ ‫للاِ َر‬، ‫لَ ِهُ ا أغف أِر الل ٰـ ُه اِم‬، ُ‫ار َح أم ِه‬ َ ‫ارفَ أِع‬
‫و أ‬، ‫اخلُ أف ِهُ أ‬
‫ال َم أهديينَِ في دَ َر َجت َ ِهُ َو أ‬، ‫عقبهِ في َو أ‬
َ ‫في‬
‫ال َعالَمينَِ َرباِ َيا َولَ ِهُ لَنَا َوا أغف أِر أ‬،
َِ‫الغَابرين‬، ‫سحأِ أ‬ َ ‫قَبأرهِ في لَ ِهُ َوا أف‬، ‫فيهِ لَ ِهُ َونَو أِر‬.
2. Mengikat rahangnya ke atas kepala dengan kain yang agak lebar
supaya mulutnya tidak terbuka.
3. Melemaskan sendi-sendi tulangnya dengan melipat tangan ke siku,
lutut ke paha dan paha ke perut. Setelah itu dibujurkan kembali dan
jari-jari tangannya dilemaskan. Bila agak terlambat sehingga tubuhnya
kaku, maka boleh menggunakan minyak atau yang lainnya untuk
melemaskan sendi-sendi tulang mayit. Faedah dari pelemasan ini adalah
mempermudahkan proses memandikan dan mengkafani.
4. Melepas pakaian secara perlahan, kemudian menggantinya dengan
kain tipis yang dapat menutup seluruh tubuhnya, yang ujungnya diselipkan di
bawah kepala dan kedua kakinya. Kecuali apabila ia sedang melaksanakan
ihram, maka kepalanya harus dibiarkan terbuka.
5. Meletakkan benda seberat dua puluh dirham (20 x 2,75 gr = 54,300
gr) atau secukupnya di atas perutnya dengan dibujurkan dan diikat agar
perutnya tidak membesar.
6. Meletakkan mayit di tempat yang agak tinggi agar tidak tersentuh
kelembaban tanah yang bisa mempercepat rusaknya badan.
7. Dihadapkan ke arah qiblat sebagaimana muhtadlir.
8. Segera melakukan perawatan pada mayit, dan melaksanakan wasiatnya.
9. Membebaskan segala tanggungan hutang dan lainnya.

6
Teori/Hadis
C. HADITS TENTANG MENANGISI MAYAT

َ ‫ َم َع‬،ُ‫ يَعُودُه‬،‫ي صلى هللا عليه وسلم‬


‫ع ْب ِد‬ ُّ ِ‫ فَأَت َاهُ النَّب‬،ُ‫ش ْك َوى لَه‬ ُ ‫س ْعدُ ب ُْن‬
َ َ ‫عبَادَة‬ َ ‫ ا ْشت َ َكى‬:َ‫ قَال‬،‫ع َم َر‬ ُ ‫ع ْب ِد هللاِ ب ِْن‬َ ‫حديث‬
َ
:َ‫ فَقَال‬،‫ فَ َو َجدَهُ فِي غَا ِشيَ ِة أ ْه ِل ِه‬،‫علَ ْي ِه‬ َ ‫ فَلَ َّما دَ َخ َل‬،ٍ‫ع ْب ِد هللاِ ب ِْن َم ْسعُود‬ َ ‫ َو‬،‫اص‬ َ
ٍ َّ‫س ْع ِد ب ِْن أ ِبي َوق‬ َ ‫ َو‬، ٍ‫ع ْوف‬ َ ‫من ب ِْن‬ ِ ْ‫الرح‬
َّ
‫ي صلى هللا عليه وسلم؛ فَلَ َّما َرأَى ْالقَ ْو ُم بُ َكا َء النَّ ِبي ِ صلى هللا عليه‬ ُّ ‫سو َل هللاِ فَ َب َكى النَّ ِب‬ُ ‫ الَ َيا َر‬:‫ضى قَالُوا‬ َ َ‫قَ ْد ق‬
‫سا ِن ِه‬ َ ‫َار ِإلَى ِل‬ َ ‫ِب ِبهذَا َوأَش‬ ُ ‫ َول ِك ْن يُعَذ‬،‫ب‬ ِ ‫ِب ِبدَ ْمعِ ْال َعي ِْن َوالَ ِب ُح ْز ِن ْالقَ ْل‬ ُ ‫ ِإ َّن هللاَ الَ يُ َعذ‬، َ‫ أَالَ ت َ ْس َمعُون‬:َ‫ فَقَال‬،‫وسلم َب َك ْوا‬
َ ‫اء أ َ ْه ِل ِه‬
‫علَ ْي ِه‬ ُ َّ‫ َو ِإ َّن ْال َم ِيتَ يُ َعذ‬،‫أ َ ْو َي ْر َح ُم‬
ِ ‫ب بِبُ َك‬
‫ باب البكاء عند المريض‬54 :‫ كتاب الجنائز‬23 :‫أخرجه البخاري في‬
Artinya: (532). “Abdullah bin Umar r. a. berkata: Sa'ad bin Ubadah r. a. sakit,
maka Nabi saw. pergi menjenguk (sambang) bersama Abdurrahman bin Auf,
Sa'ad bin Abi Waqqash dan Abdullah bin Mas'uud r.a. Ketika Nabi saw. masuk,
sedang Sa'ad dikerumuni oleh keluarganya, maka Nabi saw. tanya: Apakah
sudah mati? Jawab mereka: Belum, ya Rasulullah. Lalu Rasulullah saw.
menangis, ketika orang-orang melihat Nabi saw. menangis, mereka juga ikut
menangis, lalu Nabi saw. bersabda: Sukakah kalian mendengar, sesungguhnya
Allah tidak akan menyiksa karena air mata atau sedihnya hati, tetapi Allah
akan menyiksa karena ini sambil menunjuk lidahnya atau merahmati. dan
sesungguhnya mayii itu akan tersiksa karena tangisan keluarganya
atasnya.”(Bukhari. Muslim).

.
Penjelasan Hadits

Menangisi mayat atau orang yang telah meninggal kerap kali terjadi
bukan hanya dari umat muslim melainkan dialami oleh seluruh manusia.
Ketika seorang muslim menerima suatu musibah, baik yang menimpa jiwanya,
hartanya, atau keluarganya, maka dia akan mengembalikan hal itu kepada
Allah dan akan merelakan serta akan mengucapkan kalimat istirja:
“Innaa lillahi wa innaa ilaihi raajiu`uun`”(kami adalah milik Allah dan kami
akan kembali kepada-Nya) dan berdoa “Ya Allah, berilah aku pahala atas
musibah yang menimpaku dan berikan aku pengganti yang lebih baik”
Kita tidak dilarang untuk menangisi mayat, selama itu tidak berlebih-lebihan.
Rasulullah saw dahulu pernah menangisi kematian beberapa orang, saat
kematian anaknya Ibrahim, ketika Hamzah pamannya syahid, dan ketika
beliau mengunjungi Sa`d bin Ubadah. Beliau bersabda,
“Sesungguhnya wajar jika mata menangis, hati bersedih, dan kita hanya

7
diperbolehkan mengatakan hal-hal yang diperbolehkan oleh Allah swt.
Sesungguhnya kami semua bersedih atas kepergianmu wahai Ibrahim”
Rasulullah juga pernah bersabda, “Sesungguhnya Allah tidak mengazab
berdasarkan air mata atau hati yang sedih. Namun, Dia mengazab atau
mengasihi berdasarkan ini,” beliau menunjuk lidanya dan melanjutkan
sabdanya, “Sesungguhnya seorang mayat akan disiksa disebabkan tangisan
keluargnya untuknya”
Sayyidah `Aisyah juga pernah menuturkan riwayat seperti ini dan dia berkata,
“Cukuplah al-Qur an bagi kalian, karena orang yang berdosa tidak akan
memikul dosa orang lain”. Kemudian `Aisyah berkata,

“Pada suatu ketika Rasulullah SAW. melewati jenazah seorang perempuan


Yahudi yang sedang ditangisi oleh keluarganya, beliaupun bersabda, ‘Mereka
menangisi perempuan itu, padahal dia akan diazab di kuburnya”

Ibnu Abbas r.a pernah menyatakan dalam sebuah riwayat tentang


`Aisyah R.A: “Allah lah yang membuat orang tertawa dan membuat orang
menangis” Maksudnya adalah, jika manusia yang hidup saja tidak memiliki
hak menentukan tangis dan tawa, maka bagaimana mungkin hal itu akan
menyebabkan seseorang yang sudah meninggal dapat diazab karenanya.

D. HADITS TENTANG MERATAPI MAYAT

Nabi SAW. melaknat orang yang suka melakukan ratapan berlebihan kepada
mayit.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

Artinya: “Wanita yang meratap, jika tidak bertaubat sebelum ia meninggal,


kelak pada Hari Kiamat akan dibangkitkan dengan pakaian dari cairan
tembaga dan mantel dari kudis dan dengan tubuh yang penuh luka-luka.”( HR.
Muslim, no. 934.)

8
Dalam hadits lain:

Atinya: "Dari Umar Al-khatab R.A. dia berkata bahwa Nabi SAW. Bersabda :
"seorang mayat akan di azab kuburnya karena di ratapi."

Penjelasan hadits
Salah satu kemungkaran besar yang dilakukan oleh sebagian orang
adalah meratapi jenazah secara berlebihan. Misalnya dengan menangis sejadi-
jadinya, berteriak sekeras-kerasnya, meratap mengharu-biru kepada mayit,
memukuli muka sendiri, mengoyak-ngoyak pakaian, menggunduli rambut,
menjambak-jambak atau memotongnya.
Semua perbuatan tersebut menunjukkan ketidakrelaan terhadap
taqdir, di samping menunjukkan tidak sabar terhadap musibah. enangisi
orang yang mati dengan melampaui batas kewajaran sehingga seolah-olah
tidak menerima ketentuan Allah yang berlaku bagi setiap orang yang
meninggal dunia adalah perbuatan yang dilarang. Namun jika sekedar
menangis dan bersedih hati tidak termasuk perbuatan nihayah, sebab sedih
dan tangis merupakan fitrah setiap manusia.

E. HADITS TENTANG MENYEGERAKAN MENGUBURKAN MAYAT

ً‫صا ِل َحة‬ َ ُ‫ فَإ ِ ْن ت َك‬،‫عوا ِب ْال ِجنَازَ ِة‬


ُ ‫ أَس ِْر‬:َ‫ قَال‬،‫ع ِن النَّ ِبي ِ صلى هللا عليه وسلم‬َ ،‫حديث أ َ ِبي ُه َري َْرة ً رضي هللا عنه‬
‫ع ْن ِرقَا ِب ُك ْم‬
َ ُ‫ضعُونَه‬ َ َ ‫ فَش ٌَّر ت‬، َ‫ َوإِ ْن َيكُ ِس َوى ذلِك‬،‫فَ َخي ٌْر تُقَ ِد ُمونَ َها‬
‫ باب السرعة بالجنازة‬52 :‫ كتاب الجنازة‬23 :‫أخرجه البخاري في‬
Artinya: (550). “Abu hurairah r.a. berkata: Nabi saw. bersabda: Segerakanlah
penguburan janazah, maka jika ia baik, maka baiklah yang kamu ajukan, dan
jika selain dari itu, maka kejahatan yang kamu turunkan dari
bahumu”.(Bukhari, Muslim).
Disyariatkan kepada kaum muslimin untuk menyegerakan penguburan
jenazah seorang muslim yang telah diketahui dengan pasti kematiannya.
Sebab jika muslim itu orang yang shalih maka ia akan segera mendapat
kebaikan dari hasil usaha yang ia telah kerjakan di dunia, berupa berbagai
kenikmatan dan kelapangan di dalam kuburnya. Dan merekapun telah
menunaikan kewajiban mereka di dalam menyelenggarakan penguburan

9
dengan mendapatkan balasan kebaikan berupa pahala sebesar satu atau dua
qirath atau yang lainnya. Namun jika yang mati itu orang kafir atau muslim
yang tidak baik keislamannya, maka iapun akan segera balasan keburukan
dari sebab apa yang ia kerjakan berupa aneka siksaan dan himpitan di dalam
kuburnya. Dan merekapun dengan menguburkannya berarti telah
menghilangkan keburukan dari pundak-pundak mereka.

F. HADITS TENTANG KEUTAMAAN MENGURUS JENAZAH

Dari Abu Rafi’ Radhiyallahu 'anhu, dia berkata: Rasulullah Shallallahu 'alaihi
wa sallam bersabda:

"Barang siapa yang memandikan jenazah/ mayit dan ia menyembunyikan cacat


jenazah tersebut, niscaya dosanya diampuni sebanyak 40 dosa. Dan barang
siapa yang mengkafani jenazah/ mayit, niscaya Allah akan memakaikan
kepadanya kain sutra yang halus dan tebal dari sorga. Dan barang siapa yang
menggali kuburan untuk jenazah/ mayit, dan dia memasukkannya ke dalam
kuburan tersebut, maka dia akan diberi pahala seperti pahala membuatkan
rumah, yang jenazah/ mayit itu dia tempatkan (di dalamnya) sampai hari
kiamat". [HR. Al-Baihaqi dan Al-Hakim)

10
G. HIKMAH PENGURUSAN JENAZAH

1. Kedudukan manusia walaupun sudah meninggal dunia di hadapan Allah


tetap makhluk yang mulia, yang wajib diberi penghormatan dan tetap
diperlakukan sebagai manusia yang masih hidup bahkan perlakuan itu
tetap berlaku walaupun mayat sudah
2. Memandikan jenazah berarti menyucikan jenazah dari segala
kotoran dan najis. Ketika dishalatkan jenazah sudah dalam keadaan
bersih. Hal seperti itu memberi contoh betapa Islam itu
mengajarkan/memberikan pelajaran menekankan kebersihan bukan
hanya sewaktu masih hidup setelah meninggalpun kebersihan tetap harus
3. Mengafani mayat berarti menutup seluruh tubuh mayat dengan kain atau
apa saja yang dapat melindungi tubuh dari pandangan yang boleh jadi
akan menimbulkan Fitnah apabila tanpa pelindung.
4. Menshalati jenazah berarti mendoakan mayat. Isi doa adalah permohonan
agar mayat mendapat ampunan, kasih sayang dan terlepas dari siksa
kubur dan siksa akhirat. Ini menunjukkan betapa tinggi nilai
persaudaraan Islam, sehingga melihat seorang muslim meninggal tidak
rela saudara muslim mendapat musibah atau
5. Keseluruhan penyelenggaraan jenazah difardlukan (kifayah) kepada umat
Islam. Kewajiban ini akan mendorong setiap orang untuk mempererat dan
senantiasa berusaha meningkatkan persaudaraan sesama muslim semasa
hidup.

11
Bab II
A. MEMANDIKAN JENAZAH

Seperangkat peralatan yang harus disiapkan sebelum memandikan


mayit adalah daun kelor (Jawa: widara), sabun, sampo, kaos tangan,
handuk, kapur barus, air bersih dan sebagainya.
Hal-hal penting yang perlu diperhatikan dalam proses memandikan mayit
adalah:
a. Orang yang memandikan harus sejenis
Maksudnya bila mayitnya laki-laki yang memandikan harus laki-laki begitu
pula apabila mayitnya perempuan, kecuali apabila masih ada ikatan
mahrom, suami-istri, atau mayit adalah anak kecil yang belum
menimbulkan syahwat. Bila tidak ditemukan orang yang boleh
memandikan, maka mayit cukup ditayamumi dengan ditutup semua
anggota tubuhnya selain anggota tayamum, dan yang mentayamumi harus
memakai alas tangan.
Urutan orang yang lebih utama memandikan mayit laki-laki adalah ahli
waris ashabah laki-laki, kerabat lai-laki yang lain, istri, orang laki-laki lain.
Waris ashabah yang dimaksud adalah:
1. Ayah
2. Kakek dan seatasnya
3. Anak laki-laki
4. Cucu laki-laki dan sebawahnya
5. Saudara laki-laki kandung
6. Saudara laki-laki seayah
7. Anak dari saudara laki-laki kandung
8. Anak dari saudara laki-laki seayah
9. Saudara ayah kandung
10. Saudara ayah seayah
Bagi mayit perempuan, yang paling utama memandikannya adalah
perempuan yang masih memiliki hubungan kerabat dan ikatan mahram
dengannya; seperti anak perempuan, ibu dan saudara perempuan.
b. Orang yang memandikan dan yang membantunya memiliki sifat amanah,
dalam artian:
1. Kemampuan dalam memandikan mayit tidak diragukan lagi.
2. Apabila ia memberikan suatu kegembiraan yang tampak dari mayit,
maka beritanya dapat dipercaya. Sebaliknya, jika ia melihat hal-hal buruk

12
dari diri mayit, maka ia mampu merahasiakannya. Nabi Muhammad saw
bersabda:
‫ن َو ُكفُّ أوا َم أوت َا ُك أِم َم َحاسنَِ أ ُ أذ ُك ُر أوا‬
ِ‫ع أ‬ َ ‫ َم‬. (ُِ‫)والت أرمذىِ دَ ُاو ِدَ أَب أُِو َر َواه‬
َ ‫ساويهِ أِم‬ َ
“Sebutkanlah kebaikan-kebaikan orang yang mati diantaramu dan jagalah
kejelekan-kejelekannya.” (H.R. Abu Dawud dan Tirmidzi)
Tempat Memandikan
Prosesi memandikan dilaksanakan pada tempat yang memenuhi kriteria
berikut:
1. Sepi, tertutup dan tidak ada orang yang masuk, kecuali orang yang
memandikan dan orang yang membantunya.
2. Ditaburi wewangian untuk mencegah bau yang keluar dari tubuh mayit.
Etika Memandikan
1. Haram melihat aurat mayit, kecuali untuk kesempurnaan memandikan.
Seperti untuk memastikan bahwa air yang disiramkan sudah merata, atau
untuk menghilangkan kotoran yang bisa mencegah sampainya air pada
kulit.
2. Wajib memakai alas tangan saat menyentuh aurat mayit, dan sunah
memakainya ketika menyentuh selainnya.
3. Mayit dibaringkan dan diletakkan di tempat yang agak tinggi, seperti di
atas dipan atau di pangku oleh tiga atau empat orang dengan posisi kepala
lebih tinggi dari tubuh. Hal ini untuk mencegah mayit dari percikan air.
4. Mayit dimandikan dalam keadaan tertutup semua anggota tubuhnya.
Bila tidak memungkinkan atau mengalami kesulitan, maka cukup menutup
auratnya saja.
5. Disunahkan menutup wajah mayit mulai awal sampai selesai
memandikan.
6. Disunahkan pula memakai air dingin yang tawar, karena lebih bisa
menguatkan daya tahan tubuh mayit, kecuali jika cuaca dingin, maka boleh
memakai air hangat.
7. Menggunakan tempat air yang besar, dan diletakkan agak jauh dari
mayit.
Tata-cara Memandikan
1. Batas Minimal
Memandikan mayit sudah dianggap cukup apabila sudah melaksanakan
hal-hal sebagai berikut:
a) Menghilangkan najis yang ada pada tubuh mayit.
b) Menyiramkan air secara merata pada anggota tubuh mayit, termasuk
juga bagian farji tsayyib (kemaluan wanita yang sudah tidak perawan)

13
yang tampak saat duduk, atau bagian dalam alat kelamin laki-laki yang
belum dikhitan.
Catatan:
Bila terdapat najis yang sulit dihilangkan, semisal najis di bawah kuncup,
maka menurut Imam Romli, setelah mayit tersebut dimandikan, maka
langsung dikafani dan dimakamkan tanpa dishalati. Namun, menurut Ibnu
Hajar, bagian yang tidak terbasuh tersebut bisa diganti dengan tayamum
sedangkan najisnya berhukum ma’fu.
Adapun cara mentayamumkan mayit adalah sebagai berikut:
1) Menepukkan kedua tangan pada debu disertai dengan niat sebagai
berikut:
ُِ‫ن التايَ ُّم َِم ن ََويأت‬ َ ِ‫ال َميتِ ٰهذَا قَ ألفَةِ تَحأ ت‬/
ِ‫ع أ‬ ‫ال َميت َةِ ٰهذهِ أ‬. ‫أ‬
Atau bisa juga dengan membaca:
ُِ‫صالَةِ لسأتبَا َحةِ التايَ ُّم َِم ن ََويأت‬ ‫ن ال ا‬ ِ‫ع أ‬ ‫ت َ َع ٰالى للِِ أال َميت َةِ ٰهذهِ أ‬
َ ‫ال َميتِ ٰهذَا‬/
Niat ini harus terus berlangsung (istidamah) sampai kedua telapak tangan
orang tersebut mengusap wajah mayit.
2) Menepukkan kedua telapak tangan pada debu yang digunakan untuk
mengusap kedua tangan mayit, tangan kiri untuk mengusap tangan kanan
mayit, dan tangan kanan untuk mengusap tangan kirinya.
2. Batas Kesempurnaan
Memandikan mayit dianggap sempurna apabila melaksanakan hal-hal
sebagai berikut:
a) Mendudukkan mayit dengan posisi agak condong ke belakang.
b) Pundak mayit disanggah tangan kanan, dengan meletakkan ibu jari pada
tengkuk mayit, dan punggung mayit disanggah dengan lutut.
c) Perut mayit dipijat dengan tangan kiri secara perlahan, supaya kotoran
yang ada pada perutnya bisa keluar.
d) Mayit diletakkan kembali ke posisi terlentang, kemudian dimiringkan ke
kiri.
e) Membersihkan gigi dan kedua lubang hidung mayit, dengan jari telunjuk
tangan kiri yang beralaskan kain basah yang tidak digunakan untuk
membersihkan qubul dan dubur.
f) Mewudlukan mayit. Adapun rukun dan kesunahannya sama persis
dengan wudlunya orang hidup. Hanya saja, saat berkumur disunahkan
tidak membuka mulut mayit agar airnya tidak masuk ke dalam perut. Hal
ini apabila tidak terdapat hajat untuk membukanya.
Adapun niatnya adalah:
ُِ‫ض أو َِء ن ََويأت‬ ‫تَعَ ٰالى للِِ أال َميِت َةِ لهٰ ذهِ أ‬
ُ ‫ال َميتِ لهٰ ذَا أال َم أسنُ أونَِ أال ُو‬/

14
g) Mengguyurkan air ke kepala dan jenggot mayit dengan memakai air
yang telah dicampur daun kelor atau sampo.
h) Menyisir rambut dan jenggot mayit yang tebal secara pelan-pelan,
dengan menggunakan sisir yang longgar gigirnya, agar tidak ada rambut
yang rontok. Bila ada rambut atau jenggot yang rontok, maka wajib diambil
dan dikubur bersamanya.
i) Mengguyur bagian depan tubuh mayit sebelah kanan, mulai leher sampai
telepak kaki, dengan memakai air yang telah dicampur daun kelor atau
sabun. Begitu pula bagian sebelah kirinya.
j) Mengguyur bagian belakang tubuh mayit sebelah kanan, dengan posisi
agak dimiringkan, mulai tengkuk, punggung sampai telapak kaki. Begitu
pula bagian sebelah kirinya.
k) Mengguyur seluruh tubuh mayit dengan menggunakan air yang jernih,
untuk membersihkan sisa-sisa daun kelor, sabun, dan sampo pada tubuh
mayit.
l) Mengguyur seluruh tubuh mayit dengan air yang dicampur sedikit kapur
barus. Dengan catatan, saat meninggal mayit tidak dalam keadaan ihram.
Saat basuhan terakhir ini, sunah membaca niat:
‫تَعَ ٰالى للِِ أال َميت َةِ ٰهذهِ أ‬
َِ ‫ال َميتِ لهٰ ذَا أالغُ أس‬/
ُِ‫ل ن ََويأت‬
Atau
َِ ‫صالَةِ لسأتبَا َحةِ أالغُ أس‬
ُِ‫ل ن ََويأت‬ ‫علَيأهِ ال ا‬َ / ‫علَ أي َها‬
َ

15
B. MENGKAFANI JENAZAH

Pada dasarnya tujuan mengkafani adalah menutup seluruh bagian


tubuh mayit. Walaupun demikian para fuqaha’ memberi batasan tertentu
sesuai dengan jenis kelamin mayit. Batasan-batasan tersebut adalah
sebagai berikut:
1. Batas Minimal
Batas minimal mengkafani mayit, baik laki-laki ataupun perempuan,
adalah selembar kain yang dapat menutupi seluruh tubuh mayit.
2. Batas Kesempurnaan
a) Bagi mayit laki-laki
Bagi mayit laki-laki yang lebih utama adalah 3 lapis kain kafan dengan
ukuran panjang dan lebar sama, dan boleh mengkafani dengan 5 lapis
yang terdiri dari 3 lapis kain kafan ditambah surban dan baju kurung,
atau 2 lapis kain kafan ditambah surban, baju kurung dan sarung.
b) Bagi mayit perempuan
Bagi mayit perempuan atau banci, kafannya adalah 5 lapis yang terdiri
dari 2 lapis kain kafan ditambah kerudung, baju kurung dan sewek.
Kain kafan yang dipergunakan hendaknya berwarna putih dan diberi
wewangian, bila mengkafani lebih dari ketentuan batas maka hukumnya
makruh, sebab dianggap berlebihan.
Cara-cara Praktis Mengkafani Mayit
Menyiapkan 5 lembar kain berwarna putih yang terdiri dari surban atau
kerudung, baju kurung, sarung atau sewek, dan 2 lembar kain untuk
menutup seluruh tubuh mayit. Untuk memudahkan proses mengkafani,
urutan peletakannya adalah sebagai berikut:
1. Tali.
2. Kain kafan pembungkus seluruh tubuh.
3. Baju kurung.
4. Sarung atau sewek.
5. Sorban atau kerudung.
6. Setelah kain kafan diletakkan di tempatnya, letakkan mayit yang telah
selesai dimandikan dengan posisi terlentang di atasnya dalam keadaan
tangan disedekapkan.
7. Letakkan kapas yang telah diberi wewangian pada anggota tubuh
yang berlubang, anggota tubuh ini meliputi:
a) Mata
b) Lubang hidung
c) Telinga

16
d) Mulut
e) Dubur
Demikian juga pada anggota sujud, meliputi:
a) Jidat
b) Hidung
c) Kedua siku
d) Telapak tangan
e) Jari-jari telapak kaki
8. Mengikat pantat dengan kain sehelai.
9. Memakaikan baju kurung, sewek atau sarung, dan surban atau
kerudung.
10. Mayit dibungkus dengan kain kafan yang menutupi seluruh
tubuhnya, dengan cara melipat lapisan pertama, dimulai dari sisi kiri
dilipat ke sisi kanan, kemudian sisi kanan dilipat ke kiri. Begitu pula
untuk lapis kedua dan ketiga.
11. Mengikat kelebihan kain di ujung kepala dan kaki (dipocong), dan
diusahakan pocongan kepala lebih panjang.
12. Setelah ujug kepala dan ujung kaki diikat, sebaiknya ditambahkan
ikatan pada bagian tubuh mayit; seperti perut dan dada, agar kafan
tidak mudah terbuka saat dibawa ke pemakaman.

17
C. MENSHALATI JENAZAH

Hal-hal yang berkaitan dengan menshalati mayit secara garis besar ada
tiga, yakni syarat, rukun, dan hal-hal yang disunahkan di dalamnya, adapun
penjelasannya adalah sebagai berikut:
1. Syarat Shalat Mayit
a) Mayit telah disucikan dari najis baik tubuh, kafan maupun tempatnya.
b) Orang yang menshalati telah memenuhi syarat sah shalat.
c) Bila mayitnya hadir, posisi mushalli harus berada di belakang mayit.
Adapun aturannya adalah sebagai berikut:
1) Mayit laki-laki:
Mayit dibaringkan dengan meletakkan kepada di sebelah utara. Imam atau
munfarid berdiri lurus dengan kepala mayit.
2) Mayit perempuan
Cara peletakkan mayit sama dengan mayit laki-laki, sedangkan imam atau
munfarid berdiri lurus dengan pantat mayit.
d) Jarak antara mayit dan mushalli tidak melebihi 300 dziro’ atau sekitar
150 m. Hal ini jika shalat dilakukan di luar masjid.
e) Tidak ada penghalang antara keduanya; misalnya seandainya mayit
berada dalam keranda, maka keranda tersebut tidak boleh dipaku.
f) Bila mayit hadir, maka orang yang menshalati juga harus hadir di tempat
tersebut.
2. Rukun Shalat Mayit
a) Niat.
Apabila mayit hanya satu, niatnya adalah:
ِ‫صل أ‬
‫ي‬ َ ُ ‫ع ٰلى أ‬ َ ‫ال َميتِ ٰهذَا‬/ ‫تَعَ ٰالى للِِ أال َميت َةِ ٰهذهِ أ‬
Dan jika banyak, niatnya adalah:
‫صلي‬ َ ُ ‫ع ٰلى أ‬ َ ‫ن‬ِ‫ض َِر َم أ‬ َ ‫ن َح‬ ِ‫أال ُمسألميأنَِ أ َ أم َواتِ م أ‬
b) Berdiri bagi yang mampu.
c) Melakukan takbir sebanyak empat kali termasuk takbiratul ihram.
d) Membaca surat Al Fatihah setelah takbir pertama.
e) Membaca shalawat Nabi setelah takbir kedua.
Contoh bacaan sholawat:
‫صلِ الل ٰـ ُه اِم‬ َ ‫ع ٰلى‬ َ ِ‫سيدنَا ُم َح امد‬ َ
f) Mendo’akan mayit setelah takbir ketiga.
Contoh do’a:
‫لَ ِهُ ا أغفِ أِر الل ٰـ ُه اِم‬، ُ‫ار َح أم ِه‬
‫و أ‬،
َ ِ‫عافه‬ َ ‫و‬،
َ ‫أف‬ ُِ ‫ع أن ِهُ َواع‬َ
g) Mengucapkan salam pertama setelah takbir keempat.
Contoh bacaan salam:

18
‫سالَ ُمِ‬ ‫علَ أي ُك أِم اَل ا‬ ‫َوبَ َر َكات ُ ِهُ للاِ َو َرحأ َم ِةُ َ‬
‫‪3. Kesunahan Dalam Shalat Jenazah‬‬
‫‪a) Mengangkat kedua telapak tangan sampai sebatas bahu, lalu‬‬
‫‪meletakkannya diantara dada pusar pada setiap takbir.‬‬
‫;‪b) Menyempurnakan lafadh niat‬‬
‫صل أِ‬
‫ي‬ ‫ع ٰلى أ ُ َ‬ ‫‪/‬ال َميتِ ٰهذِا َ َ‬ ‫ض أال َميت َةِ ٰهذهِ أ‬ ‫الى للِِ إ َما ًما ‪َ /‬مأ أ ُم أو ًما أالكفَا َيةِ فَ أر َِ‬ ‫‪.‬ت َ َع ِٰ‬
‫‪c) Melirihkan bacaan fatihan, shalawat dan do’a.‬‬
‫‪d) Membaca ta’awwudz sebelum membaca surat Al Fatihah.‬‬
‫‪e) Tidak membaca do’a iftitah.‬‬
‫‪f) Membaca hamdalah sebelum membaca shalawat.‬‬
‫‪g) Menyempurnakan bacaan shalawat. Adapun lafadhnya adalah:‬‬
‫صلَِِ الل ٰـ ُه اِم ‪،‬‬ ‫ع ٰلى َ‬ ‫سيدنَا َ‬ ‫عِٰلى ُم َح امدِ َ‬ ‫سيدنَا آلِ َو َ‬ ‫ص الِيأتَِ َك َما ‪ُ ،‬م َح امدِ َ‬ ‫ع ٰلى َ‬ ‫سيدنَا َ‬ ‫ع ٰلى إب َأراهي َِأم َ‬ ‫سيدنَا آلِ َو َ‬ ‫َ‬
‫ك ‪،‬إب َأراهي َِأم‬ ‫على َوبَار أِ‬ ‫ٰ‬ ‫سيدنَا َ‬ ‫على ُم َح امدِ َ‬ ‫ٰ‬ ‫سيدنَا آلِ َو َ‬ ‫اركتَِ َك َما ُم َح امدِ َ‬ ‫أ‬ ‫على بَ َ‬ ‫ٰ‬ ‫سيدنَا َ‬ ‫على إب َأراهي َِأم َ‬ ‫ٰ‬ ‫سيدنَا آلِ َو َ‬ ‫َ‬
‫َ‬
‫‪َ .‬مجيأدِ َحميأدِ إناكَِ العَالميأنَِ في ‪،‬إب َأراهي َِأم‬ ‫أ‬
‫‪h) Menyempurnakan bacaan do’a untuk si mayit‬‬
‫ار َح أم ِهُ ‪،‬لَ ِهُ ا أغف أِر الل ٰـ ُه اِم‬ ‫‪،‬و أ‬ ‫عافهِ َ‬ ‫أف َو َ‬ ‫ع أن ِهُ َواع ُِ‬ ‫‪،‬وبَ َردِ َوث َ ألجِ ب َماءِ َوا أغس أل ِهُ ‪َ ،‬م أد َخلَ ِهُ َو َوس أِع ‪،‬نُ ُزلَ ِهُ َوأ َ أكر أِم ‪َ ،‬‬
‫طايَا منَِ َونَقهِ‬ ‫ب يُنَقاى َك َما ال َخ َ‬ ‫ض الث ا أو ُِ‬ ‫ن َخيأرِا ً دَارِا ً َوأَبأد أل ِهُ ‪،‬الدانَسِ منَِ اْل َ أبيَ ُِ‬ ‫الً ‪،‬دَارهِ م أِ‬ ‫ن َخيأرِا ً َوأ َ أه ِ‬ ‫م أِ‬
‫َ‬
‫ن َخيأرِا ً َوزَ أوجِا ً ‪،‬أ أهلهِ‬ ‫عذَابِ القَبأرِ فتأنَ ِةَ َوقهِ ‪،‬زَ أوجهِ م أِ‬ ‫أ‬ ‫‪،‬و َميتنَا ‪،‬ل َحينِا َ ا أغف أِر الل ٰـ ُه اِم ‪.‬الناارِ َو َ‬ ‫‪،‬وشَاهدنَا َ‬ ‫َ‬
‫‪،‬وغَائبنَا‬ ‫َ‬ ‫َا‬ ‫ن‬ ‫أر‬ ‫ي‬ ‫غ‬ ‫ص‬
‫َ َ‬ ‫‪،‬و‬ ‫َا‬ ‫ن‬ ‫أر‬‫ي‬ ‫ب‬ ‫َ‬
‫ك‬ ‫‪،‬و‬‫َ‬ ‫َا‬ ‫ن‬ ‫ر‬ ‫َ‬
‫ك‬ ‫َ‬ ‫ذ‬ ‫‪،‬و‬
‫َ‬ ‫َ‬ ‫ِ‬
‫ا‬ ‫ان‬ ‫َ‬ ‫ث‬ ‫أ‬
‫ن‬ ‫ُ‬ ‫أ‬ ‫‪،‬و‬
‫ُا َ‬‫ِ‬
‫م‬ ‫ه‬ ‫ـ‬‫ٰ‬ ‫الل‬ ‫ِ‬
‫ن‬‫أ‬ ‫م‬‫َ‬ ‫ُ‬ ‫ِ‬
‫ه‬ ‫َ‬ ‫ت‬ ‫ي‬
‫أ‬ ‫ي‬
‫َ‬ ‫حأ‬‫َ‬ ‫أ‬ ‫ا‬ ‫ا‬ ‫ن‬ ‫م‬ ‫ه‬
‫ِ‬ ‫ي‬ ‫حأ‬ ‫َ‬ ‫أ‬ ‫َ‬ ‫ف‬ ‫ى‬ ‫ل‬ ‫ٰ‬ ‫ع‬
‫َ‬ ‫م‬
‫ِ‬ ‫َ‬ ‫ال‬‫س‬‫أ‬ ‫إل‬ ‫أ‬ ‫ا‬ ‫‪،‬‬ ‫ِ‬
‫ن‬‫أ‬ ‫مِناا ت ََوفا أيت َ َ َ‬
‫م‬ ‫و‬ ‫ُ‬ ‫ِ‬
‫ه‬
‫على فَت ََوفا ِهُ‬ ‫ٰ‬ ‫ع أبدُكُِ ٰه ِذَا الل ٰـ ُه اِم ‪.‬اأإل أي َمانِ َ‬ ‫أن َ‬ ‫عبأدكَِ َواب ُِ‬ ‫ج‪َ ،‬‬ ‫ن خ ََر َِ‬ ‫سعَت َها الدُّ أن َيا ُر أوحِ م أِ‬ ‫إ ٰلى ف أي َها َوأَحباائهِ َو َمحأ ب أُوب َها َو َ‬
‫ظ أل َمةِ‬ ‫ن يَ أش َه ِدُ كاَنَِ ‪،‬لَق َي ِهُ ُه َِو َو َما أالقَبأرِ ُ‬ ‫لَ أ َ أِ‬ ‫لا إ ٰل ِهَ ِ‬ ‫ن ‪،‬أ َ أنتَِ إ ِ‬ ‫ع أبدُكَِ ُم َح امدِا ً َوأ َ اِ‬ ‫س أولُكَِ َ‬ ‫نَزل الل ٰـ ُه اِم ‪،‬بهِ أ َ أعلَ ُِم َوأ َ أنتَِ َو َر ُ‬
‫أر َوأ َ أنتَِ بكَِ‬ ‫ح ‪،‬بهِ َم أن ُز أولِ َخي ُِ‬ ‫ص َب َِ‬‫لى فَقيأرِا ً َوأ َ أ‬ ‫ن غَنيِ َوأ َ أنتَِ َرحأ َمتكَِ إ ِٰ‬ ‫ع أِ‬ ‫عذَابهِ َ‬ ‫شفَعَا َِء إلَيأكَِ َراغبيأنَِ جئأنَاكَِ َوقَ أِد ‪َ ،‬‬ ‫ُ‬
‫ن الل ٰـ ُه اِم ‪،‬لَ ِهُ‬ ‫ي فَز أِد ُمحأ سنِا ً َكانَِ إ أِ‬ ‫سانهِ ف أِ‬ ‫ن ‪،‬إحأ َ‬ ‫ع أن ِهُ فَت َ َج َاو أِز ُمسيأئِا ً َكانَِ َوإ أِ‬ ‫ن اأْل َ َمنَِ ب َرحأ َمتكَِ َولَقهِ ‪َ ،‬‬ ‫عذَابكَِ م أِ‬ ‫‪َ ،‬‬
‫ٰ‬
‫‪.‬الراحميأنَِ أ َ أر َح َِم ٰيا َجناتكَِ إلى ت َ أبعَث َ ِهُ َحتّٰى‬ ‫ا‬
‫‪i) Bila mayatnya anak kecil sunah untuk menambah do’a:‬‬
‫سلَفِا ً ْلَبَ أويهِِ فَ َرطِا ً اجأ عَ أل ِهُ الل ٰـ ُه اِم‬ ‫‪،‬وذُ أخرِا ً َو َِ‬ ‫ظ ِةً َ‬ ‫‪،‬وشَفيأعِا ً َواعأتبَارِا ً َوع َ‬ ‫ل َ‬ ‫أر َوأ َ أفرغِ َم َواز أينَ ُه َما بهِ َوثَق أِ‬ ‫ع ٰلى ال ا‬
‫صب َِ‬ ‫َ‬
‫ل قل أوبه َما‬ ‫ُ‬ ‫ُ‬ ‫َ‬ ‫ا‬ ‫أ‬
‫ل بَ أعدَِهُ تَفتن ُه َما َو ِ‬ ‫َ‬ ‫‪.‬أجأ َر ِهُ تَحأ ر أم ُه َما َو ِ‬ ‫َ‬
‫‪j) Setelah takbir ke-empat sunah untuk membaca do’a:‬‬
‫لَ الل ٰـ ُه اِم‬ ‫لَ أَجأ َر ِهُ تَحأ ر أمنَا ِ‬ ‫َ‪.‬ولَ ِهُ لَنَا َوا أغف أِر بَ أعدَِهُ ت َ أفتناا َو ِ‬
‫‪k) Membaca do’a untuk masing-masing mukmin setelah membaca‬‬
‫‪shalawat:‬‬
‫َ‪.‬و أال ُمسأل َماتِ َو أال ُمسألميأنَِ َو أال ُمؤأ منَاتِ ل أل ُمؤأ منيأنَِ ا أغف أِر الل ٰـ ُه اِم‬
‫‪l) Salam yang kedua sunah untuk menyempur-nakan. Redaksinya adalah:‬‬
‫سالَ ُِم‬ ‫عل أي ُك أِم اَل ا‬ ‫َ‪.‬و َب َر َكات ُ ِهُ للاِ َو َرحأ َم ِةُ َ‬
‫‪m) Sunah dilakukan di masjid dengan memper-banyak shaf .‬‬
‫‪Shalat Ghoib‬‬
‫‪Bagi orang yang tidak dapat datang ke tempat mayit boleh melakukan‬‬
‫‪shalat ghoib di tempatnya, namun dengan syarat-syarat sebagai berikut:‬‬
‫‪1. Ada masyaqat (kesulitan) untuk datang ke tempat jenazah.‬‬

‫‪19‬‬
2. Berkewajiban menshalati mayit.
Adapun lafadh niatnya untuk mayit tunggal adalah:
َ ُ ‫ع ٰلى أ‬
ِ‫صلا أ‬
‫ي‬ َ ‫)ال َميتِ إسأمِ( َميت‬ ‫الغَائبِ أ‬/ ‫)ال َميتةِ إسأمِ( َميت َةِ أ‬ ‫ض أالغَائبَةِ أ‬َِ ‫ َمأ أ ُم أو ًما أالكفَايَةِ فَ أر‬/ ‫ت َ َع ٰالى للِِ إ َما ًما‬.
Bila mayit jumlahya banyak, maka setelah menyebutkan nama-nama mayit,
diperbolehkan menggunakan niat:
ِ‫صل أ‬
‫ي‬ َ ُ ‫ع ٰلى أ‬َ ‫ن‬ َِ ‫ َمأ أ ُم أو ًما أالكفَا َيةِ فَ أر‬/ ‫تَعَ ٰالى للِِ إ َما ًما‬.
ِ‫ض ذَ َك أرت ُ ُه أِم َم أ‬
Kriteria Imam Shalat Jenazah
Adapun urutan orang yang lebih utama dan berhak menjadi imam shalat
jenazah adalah sebagai berikut:
1. Ayah.
2. Kakek dan seatasnya.
3. Anak laki-laki.
4. Cucu laki-laki dan sebawahnya.
5. Saudara laki-laki kandung.
6. Saudara laki-laki seayah.
7. Anak dari saudara laki-laki kandung.
8. Anak dari saudara laki-laki seayah.
9. Saudara ayah kandung.
10. Saudara ayah seayah.
11. Orang laki-laki yang memiliki hubungan kerabat.
Teknis Pelaksanaan
1. Takbiratul ihram bersamaan dengan niat shalat.
2. Membaca ta’awwudz dan surat Al Fatihah dengan suara pelan.
3. Takbir kedua.
4. Membaca hamdalah dan shalawat secara sempurna.
5. Takbir ketiga.
6. Membaca do’a secara sempurna.
7. Takbir keempat.
8. Membaca do’a.
9. Membaca salam dengan sempurna.

20
D. MENGKUBURKAN JENAZAH

Pelepasan Mayit
Setelah selesai shalat, keranda mayit diangkat, setelah itu salah satu wakil
dari keluarga memberikan kata sambutan pelepasan mayit, yang isinya
meliputi:
a) Permintaan maaf kepada para hadirin dan teman keseharian atas
kesalahan dan kekhilafan yang pernah dilakukan mayit.
b) Pemberitahuan tentang pengalihan urusan hutang piutang kepada ahli
waris.
c) Penyaksian atas baik dan buruknya mayit.
Sambutan-sambutan di atas hendaknya tidak terlalu panjang, sebab sunah
sesegara mungkin membawa mayit ke pemakaman.
Cara Mengantar Jenazah
Pada dasarnya dalam mengusung mayit diperbolehkan dengan berbagai
cara, asalkan tidak ada kesan meremehkan mayit. Namun, sunah untuk
meletakkan mayit di keranda, dengan diusung oleh tiga atau empat orang
laki-laki. Dalam pengusungan ini, posisi kepala mayit berada di depan.
Etika Pengiring Jazanah
1. Para penggiring jenazah hendaknya berada di depan dan di dekat mayit.
2. Makruh mengeraskan suara, kecuali bacaan Al Qur’an, dzikir atau
shalawat Nabi.
3. Berjalan kaki lebih utama daripada berkendaraan, bahkan hukumnya
bila tidak ada udzur.
4. Makruh mengiring mayit bagi orang perempuan.
5. Bertafakkur tentang kematian dan memperbanyak dzikir.
6. Bagi orang yang melihat mayit sunah untuk membaca:
َِ‫س أب َحان‬ ُ ‫ي‬ ِ‫لَ الاذ أ‬ ِ ُِ‫أ َ َبدًا َي ُم أوت‬
Atau berdo’a:
ِ ‫أ َ أكبَ ُِر‬، َِ‫صدَق‬
ُ‫للا‬ ِ ُ‫سولُ ِه‬
َ ُ‫للا‬ ُ ‫و َر‬، َ ‫ع ِدَ َما ٰهذَا‬ َ ‫للاُ َو‬ِ ُ‫سولُ ِه‬ َ ‫ارفَ أِع َوتَسأليماً؛ إ أي َمانِا ً ز أدنَا الل ٰـ ُه اِم‬
ُ ‫و َر‬، ‫في دَ َر َجت َ ِهُ َو أ‬
َِ‫اخلُ أف ِهُ أال َم أهديِيأن‬
‫عقبهِ في َو أ‬ َ ‫ الديأنِ يَ أومِ إ ٰلى َولَ ِهُ لَنَا َوا أغف أِر أالغَابرينَِ في‬، ‫ي الل ٰـ ُه اِم‬ ِ‫سيدنَا ب َحقِ أَسأأَلُكَِ إن أ‬ َ
ِ‫ ُم َح امد‬، ِ‫سيدنَا َوآل‬ َ ‫ ُم َح امد‬، ‫ن‬ ‫أ‬
ِ‫لأ‬َ َ ِ ‫ب‬ ُ َ ٰ ‫أ‬ ‫أ‬ َ
َِ ‫( ال َميتَِ هذا تعَذ‬3×). ‫ل ِهُ اغف أِر الل ٰـ ُه اِم‬، ُ‫ار َح أم ِه‬ ‫و أ‬،
َ ِ‫عافه‬ َ ‫أف َو‬ُِ ‫ع أن ِهُ َواع‬َ ،
‫أ‬ َ َ َ ‫أ‬ ‫أ‬ ‫أ‬ َ
‫نُ ُزل ِهُ َوأكر أِم‬، ‫ َم أد َخل ِهُ َو َوس أِع‬، ُ‫وبَ َردِ َوثلجِ ب َماءِ َواغسل ِه‬، ِ‫ب يُنَقى َك َما ال َخطايَا منَِ َونَقه‬ َ ‫أ‬ ‫ا‬ ‫ا‬
ُِ ‫ض الث أو‬ َ
ُِ َ‫منَِ اْل أبي‬
‫أ‬ َ ً ً
ِ‫الدانَس‬، ُ‫ن َخيأرِا دَارِا َوأبأدل ِه‬ ِ‫دَارهِ م أ‬، ‫ال‬ ً َ ً
ِ ‫ن َخيأرِا َوأ أه‬ َ ً ً
ِ‫أ أهلهِ م أ‬، ‫ن َخيأرِا َوزَ أوجِا‬ ِ‫عذَابِ أالقَبأرِ فتأنَ ِة َوقهِ زَ أوجهِ م أ‬
َ َ ‫َو‬
ِ‫الناار‬
7. Bagi orang yang melihat iring-iringan mayit hendaknya berdiri dan ikut
mengiring.
Pemakaman Mayit
1. Persiapan

21
Sebelum mayit diberangkatkan ke pemakaman, liang kubur, semua
peralatan pemakaman harus sudah siap.
2. Liang Kubur
a) Bentuk
Dalam kitab kuning dikenal dua jenis liang kubur:
1) Liang cempuri
Yakni liang kubur yang bagian tengahnya digali sekiranya cukup untuk
menaruh mayit. Model ini untuk tanah yang gembur.
2) Liang lahat
Yakni liang kubur yang sisi sebelah baratnya digali sekiranya cukup untuk
menaruh mayit. Model ini untuk tanah yang keras. Pada dasarnya liang ini
lebih utama daripada liang cempuri.
b) Ukuran
1) Batas minimal
Batas minimal liang kubur adalah membuat lubang yang dapat mencegah
keluarnya bau mayit serta dapat mencegah dari binatang buas.
2) Batas kesempurnaan
Batas kesempurnaan liang kubur adalah membuat liang dengan ukuran
sebagai berikut:
a) Panjang
Sepanjang mayit ditambah tempat yang cukup untuk orang yang menaruh
mayit.
b) Lebar
Seukuran tubuh mayit ditambah tempat yang sekiranya cukup untuk orang
yang menaruh mayit.
c) Dalam
Setinggi postur tubuh manusia ditambah satu hasta.
Prosesi Pemakaman
Dalam praktek pemakaman mayit dalam dapat dilakukan prosesi sebagai
berikut:
1. Sesampainya mayit di tempat pemakaman, keranda diletakkan pada
arah posisi peletakkan kaki mayit.
2. Jenazah dikeluarkan dari keranda, dimulai dari kepalanya, lalu diangkat
dengan posisi agak miring dan wajah jenazah menghadap qiblat secara
pelan-pelan.
3. Jenazah diserahkan pada orang yang yang sudah bersiap-siap dalam
liang untuk menguburnya. Hal ini dilakukan oleh tiga orang, orang pertama
menerima bagian kepala, orang kedua bagian lambung, dan orang ketiga
bagian kaki.

22
4. Bagi orang yang menerima mayit disunahkan membaca do’a:
‫اب ا أفت َحأِ الل ٰـ ُه اِم‬ َِ ‫س َماءِ أَب َأو‬ ‫ل ُر أوحهِ ال ا‬، ‫ َم أنزلَ ِهُ َوأ َ أكر أِم‬، ‫ي لَ ِهُ َو َوس أِع‬ ِ‫قَبأرهِ ف أ‬.
5. Dan bagi orang yang meletakkan disunahkan membaca:
ِ‫ع ٰلى للاِ باسأم‬ َ ‫س أولِ مِلاةِ َو‬ ُ ‫للاِ َر‬.
6. Kemudian mayit diletakkan di liang kubur dan dihadapkan ke arah qiblat
dengan posisi miring pada lambung sebelah kanan.
7. Menyandarkan wajah dan kaki pada dinding bagian dalam liang.
8. Memberi bantalan tanah liat pada bagian kepala.
9. Mengganjal bagian punggungnya dengan gumpalan tanah atau batu bata
agar mayit tetap dalam posisi miring menghadap kiblat.
10. Membuka simpul, terutama bagian atas, kemudian meletakkan pipinya
pada bantalan tanah liat yang telah ada.
11. Salah satu pengiring mengumandangkan adzan dan iqamah di dalam
liang kubur. Adapun lafadznya sama dengan lafadz adzan dan iqamah
dalam shalat.
12. Bagian atas mayit ditutup dengan papan atau bambu sampai rapat,
kemudian liang kubur ditimbun dengan tanah.
13. Membuat gundukan setinggi satu jengkal dan memasang dua batu
nisan, satu lurus dengan kepala dan satunya lagi lurus dengan kaki mayit.
14. Menaburkan bunga, memberi minyak wangi dan memercikan air di
atas makam.
15. Selanjutnya, salah satu pihak keluarga atau orang ahli ibadah
melakukan prosesi talqin mayit. Kesunahan mentalqin ini hanya berlaku
bagi mayit dewasa dan tidak gila.
16. Mulaqin duduk dengan posisi menghadap muka kepala mayit,
sedangkan para hadirin dalam posisi berdiri.
17. Mulaqin mulai membaca bacaan talqin sebanyak tiga kali. Adapun
contoh bacaan talqin adalah:
ُِ َ‫أن يَافُال‬
‫ن‬ ُِ ‫فُالَنَ ِةَ اب‬، ‫ن‬ ُِ َ‫أن يَافُال‬ ُِ ‫فُالَنَ ِةَ اب‬، ‫ن‬ ُِ ‫فُالَنَ ِةَ اب‬، ‫علَيأهِ َماخ ََرجأ تَِ ا ُ أذ ُك أِر‬
ُِ َ‫أن يَافُال‬ َ َِ‫الدُّ أنيِا َ من‬: ُ ‫ش َهادَِة‬ َ ‫ن‬ِ‫لا لَإ ٰلـ ِهَ أ َ أ‬
ِ‫إ‬
ُ‫للا‬
ِ ،‫ن‬ َ
ِ‫ع أبدُِهُ ُم َح امدًا َوأ ا‬ ُ
َ ُ‫س أول ِه‬ ُ ‫و َر‬، ‫ا‬ َ
َ َِ‫ربًّا باللِ َرضيأتَِ َوأنك‬، َ ‫أ‬ َ ُ ‫أ‬
َ ِ‫د أينًا َوباإل أسالم‬، ِ‫نَبيًّا َوب ُم َح امد‬، ِ‫إ َما ًما َوبالق أرأن‬.
18. Setelah liang kubur ditutup, sebelum ditimbun dengan tanah, para
pengiring disunahkan mengambil tiga genggam tanah bekas galian
kemudian menaburkannya ke dalam liang kubur.
a) Pada taburan pertama membaca:
‫ َخلَ أقنَا ُك أِم م أن َها‬، ‫ َح اجت َ ِهُ أال َمسأأَلَةِ ع أن ِدَ لَق أن ِهُ الل ٰـ ُه اِم‬.
b) Do’a pada taburan kedua:
‫نُع أيدُ ُك أِم َوف أي َها‬، ‫اب ا أفت َحأِ الل ٰـ ُه اِم‬ َِ ‫سمِا َءِ أَب َأو‬ ‫ل ُر أوحهِ ال ا‬
c) Do’a pada taburan ketiga:
‫َارِة ً نُ أخر ُج ُك أِم َوم أن َها‬ َ ‫أ ُ أخ ٰرى ت‬، ‫ض جاَفِ الل ٰـ ُه اِم‬ َِ ‫ن اأْل َ أر‬ َ ِ‫ َج أنبَيأه‬.
ِ‫ع أ‬

23
19. Setelah selesai talqin pihak keluarga dan para hadirin tinggal sebentar
untuk mendo’akan mayit. Adapun do’anya adalah:
‫لَ ِهُ ا أغف أِر الل ٰـ ُه اِم‬، ُ‫ار َح أم ِه‬ َ ‫س َؤلِ ع أن ِدَ ثَبتأ ِهُ الل ٰـ ُه اِم‬
‫و أ‬، ُ ‫ال‬
20. Setelah selesai berdo’a secukupnya, para hadirin pulang.

Mati Syahid

Disebut syahid, sebab Allah dan Rasul-Nya telah bersaksi bahwa orang
tersebut nantinya akan masuk surga, atau sebab pada waktu akan
meninggal dia telah melihat surga. Adapun pembagiannya sebagai berikut:
1. Syahid dunia-akhirat, yakni orang yang meninggal dalam peperangan
dengan niat untuk menegakkan agama Allah swt.
2. Syahid dunia, yakni orang yang mati dalam peperangan dengan niat
mencari kehidupan dunia.
3. Syahid akhirat, yakni orang yang meninggal sebab semisal mencari ilmu,
kebakaran, kebanjiran dan sebagainya.
Bagi syahid yang masuk kriteria pertama, dan kedua, tidak diperbolehkan
untuk dimandikan dan dishalati. Sebagaimana keterangan yang telah lalu.

24
Bab III
Sebagian kelompok dengan galak mengecam keras ziarah kubur,
menuduhnya bid’ah, bahkan musyrik. Dalil yang sering dipakai adalah
hadis Rasulullah saw yang melarang bepergian kecuali ke tiga masjid:

Rasulullah SAW bersabda:

َ‫ل‬ ُِ ‫لا الر َحا‬


َ ُ‫ل ت‬
ِ ‫ش ِدُّ َو‬ َ ‫ َم‬، ِ‫صى َو َمسأجدِ أال َح َرامِ َمسأجد‬
ِ ‫ساج ِدَ ثَالَثَةِ إلى إ‬ َ ‫َو َمسأجدي أاْل َ أق‬

“Dan tidak boleh syaddur rihal kecuali tiga masjid, yaitu Masjidil Haram,
Masjid Al-Aqsha, dan masjidku.”[1]

Penjelasannya:

Jika dalil ini digunakan secara umum pelarangan bepergian, pastinya


bepergian ke daerah lain untuk kunjungan, studi banding, belajar, bekerja
atau hanya sekedar wisata juga dilarang.

Nyatanya hal-hal itu juga tidak dilarang bahkan oleh kalangan yang
melarang ziarah makam Ulama’ sekalipun. Jika bepergian hanya sekedar
wisata ke Eropa saja tidak dilarang, mengapa bepergian untuk ziarah
kubur para Ulama’ itu dilarang.

Para Ulama’ memaknai hadits ini, bahwa tidak ada bumi yang mulia untuk
dikunjungi kecuali kepada tiga masjid tadi. Artinya tidak ada sejengkal
bumi yang mulia yang mempunyai kemuliaan untuk dikunjungi kecuali ke
tiga masjid tadi. Sebagaimana dikutip dari fatwa Daar Al Ifta’ Mesir fatwa
No. 450.

Sebagaimana Ibnu Hajar dalam kitabnya[2] berkata:

‫ قوله‬: ‫فإما منه المستثنى مساجد ثالثة إلى إل‬،‫فيصير عامِا ً يقدر أن محذوف‬:‫في مكان إلى الرحال تشد ل‬
‫ ذلك من أخص أو لثالثة إل كان أمر أي‬،‫وصلة للتجارة السفر باب سد إلى إلفضائه اْلول إلى سبيل ل‬
‫وغيرها العلم وطلب الرحم‬، ‫الثاني فتعين‬، ‫ وهو مناسبة أكثر هو ما يقدر أن واْلولى‬: ‫إلى الرحال تشد ل‬

25
‫ الثالثة إلى إل فيه للصالة مسجد‬، ‫من وغيره الشريف القبر زيارة إلى الرحال شد منع من قول بذلك فيبطل‬
‫ الصالحين قبور‬، ‫أعلم وللا‬

Artinya: Adapun sabda Nabi [tidak boleh bepergian kecuali kepada tiga
masjid] maka mustatsna minhunya dibuang. Jika dikira-kirakan keumuman
larangan itu, maka akan menjadi tidak boleh bepergian kemanapun kecuali
ke tiga tempat itu. Maka hal itu akan menghalangi bolehnya bepergian
untuk bisnis, silaturrahim, mencari ilmu dan lain sebagainya.

ZIARAHNYA NABI KE MAKAM IBUNYA, AMINAH

Rasulullah SAW bersabda:

‫أن بَ أكرِ أَبُو َحداثَنَا‬ ُِ ‫ش أيبَ ِةَ أَبى ب‬ َ ‫أر‬ُِ ‫أن َو ُز َهي‬ ِ ‫أن ُم َح ام ِدُ َحداثَنَا قَا‬
ُِ ‫لَ َح أربِ ب‬ ُِ ‫عبَيأدِ ب‬ ِ‫ع أ‬
ُِ ‫ن‬ َ َ‫سانَِ بأنِ يَزي ِد‬ َ ‫َحازمِ أَبى‬
ِ‫ع أ‬
َ ‫ن َك أي‬
ِ‫ع أ‬
‫ن‬ َ ‫ل ُه َري َأر ِة َ أَبى‬ َِ ‫ار قَا‬ َِ َ‫ى ز‬ ُِّ ‫ الناب‬-‫وسلم عليه للا صلى‬- ‫أر‬ َِ ‫ن َوأ َ أب َكى فَبَ َكى أُمهِ قَب‬ َِ ‫َربى ا أست َأأذَ أنتُِ « فَقَا‬
ِ‫ل َح أولَ ِهُ َم أ‬
‫ن فى‬ ِ‫ن فى َوا أست َأأذَ أنت ُ ِهُ لى يُؤأ ذَ أ‬
ِ‫ن فَلَ أِم لَ َها أ َ أست َ أغف َِر أ َ أ‬ َِ ‫وروا لى فَأُذنَِ قَب َأرهَا أ َ ُز‬
ِ‫ور أ َ أ‬ َِ ‫تُذَك ُِر فَإنا َها أالقُب‬
ُ ‫ُور فَ ُز‬
َِ‫أال َم أوت‬

Artinya: Dari Abu Bakr bin Abi Syaibah dan Zuhair bin Harb, mereka
berdua berkata: Muhammad Bin ‘Ubaid menuturkan kepada kami: Dari
Yaziid bin Kasyaan, ia berkata: Dari Abu Haazim, ia berkata: Dari Abu
Hurairah, ia berkata: Rasulullah SAW berziarah kepada makam ibunya, lalu
beliau menangis, kemudian menangis pula lah orang-orang di sekitar
beliau.

Beliau lalu bersabda: “Aku meminta izin kepada Rabb-ku untuk


memintakan ampunan bagi ibuku, namun aku tidak diizinkan
melakukannya. Maka aku pun meminta izin untuk menziarahi kuburnya,
aku pun diizinkan. Berziarah-kuburlah, karena ia dapat mengingatkan
engkau akan kematian” [HR. Muslim no.108, 2/671].

Di antara faedah dari hadits ini adalah bolehnya mengadakan ziarah ke


makam orang tua. Bahkan Nabi Muhammad SAW memerintahkan
berziarah ke kubur, karena hal itu bisa mengingatkan kepada kematian.

Sudah banyak yang tahu bahwa Makam Aminah, ibu Nabi Muhammad SAW
berada di sebuah desa bernama Abwa’. Daerah yang sekarang disebut
dengan nama kharibah. Jarak dari Abwa’ ke Madinah adalah 180 Km, tulis
salah satu artikel alarabiya.net[3].

26
Jarak 180 km zaman dahulu pasti bukan jarak yang pendek lagi. Dalam
kitab fiqih disebutkan bahwa jarak bepergian yang dibolehkan safar
diantaranya adalah sekitar 85 km. Artinya Nabi Muhammad telah
mengadakan perjalanan untuk mengunjungi makam ibunya.

HUKUM ZIARAH KUBUR DAN SYADDU AD DZARAI’

Hukum ziarah kubur pada asalnya boleh. Nabi Muhammad SAW bersabda:

‫ القلب ترق فإنها فزوروها أل القبور زيارة عن نهيتكم كنت‬، ‫ العين وتدمع‬، ‫ اآلخرة وتذكر‬، ‫تقولوا ول‬
‫هجرا‬

“Dulu aku pernah melarang kalian untuk berziarah-kubur. Namun


sekarang ketahuilah, hendaknya kalian berziarah kubur. Karena ia dapat
melembutkan hati, membuat air mata berlinang, dan mengingatkan kalian
akan akhirat namun jangan kalian mengatakan perkataan yang tidak layak
(qaulul hujr), ketika berziarah” [HR. Al Haakim no.1393]

Para Ulama’ ahli ushul fiqih berbeda pendapat mengenai Amar setelah
Nahyi, perintah setelah larangan[4].

-Pendapat pertama; amar setelah Nahyi berfaedah “Wajib”. Ini adalah


pendapat sebagian Hanafiyyah, Syafi’iyyah, Ibnu Hazm.
-Pendapat kedua; berfaedah “Mubah”. Ini adalah pendapat Malik, Syafi’i
dan Hanbaliyah.
-Pendapat ketiga, hukum dikembalikan kepada hukum awal sebelum
adanya nahyi. Ini adalah pendapat Ibnu Taymiyyah.
-Pendapat keempat; tawaqquf atau tidak menentukan sikap. Ini adalah
pendapat Al Juwaini dan Al Amidi.

Artinya semua sepakat tidak ada larangan untuk ziarah kubur, baik kedua
orang tua, saudara, teman termasuk kubur orang shalah.

Dalam Ushul Fiqih, dikenal kaedah:

‫المقاصد أحكام للوسائل أن‬

27
Artinya: Wasilah/perantara terhadap sesuatu itu hukumnya seperti tujuan
sesuatu tersebut. Sebagai contoh sholat lima waktu hukumnya wajib, maka
mengetahui masuknya waktu shalat hukumnya juga wajib[5].

Sebagaimana ziarah ke kubur itu hukumnya sunnah, ada yang mengatakan


mubah. Maka mengadakan perjalanan untuk ziarah hukumnya mubah.
Bagaimana bisa hukum ziarah kuburnya boleh atau sunnah, sedangkan
wasilah untuk sampai ke tempat yang diziarahi hukumnya haram. Dan
bepergian adalah wasilah untuk bisa sampai ke tempat tujuan ziarah.

Maka pengharaman sesuatu karena dalil Saddu Ad Dzarai’, dalam kekuatan


hukum fiqihnya tidaklah seperti suatu hukum yang keharamannya telah
ditentukan syara’ dengan nash.

ZIARAH KUBUR PARA WALI DALAM LITERATUR KITAB ULAMA’ SALAF

Disebutkan dalam kitab Tahdzibu At Tahdzib karya Imam Ibnu Hajar,


ketika menulis sejarah Imam Ali bin Musa Ar Ridha disebutkan[6]:

‫إمام الكبير الحفظ رأسهم وعلى السنة ومشايخ علماء من جماعة زاره الرضا موسى بن علي اإلمام قبر‬
‫ خزيمة بن إسحاق بن محمد وقته في الحديث أهل‬، ‫ نيسابور تاريخ في الحاكم قال‬:

Artinya: Kubur Imam Ali bin Musa ar Ridha telah diziarahi oleh banyak
Ulama’ dan Masyayikhu as sunnah, diantaranya adalah Imam besar Ahli
Hadits [yang benar-benar Ahli dalam bidang Hadits] Ibnu Khuzaimah.

‫ يقول عيسى بن الحسن بن المؤمل بن محمد بكر أبا وسمعت‬: ‫بن بكر أبي الحديث أهل إمام مع خرجنا‬
‫ خزيمة‬، ‫ الثقفي علي أبي وعديله‬، ‫ مشايخنا من جماعة مع‬، ‫بن علي قبر زيارة إلى متوافرون ذاك إذ وهم‬
‫ بطوس السالم عليه الرضا موسى‬، ‫ قال‬: ‫ البقعة لتلك خزيمة ابن يعني تعظيمه من فرأيت‬، ‫لها وتواضعه‬،
‫ تحيرنا ما عندها وتضرعه‬.

Disebutkan dalam kitab At Tsiqat karangan Ibnu Hibban[7] ketika


mengomentari kubur Al Imam Ar Ridha sebagai berikut:

‫في شدة بي حلت وما كثيرة مرارا زرته قد الرشيد قبر بجنب يزار مشهور النوقان خارج باذ بسنا وقبره‬
‫عنى إزالتها للا ودعوت وعليه جده على للا صلوات الرضا موسى بن على قبر فزرت بطوس مقامى وقت‬
‫محبة على للا أماتنا كذلك فوجدته مرارا جربته شيء وهذا الشدة تلك عنى وزالت لي أستجيب إل‬
‫أجمعين وعليهم عليه للا وسلم عليه للا صلى بيته وأهل المصطفى‬.

28
Artinya: Saya telah mengunjungi kuburannya berkali-kali. Bahkan ketika
saya mengalami kesulitan di Thus, saya datang ke kuburnya dan saya
berdo’a kepada Allah agar dihilangkan kesusahan itu. Maka hilanglah
kesulitan-kesulitan itu.

Disebutkan dalam kitab Tarikh Baghdad Karya al Imam al Hafizh Abu Bakr
Ahmad bin Ali; yang lebih dikenal dengan al Khathib al Baghdadi[8] (w 463
H), sebagai berikut:

‫الفارسي سلمان قبر‬، ‫ترجمته في الخطيب قال‬: ‫بها مات حتى ونزلها المدائن فتح وحضر‬، ‫اآلن وقبره‬
‫كسرى إيوان بقرب معروف ظاهر‬، ‫بناء عليه‬، ‫وعمارته الموضع لحفظ مقيم خادم وهناك‬، ‫أمر في والنظر‬
‫مصالحه‬، ‫الموضع رأيت وقد‬، ‫مرة غير وزرته‬.

Artinya: Al Khatib al Baghdadiy ketika menulis tentang Kubur Salman al


Farisi berkata: Dia [Salman Al Farisi] ikut dalam fath al Madain sehingga
meninggal disana. Kuburannya sekarang masih ada di dekat Iwan Kisra.
Saya telah melihatnya dan mengunjunginya beberapa kali.

Disebutkan dalam kitab Masyahiru Ulama’ al Amshar karya Ibnu Hibban[9]

‫اْلنصاري زيد بن عامر بن عويمر الدرداء أبو المعروف الصحابي قبر‬، ‫حبان بن حاتم أبو الحافظ قال‬:
‫يزار مشهور بدمشق الصغير بباب وقبره‬، ‫مرة غير زرته قد‬.

Artinya: Ibnu Hibban ketika menulis tentang Seorang Shabat nabi Abu
Darda’ al Anshari: Dan kuburnya di bab as Shaghir Damaskus yang telah
masyhur dan banyak diziarahi, saya telah menziarahinya berkali-kali.

Disebutkan dalam kitab Thabaqat As Syafiiyyah karya Ibnu Qadhi Syuhbah


sebagai berikut[10]:

‫علي بن أحمد ترجمة في الشافعي الدمشقي شهبة قاضي بابن المعروف محمد بن أحمد بكر أبو قال‬
‫ الهمداني‬: ‫ مستجاب قبره عند والدعاء‬. ‫ج شهبة قاضي لبن الشافعية طبقات‬1 ‫ ص‬158 ‫ رقم‬14 ‫ط‬. ‫دار‬
‫ الجديدة الندوة‬/ ‫ سنة بيروت‬1407‫ – هـ‬1987‫ م‬.

Artinya: Abu Bakar bin Muhammad ketika menuliskan biografi Ahmad bin
Ali Al Hamdani berkata: Berdo’a di kuburnya termasuk mustajab.

Sebaimana disebutkan dalam kitab Siyaru a’lami an Nubala’ karya Ad


Dzahabi[11] sebagai berikut:

29
‫مستجاب قبره عند والدعاء‬. ‫ج النبالء أعالم سير‬17 ‫ ص‬76 ‫ط‬. ‫ الرسالة مؤسسة‬/ ‫بيروت‬

Artinya: do’a di kuburnya termasuk mustajab.

Sumber:
[1] HR. Al-Bukhari no. 1132 dari Abu Sa’id Al-Khudri dan Muslim No. 1397
dari Abu Hurairah

30
[2]Al Barmawi, Futuhat al Wahhab/ Hasyiyatul Jumal: 2/361. Lihat fatwa
dari daar Ifta’ mesir di:http://www.dar-
alifta.org/ViewFatwa.aspx?ID=450&LangID=1
[3]http://www.alarabiya.net/articles/2006/04/21/23037.html
[4]Lihat: Al Bahru al Muhith: 2/111, Al Mahshul: 1/202, Ahkamul Amidi:
3/398, Ahkam Ibn hazm: 1/404, Al Uddah: 1/175, Al Burhan: 1/87
[5]Lihat: Syarah Tanqihul Fushul: 449, I’lamul Muwaqqi’in: 3/135
[6]Ibnu Hajar, Tahdzibu At Tahdzib: 7/339
[7]Ibnu Hibban, At Tsiqat: 8/457
[8] al Khathib al Baghdadi (w 463 H), Tarikh Baghdad: 1/163
[9]bnu Hibban, Masyahiru Ulama’ al Amshar: 322
[10]As Subki, Thabaqat As Syafi’iyyah
[11] Ad Dzahabi, Siyaru a’lami An Nubala’: 17/76
[12] https://sholihatunhasana.wordpress.com/2016/05/21/bab-2-tata-
cara-pengurusan-jenazah-dan-hikmahnya/
[13]LIPUTAN ISLAM
[14] http://sopiahopih.blogspot.com/2014/11/hadits-tentang-menangisi-
mayat.html
[15] https://deepfelicity.wordpress.com/2011/05/01/adab-terhadap-
jenazah/

31

Anda mungkin juga menyukai