DAUROH JANAIZ
ت فَ ُقولُوا َخْي ًرا فَِإ َّن الْ َم ََلئِ َكةَ يُ َؤِّمنُو َن َعلَى َما تَ ُقولُو َن َ إِذَا َح
َ ض ْرُُْت الْ َم ِر
َ ِّيض أ َْو الْ َمي
“Apabila kalian mendatangi orang sakit atau orang mati, maka janganlah berkata
kecuali yang baik, karena sesungguhnya malaikat mengamini yang kalian
ucapkan.” [HR Muslim, Al Baihaqi dan yang lainnya].
3. Tidak mengapa bagi seorang muslim untuk mendatangi seorang kafir yang
dalam keadaan sakaratul maut untuk menawarkan kepadanya agama Islam.
Dari Anas Radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata: “Dahulu ada seorang budak
Yahudi yang melayani Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wa salam-. Ketika dia sakit,
maka Rasulullah menjenguknya. Beliau duduk di dekat kepalanya. Kemudian
Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wa salam- bersabda:“Masuklah ke dalam agama
Islam”
maka dia melihat ke arah bapaknya yang berada di sampingnya. Bapaknya
berkata: “Taatilah Abul Qasim (yakni Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa
sallam).”
Maka dia masuk Islam, kemudian Rasulullah keluar, dan Beliau berkata: “Segala
puji bagi Allah Yang telah menyelamatkan dia dari neraka.” [HR Al Bukhari].
1
PEMBAHASAN KEDUA: HAL-HAL YANG HARUS DILAKUKAN
KETIKA ADA SESEORANG YANG MENINGGAL DUNIA.
2. mendoakannya.
Sebagaimana doa Nabi kepada Abu Salamah:
2
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
اَن أ َْهلِ ِه
َْ ني ظَ ْهَر
ٍ ِ ِ ِِ ِ
َ ََال يَْنبَغي ِلي َفة ُم ْسلم أَ ْن ُُْتب
َ ْ َس ب
Tidak pantas bagi mayat seorang muslim untuk ditahan di antara keluarganya.
[HR Abu Dawud].
Kecuali bagi yang mati mendadak, maka harus dipastikan kematiannya, karena
dikhawatirkan hanya pingsan. [lihat syarh mumti’ (V/330)]
4
c) Apabila najis terus keluar, dudukkan mayit dan urut perutnya secara
perlahan agar keluar dengan sempurna. Namun apabila tidak terus menerus
keluar. Maka tidak diperlukan memijat dan mengurut perut mayit.
d) Bukalah ikat rambut atau kepangan pada jenazah wanita.
e) Potong kuku apabila dibutuhkan.
f) Mulailah mencuci anggota wudhunya dengan mencukupkan menggosok
bagian mulut dan hidung.
g) Cuci dan gosok secara lembut bagian kanan atas dari mayit kemudian
bagian bawahnya secara merata dengan air bersih. Kemudian lanjutkan
bagian kiri dengan air bersih pula. Ini terhitung satu kali cucian/mandi.
h) Untuk yang kedua, gunakan air daun bidara dan gosokkan sabun ke mayit,
sama seperti cucian pertama. Dan ini terhitung cucian yang ke 2.
i) Untuk cucian yang ketiga, maka gunakan campuran air dengan kapur arus
atau minyak wangi. dan di sunnahkan jenazah minimal dicuci sebanyak 3
kali, apabila masih dibutuhkan untuk dicuci maka cucilah dengan bilangan
ganjil 5,7, dan seterusnya. Dan jadikan campuran kapur barus di siraman
yang terakhir.
j) Keringkan jenazah dengan handuk, sisir rambut dan janggutnya.
k) Jenazah wanita dikepang tiga. Bagian tengah dan dua bagian samping dan
diletakkan di belakang kepala.
l) Selesai dari memandikan jenazah, disunahkan mandi, dan yang
menggotongnya disunnahkan berwudhu
5
MASALAH MENGURUT PERUT MAYIT
Imam Ibnu Mundzir berkata: “para ulama berselisih tentang mengurut perut
jenazah. Ibnu Sirin, An-Nakhoi’, Al-Hasan Al-bashri, dan Imam Malik
berpendapat: “perut mayit diurut” dan berkata sebagian dari mereka: “dengan
urutan yang ringan”
Imam Sufyan Ats-Tsauri berkata: “digosok dengan gosokan yang lembut setelah
cucian yang pertama”.
Imam Syafi’i berkata: “diusap perut mayit menggunakan tangan dengan usapan
yang kuat; agar mengeluarkan najis apabila ada di dalamnya”
Berkata Imam Ahmad dan Ishaq: “digosok dengan lembut perutnya, keluar atau
tidak keluar najis”
Dan telah diriwatkan kepada kami bahwa Adh-Dhohhak bin Muzahim berwasiat
agar tidak diurut jenazahnya.
Dan imam Ahmad menyukai apabila perutnya diurut dicucian kedua, karena ia
menjadi lunak setelah cucian yang pertama.
Berkata Ibnu Mundzir: “mengurut perut tidak memiliki sunah yang wajib diikuti,
dan kami telah meriwayatkan perkataan Ahli ilmu tentangnya yang sudah kami
sebutkan. Apabila orang yang memandikan mengusap perut dengan lembut di
atas perut, agar keluar najis apabila ada maka ini baik, dan apabila ia
meninggalkan dan tidak melakukan hal itu maka tidak mengapa.” [al-ausath
(V/329)]
6
Seorang yang mati syahid (terbunuh) di medan perang tidak boleh dimandikan,
meskipun dia dalam keadaan junub, bahkan dikubur dengan pakaian yang
menempel padanya.
ص َّل َعلَْي ِه ْم ِ ِ ٍ َن النَِِّب صلَّى اهلل علَي ِه وسلَّم أَمر بِ َدفْ ِن ُشه َد ِاء أ
َ ُُحد ِِّف د َمائ ِه ْم َوََلْ يُغَ َّسلُ ْوا َوََلْ ي
ُ َ َ َ َ َ َ ْ َ ُ َ َ َّ أ
Bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk mengubur
para syuhada’ Uhud dalam (bercak-bercak ) darah mereka, tidak dimandikan dan
tidak dishalatkan. [HR Al Bukhari].
Hukum ini khusus bagi syahid ma’rakah (orang yang terbunuh di medan perang).
Adapun orang yang mati terbunuh karena membela hartanya atau
kehormatannya, mereka tetap dimandikan, meskipun mereka juga syahid.
Demikian pula orang yang mati karena wabah tha’un, atau karena penyakit perut,
mati tenggelam atau terbakar. Meskipun mereka syahid, mereka tetap
dimandikan. Lihat Asy Syarhul Mumti’ (5/364).
Apabila janin yang mati keguguran dan telah berumur lebih dari empat bulan,
maka dimandikan dan dishalatkan. Berdasarkan hadits Al Mughirah yang marfu’:
Karena setelah empat bulan sudah ditiupkan padanya ruh, sebagaimana dalam
hadits tentang penciptaan manusia yang diriwayatkan Al Bukhari dan Muslim
dari Abdullah bin Mas’ud.
7
Berkata Ibnu Mundzir: “demikianlah pendapat kami (cukup dicuci najis yang
keluar. Pent.) tidaklah hukum mayit lebih banyak dibandingkan hukum orang
yang masih hidup. Kalau keluar sesuatu najis dari yang hidup, maka hal itu tidak
membatalkan mandinya. Pewajiban mandi dalam keadaan ini adalah pewajiban
fardhu, dan fardhu tidak bisa diwajibkan tanpa ada hujjah.” [al-Ausath (V/334)
Biaya kain kafan diambilkan dari harta mayit, lebih didahulukan daripada untuk
membayar hutangnya. Rasulullah -shallallahu alaihi wasallam- bersabda tentang
seorang yang mati dalam keadaan ihram:
-Yang wajib dari kafan adalah yang menutup seluruh tubuhnya. Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda di dalam hadits Jabir Radhiyallahu a’nhu
:
-disunnahkan salah satu lembar pakaian dengan kain yang bercorak (hibaroh)
rasul bersabda:
8
ٍب ِحبَ رة
ٍ إِ َذا تُو ِِّّف أَح ُد ُكم فَوج َد َشْيئًا فَ ْلي َكفَّن ِِّف ثَو
ْ ْ ُ ََ ْ َ َ ُ
َ
“apabila salah seorang diantara kalian wafat dan ia memiliki harta, maka
hendaknya ia dikafani dengan kain hibaroh"
-Di beri wewangian dari bukhur (wewangian dari kayu yang dibakar). Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
-Apabila ada beberapa mayit, sedangkan kain kafannya kurang, maka beberapa
orang boleh untuk dikafani dengan satu kafan dan didahulukan orang yang paling
banyak hafalan Al Qur’annya, sebagaimana kisah para syuhada Uhud. Dan yang
benar, maksud dari dikafani dengan satu agan, adalah membagi kain kafan yang
Cuma selembar dan menutup sebagian saja dari tubuh mayit.
-orang yang mati syahid disunahkan diberi kain kafan di atas pakaiannya yang
penuh dengan darah.
-orang yang ihrom, dikubur dengan pakaian ihromnya, tidak boleh di tutup
kepalanya.
KAFAN WANITA
Berkata syaikh Al-Albani: tidak boleh berlebihan dalam kain kafan, dan tidak
boleh lebih dari tiga lapis karena ia menyelisihi pengkafanan Rasulullah
sebagaimana permasalahan yang telah lalu. Dan melakukan hal itu merupakan
menyia-nyiakan harta, dan itu adalah perbuatan yang dilarang, terlebih orang
yang hidup lebih utama (diberikan pakaian) dibandingkan yang mati. Rasulullah
bersabda:
9
الس َؤ ِال
ُّ اعةَ الْ َم ِال َوَكثْ َرَة ِ
َض َ ِيل َوقَ َال َوإ ِ ِ
َ إ َّن اهللَ َكرَه لَ ُك ْم ثَََلثًا ق
“sesungguhnya Allah membenci tiga perkara dari kalian: “katanya dan katanya,
menyia-nyiakan harta dan banyak bertanya” HR. Bukhori, Muslim dan Ahmad
Kemudian beliau berkata: “dan wanita seperti laki-laki dalam masalah ini, karena
tidak ada dalil yang membedakan.
Adapun hadits Laila binti Qoif Ats-tsaqofiyyah tentang pengkafanan putri nabi
dengan lima lembar kain maka tidaklah sahih sanadnya. Karena di dalamnya ada
Nuh bin Hakim Ats-Tsaqofi dan dia majhul sebagaimana perkataan Al-Hafidz
Ibnu Hajar dan selainnnya. Dan didalamya ada illat yang lain yang dijelaskan
oleh Az-zailai dalam Nashbur Royah (II/258)
Dan yang semisalnya apa yang ditambahkan dalam kisah pemandian putri nabi
Zainab yang telah lalu dengan lafaz (maka kami mengkafaninya dengan lima
lembar kain) maka riwayatnya syadzah atau munkaroh sebagaimana saya
jelaskan dalam Adh-Dhoifah (5844) [ahkamul janaiz (84-85)]
CARA MENGKAFANKAN
a. potong kain melebihi panjang mayit sejengkal lebih di bagian kepala dan
kaki sebanyak tiga lapis.
b. Buat tali pengikat dari pinggiran kain sebanyak tujuh buah, boleh juga
dengan lima tali, atau bilangan lainnya. Karena tidak ada dalil khusus
tentang ini, dan tujuan mengikat adalah agar aurat tidak tersingkap.
c. Letakkan semua tali di bawah lapisan kain yang pertama.
d. Beri wewangian tiap kain dengan minyak wangi, boleh ditaburi kapur
barus, atau di asapi dengan gaharu yang dibakar.
e. letakkan mayit di atas tiga tumpukkan kain dan tutuplah jasadnya dengan
menutup bagian kanan terlebih dahulu, kemudian bagian kirinya dan
seterusnya di lembar kedua dan terakhir.
f. Ikat kain kafan di sebelah kanan bagian tubuhnya.
10
Adapun orang kafir dan munafik maka tidak boleh disholatkan. Dan sholat
jenazah wajib dilakukan secara berjamaah. Jumlah paling sedikit adalah tiga
orang. Dan semakin banyak orang yang mensholatkan akan lebih baik.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ني يَْب لُغُو َن ِمائَةً ُكلُّ ُه ْم يَ ْش َفعُو َن لَهُ إَِّال ُشفِّعُوا فِ ِيه ِِ ِ ِ
َ صلِّي َعلَْيه أ َُّمةٌ م ْن الْ ُم ْسلم
ٍ ِ
َ َُما م ْن َميِّت ت
“Tidaklah seorang yang mati, kemudian dishalatkan oleh kaum muslimin,
jumlahnya mencapai seratus orang, semuanya mendo’akan untuknya, niscaya
mereka bisa memberikan syafa’at untuknya.” [HR Muslim].
وم َعلَى َجنَ َازتِِه أ َْربَعُو َن َر ُج ًَل َال يُ ْش ِرُكو َن بِاللَّ ِه َشْيئًا إَِّال َش َّف َع ُه ْم اللَّهُ فِ ِيه ِ ِ
ُ ََُما م ْن َر ُج ٍل ُم ْسل ٍم َي
ُ وت فَيَ ُق
Tidaklah seorang muslim meninggal dunia, kemudian dishalatkan oleh
empatpuluh orang yang tidak menyekutukan Allah, niscaya Allah akan
memberikan syafa’at kepada mereka untuknya. [HR Muslim].
11
KAPAN WAKTU TIDAK DIBOLEHKANNYA MENSHOLATKAN
JENAZAH?
Tidak diperbolehkan shalat jenazah pada tiga waktu yang dilarang untuk
mengerjakan shalat.Yaitu ketika matahari terbit hingga naik setinggi tombak,
ketika matahari sepenggalah hingga tergelincir dan ketika matahari condong ke
barat hingga terbenam. Ini disebutkan sebagaimana di dalam hadits ‘Uqbah bin
‘Amir.
12
Muhammad, sebagaimana engkau berikan keberkahan kepada Nabi Ibrahim dan
kepada keluarga Ibrahim, sesungguhnya kamu Maha terpuji lagi Maha mulia.”
d. Setelah takbir yang ketiga, membaca do’a untuk mayit. Sebaik-baik do’a
adalah sebagai berikut:
ص ِغي ِرنَا َوَكبِي ِرنَا َوََ َك ِرنَا ِ اللَّه َّم ا ْغ ِفر لِحيِّ نَا وميِّتِنَا و َش
اه ِدنَا َوغَائِبِنَا
َ َو َ ََ َ ْ ُ
َوأُنْ ثَانَا
Wahai, Allah! Ampunilah orang yang hidup di antara kami dan orang yang mati,
yang hadir dan yang tidak hadir, (juga) anak kecil dan orang dewasa, lelaki dan
wanita kami. [HR At Tirmidzi]
Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam, dan beliau menambahkan:
ُف َع ْنهُ َوأَ ْك ِرْم نُ ُُزلَهُ َوَو ِّس ْْ ُم ْد ََلَهُ اللَّ ُه َّم ا ْغ ِف ْر لَهُ َو ْار َح ْمهُ َو َعافِ ِه َوا ْع
ب ََّ الث ت ي َّ
ق ن ا م ك ا ايط خ ْ
ل ا ن ِ
م ِ
ه ِّ
ق نو ِ
د ر ْب
ل او ْج ل َّ
الثو ِ ِ ِ
َ ْ َْ َ َ َ َ َ َ َ َ َ ََ َ ِ َ َوا ْغسلْهُ بال َْم
اء
س َوأَبْ ِدلْهُ َد ًارا ََ ْي ًرا ِم ْن َدا ِرِه َوأ َْه ًَل ََ ْي ًرا ِم ْن أَ ْهلِ ِه َّ ض ِم َن
ِ َالدن َ َْاْلَبْ ي
اب الْ َق ْب ِر َوِم ْنِ َع ْذهُ ِم ْن َع َذ ِ وَزوجا ََي را ِمن َزو ِج ِه وأَ ْد َِلْه الْجنَّةَ وأ
َ َ ُ َ ْ ْ ًْ ً ْ َ
ِ َع َذ
اب النَّا ِر
13
Wahai, Allah! Berilah ampunan baginya dan rahmatilah dia. Selamatkanlah dan
maafkanlah ia. Berilah kehormatan untuknya, luaskanlah tempat masuknya,
mandikanlah ia dengan air, es dan salju. Bersihkanlah dia dari kesalahan
sebagaimana Engkau bersihkan baju yang putih dari kotoran. Gantikanlah
baginya rumah yang lebih baik dari rumahnya, keluarga yang lebih baik dari
keluarganya semula, isteri yang lebih baik dari isterinya semula. Masukkanlah ia
ke dalam surga, lindungilah dari adzab kubur dan adzab neraka. [HR Muslim dari
‘Auf bin Malik]
Apabila mayitnya seorang wanita, maka diganti dengan dhamir muannats….
14
HUKUM MENGIRINGI JENAZAH BAGI WANITA
keutamaan mengiringi jenazah ini hanya berlaku untuk laki-laki adapun wanita
maka ada larangan dari Nabi shallallahu alaihi Wa salam.
Ummu athiyah radhiallahu anha berkata: “kami dilarang oleh Rasulullah
shallallahu alaihi wasallam mengiringi jenazah dan beliau tidak melarang kami
dengan larangan yang keras kepada kami”
15
e. membawa jenazah dengan kereta kuda, gerobak, atau mobil ambulans
tidak dianjurkan dalam syariat Islam yang dianjurkan adalah
mengusungnya dengan pundak pundak mereka.
16
l. dan bagi orang yang turun ke liang kubur di syaratkan dia tidak menggauli
istrinya pada malam tersebut.
m. Disunahkan untuk memasukkan mayat dari arah belakang liang kubur.
n. jenazah diletakkan di dalam liang kubur dalam dengan posisi dibaringkan
miring ke kanan wajahnya menghadap ke arah kiblat serta posisi kepala
dan kedua kakinya ke arah kanan kiblat dan ke arah kirinya inilah yang
selalu menjadi kebiasaan umat Islam dari zaman Rasulullah shallallahu
alaihi wasallam.
o. sedangkan orang yang meletakkan mayat ke dalam liang kubur yang
mengucapkan
ِ َل
اهلل ِ و َعلَى ِملَّ ِة ر ُس،اهلل وبِاللَّ ِه
ِ بِس ِم
َ َ َ ْ
“dengan nama Allah demi Allah dan agama Rasulullah.”
p. Disunnahkan bagi orang yang berada dalam liang kubur untuk menaburkan
dengan kedua telapak tangannya sebanyak 3 kali ke arah kepalanya setelah
selesai menutup liang lahat.
17