Anda di halaman 1dari 6

Ya Allah

Pada malam ini kuserahkan jiwa dan ragaku hanya kepada-Mu. jadikanlah
hamba orang yang selalu ikhlas dan komitmen pada jalan-Mu.
Yaa Allah Ya Rahman, Ya Rahiim, Ya Jabbar, Ya Alimun haliim. Ya Azizul Hakim.
Ya Allah saya adalah hambamu yang dhoif, banyak kekurangan dan penuh
dengan dosa dan kesalahan.
Yaa Allah kami mohon kepada-Mu, dengan rahmat-MU yang meliputi segala
sesuatu, dengan kekuasaan-MU yang dengannya Engkau taklukan segala
sesuatu.
Ya Allah, kami berlindung atas cahaya robbani-Mu, yang memenuhi segala
sesuatu, kekuasaan-Mu yang mengatasi segala sesuatu, ilmu-Mu yang
mencakup segala sesuatu. Wahai Nur, wahai yang Maha Awal dan segala yang
awal, wahai Maha Akhir dari segala yang akhir.
Ampunillah dosa-dosa kami yang mendatangkan bencana,
Ampunillah dosa-dosa kami yang merusak karunia,
Ampunillah dosa-dosa kami yang menahan doa,
Ya ampunilah dosa kedua orang tua kami, kasihanilah beliau sebagaimana
beliau mengasihi kami sewaktu kecil.
Ya Allah, ampunilah dosa-dosa kedua orang tua kami, khususnya yang sudah
meninggal dunia. Terangilah kuburnya, lapangkalah kuburnya, ya Allah jadikan
doa kami saat ini menjadi penyejuk ruhnya ruh orang tua kami di kubur,
Yaa Allah, janganlah Engkau azab kedua orang tua kami, disebabkan karena
maksiat dan dosa dosa dari putra-putrinya. Yaa , Allah, sungguh dari
permintaan kami yang paling dalam, semoga Engkau ampuni dosa dan
kesalahan kedua orang tua kami, jika mereka sewaktu hidup tidak memiliki
pengetahuan dan pemahaman akan agama ini sebagaimana kami fahami saat
ini. Yaa Allah , engkaulah maha pengampun .
Ya Allah, jadikanlah keluarga kami menjadi keluarga sakinah, mawadah, dan
rahmah, yaitu sebuah keluarga yang selalu Engkau berikan cahaya , petunjuk
dan kasih sayang dalam keluarga kami. Jauhkanlah kami dari perselisihan,
saling mencari kesalahan, serta mudahkanlah kami dalam menyelesaikan
persolan hidup kami.
Ya Allah, jadikanlah putra-putri kami menjadi orang-orang yang sholeh dan
sholehat.
Yaa Allah, izinkanlah kami untuk bertemu kembali dengan seluruh orang tua
kami, dan saudara kami untuk bertemu kembali di syurgamu dengan penuh
keridhoan.
Ya Allah, jadikanlah anak didik kami anak yang berbakti kepada orang tua dan
guru mereka, tanamkanlah semangat belajar mereka. jauhkanlah mereka dari
maksiat yang sedang merajalela di negeri kami. selamatkanlah mereka dari
perzinahan, minuman keras, narkoba, dan pornografi.
Ya Allah, Jadikan negri ini negri yang berkah, berikan kepada kami pemimpin
yang berkualitas dan bijak, tidak memihak kepada kebathilan atau egois
dengan dirinya sendiri, tidak mengumpulkan harta dan haus kekuasaan,
sementara rakyatnya kelaparan, menderita, serta malapetaka ada dimana-
mana.
ya Allah jadikan negri ini, seperti negri Madinah sewaktu Rasulullah
memimpinnya, sebuah negri yang aman, makmur dan semua orang meras
tenang.
Ya Allah kabulkanlah doa kami ini.
















Tahun Baru 1434 H
Tahun ini, tahun baru Hijriyah 1434 H. Biasanya ketika tahun baru Masehi maka disambut
dengan hiruk-pikuk luar biasa. Sementara tahun baru Hijriyah yang sering diidentikkan
dengan tahun Islam, tidak demikian. Tidak ada trek-trekan sepeda motor di jalanan. Tidak
ada terompet. Tidak ada panggung-panggung hiburan di alon-alon.
Yang ada di sementara mesjid, kaum muslimin berkumpul berjamaah salat Asar meski
biasanya tidaklalu bersama-sama berdoa akhir tahun; memohon agar dosa-dosa di tahun
yang hendak ditinggalkan diampuni oleh Allah dan amal-amal diterima olehNya. Kemudian
menunggu salat Maghrib biasanya tidakdan salat berjamaah lalu bersama-sama berdoa
awal tahun. Memohon kepada Allah agar di tahun baru dibantu melawan setan dan antek-
anteknya, ditolong menundukkan hawa nafsu, dan dimudahkan untuk melakukan amal-amal
yang lebih mendekatkan kepada Allah.
Memang agak aneh, paling tidak menurut saya, jika tahun baru disambut dengan
kegembiraan. Bukankah tahun baru berarti bertambahnya umur? Kecuali apabila selama ini
umur memang digunakan dengan baik dan efisien. Kita tahu umur digunakan secara baik
dan efisien atau tidak, tentu saja bila kita selalu melakukan muhasabah atau efaluasi.
Minimal setahun sekali. Apabila tidak, insyaallah kita hanya akan mengulang-ulang apa yang
sudah; atau bahkan lebih buruk dari yang sudah. Padahal ada dawuh: Barangsiapa yang
hari-harinya sama, dialah orang yang merugi; barangsiapa yang hari ini-nya lebih buruk dari
kemarin-nya, celakalah orang itu.
Apabila kita amati kehidupan kaum muslimin di negeri kita ini sampai dengan penghujung
tahun 1432, boleh jadi kita bingung mengatakannya. Apakah kehidupan kaum muslimin --
yang merupakan mayoritas ini-- selama ini menggembirakan atau menyedihkan. Soalnya
dari satu sisi, kehidupan keberagamaan terlihat begitu hebat di negeri ini.
Kitab suci al-Quran tidak hanya dibaca di mesjid, di mushalla, atau di rumah-rumah pada
saat senggang, tapi juga dilomba-lagukan dalam MTQ-MTQ. Bahkan pada bulan Ramadan
diteriakan oleh pengerassuara-pengerassuara tanpa pandang waktu. Lafal-lafalnya ditulis
indah-indah dalam lukisan kaligrafi. Malah dibuatkan museum agar mereka yang sempat
dapat melihat berbagai versi kitab suci itu dari yang produk kuno hingga yang modern; dari
yang berbentuk mini hingga raksasa. Akan halnya nilai-nilai dan ajarannya, juga sesekali
dijadikan bahan khotbah dan ceramah para ustadz. Didiskusikan di seminar-seminar dan
halqah-halqah. Bahkan sering dicuplik oleh beberapa politisi muslim pada saat kampanye
atau rapat-rapat partai..
Secara ritual kehidupan beragama di negeri ini memang dahsyat. Lihatlah. Hampir tidak
ada tempat ibadah yang jelek dan tak megah. Dan orang masih terus membangun dan
membangun mesjid-mesjid secara gila-gilaan. Bahkan di Jakarta ada yang membangun
mesjid berkubah emas. (Saya tidak tahu apa niat mereka yang sesungguhnya membangun
rumah-rumah Tuhan sedemikian megah. Tentu bukan untuk menakut-nakuti hamba-hamba
Tuhan yang miskin di sekitas rumah-rumah Tuhan itu. Tapi bila Anda bertanya kepada
mereka, insya Allah mereka akan menjawab, Agar dibangunkan Allah istana di surga kelak.
Mungkin dalam pikiran mereka, semakin indah dan besar mesjid yang dibangun, akan
semakin besar dan indah istana mereka di surga kelak.
(Terus terang bila teringat fungsi mesjid dan kenyataan sepinya kebanyakan mesjid-mesjid
itu dari jamaah yang salat bersama dan beritikaf, timbul suuzhzhan saya: jangan-jangan
mereka bermaksud menyogok Tuhan agar kelakuan mereka tidak dihisab).
Tidak ada musalla, apalagi mesjid, yang tidak memiliki pengeras suara yang dipasang
menghadap ke 4 penjuru mata angin untuk melantunkan tidak hanya adzan. Bahkan ada
yang sengaja membangun menara dengan beaya jutaan hanya untuk memasang corong-
corong pengeras suara. Adzan pun yang semula mempunyai fungsi memberitahukan
datangnya waktu salat, sudah berubah fungsi menjadi keharusan syiar sebagai manifestasi
fastabiqul khairaat; sehingga sering merepotkan mereka yang ingin melaksanakan anjuran
Rasulullah SAW: untuk menyahuti adzan.
Jamaah dzikir, istighatsah, mujahadah, dan muhasabah menjamur di desa-desa dan kota-
kota. Terutama di bulan Ramadan, tv-tv penuh dengan tayangan program-program
keagamaan. Artis-artis berbaur dan bersaing dengan para ustadz memberikan siraman
ruhani dan dzikir bersama yang menghibur.
Jumlah orang yang naik haji setiap tahun meningkat, hingga di samping ketetapan quota,
Departemen Agama perlu mengeluarkan peraturan pembatasan. Setiap hari orang
berumroh menyaingi mereka yang berpiknik ke negara-negara lain.
Jilbab dan sorban yang dulu ditertawakan, kini menjadi pakaian yang membanggakan.
Kalimat thoyyibah, seperti Allahu Akbar dan Subhanallah tidak hanya diwirid-bisikkan di
mesjid-mesjid dan mushalla-mushalla, tapi juga diteriak-gemakan di jalan-jalan.
Label-label Islam tidak hanya terpasang di papan-papan sekolahan dan rumah sakit; tidak
hanya di AD/ART-AD/ART organisasi sosial dan politik; tidak hanya di kaca-kaca mobil dan
kaos-kaos oblong; tapi juga di lagu-lagu pop dan puisi-puisi.
Pemerintah Pancasila juga dengan serius ikut aktif mengatur pelaksanaan haji, penentuan
awal Ramadan dan Ied. MUI-nya mengeluarkan label halal (mengapa tidak label haram
yang jumlahnya lebih sedikit?) demi menyelamatkan perut kaum muslimin dari kemasukan
makanan haram.
Pejuang-pejuang Islam dengan semangat jihad fii sabiilillah mengawasi dan kalau perlu
menindak atas nama amar maruuf dan nahi anil munkar-- mereka yang dianggap
melakukan kemungkaran dan melanggar peraturan Tuhan. Tidak cukup dengan fatwa-fatwa
MUI, daerah-daerah terutama yang mayoritas penduduknya beragama Islam pun berlomba-
lomba membuat perda syareat.
Semangat keagamaan dan kegiatan keberagamaan kaum muslimin di negeri ini memang
luar biasa. Begitu luar biasanya hingga daratan, lautan, dan udara di negeri ini seolah-olah
hanya milik kaum muslimin. Takbir menggema dimana-mana, siang dan malam. Meski
namanya negara Pancasila dengan penduduk majmuk, berbagai agama diakui, namun
banyak kaum muslimin terutama di daerah-daerah yang mayoritas penduduknya
beragama Islam seperti merasa paling memiliki negara ini.
Barangkali karena itulah, banyak yang menyebut bangsa negeri ini sebagai bangsa religius.
Namun, marilah kita tengok sisi lain untuk melihat kenyataan yang ironis dalam kehidupan
bangsa yang religius ini. Semudah melihat maraknya kehidupan ritual keagamaan yang
sudah disinggung tadi, dengan mudah pula kita bisa melihat banyak ajaran dan nilai-nilai
mulia agama yang seolah-olah benda-benda asing yang tak begitu dikenal.
Tengoklah. Kebohongan dan kemunafikan sedemikian dominannya hingga membuat orang-
orang yang masih jujur kesepian dan rendah diri.
Rasa malu yang menjadi ciri utama pemimpin agung Muhammad SAW dan para
shahabatnya, tergusur dari kehidupan oleh kepentingan-kepentingan terselubung dan
ketamakan.
Disiplin yang dididikkan agama seperti azan pada waktunya, salat pada watunya, haji pada
waktunya, dsb. tidak sanggup mengubah perangai ngawur dan melecehkan waktu dalam
kehidupan kaum beragama.
Plakat-plakat bertuliskan An-nazhaafatu minal iimaan dengan terjemahan jelas
Kebersihan adalah bagian dari iman, diejek oleh kekumuhan, tumpukan sampah, dan
kekotoran hati di mana-mana.
Kesungguhan yang diajarkan Quran dan dicontohkan Nabi tak mampu mempengaruhi tabiat
malas dan suka mengambil jalan pintas.
Di atas, korupsi merajalela (Bahkan mantan presiden 32 tahun negeri ini dikabarkan
menyandang gelar pencuri harta rakyat terbesar di dunia). Sementara di bawah, maling dan
copet merebak.
Jumlah orang miskin dan pengangguran seolah-olah berlomba dengan jumlah koruptor dan
mereka yang naik haji setiap tahun.
Nasib hukum juga tidak kalah mengenaskan. Tak perlulah kita capek terus bicara soal mafia
peradilan dan banyaknya vonis hukum yang melukai sanubari publik untuk membuktikan
buruknya kondisi penegakan hukum negeri ini. Cukuplah satu berita ini: KPK baru-baru ini
menangkap Koordinator Bidang Pengawasan Kehormatan Keluhuran Martabat dan Perilaku
Hakim Komisi Yudisial saat menerima suap.
Penegak-penegak keadilan sering kali justru melecehkan keadilan. Penegak kebenaran
justru sering kali berlaku tidak benar. Maniak kekuasaan menghinggapi mereka yang pantas
dan yang tidak pantas. Mereka berebut kekuasaan seolah-olah kekuasaan merupakan baju
all size yang patut dipakai oleh siapa saja yang kepingin, tidak peduli potongan dan bentuk
badannya..

Tidak hanya sesama saudara sebangsa, tidak hanya sesama saudara seagama, bahkan
sesama anggota organisasi keagamaan yang satu, setiap hari tidak hanya berbeda pendapat,
tapi bertikai. Seolah-olah kebenaran hanya milik masing-masing. Pemutlakan kebenaran
sendiri seolah-olah ingin melawan fitrah perbedaan.
Kekerasan dan kebencian, bahkan keganasan, seolah-olah menantang missi Rasulullah SAW:
rahmatan lil aalamiin, mengasihi seluruh alam, dan tatmiimu makaarimil akhlaaq,
menyempurnakan akhlak yang mulia.
Penghargaan kepada manusia yang dimuliakan Tuhan seperti sudah mulai sirna dari hati.
Termasuk penghargaan kepada diri sendiri.
Wabadu; jangan-jangan selama ini meski kita selalu menyanyikan Bangunlah jiwanya,
bangunlah badannyahanya badan saja yang kita bangun. Jiwa kita lupakan. Daging saja
yang kita gemukkan, ruh kita biarkan merana. Sehingga sampai ibadah dan beragama pun
masih belum melampaui batas daging. Lalu, bila benar, ini sampai kapan? Bukankah tahun
baru ini momentum paling baik untuk melakukan perubahan?
Selamat Tahun Baru 1434 H!
(Doa ........................................................................................................................)

Anda mungkin juga menyukai