Anda di halaman 1dari 3

Di Jalan Dakwah Aku Menikah

Karya : Cahyadi Takariawan.

tentang-pernikahan.com - Atribut yang diberikan Islam kepada kita, salah satunya adalah dai ilallah.
Kita dituntut untuk merealisasikan dakwah dalam seluruh waktu kehidupan kita. Setiap langkah kita
sesungguhnya adalah dakwah kepada Allah, sebab dengan itulah Islam terkabarkan kepada
masyarakat. Bukankah dakwah bermakna mengajak manusia merealisasikan ajaran-ajaran Allah
dalam kehidupan keseharian? Sudah selayaknya kita sebagai pelaku yang menunaikan pertama kali,
sebelum mengajak kepada yang lainnya.

Pernikahan akan bersifat dakwah apabila dilaksanakan sesuai dengan tuntunan Islam di satu sisi, dan
menimbang berbagai kemaslahatan dakwah dalam setiap langkahnya, pada sisi yang lain. Dalam
memilih jodoh, dipilihkan pasangan hidup yang bernilai optimal bagi dakwah. Dalam menentukan
siapa calon jodoh tersebut, dipertimbangkan pula kemaslahatan secara lebih luas. selain kriteria
umum sebagaimana tuntunan fikih Islam, pertimbangan lainnya adalah : apakah pemilihan jodoh ini
memiliki implikasi kemaslahatan yang optimal bagi dakwah, ataukah sekedar mendapatkan
kemaslahatan bagi dirinya? mari saya beri contoh berikut. diantara sekian banyak wanita muslimah
yang telah memasuki usia siap menikah, mereka berbeda-beda jumlah bilangan usianya yang oleh
karena itu berbeda pula tingkat kemendesakan untuk menikah. Beberapa orang bahkan sudah
mencapai usia 35 tahun, sebagian yang lain antara 30 hingga 35 tahun, sebagian berusia 25 hingga
30, dan yang lainnya di bawah usia 25 tahun. Mereka semua ini siap menikah, siap menjalankan
fungsinya dan peran sebagai isteri dan ibu di rumah tangga.

Anda adalah laki-laki muslim yang telah berniat melaksanakan pernikahan. Usia anda 25 tahun. Anda
dihadapkan pada realitas bahwa wanita muslimah yang sesuai kriteria fikih Islam untuk anda nikahi
ada sekian banyak jumlahnya. Maka siapakah yang lebih anda pilih, dan dengan pertimbangan apa
anda memilih dia sebagai calon isteri anda?

Ternyata anda memilih si A, karena ia memiliki kriteria kebaikan agama, cantik, menarik, Pandai, dan
usia masih muda, 20 tahun atau bahkan kurang dari itu. Apakah pilihan anda itu salah? Demi Allah,
pilihan anda ini tidak salah! anda telah memilih calon isteri dengan benar karena berdasarkan kriteria
kebaikan agama, dan memenuhi sunnah kenabian. Bukankah Rasulullah bertanya kepada Jabir ra :

"Mengapa tidak menikah dengan seorang gadis yang bisa engkau cumbu dan bisa mencumbuimu"
(Riwayat Bukhari dan Muslim)

Dan inilah jawaban dakwah seorang Jabir ra,

"Wahai Rasulullah, saya memiliki saudara-saudara perempuan yang berjiwa keras, saya tidak mau
membawa yang keras juga kepada mereka. janda ini saya harapkan mampu menyelesaikan
permasalahan tersebut." kata Jabir "benar katamu" jawab Nabi saw.

Jabir tidak hanya berfikir untuk kesenangan dirinya sendiri. Ia bisa memilih seorang gadis perawan
yang cantik dan muda belia. Namun ia memiliki kepekaan dakwah yang amat tinggi. kemaslahatan
menikahi janda tersebut lebih tinggi dalam pandangan Jabir, dibandingkan dengan menikahi gadis
perawan.

Nah, apabila semua laki-laki muslim berpikiran dan menentukan calon isterinya harus memiliki
kecantikan ideal, berkulit putih, usia 5 tahun lebih muda dari dirinya, maka siapakah yang akan
datang melamar para wanita muslimah yang usianya diatas 25 tahun, atau usia diatas 30 tahun atau
bahkan diatas usia 35 tahun ?

Siapakah yang akan datang melamar para wanita muslimah yang dari segi fisik tidak cukup alasan
untuk dikatakan sebagai cantik menurut ukuran umum? mereka, wanita tadi adalah para muslimah
yang melaksanakan ketaatan, mereka adalah wanita shalihah, menjaga kehormatan diri, bahkan
mereka aktif terlibat dalam kegiatan dakwah dan sosial. Menurut anda, siapakah yang harus
menikahi mereka?

Ah, mengapa pertanyaannya "harus" ? Dan mengapa pertanyaan ini hanya dibebankan kepada
seseorang ? kita bisa saja mengabaikan dan melupakan realitas ini. Jodoh ditangan Allah, kita tidak
memiliki hak menentukan segala sesuatu, biarlah Allah memberikan keputusan agungNya. Bukan,
bukan dalam konteks itu saya berbicara. Kita memang bisa melupakan mereka, dan tidak peduli
dengan orang lain, tapi bukankah Islam tidak menghendaki kita berperilaku demikian?

Kendatipun nabi saw menganjurkan Jabir agar beristeri gadis, kita juga mengetahui bahwa hampir
seluruh isteri Rasulullah adalah janda.

Kendatipun nabi saw. menyatakan agar Jabir beristeri gadis, pada kenytaannya Jabir telah menikahi
janda.

Demikian pula permintaan mahar Ummu Sulaim terhadap laki-laki yang datang melamarnya, Abu
Thalhah. Mahar keislaman Abu Thalhah menyebabkan Ummu Sulaim menerima pinangannya. Inilah
pilihan dakwah. Inilah pernikahan barakah, membawa maslahat bagi dakwah.

Sebagaimana pula pikiran yang terbersit di benak Sa'ad bin Rabi saat ia menerima saudaranya
seiman, Abdurahman bin Auf. "Saya memiliki dua isteri sedangkan engkau tidak memiliki isteri.
Pilihlah seorang diantara mereka yang engkau suka, sebutkan mana yang engkau pilih, akan saya
ceraikan dia untuk engkau nikahi. Kalau iddahnya sudah selesai maka nikahilah dia" (riwayat Bukhari)

Ia tidak memiliki maksud apapun kecuali memikirkan kondisi saudaranya seiman yang belum
memiliki istri. Keinginan berbuat baiknya itulah yang sampai memunculkan ide aneh tersebut. Akan
tetapi sebagaimana kita ketahui, Abdurrahman bin Auf menolak tawaran itu, dan ia sebagai orang
baru di Madinah hanya ingin ditunjukkan jalan ke pasar.

Ini hanya satu contoh saja, bahwa dalam konteks pernikahan, hendaknya dikaitkan dengan proyek
besar dakwah Islam. Jika kecantikan gadis harapan anda bernilai 100 poin, tidakkah anda bersedia
menurunkan 20 atau 30 poin untuk bisa mendapatkan kebaikan dari segi yang lain? ketika pilihan itu
membawa maslahat bagi dakwah, mengapa tidak ditempuh? Jika gadis harapan anda berusia 20
tahun, tidakkan anda bersedia sedikit memberikan toleransi dengan masalahat kepada wanita yang
lebih mendesak untuk segera menikah disebabkan desakan usia? Jika anda adalah wanita muda usia,
dan ditanya ? dalam konteks pernikahan ? oleh seorang lelaki yang sesuai kriteria harapan anda,
mampukah anda mengatakan kepada dia, "saya memang telah siap menikah, akan tetapi si B sahabat
saya, lebih mendesak untuk segera menikah".

Atau kita telah sepakat untuk tidak mau melihat realitas itu, karena bukanlah tanggung jawab kita ?
Ini urusan masing-masing. Keberuntungan dan keidakberuntungan adalah soal takdir yang tidak
berada di tangan kita. Masya Allah, seribu dalil bisa kita gunakan untuk mengabsahkan pikiran
individualistik kita. Akan tetapi hendaknya kita ingat pesan kenabian berikut:

"Perumpamaan orang-orang mukmin dalam cinta, kasih sayang dan kelembutan hati mereka adalah
seperti satu tubuh. Apabila satu anggota tubuh menderita sakit, terasakanlah sakit tersebut di
seluruh tubuh hingga tidak bisa tidur dan panas" (Riwayat Bukhari dan Muslim)
Bisa jadi kebahagiaan pernikahan kita telah menyakitkan dan mengiris-ngiris hati beberapa orang
lain. Setiap saat mereka mendapatkan undangan pernikahan, harus membaca, dan menghadiri
dengan perasaan yang sedih, karena jodoh tak kunjung datang, sementara usia terus bertambah, dan
kepercayaan diri semakin berkurang.

Disinilah perlunya kita berfikir tentang kemaslahatan dakwah dalam proses pernikahan muslim.

Anda mungkin juga menyukai