Anda di halaman 1dari 10

Ikhlas Dalam Beramal

Diriwayatkan dari Amir al-Mukminin (pemimpin kaum beriman) Abu Hafsh Umar bin alKhattab radhiyallahuanhu beliau mengatakan: Aku mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, . Sesungguhnya setiap amalan harus disertai dengan niat. Setiap orang hanya akan mendapatkan balasan tergantung pada niatnya. Barangsiapa yang hijrah karena cinta kepada Allah dan Rasul-Nya maka hijrahnya akan sampai kepada Allah dan Rasul-Nya. Barangsiapa yang hijrahnya karena menginginkan perkara dunia atau karena wanita yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya (hanya) mendapatkan apa yang dia inginkan. (HR. Bukhari [Kitab Bad'i al-Wahyi, hadits no. 1, Kitab al-Aiman wa an-Nudzur, hadits no. 6689] dan Muslim [Kitab al-Imarah, hadits no. 1907]) Faedah Hadits Hadits yang mulia ini menunjukkan bahwa niat merupakan timbangan penentu kesahihan amal. Apabila niatnya baik, maka amal menjadi baik. Apabila niatnya jelek, amalnya pun menjadi jelek (Syarh Arbain li an-Nawawi, sebagaimana tercantum dalam ad-Durrah as-Salafiyah, hal. 26). Ibnu Rajab al-Hanbali rahimahullah mengatakan, Bukhari mengawali kitab Sahihnya [Sahih Bukhari] dengan hadits ini dan dia menempatkannya laiknya sebuah khutbah [pembuka] untuk kitab itu. Dengan hal itu seolah-olah dia ingin menyatakan bahwa segala amal yang dilakukan tidak ikhlas karena ingin mencari wajah Allah maka amal itu akan sia-sia, tidak ada hasilnya baik di dunia maupun di akhirat. (Jami al-Ulum, hal. 13) Ibnu as-Samani rahimahullah mengatakan, Hadits tersebut memberikan faedah bahwa amal-amal non ibadat tidak akan bisa membuahkan pahala kecuali apabila pelakunya meniatkan hal itu dalam rangka mendekatkan diri [kepada Allah]. Seperti contohnya; makan -bisa mendatangkan pahala- apabila diniatkan untuk memperkuat tubuh dalam melaksanakan ketaatan. (Sebagaimana dinukil oleh al-Hafizh Ibnu Hajar di dalam Fath al-Bari [1/17]. Lihat penjelasan serupa dalam al-Wajiz fi Idhah Qawaid alFiqh al-Kulliyah, hal. 129, ad-Durrah as-Salafiyah, hal. 39-40) Ibnu Hajar rahimahullah menerangkan, hadits ini juga merupakan dalil yang menunjukkan tidak bolehnya melakukan suatu amalan sebelum mengetahui hukumnya. Sebab di dalamnya ditegaskan bahwa amalan tidak akan dinilai jika tidak disertai niat [yang benar]. Sementara niat [yang benar] untuk melakukan sesuatu tidak akan benar kecuali setelah mengetahui hukumnya (Fath al-Bari [1/22]). Macam-Macam Niat

Istilah niat meliputi dua hal; menyengaja melakukan suatu amalan [niyat al-'amal] dan memaksudkan amal itu untuk tujuan tertentu [niyat al-ma'mul lahu]. Yang dimaksud niyatu al-amal adalah hendaknya ketika melakukan suatu amal, seseorang menentukan niatnya terlebih dulu untuk membedakan antara satu jenis perbuatan dengan perbuatan yang lain. Misalnya mandi, harus dipertegas di dalam hatinya apakah niatnya untuk mandi biasa ataukah mandi besar. Dengan niat semacam ini akan terbedakan antara perbuatan ibadat dan non-ibadat/adat. Demikian juga, akan terbedakan antara jenis ibadah yang satu dengan jenis ibadah lainnya. Misalnya, ketika mengerjakan shalat [2 raka'at] harus dibedakan di dalam hati antara shalat wajib dengan yang sunnah. Inilah makna niat yang sering disebut dalam kitabkitab fikih. Sedangkan niyat al-mamul lahu maksudnya adalah hendaknya ketika beramal tidak memiliki tujuan lain kecuali dalam rangka mencari keridhaan Allah, mengharap pahala, dan terdorong oleh kekhawatiran akan hukuman-Nya. Dengan kata lain, amal itu harus ikhlas. Inilah maksud kata niat yang sering disebut dalam kitab aqidah atau penyucian jiwa yang ditulis oleh banyak ulama salaf dan disabdakan oleh Nabi shallallahu alaihi wa sallam. Di dalam al-Quran, niat semacam ini diungkapkan dengan kata-kata iradah (menghendaki) atau ibtigha (mencari). (Diringkas dari keterangan Syaikh as-Sadi dalam Bahjat al-Qulub al-Abrar, sebagaimana tercantum dalam ad-Durrah as-Salafiyah, hal. 36-37 dengan sedikit penambahan dari Jami alUlum oleh Ibnu Rajab hal. 16-17)

Pentingnya Ikhlas
Allah taala berfirman (yang artinya), Allah yang menciptakan kematian dan kehidupan dalam rangka menguji kalian; siapakah di antara kalian orang yang terbaik amalnya. (QS. al-Mulk: 2) al-Fudhail bin Iyadh rahimahullah menafsirkan makna yang terbaik amalnya yaitu yang paling ikhlas dan paling benar. Apabila amal itu ikhlas namun tidak benar, maka tidak akan diterima. Begitu pula apabila benar tapi tidak ikhlas, maka juga tidak diterima. Ikhlas yaitu apabila dikerjakan karena Allah. Benar yaitu apabila di atas sunnah/tuntunan (Diriwayatkan oleh Abu Nuaim dalam Hilyat al-Auliya [8/95] sebagaimana dinukil dalam Tajrid al-Ittiba fi Bayan Asbab Tafadhul al-Amal, hal. 50. Lihat pula Jami al-Ulum wa al-Hikam, hal. 19) Pada suatu saat sampai berita kepada Abu Bakar tentang pujian orang-orang terhadap dirinya. Maka beliau pun berdoa kepada Allah, Ya Allah. Engkau lah yang lebih mengetahui diriku daripada aku sendiri. Dan aku lebih mengetahui diriku daripada mereka. Oleh sebab itu ya Allah, jadikanlah aku lebih baik daripada yang mereka kira. Dan janganlah Kau siksa aku karena akibat ucapan mereka. Dan ampunilah aku dengan kasih sayang-Mu atas segala sesuatu yang tidak mereka ketahui. (Kitab Az Zuhd Nuaim bin Hamad, dinukil dari Maalim fi Thariq Thalabil Ilmi, hal. 119) Mutharrif bin Abdullah rahimahullah mengatakan,

Baiknya hati dengan baiknya amalan, sedangkan baiknya amalan dengan baiknya niat. (Sebagaimana dinukil oleh Ibnu Rajab dalam Jami al-Ulum wa al-Hikam, hal. 19) Ibnu al-Mubarak rahimahullah mengatakan, Betapa banyak amal kecil menjadi besar karena niat. Dan betapa banyak pula amal besar menjadi kecil gara-gara niat. (Sebagaimana dinukil oleh Ibnu Rajab dalam Jami al-Ulum wa al-Hikam, hal. 19) Seorang ulama yang mulia dan sangat wara (berhati-hati) Sufyan Ats Tsauri rahimahullah berkata, Tidaklah aku menyembuhkan sesuatu yang lebih sulit daripada niatku. (Tadzkiratus Sami wal Mutakallim, dinukil dari Maalim fii Thariq Thalabil Ilmi, hal. 19) Pada suatu ketika sampai berita kepada Imam Ahmad bahwa orang-orang mendoakan kebaikan untuknya, maka beliau berkata, Semoga saja, ini bukanlah bentuk istidraj (yang membuatku lupa diri). (Siyar Alamin Nubala, dinukil dari Maalim fii Thariq Thalabil Ilmi, hal. 22) Begitu pula ketika salah seorang muridnya mengabarkan pujian orang-orang kepada beliau, maka Imam Ahmad mengatakan kepada si murid, Wahai Abu Bakar. Apabila seseorang telah mengenali hakikat dirinya sendiri maka ucapan orang tidak akan berguna baginya. (Siyar Alamin Nubala, dinukil dari Maalim fii Thariq Thalabil Ilmi, hal. 22) Ad Daruquthni rahimahullah mengatakan, Pada awalnya kami menuntut ilmu bukan semata-mata karena Allah, akan tetapi ternyata ilmu enggan sehingga menyeret kami untuk ikhlas dalam belajar karena Allah. (Tadzkiratus Sami wal Mutakallim, dinukil dari Maalim fii Thariq Thalabil Ilmi, hal. 20) Asy Syathibi rahimahullah mengatakan, Penyakit hati yang paling terakhir menghinggapi hati orang-orang salih adalah suka mendapat kekuasaan dan gemar menonjolkan diri. (Al Itisham, dinukil dari Maalim fii Thariq Thalabil Ilmi, hal. 20) Di dalam biografi Ayyub As Sikhtiyani disebutkan oleh Syubah bahwa Ayyub mengatakan, Aku sering disebut orang, namun aku tidak senang disebut-sebut. (Siyar Alamin Nubala, dinukil dari Maalim fii Thariq Thalabil Ilmi, hal. 22) Seorang ulama mengatakan, Orang yang benar-benar berakal adalah yang mengenali hakikat dirinya sendiri serta tidak terpedaya oleh pujian orang-orang yang tidak mengerti hakikat dirinya (Dzail Thabaqat Hanabilah, dinukil dari Maalim fi Thariq Thalabil Ilmi, hal. 118) Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, Tahun ibarat sebatang pohon sedangkan bulan-bulan adalah cabang-cabangnya, jam-jam adalah daun-daunnya dan hembusan nafas adalah buah-buahannya. Barang siapa yang pohonnya

tumbuh di atas kemaksiatan maka buah yang dihasilkannya adalah hanzhal (buah yang pahit dan tidak enak dipandang, pent) sedangkan masa untuk memanen itu semua adalah ketika datangnya Yaumul Maaad (kari kiamat). Ketika dipanen barulah akan tampak dengan jelas buah yang manis dengan buah yang pahit. Ikhlas dan tauhid adalah sebatang pohon di dalam hati yang cabang-cabangnya adalah amalamal sedangkan buah-buahannya adalah baiknya kehidupan dunia dan surga yang penuh dengan kenikmatan di akherat. Sebagaimana buah-buahan di surga tidak akan akan habis dan tidak terlarang untuk dipetik maka buah dari tauhid dan keikhlasan di dunia pun seperti itu. Adapun syirik, kedustaan, dan riya adalah pohon yang tertanam di dalam hati yang buahnya di dunia adalah berupa rasa takut, kesedihan, gundah gulana, rasa sempit di dalam dada, dan gelapnya hati, dan buahnya di akherat nanti adalah berupa buah Zaqqum dan siksaan yang terus menerus. Allah telah menceritakan kedua macam pohon ini di dalam surat Ibrahim. (Al Fawaid, hal. 158). Syaikh Prof. Dr. Ibrahim ar-Ruhaili hafizhahullah mengatakan, Ikhlas dalam beramal karena Allah taala merupakan rukun paling mendasar bagi setiap amal salih. Ia merupakan pondasi yang melandasi keabsahan dan diterimanya amal di sisi Allah taala, sebagaimana halnya mutabaah (mengikuti tuntunan) dalam melakukan amal merupakan rukun kedua untuk semua amal salih yang diterima di sisi Allah. (Tajrid alIttiba fi Bayan Asbab Tafadhul al-Amal, hal. 49) _________________ Penulis: Ari Wahyudi http://muslim.or.id/hadits/ikhlas-dalam-beramal.html

Inginkah Anda Menjadi Orang yang Ikhlas?


Seorang ulama yang bernama Sufyan Ats Tsauri pernah berkata, Sesuatu yang paling sulit bagiku untuk aku luruskan adalah niatku, karena begitu seringnya ia berubah-ubah. Niat yang baik atau keikhlasan merupakan sebuah perkara yang sulit untuk dilakukan. Hal ini dikarenakan sering berbolak-baliknya hati kita. Terkadang ia ikhlas, di lain waktu tidak. Padahal, sebagaimana yang telah kita ketahui bersama, ikhlas merupakan suatu hal yang harus ada dalam setiap amal kebaikan kita. Amal kebaikan yang tidak terdapat keikhlasan di dalamnya hanya akan menghasilkan kesia-siaan belaka. Bahkan bukan hanya itu, ingatkah kita akan sebuah hadits Rasulullah yang menyatakan bahwa tiga orang yang akan masuk neraka terlebih dahulu adalah orang-orang yang beramal kebaikan namun bukan karena Allah?. Ya, sebuah amal yang tidak dilakukan ikhlas karena Allah bukan hanya tidak dibalas apa-apa, bahkan Allah akan mengazab orang tersebut, karena sesungguhnya amalan yang dilakukan bukan karena Allah termasuk perbuatan kesyirikan yang tak terampuni dosanya kecuali jika ia bertaubat darinya, Allah berfirman yang artinya, Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barang siapa yang mempersekutukan Allah, Maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar. (QS. An Nisa : 48)

Ibnu Rajab dalam kitabnya Jamiul Ulum Wal Hikam menyatakan, Amalan riya yang murni jarang timbul pada amal-amal wajib seorang mukmin seperti shalat dan puasa, namun terkadang riya muncul pada zakat, haji dan amal-amal lainnya yang tampak di mata manusia atau pada amalan yang memberikan manfaat bagi orang lain (semisal berdakwah, membantu orang lain dan lain sebagainya). Keikhlasan dalam amalan-amalan semacam ini sangatlah berat, amal yang tidak ikhlas akan sia-sia, dan pelakunya berhak untuk mendapatkan kemurkaan dan hukuman dari Allah. Bagaimana Agar Aku Ikhlas ? Setan akan senantiasa menggoda dan merusak amal-amal kebaikan yang dilakukan oleh seorang hamba. Seorang hamba akan terus berusaha untuk melawan iblis dan bala tentaranya hingga ia bertemu dengan Tuhannya kelak dalam keadaan iman dan mengikhlaskan seluruh amal perbuatannya. Oleh karena itu, sangat penting bagi kita untuk mengetahui hal-hal apa sajakah yang dapat membantu kita agar dapat mengikhlaskan seluruh amal perbuatan kita kepada Allah semata, dan di antara hal-hal tersebut adalah

Banyak Berdoa

Di antara yang dapat menolong seorang hamba untuk ikhlas adalah dengan banyak berdoa kepada Allah. Lihatlah Nabi kita Muhammad shallallahu alaihi wa sallam, di antara doa yang sering beliau panjatkan adalah doa: Ya Allah, aku memohon perlindungan kepada-Mu dari perbuatan menyekutukan-Mu sementara aku mengetahuinya, dan akupun memohon ampun terhadap perbuatan syirik yang tidak aku ketahui. (Hadits Shahih riwayat Ahmad) Nabi kita sering memanjatkan doa agar terhindar dari kesyirikan padahal beliau adalah orang yang paling jauh dari kesyirikan. Inilah dia, Umar bin Khattab radhiyallahu anhu, seorang sahabat besar dan utama, sahabat terbaik setelah Abu Bakar, di antara doa yang sering beliau panjatkan adalah, Ya Allah, jadikanlah seluruh amalanku amal yang saleh, jadikanlah seluruh amalanku hanya karena ikhlas mengharap Wajah-Mu, dan jangan jadikan sedikitpun dari amalanku tersebut karena orang lain.

Menyembunyikan Amal Kebaikan

Hal lain yang dapat mendorong seseorang agar lebih ikhlas adalah dengan menyembunyikan amal kebaikannya. Yakni dia menyembunyikan amal-amal kebaikan yang disyariatkan dan lebih utama untuk disembunyikan (seperti shalat sunnah, puasa sunnah, dan lain-lain). Amal kebaikan yang dilakukan tanpa diketahui orang lain lebih diharapkan amal tersebut ikhlas, karena tidak ada yang mendorongnya untuk melakukan hal tersebut kecuali hanya karena Allah semata.

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda dalam sebuah hadits, Tujuh golongan yang akan Allah naungi pada hari di mana tidak ada naungan selain dari naungan-Nya yaitu pemimpin yang adil, pemuda yang tumbuh di atas ketaatan kepada Allah, laki-laki yang hatinya senantiasa terikat dengan mesjid, dua orang yang mencintai karena Allah, bertemu dan berpisah karena-Nya, seorang lelaki yang diajak berzina oleh seorang wanita yang cantik dan memiliki kedudukan, namun ia berkata: sesungguhnya aku takut kepada Allah, seseorang yang bersedekah dan menyembunyikan sedekahnya tersebut hingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diinfakkan oleh tangan kanannya dan seseorang yang mengingat Allah di waktu sendiri hingga meneteslah air matanya. (HR Bukhari Muslim). Apabila kita perhatikan hadits tersebut, kita dapatkan bahwa di antara sifat orang-orang yang akan Allah naungi kelak di hari kiamat adalah orang-orang yang melakukan kebaikan tanpa diketahui oleh orang lain. Dalam hadits lain, Rasulullah bersabda Sesungguhnya sebaik-baik shalat yang dilakukan oleh seseorang adalah shalat yang dilakukan di rumahnya kecuali shalat wajib. (HR. Bukhari Muslim) Rasulullah menyatakan bahwa sebaik-baik shalat adalah shalat yang dilakukan di rumah kecuali shalat wajib, karena hal ini lebih melatih dan mendorong seseorang untuk ikhlas. Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin rahimahullah dalam Syarah Riyadush Sholihin menyatakan, di antara sebabnya adalah karena shalat (sunnah) yang dilakukan di rumah lebih jauh dari riya, karena sesungguhnya seseorang yang shalat (sunnah) di mesjid dilihat oleh manusia, dan terkadang di hatinya pun timbul riya, sedangkan orang yang shalat (sunnah) di rumahnya maka hal ini lebih dekat dengan keikhlasan. Basyr bin Al Harits berkata,Janganlah engkau beramal agar engkau disebut-sebut, sembunyikanlah kebaikanmu sebagaimana engkau menyembunyikan keburukanmu. Seseorang yang dia betul-betul jujur dalam keikhlasannya, ia mencintai untuk menyembunyikan kebaikannya sebagaimana ia menyembunyikan kejelekannya. Maka dari itu wahai saudaraku, marilah kita berusaha untuk membiasakan diri menyembunyikan kebaikan-kebaikan kita, karena ketahuilah, hal tersebut lebih dekat dengan keikhlasan.

Memandang Rendah Amal Kebaikan

Memandang rendah amal kebaikan yang kita lakukan dapat mendorong kita agar amal perbuatan kita tersebut lebih ikhlas. Di antara bencana yang dialami seorang hamba adalah ketika ia merasa ridha dengan amal kebaikan yang dilakukan, di mana hal ini dapat menyeretnya ke dalam perbuatan ujub (berbangga diri) yang menyebabkan rusaknya keikhlasan. Semakin ujub seseorang terhadap amal kebaikan yang ia lakukan, maka akan semakin kecil dan rusak keikhlasan dari amal tersebut, bahkan pahala amal kebaikan tersebut dapat hilang sia-sia. Said bin Jubair berkata, Ada orang yang masuk surga karena perbuatan maksiat dan ada orang yang masuk neraka karena amal kebaikannya. Ditanyakan kepadanya Bagaimana hal itu bisa terjadi?. Beliau menjawab, seseorang melakukan perbuatan maksiat, ia pun senantiasa takut terhadap adzab Allah akibat perbuatan maksiat tersebut, maka ia pun bertemu

Allah dan Allah pun mengampuni dosanya karena rasa takutnya itu, sedangkan ada seseorang yang dia beramal kebaikan, ia pun senantiasa bangga terhadap amalnya tersebut, maka ia pun bertemu Allah dalam keadaan demikian, maka Allah pun memasukkannya ke dalam neraka.

Takut Akan Tidak Diterimanya Amal

Allah ta'ala berfirman: Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, (karena mereka tahu bahwa) Sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhan mereka. (QS. Al Muminun: 60) Pada ayat ini Allah menjelaskan bahwa di antara sifat-sifat orang mukmin adalah mereka yang memberikan suatu pemberian, namun mereka takut akan tidak diterimanya amal perbuatan mereka tersebut ( Tafsir Ibnu Katsir ). Hal semakna juga telah dijelaskan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam yang diriwayatkan dari Aisyah ketika beliau bertanya kepada Rasulullah tentang makna ayat di atas. Ummul Mukminin Aisyah berkata, Wahai Rasulullah apakah yang dimaksud dengan ayat, Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, (karena mereka tahu bahwa) Sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhan mereka adalah orang yang mencuri, berzina dan meminum khamr kemudian ia takut terhadap Allah?. Maka Rasulullah pun menjawab: Tidak wahai putri Abu Bakar Ash Shiddiq, yang dimaksud dengan ayat itu adalah mereka yang shalat, puasa, bersedekah namun mereka takut tidak diterima oleh Allah. (HR. Tirmidzi dengan sanad shahih ) Ya saudaraku, di antara hal yang dapat membantu kita untuk ikhlas adalah ketika kita takut akan tidak diterimanya amal kebaikan kita oleh Allah. Karena sesungguhnya keikhlasan itu tidak hanya ada ketika kita sedang mengerjakan amal kebaikan, namun keikhlasan harus ada baik sebelum maupun sesudah kita melakukan amal kebaikan. Apalah artinya apabila kita ikhlas ketika beramal, namun setelah itu kita merasa hebat dan bangga karena kita telah melakukan amal tersebut. Bukankah pahala dari amal kebaikan kita tersebut akan hilang dan sia-sia? Bukankah dengan demikian amal kebaikan kita malah tidak akan diterima oleh Allah? Tidakkah kita takut akan munculnya perasaan bangga setelah kita beramal sholeh yang menyebabkan tidak diterimanya amal kita tersebut? Dan pada kenyataannya hal ini sering terjadi dalam diri kita. Sungguh amat sangat merugikan hal yang demikian itu.

Tidak Terpengaruh Oleh Perkataan Manusia

Pujian dan perkataan orang lain terhadap seseorang merupakan suatu hal yang pada umumnya disenangi oleh manusia. Bahkan Rasulullah pernah menyatakan ketika ditanya tentang seseorang yang beramal kebaikan kemudian ia dipuji oleh manusia karenanya, beliau menjawab,

Itu adalah kabar gembira yang disegerakan bagi seorang mukmin. (HR. Muslim) Begitu pula sebaliknya, celaan dari orang lain merupakan suatu hal yang pada umumnya tidak disukai manusia. Namun saudaraku, janganlah engkau jadikan pujian atau celaan orang lain sebagai sebab engkau beramal saleh, karena hal tersebut bukanlah termasuk perbuatan ikhlas. Seorang mukmin yang ikhlas adalah seorang yang tidak terpengaruh oleh pujian maupun celaan manusia ketika ia beramal saleh. Ketika ia mengetahui bahwa dirinya dipuji karena beramal sholeh, maka tidaklah pujian tersebut kecuali hanya akan membuat ia semakin tawadhu (rendah diri) kepada Allah. Ia pun menyadari bahwa pujian tersebut merupakan fitnah (ujian) baginya, sehingga ia pun berdoa kepada Allah untuk menyelamatkannya dari fitnah tersebut. Ketahuilah wahai saudaraku, tidak ada pujian yang dapat bermanfaat bagimu maupun celaan yang dapat membahayakanmu kecuali apabila kesemuanya itu berasal dari Allah. Manakah yang akan kita pilih wahai saudaraku, dipuji manusia namun Allah mencela kita ataukah dicela manusia namun Allah memuji kita?

Menyadari Bahwa Manusia Bukanlah Pemilik Surga dan Neraka

Sesungguhnya apabila seorang hamba menyadari bahwa orang-orang yang dia jadikan sebagai tujuan amalnya itu (baik karena ingin pujian maupun kedudukan yang tinggi di antara mereka), akan sama-sama dihisab oleh Allah, sama-sama akan berdiri di padang mahsyar dalam keadaan takut dan telanjang, sama-sama akan menunggu keputusan untuk dimasukkan ke dalam surga atau neraka, maka ia pasti tidak akan meniatkan amal perbuatan itu untuk mereka. Karena tidak satu pun dari mereka yang dapat menolong dia untuk masuk surga ataupun menyelamatkan dia dari neraka. Bahkan saudaraku, seandainya seluruh manusia mulai dari Nabi Adam sampai manusia terakhir berdiri di belakangmu, maka mereka tidak akan mampu untuk mendorongmu masuk ke dalam surga meskipun hanya satu langkah. Maka saudaraku, mengapa kita bersusahpayah dan bercapek-capek melakukan amalan hanya untuk mereka? Ibnu Rajab dalam kitabnya Jamiul Ulum wal Hikam berkata: Barang siapa yang berpuasa, shalat, berzikir kepada Allah, dan dia maksudkan dengan amalanamalan tersebut untuk mendapatkan dunia, maka tidak ada kebaikan dalam amalan-amalan tersebut sama sekali, amalan-amalan tersebut tidak bermanfaat baginya, bahkan hanya akan menyebabkan ia berdosa. Yaitu amalan-amalannya tersebut tidak bermanfaat baginya, lebihlebih bagi orang lain.

Ingin Dicintai, Namun Dibenci

Saudaraku, sesungguhnya seseorang yang melakukan amalan karena ingin dipuji oleh manusia tidak akan mendapatkan pujian tersebut dari mereka. Bahkan sebaliknya, manusia akan mencelanya, mereka akan membencinya, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, Barang siapa yang memperlihat-lihatkan amalannya maka Allah akan menampakkan amalan-amalannya (HR. Muslim) Akan tetapi, apabila seseorang melakukan amalan ikhlas karena Allah, maka Allah dan para makhluk-Nya akan mencintainya sebagaimana firman Allah taala:

Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, kelak Allah yang Maha Pemurah akan menanamkan dalam (hati) mereka rasa kasih sayang. (QS. Maryam: 96) Pada ayat ini Allah menjelaskan bahwa Dia akan menanamkan dalam hati-hati hamba-hambaNya yang saleh kecintaan terhadap orang-orang yang melakukan amal-amal saleh (yaitu amalanamalan yang dilakukan ikhlas karena Allah dan sesuai dengan tuntunan Nabi-Nya ). (Tafsir Ibnu Katsir). Dalam sebuah hadits dinyatakan Sesungguhnya apabila Allah mencintai seorang hamba, maka Dia menyeru Jibril dan berkata: wahai Jibril, sesungguhnya Aku mencintai fulan, maka cintailah ia. Maka Jibril pun mencintainya. Kemudian Jibril menyeru kepada penduduk langit: sesungguhnya Allah mencintai fulan, maka cintailah ia. Maka penduduk langit pun mencintainya. Kemudian ditanamkanlah kecintaan padanya di bumi. Dan sesungguhnya apabila Allah membenci seorang hamba, maka Dia menyeru Jibril dan berkata : wahai Jibril, sesungguhnya Aku membenci fulan, maka bencilah ia. Maka Jibril pun membencinya. Kemudian Jibril menyeru kepada penduduk langit: sesungguhnya Allah membenci fulan, maka benciilah ia. Maka penduduk langit pun membencinya. Kemudian ditanamkanlah kebencian padanya di bumi. (HR. Bukhari Muslim) Hasan Al Bashri berkata: Ada seorang laki-laki yang berkata : Demi Allah aku akan beribadah agar aku disebut-sebut karenanya. Maka tidaklah ia dilihat kecuali ia sedang shalat, dia adalah orang yang paling pertama masuk mesjid dan yang paling terakhir keluar darinya. Ia pun melakukan hal tersebut sampai tujuh bulan lamanya. Namun, tidaklah ia melewati sekelompok orang kecuali mereka berkata: lihatlah orang yang riya ini. Dia pun menyadari hal ini dan berkata: tidaklah aku disebut-sebut kecuali hanya dengan kejelekan, sungguh aku akan melakukan amalan hanya karena Allah. Dia pun tidak menambah amalan kecuali amalan yang dulu ia kerjakan. Setelah itu, apabila ia melewati sekelompok orang mereka berkata: semoga Allah merahmatinya sekarang. Kemudian Hasan al bashri pun membaca ayat: Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, kelak Allah yang Maha Pemurah akan menanamkan dalam (hati) mereka rasa kasih sayang. (Tafsir Ibnu Katsir) Demikianlah pembahasan kali ini, semoga bermanfaat bagi diri penulis dan kaum muslimin pada umumnya. Semoga Allah menjadikan kita termasuk orang-orang yang ikhlas.

(Segala puji bagi Allah yang dengan nikmatnya sehingga sempurnalah segala amal kebaikan) _____________________________ Disusun oleh: Abu Uzair Boris Tanesia Murojaah: Ustadz Ahmad Daniel Lc. http://muslim.or.id/akhlaq-dan-nasehat/inginkah-anda-menjadi-orang-yang-ikhlas.html

Anda mungkin juga menyukai