Anda di halaman 1dari 3

NASKAH SYARHIL QUR'AN TENTANG MORAL (MSQ 2010)

20.18 |

MEREKONSTRUKSI MORAL BANGSA DENGAN MEMBERANTAS KORUPSI

Ada sebuah anekdot, tangis bayi yang baru lahir di Indonesia lebih kencang dibanding bayi-
bayi di Negara lain, karena begitu dia nongol dari perut ibunya langsung menanggung hutang
minimal Rp. 8,3 juta. Mengapa bisa demikian? Bukankah Negara kita subur dan kaya dengan
sumber daya alam ? Semua itu tak lain karena salah urus, semua kekayaan alam dikuras
bukan untuk kemakmuran rakyat, tapi dikorupsi.
Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN) di Indonesia merupakan praktik yang sistemik dan
membudaya. Lihat saja, ketika ada urusan di kantor-kantor, kita akan dibuat jengkel dan kesal
karena harus menunggu dan menunggu. Urusan akan lancar kalau kita mau nyelipkan
amplop dari meja ke meja. Hal itu dianggap suatu kelaziman di lingkungan birokrasi kita. Dan
anehnya masyarakat juga menerima. Bukan hanya di kantor, untuk meraih jabatan politik
seperti jadi DPR, DPRD, Kepala Daerah, selalu diwarnai dengan money politik, meskipun sulit
dibuktikan di pengadilan. Kitapun mendengar, jutaan hektar hutan yang ditebang secara illegal,
triliunan uang negara ditilep dalam BLBI, diperparah dengan kasus Century yang tak kunjung
usai, pajak dirampas oleh Gayus-gayus, belum lagi anggaran negara di mark-up setiap tahun di
berbagai instansi.
KKN menggerogoti kehidupan bangsa bagaikan kangker ganas, sulit untuk
memberantasnya. Bagai lingkaran setan, tak jelas mana ujung pangkalnya. Aparat penegak
keadilan : polisi, jaksa dan hakim, ternyata juga tak luput dari korupsi. Makanya sekarang ada
KPK, tapi sanggupkah KPK menyikat koruptor-koruptor kelas kakap, yang di belakangnya ada
super-super body yang back-up?
Persoalannya, bagaimana Indonesia sebagai negara yang berpenduduk mayoritas muslim, kok
bisa sampai demikian??? Atas dasar ini perkenankan kami menyampaikan Syarahan al-Quran
dengan judul Merekonstruksi Budaya Korupsi. Sebelum lebih jauh membahas judul ini
marilah kita simak ayat al-Quran surah al-Anfal ayat 27 yang akan dilantunkan berikut ini.
27. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul
(Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan
kepadamu, sedang kamu mengetahui.

Hadirin-hadirat yang berbahagia


Mari kita perhatikan ayat di atas, bahwa kata takhunu diulang 2 kali. Pertama la takhunullah
war-rasul dan kedua takhunu amanaatikum. Pengulangan ini bermakna at-tanbih, yakni
pentingnya persoalan khiyanah terhadap amanah sama besarnya dengan khiyanah kepada
Allah dan Rasul. Dan adanya larangan terhadap amanah dalam surah al-Anfal ini, menurut
Syaikh Muhammad Thahir bin 'Asyur, mencakup persoalan penggelapan (korupsi, al-ghulul)
dalam masalah rampasan perang () .
Dalam ayat ini Allah SWT melarang kita mengkhiyanati amanah. Dan persoalan amanah
merupakan persoalan besar, karena ketika seseorang diserahi kepercayaan jabatan dan
kekuasaan memimpin suatu lembaga, atau diberi kekuasaan menduduki jabatan-jabatan publik,
berarti di tangannyalah keberhasilan urusan atau nasib orang banyak itu. Thahir Ibn 'Asyur
dalam Tafsirnya at-Tahrir wat-Tanwir mengatakan :


Dan jelaslah bahwa persoalan amanah merupakan persoalan besar, karena pengemban
amanah berari ditangannyalah keberhasilan urusan umat.

Sebuah jabatan tidak bisa dilihat dari status dan fasilitasnya, tapi lihatlah dari kewajiban dan
tanggung jawabnya.

Hadirin, hairat....
Kita tentu sangat prihatin, bahwa cita-cita masyarakat adil makmur masih jauh. Hingga kini
Indonesia masih berada dalam lilitan masalah kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan.
Salah satu pangkal persoalannya adalah karena Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) yang
semakin merajalela. Menurut Lembaga Internasional Transparancy, sejak sepuluh tahun
terakhir Indonesia menduduki rangking tiga teratas dalam korupsi, mengungguli negara-negara
yang paling miskin seperti Ethiopia, Senegal dan Zambia. Menurut Sayed Husein Alatas dalam
bukunya Corruption and the Destiny of Asia, bahwa kita sudah berada pada tahap ketiga, yaitu
korupsi sudah dianggap praktik yang amat menarik sehingga merusak struktur dan nilai
masyarakat. Pada tahap seperti itu, persoalannya adalah bagaimana memberantas KKN?
Ada 3 langkah strategis yang ingin kami tawarkan, yaitu :
Pertama, pemberantasan melalui prosedur hukum dan politik tetap harus terus ditegakkan.
Aparat hukum harus berani menegakkan supremasi hukum.
Langkah kedua, adalah merekontruksi budaya di masyarakat. Yang pertama, kita harus
mengubah budaya yang selama ini dengan mudah mentolerir dan memaafkan penyimpangan
dan kejahatan, termasuk korupsi, kolusi dan nepotisme. Persoalan ini menyangkut cara
pandang, perilaku masyarakat. Kritik yang pernah dilontarkan Mockhtar Lubis bahwa bangsa
Indonesia bersikap feodal, hipokrit atau munafik serta suka menempuh jalan pintas untuk
meraih sesuatu kini perlu kita renungkan. Juga pandangan Gunnard Myrdal bahwa kita adalah
bangsa yang lunak, lembek atau soft state yang kurang disipilin, kurang peka terhadap
penyimpangan dan lemah dalam menegakkan hukum patut kita camkan. Kini, untuk merubah
budaya tersebut perlu dibangun pemahaman dan pengamalan agama yang benar dan
substantif serta pelaksanaan ajaran amar ma'ruf nahi munkar secara konsekuen. Yang kedua,
mengubah budaya konsumerisme yang melanda masyarakat kita. Bukankah korupsi berawal
dari nafsu keserakahan manusia yang tak pernah puas dengan apa yang ia miliki. Gaji dan
tunjangan puluhan juta masih minta dilipatganda. Sudah punya rumah, ingin punya villa. Sudah
punya mobil satu, minta tambah jadi dua. Sudah punya isteri satu?... itulah sifat manusia yang
tak pernah puas dengan apa yang ada. Padahal Allah SWT telaqh mengajarkan kepada kita
untuk hidup sederhana. Sebagaimana dalam QS.Al Isra 29-30,..
29. dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu
terlalu mengulurkannya karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal.
30. Sesungguhnya Tuhanmu melapangkan rezki kepada siapa yang Dia kehendaki dan
menyempitkannya; Sesungguhnya Dia Maha mengetahui lagi Maha melihat akan hamba-
hamba-Nya.

Untuk merekontruksi budaya itu diperlukan langkah ketiga, yaitu membenahi kepemimpinan.
Konsep tentang kepemimpinan perlu ada definisi ulang. Dalam Islam, istilah al-imamah, al-
imarah atau khalifah, pada dasarnya adalah ta'diyatul-amanah ila ahliha atau menunaikan
amanah kepada yang berhak. Pemimpin harus benar benar menunaikan amanah yang
diemban dan dipertanggung-jawabkan kepada rakyat sekaligus kepada Allah SWT. Karena itu,
pemimpin harus berlaku adil dalam mengemban amanah, tidak boleh bersikap aji mumpung
sebagai god father yang serba kebal hukum dan can do anything no wrong. Pemimpin seperti
itu tak sesuai dengan al-Qur'an dan tak sejalan dengan alam demokrasi sekarang ini. Pemimpin
hendaknya mencontoh Abu Bakar saat menerima bai'at sebagai khalifah : Jika kalian melihatku
benar dukunglah aku, dan jika aku menyimpang dan salah, kritik dan luruskan aku.
Perilaku pemimpin yang saling asah, asih dan asuh, yang benar-benar mengayomi, akan bisa
menjadi contoh teladan bagi bawahan dan rakyat. Kita berharap bapak-bapak pemimpin bisa
berlaku adil, disiplin, taat hukum, merakyat dan sederhana.

Hadirin-hadirat .........
Dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan :
1. Kondisi bangsa kita masih dililit berbagai persoalan besar yang salah satu penyebabnya
adalah Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) yang masih terus merajalela.
2. Keberagamaan yang benar dan substantif, yang menerapkan amar maruf nahi munkar
dengan tegas, serta menanamkan pola hidup sederhana mempunyai peran strategis untuk
membagun budaya baru yang bebas KKN.
3. Dengan menerapkan kepemimpinan sesuai dengan konsep al-Qur'an insya Allahakan
mampu diwujudkan sistem sosial-budaya yang bebas KKN.
Demikian syarahan kami semoga bermanfaat,

Anda mungkin juga menyukai