Anda di halaman 1dari 4

HIKMAH HAJI DAN PELESTARIAN HAJI MABRUR

Disusun Oleh : H. Irmaidi. S.Sos

Jutaan kaum Muslim dari seluruh penjuru dunia mulai berbondong-bondong menuju Tanah Suci

Makkah al-Mukarramah untuk memenuhi undangan Allah SWT.

Dalam Alquran Surah al-Hajj [22] ayat 27 ditegaskan bahwa seluruh manusia telah diundang

untuk menunaikan ibadah haji. Namun, tidak semua memiliki kesungguhan untuk memenuhi

undangan itu. Hanya orang-orang yang memiliki kekuatan iman yang cepat merespons undangan

haji.

Buktinya, banyak orang yang berkecukupan harta (kaya) tidak tertarik untuk memenuhi

undangan haji. Dan, tidak sedikit orang yang kekurangan harta, tapi memiliki semangat

memenuhi undangan haji sehingga Allah mudahkan jalannya untuk ke Tanah Suci.

"Labbaik Allahumma labbaik, labbaika la syarika laka labbaik, innal hamda wanni'mata laka

walmulk la syarika laka." (Aku datang memenuhi panggilan-Mu ya Allah, aku datang memenuhi

panggilan-Mu, aku datang memenuhi panggilan-Mu, tidak ada sekutu bagi-Mu, aku datang

memenuhi panggilan-Mu. Sesungguhnya segala puji, nikmat, dan segenap kekuasaan adalah

milik-Mu. Tidak ada sekutu bagi-Mu).

Tentu, setiap orang yang menunaikan ibadah haji mendambakan haji yang mabrur. Dan untuk

meraihnya setiap calon jamaah haji (calhaj) hendaknya selalu memperhatikan tahapan-

tahapannya.
Sebelum ke Tanah Suci

Apa yang seharusnya dipersiapkan oleh setiap calon jamaah haji yang hendak menghadiri

undangan haji? Yaitu, meluruskan niat. Setiap jamaah hendaknya selalu menjaga (meluruskan)

niat ke Tanah Suci semata karena Allah SWT. Dalam hadis ditegaskan, "Barang siapa berhaji

semata-mata karena Allah, maka ia diampuni dan diberi hak memohonkan pertolongan (memberi

syafaat) untuk orang-orang yang didoakannya." (HR Abi Mundzir).

Lalu, berbekal ketakwaan. Selain persiapan fisik saja bagi calhaj, ada yang lebih penting, yaitu

kesiapan mental dan spiritual (ketakwaan). Jika calhaj rutin melakukan olahraga jalan kaki setiap

pagi, ia pun harus membiasakan diri beribadah secara istiqamah, seperti shalat lima waktu

dengan berjamaah, menunaikan shalat qiyamul lail, shalat Dhuha, tilawah Alquran setiap hari,

bersilaturahim, memperbanyak istighfar, banyak berdoa, dan banyak bersedekah.

Selain itu, bekal haji (ONH) dan nafkah untuk keluarga yang ditinggalkan harus benar-benar

bersumber dari harta yang halal. Karena, berbekal harta yang haram dapat menyebabkan

ketidakmabruran ibadah haji. Naudzubillah.

Rasulullah SAW bersabda, "Tidak ada talbiyah bagimu dan tidak ada pula keberuntungan atasmu

karena makananmu haram, pakaianmu haram, dan hajimu ditolak." (HR Bukhari dan Muslim).

Dan, yang tidak kalah pentingnya adalah hendaknya setiap calon jamaah haji membekali diri

dengan ilmu manasik haji dan mengikuti praktik atau latihan manasik haji, baik yang

diselenggarakan oleh Kementerian Agama maupun Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH).

Selama di Tanah Suci


Syarat diterimanya ibadah, selain dengan niat ikhlas semata karena Allah, juga harus sesuai

dengan apa yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW. Demikian juga dengan pelaksanaan

ibadah haji. Oleh karena itu, setiap calon jamaah haji hendaknya selalu mengikuti rangkaian

ibadah haji sebagaimana yang dicontohkan Nabi SAW. Beliau bersabda, "Tirulah aku dalam

melaksanakan manasik."

Perbanyak zikir (membaca takbir, tasbih, tahmid, dan talbiah) dan tadarus Alquran. Aktivitas

zikir dan tadarus Alquran sebagai upaya mengendalikan lisan agar tidak terjerumus ke dalam

perbuatan rafats (mengeluarkan perkataan yang menimbulkan berahi yang tidak senonoh atau

bersetubuh), fusuk (fasik), dan jidal (berbantah-bantahan). (lihat dalam QS al-Baqarah [2]: 197)

dan (QS al-Baqarah [2]: 200).

Perbanyak pula iktikaf di masjid dan jauhi kebiasaan mengobrol yang berlebihan sehingga dapat

memancing pada rafats, fusuk, dan jidal, serta aturlah waktu kegiatan (seperti ziarah dan jalan-

jalan) sebaik mungkin agar tidak ketinggalan dalam shalat berjamaah di Masjidil Haram dan

Masjid Nabawi.

Sepulang dari Tanah Suci

Mabrur merupakan predikat tertinggi dalam pelaksanaan ibadah haji. Dan, tidak mudah

mencapai predikat mabrur. Jika predikat itu telah berhasil digapai sekalipun, tidak otomatis akan

melekat sepanjang hayat dalam diri sang haji dan hajjah.

Sepulang dari Tanah Suci, jamaah haji hendaknya selalu berupaya menjaga kemabruran haji.

Dalam hal ini, Kementerian Agama RI telah menerbitkan buku Panduan Pelestarian Haji

Mabrur yang dibagikan kepada setiap jamaah.


Dalam buku itu disebutkan tiga aspek upaya pelestarian kemabruran haji. Pertama, aspek

kepribadian. Setiap jamaah haji hendaknya terus berupaya melestarikan amalan-amalan yang

telah dilaksanakan selama di Tanah Suci, seperti shalat tepat waktu, melaksanakan ibadah-ibadah

sunat, berhias dengan sifat-sifat terpuji, cepat melakukan taubat apabila telanjur melakukan

kesalahan, dan ibadah-ibadah lainnya.

Kedua, aspek ubudiyah. Setiap jamaah haji hendaknya terus berupaya untuk meningkatkan

kualitas ibadah shalat, puasa sunah, tilawah Alquran, kepedulian terhadap orang lemah ekonomi

melalui zakat, infak, dan sedekah, dan lain sebagainya.

Ketiga, aspek sosial. Setiap jamaah haji harus membiasakan diri shalat berjamaah, menyantuni

anak yatim, menjenguk orang sakit dan meninggal dunia, kerja bakti dan tolong-menolong, serta

mendamaikan orang yang berselisih.

Yang intinya adalah seperti dikatakan oleh Syekh Hassan al-Mussyath bahwa, "Tanda-tanda

kemabruran haji seseorang apabila mampu membentuk kepribadiannya setelah melaksanakan

ibadah haji berubah menjadi lebih baik daripada sebelumnya dan tidak lagi mengulang maksiat."

Anda mungkin juga menyukai