Anda di halaman 1dari 4

1.

Teori Gerakan Ganda (Double Movement) Unsur-unsur terpenting dari pendekatan hermeneutika Rahman dapat dilihat dalam artikel yang ditulisnya jauh sebelum ia menggunakan istilah hermeneutika itu sendiri. Artikel itu ditulis tahun 1970 dalam rangka mengkritisi interpretasi konvensional dengan judul Islamic Modernism: Its Scope, Method and Alternative. Secara global langkah-langkah prosedural Rahman dalam artikel tersebut dapat diringkaskan menjadi dua bagian : pertama, pendekatan sosio-historis dalam memahami ayat Al-Quran. Kedua, pentingnya pembedaan antara legal spesifik dan tujuan atau ideal moral Al-Quran, yang dikenal dengan Double Movement (teori gerakan ganda). Di samping itu ia juga memperkenalkan sintesis-logis ketika berhadapan dengan ayat metafisis dan teologis. Kemudian Double Movement dielaborasi lebih lanjut dalam bukunya Islam & Modernity : Transformation of an Intellectual Tradition yang ditulis pada tahun 1982. Teori ini merupakan serangkaian formula dalam interpretasi sistematis yang digagasnya. Salah satu tujuan operasional Double Movement adalah untuk membedakan antara legal spesifik dan ideal moral Al-Quran. Teori ini menjadi konsekuensi sistematis dari beberapa pendekatan yang digunakannya khususnya historis dan hermeneutika. Inilah yang dinamakan teori Gerakan Ganda. Tetapi teori ini dibatasinya hanya untuk konteks hukum dan sosial, tidak ditujukan kepada hal-hal metafisis dan teologis.1 Ide dasar teori ini ialah pembedaan legal spesifik dan ideal moral. Yang dimaksud dengan ideal moral adalah tujuan dasar moral yang dipesankan AlQuran yakni sasaran dan tujuan Al-Quran. Sedangkan legal spesifiknya adalah ketentuan hukum yang ditetapkan secara khusus. Rahman berharap agar hukum-hukum yang akan dibentuk dapat mengabdi pada ideal moral yang universal, sehingga Al-Quran akan selamanya berlaku untuk setiap masa dan tempat. Pembedaan legal spesifik dan ideal moral ini mengandaikan pergerakan dalam dua arah yang saling bertemu. Yaitu dari situasi sekarang menuju masa alquran diturunkan dan kembali lagi ke masa sekarang, oleh karenanya teori ini disebut teori gerakan ganda. Gerak Pertama Gerakan pertama terdiri dari dua langkah, pertama; memahami makna suatu ayat dengan mengkaji problem historis dimana ayat tesebut merupakan jawabannya. Dalam hal ini mufassir

Sibawaihi, Hermeneutika Al-Quran Fazlur Rahman, (Yogyakarta: Jalasutra, 2007), hlm. 56.

harus memperhatikan konteks mikro dan makro ketika al-quran diwahyukan,2 di sini dapat dilacak akar teoritis Fazlur Rahman yang mengakomodasi turats (warisan pemikaran islam) yang tradisional dalam bingkai yang kritis dan analitis. Ia tidak memaksa teks berbicara sesuai dengan keinginan author melainkan membiarkan teks berbicara sendiri dengan telaah historisitas teks. Dalam proses ini, kajian mengenai pandangan-pandangan kaum muslimin di samping bahasa, tata bahasa, gaya bahasa dan lain-lainnya akan sangat membantu sesudah hal itu diuji dengan pemahaman dari al-Quran itu sendiri. Maka langkah pertama ini merupakan pemahaman makna al-quran secara keseluruhan serta berkenaan dengan ajaran-ajaran spesifik yang merupakan respon atas situasi spesifik. Kedua; menggeneralisasi jawaban-jawaban spesifik itu dan menyatakannya sebagai pernyataan yang memiliki tujuan-tujuan moral sosial-umum yang dapat disaring dari ayat-ayat spesifik dalam sinaran latar belakang sosio-historis dan ratio legis yang sering dinyatakan. Selama proses ini perhatian harus diberikan kepada arah ajaran Al-Quran sebagai suatu keseluruhan sehingga setiap arti tertentu yang dipahami, setiap hukum yang dinyatakan dan setiap tujuan yang dirumuskan akan menjadi koheren dengan yang lainnya.3 Gerak Kedua Adapun gerakan kedua merupakan proses yang berangkat dari pandangan umum ke pandangan spesifik yang harus diformulasikan dan direalisasikan pada masa sekarang. Artinya ajaran-ajaran yang bersifat umum harus ditubuhkan (embodied) dalam konteks sosio-historis yang kongkrit di masa sekarang. Hal ini memerlukan kajian yang cermat atas situasi sekarang dan memerlukan analisis berbagai unsur-unsur komponennya sehingga kita bisa menilai situasi sekarang dan mengubah kondisi sekarang sejauh yang diperlukan, dan menentukan prioritasprioritas baru untuk bisa mengimplementasikan nilai Al-Quran secara baru juga.4 Dengan kata lain, Untuk memahami gerakan kedua ini diperlukan ilmu-ilmu sosial modern dan humaniora sebagai alat bantu untuk mengimplementasikan nilai-nilai Al-Quran dalam situasi konkret. Di sini dapat dilacak pemikiran integratif Rahman dengan mengadopsi ilmu-ilmu modern. Dengan demikian metodologi yang introdusir oleh Rahman adalah metode berpikir yang bersifat reflektif, mondar-mandir antara deduksi dan induksi secara timbal balik. Hal ini tentunya
2

Fazlur Rahman, Islam & Modernity : Transformation of an Intellectual Tradition, terj. Ahsin Mohammad (Bandung : Pustaka, 2005), hlm.7 3 Ibid, hlm. 7. 4 Ibid, hlm. 8.

akan membawa implikasi bahwa hukum Allah dalam pengertian seperti yang dipahami manusia tidak ada yang abadi, mirip dengan konsep Hegelian Logic, tesis-antitesis-tesis-antitesis .. dst, tanpa menemukan sintesis final. yang ada dan abadi adalah prinsip moral. Jika dicermati teori ini mencoba mendialektikakan teks, author, reader dan merupakan apresiasi kritis dan analitis terhadap metode ulama tradisionalis. 2. Konsep Sintesis-Logis Sebagaimana disebutkan di atas bahwa metode Double Movement hanya terbatas pada masalah-masalah dalam konteks hukum dan sosial bukan untuk membahas masalah-masalah metafisis dan teologis. Maka untuk masalah ini Rahman menggunakan teori sintesis logis, yaitu sebuah metode dengan membahas suatu tema dengan cara mengevaluasi ayat-ayat yang berhubungan dengan tema yang dibahas dan tema-tema yang relevan. Dengan pendekatan sintesis logis, ketika membahas suatu tema tertentu, mufassir diharuskan untuk mengaitkan tema tersebut dengan tema-tema yang relevan.[1] Teori sintesis-logis ini dapat dilacak dalam salah satu bukunya yang berjudul Major Themes of the Quran, yang secara keseluruhan memuat aspek-aspek metafisis-teologis. Dalam menulis buku ini, metode double movement hampir tidak diterapkan. Dalam pendahuluan buku tersebut, Rahman mengatakan : Kecuali dalam pembahasan beberapa tema penting semisal mengenai keanekaragaman komunitas agama, kemungkinan dan aktualitas mukjizat, serta jihad, yang semuanya men unjukan evaluasi melalui Al-Quran, prosedur yang dipergunakan untuk mensintesiskan tema-tema ini lebih bersifat logis daripada kronologis.[2] Dalam masalah ini latar belakang /asbab nuzul ayat ayat metafisis dan teologis dianggap tidak terlalu penting, sebagaimana ayat-ayat sosial-hukum.[3] Misalnya ketika membahas tema Tuhan. Melalui sintesis logis, pembahasan mengenai Tuhan tidak hanya sebatas berbicara Tuhan an sich, melainkan juga melibatkan tema-tema yang relevan, seperti makhluk, alam, dst. Interpretasi dengan model seperti ini dapat dijumpai misalnya dalam bab pertama Major Themes of the Quran. Bab pertama dalam buku ini berjudul Tuhan. Ketika menyoal Tuhan, Rahman mengawali dengan membahas eksistensi Tuhan yang fungsional (hlm.1), Adanya alam semesta (hlm.4), Tuhan adalah dimensi yang memungkinkan adanya dimensi lain (hlm.5), sebabakibat alamiah (hlm.6), pengutusan para Rasul (hlm.13,) cara mengenal Tuhan (hlm.15), Qadla dan Qadar (hlm.18)..dst

3. Metode Induktif Metode Induktif ialah suatu proses penalaran yang berupa penarikan konklusi umum atau dasar pengetahuan tentang hal-hal yang khusus. Al-Qur`an dan Hadis memang merupakan mengandung kebenaran mutlak karena datang dari yang maha mutlak, tapi pemahaman terhadapnya merupakan suatu hal yang relatif, sesuai dengan relatifnya manusia. Sifat relatif ini merupakan ciri pokok ilmu sosial. Guna mendapatkan pemahaman yang mendekati kebenaran, diperlukan model berpikir induktif sebagaimana yang dikenal dalam ilmu sosial. Pemikir harus melihat realitas sosial yang berkembang di tengah-tengah masyarakat. Konsep ini mirip dengan Hegelian Logic dengan ciri Dialectical Logic (every one of them was (and is) right within its own field). Dengan metode ini, hukum Islam menjadi Luwes, fleksibel dan bisa mengikuti perkembangan masyarakat. Metode ini dapat dilacak dalam teori sebelumnya seperti double movement, meskipun tidak monoton dengan induktif, karena dalam teori tersebut Rahman mengintegrasian keduanya. Namun secara operasional, seluruh pemikrannya didasarkan pada pola berfikir induktif. 4. Metode Integratif Metode ini merupakan metode yang paling prinsipil dalam resep Rahman. Dengan adanya metode ini, dikotomis dan hijab-hijab keilmuan akan dihancurkan. Misalnya integrasi ilmu sosial-humaniora ke dalam penafsiran Al-Quran, integrasi ilmu agama dan Filsafat,.. dsb. Dengan ini maka ilmu Keislaman akan lebih full color karena bisa saling menyapa dengan ilmu yang lainnya. Metode ini merupakan sebuahn rekonstruksi yang ditawarkan Rahman sebagai upaya memberantas dikotomi ilmu agama dan ilmu umum yang merupakan pangkal krisis intelektualisme umat Islam. Dengan kata lain Rahman mengajak umat Islam untuk bangkit dari krisis intelektual mereka dengan membuka hijab-hijab ilmiah yang mengungkung tradisi pemikiran Islam yakni dengan globalisasi keilmuan Islam, yang merupakan salah satu pilot project-nya dalam neo-modernisme yang digagasnya.

Anda mungkin juga menyukai