PERTEMUAN 8
Disusun Oleh:
Nama :Arrasyid Muhammad Alfath
NIM :2100018207
i
BAB 1
PENDAHULUAN
1. Latar belakang
Kematian (ajal) adalah hal yang pasti terjadi pada setiap makhluk yang bernyawa, tidak ada
yang mengetahui kapan dan di mana ia akan menemui ajal, dalam keadaan baik atau buruk.
Bila ajal telah tiba maka maka tidak ada yang bisa memajukan ataupun mengundurkannya.
Setiap Muslim wajib mengingat akan datangnya kematian, bukan hanya karena kematian
itu merupakan perpisahan dengan keluarga atau orang-orang yang dicintai, melainkan karena
kematian merupakan pertanggung jawaban atas amal yang dikerjakan selama orang tersebut
hidup di dunia.Tiap manusia sudah ditentukan ajalnya sendiri-sendiri oleh Allah swt, hanya
saja manusia tidak mengetahui kapan ajal itu akan datang, dan dimana tempatnya ia
menghembuskan nafas penghabisan. Ada manusia yang masih sangat muda meninggal dunia,
atau masih bayi atau sudah tua dan ada pula yang sudah sangat tua baru meninggal, semua itu
Allah swt yang menentukan. Walhasil manusia tidak dapat lari dari kematian. Mau lari ke
mana, maka di sana pula mati akan mengejarnya. Death is common to all people and varying
cultures have their own way of understanding life, death, and the state after death. (Kematian
adalah umum untuk semua orang dan budaya yang bervariasi memiliki cara mereka sendiri
untuk memahami kehidupan, kematian, dan keadaan setelah kematian).
2. Rumusan masalah
Rumusan masalah antara lain :
1. Apa hukum merawat jenazah?
2. Bagaimana cara merawat jenazah ?
3. Apa hukum sholat jenazah?
4. Bagaimana cara sholat jenazah?
3. Tujuan
Tujuan dari makalah, antara lain :
1. Menyajikan informasi yang valid dan akurat mengenai Sholat jenazah dan merawat
jenazah.
2. Menganalisis dan membahas Sholat jenazah dan merawat jenazah.
3. Menambah wawasan dan pengetahuan pembaca mengenai Sholat jenazah dan merawat
jenazah.
1
BAB 2
PEMBAHASAN MATERI
البصر
ُ إن الرو َح إذا قُبِض تبِعه
َّ ثم قال. ضه
َ فأغم. بصره
ُ َّ دخل رسو ُل هللاِ صلَّى هللاُ عليه وسلَّ َم على أبي سلمةَ وقد
شق
“Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam ketika mendatangi Abu Salamah yang telah
meninggal, ketika itu kedua matanya terbuka. Maka Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam pun
memejamkan kedua mata Abu Salamah dan bersabda: “Sesungguhnya bila ruh telah
dicabut, maka pandangan matanya mengikutinya” (HR. Muslim no. 920).
Ketika memejamkan mata jenazah tidak ada dzikir atau doa tertentu yang berdasarkan dalil
yang shahih
2)Mengikat dagu
Syaikh Abdullah bin Jibrin rahimahullah mengatakan:
]و شد لحييه] و ذلك مخافة أن يبقى فمه مفتوحا حالة غسله و حالة تجهيزه فيشد حتى ينطبق فمه مع أسنانه
Adapun tata caranya longgar, biasanya dengan menggunakan kain yang lebar dan panjang
diikat melingkar dari dagu hinggake atas kepalanya, sehingga agar mulutnya tertahan dan
tidak bisa terbuka.
2
3)Menutup dengan kain
Berdasarkan hadits dari ‘Aisyah radhiallahu’anha, beliau mengatakan:
“Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam ketika beliau wafat, beliau ditutup dengan kain
hibrah (sejenis kain Yaman yang bercorak)” (HR. Bukhari no. 5814, Muslim no. 942).
فش ٌَّر تضعونَهُ عن رقابكم، َ وإن يَكُ س َِوى ذلك، فخير تُقَ ِد ُمونَ َها
ٌ ً فإن ت َكُ صالحة، ِأَس ِْرعُواْ بالجنازة
“Percepatlah pengurusan jenazah. Jika ia orang yang shalih di antara kalian, maka akan jadi
kebaikan baginya jika kalian percepat. Jika ia orang yang bukan demikian, maka keburukan
lebih cepat hilang dari pundak-pundak kalian” (HR. Bukhari no. 1315, Muslim no. 944).
B.Memandikan Jenazah
Memandikan jenazah hukumnya fardhu kifayah. Berdasarkan hadits dari Abdullah bin
Abbas radhiallahu’anhu, beliau berkata:
فقا َل النبي، ُصتْهَ َ أو قال فأ َ ْقع، ُصتْه َ َ إذْ َوقَ َع عن راحلتِ ِه فَ َوق، َواقف مع النبي ِ صلَّى هللاُ علي ِه وسلَّ َم بعَ َرفَة ٌ بينَا رج ٌل
َ وال ت ُ َخ ِمروا رأ، ُطوه
ُ سه ُ ِ وال ت ُ َحن، ث َ ْوبَ ْي ِه: أو قا َل، وك َِفنُوهُ في ث َ ْوبَي ِْن، ا ْغسِلوهُ بماءٍ و ِسد ٍْر: صلَّى هللاُ علي ِه وسلَّ َم،
َ ُفإن هللاَ ي ْبعَثُه
يوم القيام ِة يُلَبِي َّ
“Ada seorang lelaki yang sedang wukuf di Arafah bersama Nabi Shallallahu’alaihi
Wasallam. Tiba-tiba ia terjatuh dari hewan tunggangannya lalu meninggal. Maka Nabi
Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: mandikanlah ia dengan air dan daun bidara. Dan
kafanilah dia dengan dua lapis kain, jangan beri minyak wangi dan jangan tutup kepalanya.
Karena Allah akan membangkitkannya di hari Kiamat dalam keadaan bertalbiyah” (HR.
Bukhari no. 1849, Muslim no. 1206).
Yang memandikan jenazah hendaknya orang yang paham fikih pemandian jenazah. Lebih
diutamakan jika dari kalangan kerabat jenazah. Sebagaimana yang memandikan jenazah
Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam adalah Ali radhiallahu’anhu dan kerabat Nabi. Ali
mengatakan:
3
Cara memandikan jenazah
-Melemaskan persendian jenazah
Syaikh Abdullah bin Jibrin mengatakan:
وهكذا يفعل بيده، ويمد منكبه ثم يثنيه، وذلك بأن يمد يده ثم يثنيها،وأما تليين مفاصله فالحكمة في ذلك أن تلين عند الغسل
فيقبض رجله ليثنيها ثم يمدها مرتين أو ثالثا ً حتى تلين عند الغسل، وكذلك يفعل برجليه،األخرى
Dan hendaknya berlaku lembut pada jenazah. Karena Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam
bersabda:
ِ ظ ِم ْال َم ِي
ت َك َكس ِْر ِه َحيًّا ْ ع
َ َكس ُْر
“Memecah tulang orang yang telah meninggal dunia adalah seperti memecahnya dalam
keadaan hidup” (HR. Abu Daud no. 3207, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Abu Daud).
ويستر برداء أو نحوه، الثياب التي مات فيها يسن أن تخلع ساعة موته:)وخلع ثيابه( يعني
Namun orang yang meninggal dunia ketika ihram tidaklah boleh ditutup wajah dan
kepalanya, berdasarkan hadits Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma di atas.
Cara melepaskan pakaiannya jika memang sulit untuk dilepaskan dengan cara biasa, maka
digunting hingga terlepas.
وال يجوز أن يغسل أمام الناس، وال يراه أحد إال الذين يتولون تغسيله،أن يستر في داخل غرفة مغلقة األبواب والنوافذ
“Mayat ditutup dalam suatu ruangan yang tertutup pintu dan jendelanya. Sehingga tidak
terlihat oleh siapapun kecuali orang yang mengurus pemandian jenazah. Dan tidak boleh
dimandikan di hadapan orang-orang banyak” (Ad Durar Al Mubtakirat Syarah Akhsharil
Mukhtasharat, 1/428).
Kemudian jenazah ditutup dengan kain pada bagian auratnya terhadap sesama jenis, yaitu
dari pusar hingga lutut bagi laki-laki dan dari dada hingga lutut bagi wanita.
4
Teknis pemandian
Disebutkan dalam Matan Akhsharil Mukhtasharat:
ْ َنوى وسمى وهما كفي غسل َحي ث َّم يرفع راس غير َحامِ ل الى قرب ُجلُوس ويعصر ب
طنه ِب ِر ْفق َويكثر ال َماء حِ ينَئِ ٍذ ث َّم يلف
ورة من لَهُ سبع َ عَ على يَده خرقَة فينجيه ب َها َوحرم مس
َ علَ ْي َها خرقَة مبلولة فِي فَمه فيمسح اسنانه َوفِي َم ْن
خر ْي ِه فينظفهما ِب َال ادخال َماء ث َّم يوضئه َويغسل َ ث َّم يدْخل اصبعيه َو
ْ
علَ ْي ِه ال َماء َوسن تثليث وتيامن وامرار يَده كل مرة على بَطنه فان لم ينق َ راسه ولحيته برغوة السدر وبدنه بثفله ث َّم يفِيض
صار على مرة َو َماء َحار وخالل واشنان ِب َال َحا َجة وتسريح شعره َ ت
ِ ْ
ق ا كرهزَ اد َحتَّى ينقى َو
“Berniat dan membaca basmalah, keduanya wajib ketika mandi untuk orang hidup.
Kemudian angkat kepalanya jika ia bukan wanita hamil, sampai mendekati posisi duduk.
Kemudian tekan-tekan perutnya dengan lembut. Perbanyak aliran air ketika itu, kemudian
lapisi tangan dengan kain dan lakukan istinja (cebok) dengannya. Namun diharamkan
menyentuh aurat orang yang berusia 7 tahun (atau lebih). Kemudian masukkan kain yang
basah dengan jari-jari ke mulutnya lalu gosoklah giginya dan kedua lubang hidungnya.
Bersihkan keduanya tanpa memasukkan air. Kemudian lakukanlah wudhu pada jenazah.
Kemudian cucilah kepalanya dan jenggotnya dengan busa dari daun bidara. Dan juga pada
badannya beserta bagian belakangnya. Kemudian siram air padanya. Disunnahkan diulang
hingga tiga kali dan disunnahkan juga memulai dari sebelah kanan. Juga disunnahkan
melewatkan air pada perutnya dengan tangan. Jika belum bersih diulang terus hingga bersih.
Dimakruhkan hanya mencukupkan sekali saja, dan dimakruhkan menggunakan air panas dan
juga daun usynan tanpa kebutuhan. Kemudian sisirlah rambutnya dan disunnahkan air kapur
barus dan bidara pada siraman terakhir. Disunnahkan menyemir rambutnya dan memotong
kumisnya serta memotong kukunya jika panjang”.
C.mengkafani jenazah
Mengkafani jenazah hukumnya fardhuain. Berdasarkan hadits dari Abdullah bin Abbas
radhiallahu’anhu tentang orang yang meninggal karena jatuh dari untanya, di dalam hadits
tersebut Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
“Mandikanlah ia dengan air dan daun bidara. Dan kafanilah dia dengan dua lapis kain” (HR.
Bukhari no. 1849, Muslim no. 1206).
Kadar wajib dari mengkafani jenazah adalah sekedar menutup seluruh tubuhnya dengan
bagus. Adapun yang selainnya hukumnya sunnah. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda :
Kecuali orang yang meninggal dalam keadaan ihram, maka tidak ditutup kepalanya. Karena
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
5
َ ُفإن هللاَ ي ْبعَثُه
يوم القيام ِة يُلَبِي ُ ِوال ت ُ َحن
َ وال تُخ َِمروا رأ، ُطوه
َّ ، ُسه
“Jangan beri minyak wangi dan jangan tutup kepalanya. Karena Allah akan
membangkitkannya di hari Kiamat dalam keadaan bertalbiyah” (HR. Bukhari no. 1849,
Muslim no. 1206).
“Pakailah pakaian yang berwarna putih dan kafanilah jenazah dengan kain warna putih.
Karena itu adalah sebaik-baik pakaian kalian” (HR. Abu Daud no. 3878, Tirmidzi no. 994,
dishahihkan Al Albani dalam Shahih Al Jami no.1236).
“Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam dikafankan dengan 3 helai kain putih sahuliyah dari
Kursuf, tanpa gamis dan tanpa imamah” (HR. Muslim no. 941).
ولهذا قال، ً إال أن في إسناده نظرا ً ؛ ألن فيه راويا ً مجهوال، وقد جاء في جعل كفن المرأة خمسة أثواب حديث مرفوع
في ثالثة أثواب يلف بعضها على بعض: أي، إن المرأة تكفن فيما يكفن به الرجل: بعض العلماء
“Dalam hal ini telah ada hadits marfu’ (kafan seorang wanita adalah lima helai kain, Pen).
Akan tetapi, di dalamnya ada seorang rawi yang majhul (tidak dikenal). Oleh karena itu,
sebagian ulama berkata: “Seorang wanita dikafani seperti seorang lelaki. Yaitu tiga helai
kain, satu kain diikatkan di atas yang lain.” (Asy Syarhul Mumti’, 5/393).
6
Disunnahkan menambahkan sarung, jilbab dan gamis bagi jenazah wanita. Al Lajnah Ad
Daimah mengatakan:
ثم تلف, ثم القناع على الرأس وما حوله, ثم قميص على الجسد, والمرأة يبدأ تكفينها باإلزار على العورة وما حولها
بلفافتين
“Jenazah anak kecil cukup dengan gamis dan dua lapis kafan” (Ad Durar Al Mubtakirat,
1/438).
“Apabila kalian memberi wewangian kepada jenazah, maka berikanlah tiga kali” (HR Ahmad
no. 14580, dishahihkan Al Albani dalam Ahkamul Janaiz no. 84).
َوسن تكفين رجل فِي ث َ َالث لفائف بيض بعد تبخيرها َوي ْج َعل الحنوط فِي َما بَين َها َومِ ْنه ِبقطن بَين الييه َو ْالبَاقِي على منافذ
س ُجوده ث َّم يرد طرف ْالعليا من ْال َجانِب االيسر على شقَّه االيمن ث َّم االيمن على االيسر ث َّم الثَّانِيَة َوالثَّا ِلثَة
ُ َوجهه ومواضع
َاضل ِع ْند راسه ِ َكذَلِك َوي ْجعَل اكثر ْالف
“Disunnahkan mengkafani jenazah laki-laki dengan tiga lapis kain putih dengan memberikan
bukhur (wewangian dari asap) pada kain tersebut. Dan diberikan pewangi di antara lapisan.
Kemudian diberikan pewangi pada jenazah, di bagian bawah punggung, di antara dua
pinggul, dan yang lainnya pada bagian sisi-sisi wajah dan anggota sujudnya. Kemudian kain
ditutup dari sisi sebelah kiri ke sisi kanan. Kemudian kain dari sisi kanan ditutup ke sisi kiri.
Demikian selanjutnya pada lapisan kedua dan ketiga. Kelebihan kain dijadikan di bagian atas
kepalanya”.
7
Maka jika kita simpulkan kembali teknis mengkafani jenazah adalah sebagai berikut:
1) Bentangkan tali-tali pengikat kafan secukupnya. Tidak ada jumlah tali yang
ditentukan syariat, perkaranya longgar.
2) Bentangkan kain kafan lapis pertama di atas tali-tali tersebut.
3) Beri bukhur pada kain lapis pertama, atau jika tidak ada bukhur maka dengan minyak
wangi atau semisalnya.
4) Bentangkan kain kafan lapis kedua di atas lapis pertama
5) Beri bukhur atau minyak wangi pada kain lapis kedua
6) Bentangkan kain kafan lapis ketiga di atas lapis kedua
7) Beri bukhur atau minyak wangi pada kain lapis ketiga
8) Letakkan jenazah di tengah kain
9) Tutup dengan kain lapis ketiga dari sisi kiri ke kanan, kemudian kain dari sisi kanan
ke kiri
10) Tutup dengan kain lapis kedua dari sisi kiri ke kanan, kemudian kain dari sisi kanan
ke kiri
11) Tutup dengan kain lapis pertama dari sisi kiri ke kanan, kemudian kain dari sisi kanan
ke kiri
12) Ikat dengan tali yang ada
Seseorang yang melaksanakan shalat jenazah harus memenuhi syarat-syarat sahnya seperti
yang terdapat pada shalat yang lain. Yakni ia harus bersih dari hadats dan najis, menutup
aurat dan menghadap kiblat.
Shalat jenazah harus didirikan setelah jenazah dimandikan dan dikafani.
Jenazah harus diletakkan di sebelah kiblat orang yang menyalatkannya.
-Waktu dan Tempat Shalat Jenazah
Waktu Shalat:
8
Dalam melakukan Shalat jenazah, tidak ditentukan waktunya secara khusus, melainkan ia
dapat dilakukan kapan saja, baik siang maupun malam hari, kecuali 3 waktu yakni saat
matahari terbit hingga ia agak meninggi; saat matahari tepat berada di pertengahan langit
(tengah hari tepat) hingga ia telah condong ke barat; dan saat matahari hampir terbenam,
hingga ia terbenam sama sekali. Hal ini didasarkan pada Hadits berikut ini:
س َّ ى فِي ِه َّن أَ ْو أ َ ْن نَ ْقب َُر فِي ِه َّن َم ْوت َانَا حِ ينَ ت َْطلُ ُع ال
ُ ش ْم َ ص ِلَ ُ يَ ْن َهانَا أ َ ْن ن-صلى هللا عليه وسلم- َّللا ِ َّ سو ُل ُ ت َكانَ َر
ٍ عا َ ساَ ث ُ َثَال
ب – رواه مسلم َ ُر ْ
غ َ ت ى َّ تح ب
َ ِ ُ و ر ُ غ ْ
ِل ل سُ ْ م َّ
ش ال َّف
ُ َيض َ ت َين و س
ِْ ُ َ ح م َّ
ش ال ل ي َ ت ىَّ
َ ِِ َ ِ َ متح ةيرهظَّ ال م ئ ا َ ق م وُ ق
ُ ِ ُ َ ِْ ِ َ َ حي َين و ع فَ تَر ت ى َّ تحَ ً غةَ از
ِ َب
Dari Musa bin Ali dari bapaknya ia berkata, saya mendengar Uqbah bin Amir Al Juhani
berkata; “Ada tiga waktu, yang mana Rasulullah SAW telah melarang kita untuk shalat atau
menguburkan jenazah pada waktu-waktu tersebut. (Pertama), saat matahari terbit hingga ia
agak meninggi. (Kedua), saat matahari tepat berada di pertengahan langit (tengah hari tepat)
hingga ia telah condong ke barat, (Ketiga), saat matahari hampir terbenam, hingga ia
terbenam sama sekali.”
“Ada tiga waktu, yang mana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah melarang kita
untuk shalat atau menguburkan jenazah pada waktu-waktu tersebut. (Pertama), saat
matahari terbit hingga ia agak meninggi. (Kedua), saat matahari tepat berada di pertengahan
langit (tengah hari tepat) hingga ia telah condong ke barat, (Ketiga), saat matahari hampir
terbenam, hingga ia terbenam sama sekali.” (HR Muslim)
-Tempat Shalat :
Shalat jenazah dapat dilakukan di mana saja, di tempat-tempat yang layak untuk
melaksanakan shalat; termasuk di dalam masjid sebagaimana disebutkan dalam sebuah
Hadits yang diriwayatkan Imam Muslim:
َّْللا لَقَد
ِ َّ ت َوْ َعلَ ْي َها فَقَال َ َ فَأ ُ ْنك َِر ذَلِك.ِعلَ ْيه
َ ى َ ُ ت ادْ ُخلُوا بِ ِه ْال َمس ِْجدَ َحتَّى أ
َ ص ِل ِ َاص قَال ٍ َّس ْعدُ ْب ُن أَبِى َوق َ ِشةَ لَ َّما ت ُ ُوف
َ ى َ أ َ َّن
َ ِعائ
ُس َه ْي ُل بْنُ دَ ْع ٍد َوه َُو ابْن ُ ضا َء فِى ْال َمس ِْج ِد
ُ قَا َل ُم ْس ِل ٌم.ِس َه ْي ٍل َوأَخِ يه َ علَى ا ْبنَ ْى َب ْي
َ -صلى هللا عليه وسلم- َّللا ِ َّ سو ُل ُ صلَّى َر َ
ضا ُء ُ
َ ضاءِ أمهُ بَ ْي َ البَ ْي.ْ
Bahwa ketika Sa’d bin Abu Waqash meninggal, Aisyah berkata, “Masukkanlah ia ke dalam
masjid hingga aku bisa menshalatkannya.” Namun mereka tidak menyetujuinya, maka ia
pun berkata, “Demi Allah, sungguh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah
menshalatkan jenazah dua orang putra Baidla` di dalam masjid, yaitu Suhail dan
saudaranya.” Muslim berkata; “Suhail bin Da’d adalah Ibnul Baidla`, dan ibunya adalah
Baidla`. (HR Muslim)
-Tata cara Shalat Janazah
Berdasarkan petunjuk-petunjuk Rasulullah saw, Majelis Tarjih Pimpinan Pusat
Muhammadiyah di dalam Kitab Himpunan Putusan Tarjih menjelaskan tata cara shalat
Jenazah sebagai berikut:
9
>Lebih utama dilakukan dengan berjamaah dan makmum hendaklah dibagi menjadi 3 baris.
َعلَ ْي ِه أ ُ َّمةٌ مِ نَ ْال ُم ْسلِمِ ين
َ ص ِلي َ ُ فَي، ُ َما مِ ْن ُمؤْ مِ ٍن يَ ُموت: سلَّ َم َ علَ ْي ِه َو َّ صلَّى
َ َُّللا َ ِسو ُل هللا ُ قَا َل َر: قَا َل، َ ع ْن َمالِكِ ب ِْن هُبَي َْرة
َ
َ قَا َل فَ َكانَ َما ِلكُ ْب ُن هُبَي َْرةَ يَت َ َح َّرى ِإذَا قَ َّل أ َ ْه ُل َجنَازَ ةٍ أَ ْن يَ ْج َعلَ ُه ْم ثَ َالثَة.ُغف َِر لَه
ُ َّصفُوفٍ ِإالُ ث َ َيَبَلَغُوا أ َ ْن يَ ُكونُوا ثَال
صفُوفٍ – رواه أحمد ُ
Dari Malik bin Hubarah berkata; Rasulullah Shallallahu’alaihiwasallam bersabda:
“Tidaklah seorang mukmin yang meninggal lalu ada sekelompok orang yang menshalatinya
sampai tiga shaf kecuali pasti dia diampuni.” (Martsad bin Abdullah Al Yazani
Radliyallahu’aanhu) berkata; jika keluarga jenazah sedikit, Malik bin Hubarah tetap
menjaga agar bisa dijadikan tiga shaf. (HR Ahmad)
Hendaklah imam berdiri pada arah kepala mayat pria dan pada arah kepala mayat wanita.
Hal ini didasarkan pada hadits berikut:
ِي ُ ْ َ فَلَ َّما ُرفِع، ام ِع ْندَ َرأْ ِس ِه َ َ فَق، علَى ِجنَازَ ةِ َر ُج ٍل َ صلَّى َ ش ِهدْتُ أَن َ : قَا َل، ط ُ ب ْال َخيَّاٍ َحدَّثَنَا أَبُو غَا ِل
َ ت أت َ ٍَس بْنَ َمالِك
علَ ْي َهاَ صلَّىَ َعلَ ْي َها ف َ ص ِل َ َ ف، َه ِذ ِه ِجنَازَ ة ُ فُالَنَةَ ا ْبنَ ِة فُالَ ٍن، َ يَا أَبَا َح ْمزَ ة: ُار فَقِي َل لَه َ ِب ِجنَازَ ةِ ا ْم َرأَةٍ مِ ْن قُ َري ٍْش أ َ ْو مِ نَ األ َ ْن،
ِ ص
َ َ َ َ َ َ
َ َهكذا كان، َ يَا أبَا َح ْمزَ ة: قا َل، ِالر ُج ِل َوال َم ْرأة ْ َّ على َ َ ف قِيَامِ ِهَ فل َّما َرأى اختِال، ط َها َوفِينَا ْالعَالَ ُء بْنُ ِزيَا ٍد ْالعَدَ ِوي
َ ْ َ َ َ َ س
َ ام َو َ َفَق
ْ
َ فَالتَفَت: نَ َع ْم قَا َل: ْث قُمْتَ ؟ قَا َل َ ْ
ُ َومِ نَ ال َم ْرأةِ َحي، َْث قُمْت ُ الر ُج ِل َحي َّ َسل َم يصنع يَقُو ُم مِ ن َّ َ علَ ْي ِه َو َّ صلى
َ َُّللا َّ َ ِسو ُل هللا ُ َر
ُ َ
– رواه أحمد. احْ فظوا: إِل ْينَا العَال ُء فقا َلَ َ َ ْ َ
Telah mengabarkan kepada kami Abu Ghalib Al-Khayyat berkata, saya melihat Anas
menyalati jenazah seorang laki-laki, maka beliau berdiri di dekat kepalanya. Setelah jenazah
itu diangkat, datang lagi jenazah wanita dari Quraisy atau dari anshar, dan ia diberitahu,
wahai Abu Hamzah, ini adalah jenazah wanita fulanah binti fulan, shalatkanlah! lalu beliau
berdiri didekat pusarnya. Diantara kami saat itu ada al-‘Ala’ Bin Ziyad Al-‘Adawi. Tatkala
‘Ala’ bin Ziyad melihat perbedaan letak berdiri Anas radhiyallahu’anhu antara jenazah laki-
laki dan wanita, ‘Ala’ bertanya, wahai Abu Hamzah, begitukah cara Rasulullah
shallahu’alaihi wasallam berdiri saat menyalatkan jenazah, yaitu seperti yang anda
lakukan?. (Anas bin Malik radhiyallahu’anhu) menjawab ‘iya’. Abu Ghalib Khayyat
berkata, lalu ‘Ala’ menoleh kami dan mengatakan, jagalah!. (HR Ahmad)
>Dilakukan dengan berdiri tanpa ruku’, tanpa sujud dan tanpa duduk; namun cukup
dengan bertakbir sebanyak empat kali, termasuk takbiratul ihram. Hal ini didasarkan pada
hadits:
صفوا خ َْلفَهُ فَ َكب ََّر
َ َي ث ُ َّم تَقَد ََّم ف ْ َ سلَّ َم ِإلَى أ
َّ ص َحا ِب ِه النَّ َجا ِش َ علَ ْي ِه َو َّ صلَّى
َ َُّللا َ ع ْنهُ قَا َل نَ َعى النَّ ِبي َّ ي
َ َُّللا ِ عن أ َ ِبي ه َُري َْرةَ َر
َ ض
– رواه البخاري. أ ْربَعًا َ
Dari Abu Hurairah radliallahu ‘anhu berkata,: Nabi Shallallahu’alaihiwasallam
mengumumkan kematian An-Najasyi, kemudian Beliau maju dan membuat barisan shaf di
belakangnya, Beliau lalu takbir empat kali . (HR Bukhari)
>Setiap takbir dilakukan dengan mengangkat tangan; berdasarkan riwayat yang disandarkan
kepada Ibnu Umar:
رواه البيهقي-. ِع َلى ْال َجنَازَ ة َ ع َم َر أ َ َّنهُ َكانَ َي ْر َف ُع َيدَ ْي ِه فِي ُك ِل ت َ ْك ِب
َ ٍيرة َ , ع ْن نَاف ٍِع
ُ ع ِن اب ِْن َ
Dari Nafi’ dari Ibnu Umar bahwasanya beliau mengangkat kedua tangannya dalam setiap
takbir pada shalat jenazah. (HR Baihaqi)
>Sesudah takbiratul ihram hendaklah dilanjutkan dengan membaca surat al-Fatihah dan
membaca shalawat atas Nabi Muhammad saw. Hal ini didasarkan pada hadits:
عا َء َ ِص الد ُ سلَّ َم ث ُ َّم ي ُْخل
َ علَ ْي ِه َو َّ صلَّى
َ َُّللا َ ِ علَى النَّبِي َ يَ ص ِل
َ ُب َوي ِ علَى ْال ِجنَازَ ةِ أ َ ْن يَ ْق َرأ َ بِفَاتِ َح ِة ْال ِكت َا َّ إِ َّن السنَّةَ فِي ال
َ ِص َالة
َو ِر َجالُهُ ُمخ ََّر ٌج لَ ُه ْم: ظ ُ قَا َل ْال َحا ِف. ارو ِد فِي ْال ُم ْنتَقَى
ُ َج ْ
ال ُْن
ب ِ ا ُ ه ج ر خ َ أ و ، م ل س ي مُ ث ً ة ر م الَّ
َ َ َ َ ِ َ ُ َّ َّ َ ِ َ َ َ َ ت َحتَّى َي ْف َر
ْ إ َ أ ر ْ
ق ي َ
ال و ع ِ ل ِْل َم ِي
فِي الصَّحِ ي َحي ِْن
10
“Sungguh menurut sunnah dalam menyalatkan jenazah adalah hendaklah seseorang
membaca surat al fatihah dan membaca shalawat atas Nabi saw lalu dengan ikhlas
mendo’akan bagi mayit sampai selesai dan ia tidak membaca kecuali sekali kemudian
salam” ( HR Ibnul Jarud di dalam kitab al-Muntaqo”) al-Hafidz berkata : para perawi Hadits
ini tersebut di dalam kitab Bukhari dan Muslim.
>Bacaan do’a diucapkan dengan suara lembut, sebagaimana dijelaskan dalan hadits:
>Setelah takbir yang kedua, ketiga dan keempat, dilanjutkan dengan berdo’a kepada Allah
secara ikhlas untuk mayit.
Hal ini didasarkan pada Hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, bahwa Rasulullah
saw bersabda:
>Adapun do’a-do’a yang dibaca dalam shalat jenazah sebagaimana yang diajarkan oleh
Rasulullah saw adalah sebagai berikut:
علَى َ اللَّ ُه َّم َم ْن أَ ْحيَ ْيتَهُ مِ نَّا فَأَحْ يِ ِه، َوذَك َِرنَا َوأ ُ ْنثَانَا، يرنَا
ِ ِِيرنَا َو َكب
ِ صغ َ َو، َوشَا ِه ِدنَا َوغَائِبِنَا، اللَّ ُه َّم ا ْغف ِْر ِل َحيِنَا َو َميِتِنَا
ُضلَّنَا بَ ْعدَه
ِ ُ َوالَ ت، ُ اللَّ ُه َّم الَ تَ ْح ِر ْمنَا أَجْ َره، ان ِ علَى
ِ اإلي َم َ ُ َو َم ْن ت ََوفَّ ْيتَهُ مِ نَّا فَت ََوفَّه، اإل ْسالَ ِم
ِ .
(Ya Allah, ampunilah kami yang masih hidup, yang telah meninggal dari kami, yang masih
ada, yang telah tiada, anak kecil kami, orang tua kami, lelaki kami, perempuan kami. Ya
Allah, siapa saja yang Engkau hidupkan dari kami, maka hidupkanlah di atas Islam, dan
siapa saja yang Engkau wafatkan dari kami, maka wafatkanlah di atas iman. Ya Allah,
janganlah Engkau haramkan bagi kami pahalanya, dan janganlah Engkau sesatkan kami
sepeninggalnya. “
11
Ketiga: Riwayat Abu Dawud:
ار ِ َّب الن َ الر ْح َم ِن مِ ْن ِذ َّمتِكَ َو َح ْب ِل ِج َو ِاركَ فَ ِق ِه مِ ْن فِتْنَ ِة ْالقَب ِْر َو
ِ عذَا َ ال َّل ُه َّم ِإ َّن فُ َالنَ بْنَ فُ َال ٍن فِي ِذ َّمتِكَ فَ ِق ِه فِتْنَةَ ْالقَب ِْر قَا َل
َّ ُع ْبد
الرحِ ي ُم
َّ ور ُ ْ ْ َ َّ
ُ ار َح ْمهُ إِنكَ أنتَ الغَف ْ َ ْ َ ْ
ْ َوأ َ ْنتَ أه ُل ال َوفاءِ َوال َح ْم ِد الل ُه َّم فاغف ِْر لهُ َو
َ َّ ْ َ
“Ya Allah, sesungguhnya Fulan bin Fulan berada dalam jaminanMu maka lindungilah dia
dari Fitnah kubur.” Sedang Abdurrahman berkata; dari jaminanMu. Berada dalam jaminan
keamananMu, maka lindungilah dirinya dari fitnah kubur, serta adzab neraka. Engkau
senantiasa menepati janji dan Pemilik segala pujian. Ya Allah, ampunilah dosanya dan
sayangilah dia, sesungguhnya Engkau Maha Pengampun dan Maha Penyayang.
Catatan: Lafadz فُ َالنَ بْنَ فُ َال ٍنpada do’a di atas agar diganti dengan nama jenazah yang
dishalatkan.
َو ِإ ْن َكانَ ُمسِيئًا،ِسانِه
َ فَإِ ْن َكانَ ُمحْ ِسنًا فَ ِزدْ فِي ِإ ْح،ِعذَا ِبه
َ ع ْن
َ ي َ َ َوأ َ ْنت، َع ْبدُكَ َوا ْب ُن أ َ َمتِكَ احْ ت َا َج ِإ َلى َر ْح َمتِك
ٌّ ِغن َ اللَّ ُه َّم
َ فَتَ َج َاو ْز
ُع ْنه
“ Ya Allah hambaMu dan putra hamba perempuanMu membutuhkan rahmatMu, Engkau
tidak membutuhkan akan siksaannya. Jika dia orang yang baik, tambahilah kebaikannya dan
jika ia orang yang jahat ampunilah kejahatannya” Kemudian hendaklah seseorang berdo’a
sekehendaknya.
Jika mayat seorang anak, do’a yang diajarkan oleh Rasulullah saw adalah sebagai berikut:
>Mengucapkan salam secara sempurna dengan menoleh ke sebelah kanan dan kekiri.
Hal ini didasarkan pada Hadits yang diriwayatkan Ibnul Jarud di atas.
Selain tata cara di atas, shalat jenazah dapat pula dilakukan dengan urutan-urutan sebagai
berikut: Dimulai dengan niat kemudian bertakbir lalu membaca surat al-fatihah dilanjutkan
takbir kedua lalu membaca shalawat atas Nabi Muhammad saw kemudian bertakbir ketiga
lalu berdo’a untuk si mayit kemudian takbir keempat dilanjutkan salam.
ث ُ َّم، يرةِ األُولَى س ًِّرا فِى نَ ْف ِس ِه ِ ث ُ َّم يَ ْق َرأ ُ ِبفَاتِ َح ِة ْال ِكتَا، اإل َما ُم
َ ب بَ ْعدَ التَّ ْك ِب ِ علَى ْال َجنَازَ ةِ أ َ ْن يُ َك ِب َر َّ أ َ َّن السنَّةَ فِى ال
َ ِصالَة
س ِل ُم س ًِّرا َ ت الَ يَ ْق َرأ ُ فِى
َ ُ ث ُ َّم ي، ش ْىءٍ مِ ْن ُه َّن َ ِعا َء ل ِْل َجنَازَ ةِ فِى الت َّ ْكب
ِ يرا َ ِص الد ُ َويُ ْخل-صلى هللا عليه وسلم- علَى النَّبِ ِى َ ص ِلى َ ُي
فِى نَ ْف ِس ِه – رواه البيهقي
Sungguh menurut sunnah dalam menyalatkan jenazah adalah hendaklah seorang imam
bertakbir kemudian membaca surat al fatihah dengan suara lirih setelah takbir pertama
kemudian membaca shalawat atas Nabi saw dan ikhlas mendo’akan bagi mayit pada takbir-
takbir berikutnya dan ia tidak membaca apapun di dalamya (selain mendoakan mayit)
kemudian salam dengan suar lirih (HR al- Baihaqi)
12
Daftar Pustaka
Fikih pengurusan jenazah , Fikih. (2018). dikutip dari Fikih tanggal 7 Februari, 2023, Fikih
pengurusan website:
https://muslim.or.id/43876-fikih-pengurusan-jenazah-1-memandikan-dan-mengkafani.html
Anhar Ansori, 2019, Kuliah Muhammadiyah Gerakan Tajdid Pendekatan Ideologis, Historis,
dan Analisis, Yogyakarta: UAD Press, hlm.65-72.
13