Anda di halaman 1dari 8

Hal yang perlu dilakukan terhadap jenazah yang baru meninggal

1. Memejamkan kedua matanya , Mata orang yang meninggal kadang terbuka karena
ketika ruh dicabut dan keluar dari jasad pandangannya tertuju pada keluarnya ruh
tersebut. Ini berdasarkan hadis riwayat Imam Muslim:
Artinya: “Rasulullah masuk menemui Abu Salamah (yang baru meninggal, pen.) dalam
keadaan matanya terbelalak, maka beliau memejamkannya, kemudian beliau bersabda,
“Sesungguhnya ruh itu bila dicabut maka pandangan mata akan mengikutinya.”
2. Mendoakan Kebaikan, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam setelah memejamkan
mata Abu Salamah berdo’a: “Ya Allah ampunilah Abu Salamah,angkatlah derajatnya di
tengah orang-orang yang mendapatkan petunujuk dan gantilah dalam anak
keturunannya yang ada setelahnya dan ampunilah kami dan dia wahai Tuhan semesta
alam dan luaskanlah kuburnya”
3. Mengikat dagunya dengan serban atau sejenisnya agar mulutnya tidak membuka
terus. Dalil masalah ini adalah dalil nzhar (akal) yang shahih, yaitu di dalamnya
terdapat kemaslahatan yang sangat jelas bagi jenazah, yaitu agar mulutnya tidak terbuka
sehingga tidak dimasuki serangga dan agar tidak menyebabkan jeleknya pemandangan
wajahnya ketika dipandang oleh orang lain. Adapun tata caranya adalah mengikatnya
dengan kain yang lebar dan panjang lagi mencakup seluruh dagunya dan diikatkan
dengan bagian atas kepalanya agar mulutnya tidak terbuka.
4. Melemaskan Persendian. Dalil masalah ini adalah nazhar (akal) yang shahih, yaitu di
dalamnya terdapat kemaslahatan yang sangat jelas bagi jenazah dan orang yang
mengurusnya. Proses pelemasan ini dilakukan ketika jenazah baru meninggal dunia
ketika tubuhnya masih dalam keadaan hangat adapun jika sudah lama atau tubuhnya
sudah dingin maka tidak perlu dilemaskan karena tubuhnya sudah kaku. Apabila kita
lemaskan dalam kondisi jenazah sudah kaku maka akan menyakiti jenazah dan hal ini
tidak diperbolehkan karena Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam bersabda:
“Memecah tulang orang yang telah meninggal dunia adalah seperti memecahnya
dalam keadaan hidup”. Berkata penulis kitab Aunul Ma’bud ketika mengomentari
hadits ini: “Berkata Ath Thibiy: Di dalamnya terdapat isyarat bahwasanya orang yang
meninggal dunia tidak boleh dihinakan sebagaimana ketika masih hidup. Berkata Ibnu
Malik: Dan bahwasanya orang yang meninggal dunia merasa tersakiti .Berkata Ibnu
Hajar: Kelazimannya menunjukkan bahwa ia merasakan kelezatan sebagaimana orang
yang masih hidup. Dan Ibnu Abi Syaibah telah mengeluarkan atsar dari Ibnu Mas’ud ia
berkata: “Menyakiti seorang mukmin ketika telah meninggal dunia seperti
menyakitinya ketika di masa hidupnya”9 .
Adapun caranya adalah sebagai berikut:
 Dilipat lengannya ke pangkal lengannya kemudian dijulurkan lagi
 Dilipat betisnya ke pahanya dan pahanya ke perutnya kemudian dikembalikan lagi
 Jari-jemarinya dilemaskan juga dengan ditekuk dengan lembut
5. Disunahkan melepas semua pakaian yang dikenakan dan meletakkan si mayit di atas
ranjang atau tempat lainnya yang lebih tinggi dari tanah. Juga disunahkan
menghadapkannya ke arah kiblat seperti pada waktu sekarat. Akan lebih baik bila
1
yang melakukan hal itu adalah orang yang paling mengasihinya dari keluarga yang
bermahram dengannya. (Yazid Muttaqin). Setelah seluruh pakaian yang melekat pada
badannya ketika meninggal dunia dilepas lalu ditutupi dengan kain yang menutupi
seluruh jasadnya. ‘Aisyah radhiyallahu ‘anhuma berkata: “Bahwasanya
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika meninggal dunia jasad beliau ditutup
dengan pakaian bergaris ala Yaman” 12. Para ulama’ menjelaskan bahwa hikmah dari
ditutupnya seluruh jasad jenazah adalah agar tidak tersingkap tubuh dan auratnya yang
telah berubah setelah meninggal dunia. Namun orang yang meninggal dunia ketika
ihram tidaklah boleh ditutup wajah dan kepalanya, berdasarkan hadits Ibnu
Abbas radhiyallahu ‘anhuma: “Ketika seseorang tengah melakukan wukuf di Arafah,
tiba-tiba dia terjatuh dari hewan tunggangannya lalu hewan tunggangannya menginjak
lehernya sehingga meninggal. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata:
“Mandikanlah dengan air yang dicampur daun bidara lalu kafanilah dengan dua
potong kain – dan dalam riwayat yang lain: “ dua potong kainnya “- dan jangan diberi
wewangian. Jangan ditutupi kepala dan wajahnya. Sesungguhnya ia akan dibangkitkan
pada hari kiyamat nanti dalam keadaan bertalbiyah.”
6. Menyegerakan Pemakaman, Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu
anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Segerakanlah
pemakaman jenazah. Jika ia termasuk orang-orang yang berbuat kebaikan maka
kalian telah menyajikan kebaikan kepadanya. Dan jika ia bukan termasuk orang yang
berbuat kebaikan maka kalian telah melepaskan kejelekan dari pundak-pundak kalian .”
Berkata pengarang kitab Tharhu at Tastrib syarh at Taqrib: “Perintah menyegerakan di
sini menurut jumhur ulama’ salaf dan mutaakhirin adalah sunnah. Ibnu Qudamah
mengatakan: Tidak ada perselisihan di antara imam-imam ahli ilmu dalam masalah
kesunnahannya”.

7. Segera melunasi hutang-hutangnya. Yakni hutang yang berkaitan dengan hak Allah
seperti: zakat, kafarah, nazar dan lain-lainnya ataupun hutang yang berkaitan dengan
hak anak turun bani Adam semisal hutang dari proses pinjam meminjam, jual beli, upah
pekerja dan lain-lainnya. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam bersabda: “Jiwa
seorang mukmin bergantung dengan utangnya sehingga ditunaikan “. Imam asy
Syaukaniy berkata: “Di dalam hadits tersebut terdapat anjuran untuk menunaikan
hutang orang yang meninggal dunia dan pemberitaan bahwa jiwanya bergantung
dengan hutangnya sehingga ditunaikan.Dan ini terbatasi dengan orang yang memiliki
harta yang dapat dipergunakan untuk menunaikan hutangnya.Adapun orang yang tidak
memiliki harta untuk menunaikan hutangnya maka sungguh telah datang hadits-hadits
yang menunjukkan bahwasanya Allah akan menunaikan hutangnya bahkan ada
beberapa riwayat yang menjelaskan bahwa apabila seseorang memiliki kecintaan untuk
membayar hutangnya ketika meninggal dunia maka Allah akan menanggung penunaian
hutangnya walaupun ia memiliki ahli waris yang tidak mau menunaikan hutangnya”.
Orang yang tidak mau menunaikan hutangnya akan disiksa di kuburnya sebagaimana
disebutkan dalam riwayat yang shahih dari jalur sahabat Jabir bin

2
‘Abdillah radhiyallahu anhu, ia berkata: “Seseorang telah meninggal, lalu kami segera
memandikan, mengkafani, dan memberinya wewangian, kemudian kami mendatangi
Rasulullah agar menshalatinya . Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melangkah
mendekatinya lalu bersabda, ‘Barangkali Sahabat kalian ini masih mempunyai
hutang?’ Orang-orang yang hadir menjawab, ‘Ya ada, sebanyak dua dinar.’Maka
Beliau bersabda: “shalatilah saudara kalian. Abu Qatadah berkata, ‘Ya Rasululla
shalallahu ‘alaihi wa salam , hutangnya menjadi tanggunganku.’Maka beliau
bersabda, ‘Dua dinar hutangnya menjadi tanggunganmu dan murni dibayar dari
hartamu, sedangkan mayit ini terbebas dari hutang itu?’Abu Qatadah berkata, ‘Ya,
benar.’ Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun kemudian menshalatinya.Pada
esok harinya ketika Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam bertemu dengan abu
Qatadah bertanya : “ apa yang dilakukan oleh dua dinar ? Abu Qatadah mengatakan:
Ya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam dia baru meninggal kemarin.Lalu
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam pada esok harinya kembali bertemu dengannya
dan mengatakan , apa yang diperbuat oleh dua dinar ?’ Akhirnya ia menjawab, ‘Aku
telah melunasinya, wahai Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam.’ Kemudian Beliau
shalallahu ‘alaihi wa salam bersabda, ‘Sekarang barulah kulitnya merasa dingin ”.

3
Tata Cara Memandikan

Sebagaimana diketahui bahwa ada empat kewajiban yang mesti dilakukan oleh orang yang masih
hidup terhadap orang yang meninggal atau mayit. Keempat kewajiban itu adalah memandikan,
mengafani, menshalati, dan mengubur.

Memandikan mayit adalah proses yang pertama kali dilakukan dalam memulasara jenazah
sebagai tindakan memuliakan dan membersihkan tubuh si mayit. Tentunya ada aturan dan tata
cara tertentu yang mesti dilakukan dalam memandikan mayit.

Para ulama menyebutkan ada dua cara yang bisa dilakukan dalam memandikan mayit, yakni cara
minimal dan cara sempurna.

Pertama, yakni cara minimal memandikan jenazah yang sudah memenuhi makna mandi dan
cukup untuk memenuhi kewajiban terhadap jenazah.

Secara singkat Syekh Salim bin Sumair Al-Hadlrami menuturkan dalam kitabnya Safînatun
Najâh (Beirut: Darul Minhaj, 2009):

Artinya: “Paling sedikit memandikan mayit adalah dengan meratakan air ke seluruh anggota
badan.”

Sedikit lebih rinci secara teknis cara ini dijelaskan oleh Dr. Musthafa Al-Khin dalam kitab al-
Fiqhul Manhaji (Damaskus: Darul Qalam, 2013) dengan menghilangkan najis yang ada di tubuh
mayit kemudian menyiramkan air secara merata ke tubuhnya. Bila cara ini telah dilakukan
dengan benar dan baik maka mayit bisa dikatakan telah dimandikan dan gugurlah kewajiban
orang yang hidup terhadap si mayit.

Kedua, yakni cara memandikan jenazah secara sempurna sesuai dengan sunnah.

Syekh Salim menuturkan cara kedua ini dengan menjelaskan:

Artinya: “Dan sempurnanya memandikan mayit adalah membasuh kedua pantatnya,


menghilangkan kotoran dari hidungnya, mewudlukannya, menggosok badannya dengan daun
bidara, dan mengguyunya dengan air sebanyak tiga kali.”

Secara teknis Dr. Musthafa Al-Khin menjelaskan cara kedua ini sebagai berikut:

1. Mayit diletakkan di tempat yang sepi di atas tempat yang tinggi seperti papan kayu atau
lainnya dan ditutup auratnya dengan kain. Pada masa sekarang ini di Indonesia sudah ada
alat semacan keranda untuk memandikan jenazah yang terbuat dari bahan uluminium
atau stenlis.
2. Orang yang memandikan memposisikan jenazah duduk sedikit miring ke belakang
dengan ditopang tangan kanannya, sementara tangan kirinya mengurut bagian perut
jenazah dengan penekanan agar apa yang ada di dalamnya keluar. Lalu yang memandikan
membungkus tangan kirinya dengan kain atau sarung tangan dan membasuh lubang
depan dan belakang si mayit. Kemudian membersihkan mulut dan hidungnya lalu
mewudlukannya sebagaimana wudlunya orang hidup.
3. Membasuh kepala dan muka si mayit dengan menggunakan sabun atau lainnya dan
menyisir rambutnya bila memiliki rambut. Bila ada rambut yang tercabut maka
dikembalikan lagi ke asalnya untuk ikut dikuburkan.
4. Membasuh seluruh sisi kanan tubuh dari yang dekat dengan wajah, kemudian berpindah
membasuh sisi kiri badan juga dari yang dekat dengan wajah. Kemudian membasuh
bagian sisi kanan dari yang dekat dengan tengkuk, lalu berpindah membasuh bagian sisi
kiri juga dari yang dekat dengan tengkuk. Dengan cara itu semua orang yang
memandikan meratakan air ke seluruh tubuh si mayit. Ini baru dihitung satu kali basuhan.
Disunahkan mengulangi dua kali lagi sebagaimana basuhan tersebut sehingga sempurna
tiga kali basuhan. Disunahkan pula mencampur sedikit kapur barus di akhir basuhan bila
si mayit bukan orang yang sedang ihram.
4
Syekh Nawawi dalam kitabnya Kâsyifatus Sajâ menuturkan (Jakarta: Darul Kutub Islamiyah,
2008), disunahkan basuhan pertama dengan daun bidara, basuhan kedua menghilangkan daun
bidara tersebut, dan basuhan ketiga dengan air bersih yang diberi sedikit kapur barus yang
sekiranya tidak sampai merubah air. Ketiga basuhan ini dianggap sebagai satu kali basuhan dan
disunahkan mengulanginya dua kali lagi seperti basuhan-basuhan tersebut.

Berikutnya siapakah yang boleh memandikan mayit?

Masih menurut Dr. Musthafa Al-Khin bahwa mayit laki-laki harus dimandikan oleh orang laki-
laki dan sebaliknya mayit perempuan harus dimandikan oleh orang perempuan. Hanya saja
seorang laki-laki boleh memandikan istrinya dan seorang perempuan boleh memandikan
suaminya.

Satu hal yang juga perlu diketahui, bahwa disyariatkannya memandikan mayit adalah dalam
rangka memuliakan dan membersihkannya. Ini wajib dilakukan kepada setiap mayit Muslim
kecuali orang yang mati syahid di dalam peperangan. Wallahu a’lam.

5
Tata Cara Mengafani Jenazah dalam Islam

Salah satu dari empat kewajiban orang yang masih hidup terhadap seorang yang telah meninggal
adalah mengafani. Ini dilakukan setelah mayit atau jenazah dimandikan dan sebelum dishalati.

Dr. Musthafa Al-Khin dalam kitabnya al-Fiqhul Manhaji ‘ala Madzahib al-Imam asy-Syafi’i
menjelaskan tentang hal ini sebagai berikut:

“Mengafani mayit paling sedikit adalah membungkusnya dengan kain yang dapat menutupi
seluruh anggota badan dan menutup kepala bila si mayit bukan orang yang sedang ihram. “

Sedangkan cara mengafani mayit secara sempurna adalah sebagai berikut:

Bila mayitnya seorang laki-laki ia dikafani dengan menggunakan tiga lembar kain putih dimana
masing-masing kain tersebut berukuran cukup lebar dengan panjang sesuai panjang tubuh si
mayit dan dengan lebar yang sekiranya bisa membungkus seluruh tubuh si mayit.

Dimakruhkan mengafani mayit dengan menggunakan kain selain warna putih sebagaimana juga
dimakruhkan menggunakan semacam gamis dan menutup kepalanya dengan semacam surban.
Berdasarkan hadits riwayat Imam Muslim dari Sayidatina Aisyah, beliau berkata

Artinya: “Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam dikafani dengan menggunakan tiga kain putih
sahuliyah dari Kursuf, tidak ada dalam tiga kain itu gamis dan surban.”

Sahuliyah adalah kain putih yang bersih yang hanya dibuat dari bahan katun.Juga sebuah hadits
riwayat Imam Turmudzi dari sahabat Ibnu Abas, bahwa Rasulullah bersabda:

Artinya: “Pakailah pakaianmu yang berwarna putih, karena itu sebaik-baik pakaian kalian, dan
kafani mayit kalian dengannya.”

Adapun bila yang meninggal orang perempuan maka disunahkan mengafaninya dengan
menggunakan lima kain putih. Kelima kain itu berupa satu helai sarung yang menutupi bagian
pusar hingga anggota paling bawah, khimar atau tudung yang menutupi bagian kepala, gamis
yang menutupi bagian atas hingga di bawahnya sarung, dan lembar kain yang bisa membungkus
seluruh jasad mayit. Hal ini didasarkan pada sebuah hadits riwayat Abu Dawud dimana Rasul
memerintahkan agar anak perempuannya, Umi Kulsum, dikafani secara demikian.

Cara mengafani mayit sebagaimana di atas itu diperuntukkan bagi mayit yang tidak sedang
berihram. Bila si mayit adalah orang yang sedang berihram maka bagian kepala wajib dibuka
bila mayitnya laki-laki dan bagian wajah wajib dibuka bila perempuan.

Juga diwajibkan kain kafan yang digunakan adalah dari jenis kain yang ketika masih hidup
diperbolehkan untuk menggunakannya. Karenanya jenazah laki-laki tidak diperbolehkan
dikafani dengan menggunakan kain sutera sebab ketika masih hidup ia juga dilarang
memakainya. Seyogyanya pula pada bagian-bagian yang berlubang dan pada anggota sujud
diberi kapas yang diberi kapur barus dan diikatkan tali dari potongan kain yang nantinya akan
dilepas di kuburan.

6
Tata Cara Melaksanakan Shalat Jenazah

Hukum shalat jenazah atau sembahyang untuk mayyit Muslim adalah fardlu kifayah. Artinya,
wajib dilaksanakan minimal oleh satu orang. Bila secara sengaja sama sekali tak ada yang
menunaikannya maka status dosa menimpa umat Islam secara umum.

Menshalati adalah salah satu kewajiban kifayah selain memandikan jenazah, mengafani, dan
terakhir menguburnya. Secara teknis taa cara shalat jenazah berbeda dari tata cara shalat pada
umumnya, lantaran tak menggunakan gerakan ruku’, i’tidal, dan sujud.
Rukun-rukun yang harus dilaksanakan dalam shalat jenazah antara lain niat, empat kali takbir,
berdiri (bagi orang yang mampu), membaca Surat Al-Fatihah, membaca shalawat atas Nabi SAW
sesudah takbir yang kedua, doa untuk si jenazah sesudah takbir yang ketiga, dan salam.

Berikut tata cara shalat jenazah secara berurutan yang dikutip dari Fashalatan karya Syekh KHR
Asnawi Kudus, salah satu pendiri Nahdlatul Ulama.

Pertama, niat. Niat wajib digetarkan dalam hati. Apabila dilafalkan secara lisan akan berbunyi:
Untuk jenazah laki-laki:

َ‫ضاَ لل تللعاَللى‬
‫ت فلرر ض‬ ‫أأ ل‬
‫صيليِّ لعللىَ هللذا الـلميي ل‬
Untuk jenazah perempuan:

‫أأ ل‬
‫صيليِّ لعللىَ هللذا الـلمييتللة فلرر ض‬
َ‫ضاَ لل تللعاَللى‬
Kedua, takbir dan dilanjutkan dengan membaca Surat al-Fatihah.

Ketiga, takbir lagi dan diteruskan dengan membaca shalawat Nabi:

‫اللمهأمم ل‬
‫ٍ لولعللىَ آلل لسييلدلناَ أملحممدد‬،‫صيل لعللىَ لسييلدلناَ أملحممدد‬
Akan lebih bagus bila disambung:

َ‫ٍ لولعللى‬،‫ٍ لولباَلررك لعللىَ لسييلدلناَ أملحممدد‬،‫ك لحلميدد لملجيدد‬ ‫ٍ إلنم ل‬،‫ٍ لولعللىَ آلل إلربلرالهيلم‬،‫ت لعللىَ إلربلرالهيلم‬ ‫صلمري ل‬
‫لكلماَ ل‬
‫ك لحلميدد‬ ‫ٍ لفيِّ ارللعاَلللميلن إلنم ل‬،‫ٍ لولعللىَ آلل لسييلدلناَ إلربلرالهيلم‬،‫ت لعللىَ لسييلدلناَ إلربلرالهيلم‬‫ٍ لكلماَ لباَلررك ل‬،‫آلل لسييلدلناَ أملحممدد‬
‫لملجيدد‬
Keempat, usai membaca shalawat, takbir lagi dan membaca doa untuk jenazah yang sedang
dishalati:

Untuk jenazah laki-laki:

ٍ،‫ الللهأمم اربلدرلهأ لداضرا لخريضرا لمرن لدالرله‬.‫ف لعرنهأ لوارجلعلل راللجنمةل لمرثلواأه‬ ‫لاللمهأمم ارغفلرر للهأ لواررلحرمهأ لولعاَفلله لوارع أ‬
‫ لاللمهأمم ألركلررم‬.‫ت لخريأر لمرنأزرودل بلله‬‫ك لوألرن ل‬‫ اللمهأمم إلنمهأ نللزلل بل ل‬.‫لولزروضجاَ لخريضرا لمرن لزرولجله لوألرهضل لخريراض لمرن ألرهللله‬
‫أنزوللهأ وويسرع لمردلخللهأ‬
Untuk jenazah perempuan:

‫ الللهأمم اربلدرلهاَ ل لداضرا لخريضرا لمرن‬.َ‫ف لعرنهاَ ل لوارجلعلل راللجنمةل لمرثلواهلا‬ ‫لاللمهأمم ارغفلرر للهاَ ل لواررلحرمهاَ ل لولعاَفللهاَ لوارع أ‬
.َ‫ت لخريأر لمرنأزرودل لبهلا‬ ‫ك لوألرن ل‬ ‫ اللمهأمم إلنمهأ نللزلل بل ل‬.َ‫ٍ لولزروضجاَ لخريضرا لمرن لزرولجلهاَ لوألرهضل لخريراض لمرن ألرهللهلا‬،َ‫لدالرلها‬
‫لاللمهأمم ألركلررم أنزوللهاَ ل وويسرع لمردلخللهاَ ل‬
7
‫‪Kelima, takbir yang keempat kalinya, lalu membaca: Untuk jenazah laki-laki‬‬

‫لبعلده أ ‪:‬‬ ‫اللهألم للتحلررمناَ ألرجلرهأ ولتلرفتللناَ‬


‫‪Untuk jenazah perempuan:‬‬

‫اللهألم للتحلررمناَ ألرجلرهاَ ولتلرفتللناَ لبعلدهاَ‬


‫‪Keenam, mengucapkan salam secara sempurna:‬‬

‫المسللأم لعللريأكرم لولررحلمةأ ال لوبللرلكاَتأهأ‬

‫‪8‬‬

Anda mungkin juga menyukai