Anda di halaman 1dari 18

MATA KULIAH : FIQIH

Dosen Pengampu :
Dr. R. Dedi Supriatna, M.Ag.

Disusun Oleh :
Kelompok 5
• Oban Sobandi
• Rohmansyah
• Wildan F.
• Endang

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM AL-MASTHURIYAH


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur, penyusun panjatkan kehadirat Allah ‫ ﷻ‬yang telah melimpahkan rahmat,
taufik dan hidayah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada
waktunya.

Shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita, baginda Nabi
Muhammad ‫ ﷺ‬, manusia pilihan Allah yang membawa risalah kepada kita, sehingga kita dapat
keluar dari kegelapan menuju cahaya terang, membimbing kita agar kita senantiasa ada di jalan
yang benar, jalan yang diridhoi Allah.

Makalah ini disusun dengan judul “Shalat Beserta Ruang Lingkupnya” yang
insyaAllah akan menambah wawasan pembaca dalam memahami tentang Shalat beserta Ruang
lingkupnya.

Penyusun menyadari bahwa di dalam makalah ini masih banyak kekurangan,


penyusun mengharapkan kritik dan saran pembaca, agar makalah ini lebih baik dan dapat
berguna semaksimal mungkin. Akhir kata, penyusun mengucapkan terimakasih kepada
semua pihak yang telah membantu proses penyusunan dan perbaikan makalah ini.

Sukabumi, 23 September 2022

Penyusun.

i
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................................... 1
A. Latar belakang ................................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................................... 3
A. Pengertian Shalat ............................................................................................................ 3
B. Syarat-syarat Shalat ........................................................................................................ 3
C. Rukun Shalat ................................................................................................................... 8
D. Hal-hal yang membatalkan Shalat ................................................................................ 10
BAB III PENUTUP ................................................................................................................. 12

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Shalat memiliki kedudukan yang agung dalam Islam yang tidak ditandingi oleh
ibadah-ibadah yang lain. Bahkan shalat adalah tiang agama. Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,

‫اد‬
ُ ‫اْل َه‬ َ َْ َ َّ ُ‫ َو َع ُم ْوُده‬،‫َسلَ َم َسلِ َم‬
ِْ ‫ وِذروةُ سنَ ِام ِه‬، ُ‫الصالَة‬ ِ
ْ ‫س ْاْلَ ْم ِر ْاْل ْسالَ ُم َم ْن أ‬
ُ ْ‫َرأ‬
“Pokok perkara adalah Islam. Barang siapa yang masuk Islam, maka ia akan selamat,
tiangnya shalat, dan puncaknya jihad.” (HR. Ahmad, Tirmidzi, Hakim, Ibnu Majah,
dan Baihaqi dalam Asy Syu’ab, dan dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahihul
Jami’ no. 5136)

Shalat adalah ibadah yang pertama kali Allah wajibkan kepada hamba-hamba-Nya.
Allah mewajibkannya secara langsung kepada Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa
sallam pada malam Isra’-Mi’raj tanpa perantara. Anas berkata, “Shalat diwajibkan
kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pada malam Beliau diisrakan berjumlah
lima puluh kali shalat (sehari-semalam), lalu dikurangi menjadi lima kali, kemudian
ada seruan, “Wahai Muhammad! Sesungguhnya ketetapan-Ku tidak dapat dirubah.
Dengan lima kali itu, kamu mendapatkan (pahala) lima puluh kali shalat.” (HR.
Ahmad, Nasa’i, Tirmidzi, dan ia menshahihkannya).

Shalat adalah perkara yang pertama kali dihisab. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam bersabda :

ِ َّ ‫ب َعلَْي ِه الْ َعْب ُد يَ ْوَم الْ ِقيَ َام ِة‬


ْ ‫ َوإِ ْن فَ َس َد‬، ‫صلُ َح َسائُِر َع َمل ِه‬
‫ت فَ َس َد‬ َ ‫ت‬ َ ‫الصالَةُ فَِإ ْن‬
ْ ‫صلُ َح‬ ُ ‫اس‬
َ َ‫أ ََّو ُل َما ُُي‬
‫َسائُِر َع َم ِل‬

“Pertama kali yang dihisab dari seorang hamba pada hari kiamat adalah shalat.
Jika shalatnya baik, maka baiklah seluruh amalnya dan jika shalatnya buruk, maka
buruklah seluruh amalnya.” (HR. Thabrani dalam Al Awsathdan Adh Dhiya dari
Anas, dan dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahihul Jami’ no. 2573).

1
Shalat juga merupakan wasiat terakhir Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam saat
Beliau hendak meninggal dunia, Beliau bersabda,

ِ
ْ ‫الصالَةَ اتَّ ُقوا هللاَ فْي َما َملَ َك‬
‫ت أَْْيَانُ ُكم‬ َّ َ‫لصالَة‬
َّ ‫ا‬

“Jagalah shalat! Jagalah shalat! Dan bertakwalah kepada Allah terhadap budak
yang kalian miliki.” (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah dari Ali, dishahihkan oleh Al
Albani dalam Shahihul Jami’ no. 4614).

B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian dari Shalat?
2. Apa saja Syarat sah dan wajib Shalat?
3. Apa sajakah Rukun Shalat?
4. Apa sajakah hal-hal yang membatalkan shalat?

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Shalat
Shalat adalah rukun Islam yang kedua dan ia merupakan rukun yang sangat
ditekankan (utama) sesudah dua kalimat syahadat. Telah disyari’atkan sebagai
sesempurna dan sebaik-baiknya ibadah. Shalat ini mencakup berbagai macam ibadah:
zikir kepada Allah, tilawah Kitabullah, berdiri menghadap Allah, ruku’, sujud, do’a,
tasbih, dan takbir. Shalat merupakan pokok semua macam ibadah badaniah. Allah telah
menjadikannya fardhu bagi Rasulullah SAW sebagai penutup para rasul pada malam
Mi’raj di langit, berbeda dengan semua syari’at. Hal itu tentu menunjukkan
keagungannya, menekankan tentang wajibnya dan kedudukannya di sisi Allah.
Terdapat sejumlah hadits berkenaan dengan keutamaan dan wajibnya shalat
bagi perorangan. Hukum fardhunya sangat dikenal di dalam agama Islam. Barang siapa
yang mengingkari shalat, ia telah murtad dari agama Islam. Ia dituntut untuk bertobat.
Jika tidak bertobat, ia harus dihukum mati menurut ijma’ kaum muslimin.
Shalat secara etimologis adalah do’a. Allah SWT berfirman dalam surah at-
Taubah ayat 103 yang berbunyi :

‫ك َس َك ٌن‬ ‫ت‬‫و‬‫ل‬ٰ ‫ص‬ َّ


‫ن‬ ِ‫خ ْذ ِمن اَمواِلِِم صدقَة تطَ ِهرهم وت َزكِي ِهم ِِبا وص ِل علَي ِه ْۗم ا‬
َ َ َ ْ ْ َ َ َ َ ْ ْ َُ ْ ُُ ُ ً َ َ ْ َ ْ ْ ُ
ْۗ
‫َِّلُْم َو ٰاّللُ ََِسْي ٌع َعلِْي ٌم‬
Artinya: “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu
membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka.
Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan
Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. (at-Taubah: 103)

Arti shalat secara terminologis adalah ucapan dan perbuatan tertentu yang
diawali dengan takbir dan diakhiri dengan salam. Dinamakan demikian karena
mengandung do’a. Orang yang melakukan shalat tidak lepas dari do’a ibadah, pujian
dan permintaan. Itulah sebabnya dinamakan shalat.

B. Syarat-syarat Shalat
Syarat secara etimologis adalah tanda. Adapun secara terminologis, syarat
adalah apa-apa yang jika tidak ada mengharuskan ketidakadaan dan keberadaannya
tidak mengharuskan keberadaan atau ketiadaannya sendiri. Syarat shalat adalah sesuatu
yang yang jika mampu dilaksanakan tergantung kepadanya keabsahan shalat . Shalat
3
memiliki syarat-syarat yang tidak akan menjadi sah, kecuali dengan syarat-syarat
tersebut. Seseorang yang melakukan shalat tanpa memenuhi syarat-syaratnya shalat,
maka shalatnya tidak diterima. Jika tidak ada atau tidak ada sebagiannya, maka
shalatnya tidak sah.
1. Syarat-syarat wajibnya Shalat
1) Muslim
Jadi, shalat tidak diwajibkan kepada orang kafir, karena di dahulukannya
dua kalimat syahadat adalah syarat dalam perintah shalat, berdasarkan dalil-
dalil berikut: hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Umar r.a, bahwa Rasulullah
SAW bersabda:

‫صلَى ُاهللا َعلَْي ِه‬ َ ‫ال َر ُس ْو َل ِاهللا‬ َ َ‫ق‬: ‫ال‬َ َ‫َع ْن اِبْ ُن عُ َم ْر بِ ْن اخلَطَاب َر ِض َي ُاهللا َعنْ ُه َما ق‬
ِ‫ واَ َّن ُُم َّم ًدا رسو ُل هللا‬, ‫ ِأمرت اَْنُْقَاتِل النَّاس ح ََّّت ي ْشه ُدوا أ ْن ْلَ إلَه إْل هللا‬: ‫وسلَّم‬
ُْ َ َ َ ُ َ َ َ َ َ َ ُ ْ َ ََ
‫ص ُموا ِم ِِن ِد َماءَ ُه ْم و ْأم َوالَهُ ْم‬ ِ ِ َّ ‫ويُِقْي ُموا‬،
َّ ‫ َويُْؤتُوا‬, َ‫الصالَة‬
َ ‫ك َع‬ َ ‫ فَاذا فََعلُوا َذل‬، َ‫الزَكاة‬ َ
) ‫( رواه البُ َخا ِرى َوُم ْسلِ ُم‬.‫و ِح َسابُُه ْم َعلَى ِاهللا‬، ِ ِ ِ ِ
َ ‫اْلَِّبَ ِق اْل ْسالَم‬
Artinya :“Abdullah putra Umar ibnu Khaththab r.a. berkata, “bahwa
Rasulullah SAW bersabda: aku diperintahkan untuk memerangi manusia
sehingga mereka bersyahadat bahwa tiada Tuhan melainkan Allah, dan
bahwa Muhammad itu Rasul Allah, dan mendirikan shalat dan menunaikan
zakat. Apabila mereka telah melakukan itu, maka berarti mereka telah
memelihara jiwa dan harta mereka dariku, selain dikarenakan hak Islam,
sedang hisab mereka terserah kepada Allah”. (HR. Bukhari dan Muslim)

2) Berakal
Jadi, shalat tidak diwajibkan kepada orang gila karena Rasulullah SAW
bersabda :
Artinya: “Pena diangkat dari tiga orang: dari orang tidur hingga ia
bangun, dari anak kecil hingga ia bermimpi, dan dari orang gila hingga ia
berakal.” (Diriwayatkan Abu Dawud dan al- Hakim yang men-shahih-
kannya).

3) Baligh

4
Jadi, shalat tidak di wajibkan kepada anak kecil hingga ia baligh,, karena
Rasulullah SAW sebagaimana sabdanya:
Artinya: “Dari Amr bin Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya, ia
berkata, bahwa Rasulullah SAW bersabda, “perintahkanlah anak-anak
kalian mengerjakan shalat jika mereka mencapai usia tujuh tahun, dan
pukullah18 mereka jika tidak mengerjakannya pada usia sepuluh tahun,
serta pisahkan tempat tidur mereka..” (Diriwayatkan Ahmad dan Abu
Daud)
4) Suci dari haidh dan nifas
Bersih dari darah haid dan darah nifas. Jadi, shalat tidak diwajibkan kepada
wanita yang sedang menjalani masa haid dan wanita yang menjalani masa
nifas, hingga kedua bersih dari kedua darah tersebut.

2. Syarat-syarat Sahnya Shalat


1) Waktunya telah tiba.
Jadi, shalat tidak di wajibkan sebelum waktunya tiba, karena dalil-dalil
berikut,
firman Allah SWT dalam surat an-Nisa’ ayat 103 yang berbunyi :

‫الص ٰلوةَ فَاذْ ُك ُروا ٰاّللَ قِيَ ًاما َّوقُعُ ْوًدا َّو َع ٰلى ُجنُ ْوبِ ُك ْم ۚ فَاِ َذا اطْ َمأْنَْن تُ ْم فَاَقِْي ُموا‬
َّ ‫ضْي تُ ُم‬ ِ
َ َ‫فَا َذا ق‬

‫ْي كِتٰبًا َّم ْوقُ ْو ًت‬ ِِ َّ ‫الص ٰلوةَ ۚ اِ َّن‬


ْ َ‫الص ٰلوةَ َكان‬
َ ْ ‫ت َعلَى الْ ُم ْؤمن‬ َّ
Artinya : Selanjutnya, apabila kamu telah menyelesaikan salat(mu),
ingatlah Allah ketika kamu berdiri, pada waktu duduk dan ketika
berbaring. Kemudian, apabila kamu telah merasa aman, maka
laksanakanlah salat itu (sebagaimana biasa). Sungguh, salat itu adalah
kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.

Penetapan waktu adalah pembatasan. Allah SWT telah menentukan


waktu-waktu shalat. Artinya, Allah SWT menentukan waktu-waktu shalat di
sepanjang rentang waktu. Kaum Muslimin telah berijma’ bahwa shalat lima
waktu itu memiliki waktu-waktunya yang khusus dan terbatas, shalat tidak
diterima jika dilakukan sebelum waktunya.

5
Amirul Mukminin Umar bin Khaththab r.a berkata, “shalat memiliki
waktu-waktu yang telah dipersyaratkan oleh Allah. Maka shalat tidak sah,
melainkan dengan syarat itu. Maka, shalat wajib dilakukan dengan tibanya
waktu. Allah SWT berfirman dalam surah al-Isra’ ayat 78 yang berbunyi:

‫س اِ ٰٰل َغ َس ِق الَّْي ِل َوقُ ْراٰ َن الْ َف ْج ِْۗر اِ َّن قُ ْراٰ َن الْ َف ْج ِر َكا َن‬ ِ ِ َّ ‫اَقِِم‬
ْ ‫الص ٰلوةَ ل ُدلُْوك الش‬
ِ ‫َّم‬

‫َم ْش ُه ْوًدا‬

Artinya : Laksanakanlah salat sejak matahari tergelincir


sampai gelapnya malam dan (laksanakan pula salat) Subuh. Sungguh,
salat subuh itu disaksikan (oleh malaikat).

2) Suci dari Hadats Besar dan Kecil


Yang dimaksud dengan hadas besar ialah keadaan diri seseorang
tidak bersih dan baru dinyatakan bersih apabila ia telah mandi, yaitu
perempuan yang baru selesai haid dan nifas, laki-laki atau perempuan
selesai bersetubuh, keluar mani dan baru masuk Islam. Sedangkan hadas
kecil ialah keadaan diri seseorang dalam sifat tidak bersih dan baru
menjadi bersih bila ia telah berwudhu’ ketika: bangun dari tidur, keluar
sesuatu dari badan melalui dua jalan (keluar angin, kencing atau buang
air besar), dan lain-lain.

3) Suci badan, pakaian dan tempat dari najis

Orang yang shalat harus bersih badannya, pakaiannya dan


tempat shalatnya dari najis. Yang disebut najis itu adalah setiap kotoran
seperti urine dan tinja dan segala sesuatu yang dilarang untuk konsumsi
seperti : darah, khamar dan lainnya. Kotoran yang melekat di badan atau
pakaian atau tempat shalat harus dibersihkan dengan air. Sebagaimana
dalam firman Allah SWT.

َ َ‫َوثِيَاب‬
‫ك فَطَ ِهر‬

6
Artinya: “Dan bersihkanlah pakaianmu.” (Al-Muddassir : 4)

Najis yang sedikit atau yang sukar memeliharanya


(menjaganya), seperti: nanah bisul, darah khitan dan darah berpantik
yang ada di tempatnya diberi keringan untuk dibawa shalat. Kaidah:
“kesukaran itu membawa kemudahan”.

4) Menutup Aurat

Aurat ditutup dengan sesuatu yang dapat menghalangi


terlihatnya warna kulit. Aurat laki-laki antara pusat sampai lutut,
sedangkan aurat perempuan seluruh badannya kecuali muka dan dua
tapak tangan29 . Firman Allah SWT.

‫ي ٰادَ َم ُخذُ ْوا ِز ْينَت َ ُك ْم ِع ْندَ ُك ِل َمس ِْج ٍد َّو ُكلُ ْوا َوا ْش َرب ُْوا َو ََل‬ْْٓ ِ‫ٰيبَن‬
َ‫تُس ِْرفُ ْو ۚا اِنَّهٗ ََل ي ُِحبُّ ْال ُمس ِْرفِيْن‬
Artinya : Wahai anak cucu Adam! Pakailah pakaianmu yang
bagus pada setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah,
tetapi jangan berlebihan. Sungguh, Allah tidak menyukai orang
yang berlebih-lebihan.

Yang dimaksud dengan “pakaian” dalam ayat ini ialah pakaian


untuk shalat. Jadi, tidak sah shalatnya orang yang terbuka auratnya,
sebab hiasan dalam pakaian ialah pakaian yang menutupi aurat.
Rasulullah SAW pernah ditanya tentang shalatnya wanita dengan
menggunakan baju besi dan kerudung tanpa kain luar, maka beliau
bersabda, “jika baju besi menutupi bagian luar kedua telapak kakinya,
maka boleh”.

5) Menghadap Kiblat (Ka`bah)

Sebab shalat tidak sah tanpa menghadap kiblat. Sebagaimana


Allah SWT berfirman dalam surah al-Baqarah ayat 144.

7
‫ٰىها ۖ فَ َوِل‬
‫ض‬ ‫ر‬ ‫ت‬ ‫ة‬‫ل‬
َ ‫ب‬ِ‫ق‬ ‫َّك‬
‫ن‬ ‫ي‬ِ‫ل‬‫و‬ ‫ن‬‫ل‬
َ ‫ف‬ ۚ ‫قد ن رى ت قلُّب وج ِهك ِِف السم ۤا‬
ِ
‫ء‬
َ ْ َ ً ْ َ َ َ ُ َ َ َّ َ ْ َ َ َ َ َٰ ْ َ

‫ث َما ُكْن تُ ْم فَ َولُّْوا ُو ُج ْوَه ُك ْم َشطَْره ْۗ َواِ َّن‬ ْ ‫ك َشطَْر الْ َم ْس ِج ِد‬
ُ ‫اْلََرِام ْۗ َو َحْي‬ َ ‫َو ْج َه‬

‫اْلَ ُّق ِم ْن َّرِبِِ ْم ْۗ َوَما ٰاّللُ بِغَافِ ٍل َع َّما يَ ْع َملُ ْو َن‬


ْ ُ‫ٰب لَيَ ْعلَ ُم ْو َن اَنَّه‬ ِ ِ َّ
َ ‫الذيْ َن اُْوتُوا الْكت‬
Artinya: “Sungguh kami (sering) melihat mukamu menengadah
ke langit maka sungguh kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang
kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan
dimana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan
sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi al Kitab
(Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil
Haram itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak
lengah dari apa yang mereka kerjakan. (QS. al-Baqaarah: 144)

C. Rukun Shalat
Rukun atau fardhu shalat adalah segala perbuatan dan perkataan dalam
shalat yang apabila di tiadakan, maka shalat tidak sah32 . Dalam mazhab Imam
Syafi'i shalat dirumuskan menjadi 13 rukun. Perumusan ini bersifat ilmiah dan
memudahkan bagi kaum muslimin untuk mempelajari dan mengamalkannya.

Hal yang perlu penulis tekankan disini adalah Imam Syafi'i adalah imam
mujtahid yang ilmunya sangat luas dan tidak perlu di ragukan lagi. Begitu pula
dengan murid-muridnya yang mengikuti mazhab Imam Syafi'i adalah imam imam
besar yang luas pula ilmunya.

1) Niat, yaitu sengaja atau menuju sesuatu dibarengi dengan (awal) pekerjaan
tersebut, tempatnya di hati (diucapkan oleh suara hati).
2) Berdiri tegak bagi yang kuasa, berdiri bisa duduk bagi yang lemah,
diutamakan bagi yang lemah duduk iftirasy (pantat berlandaskan rumit dan
betis kaki kiri, sedangkan yang kanan tegak).
3) Takbiratul ihram, diucapkan bagi yang bisa mengucapkan dengan lisannya:
“Allahu Akbar”.

8
4) Membaca al-Fatihah, atau bagi yang tidak hafal surah al-Fatihah, bisa
diganti dengan surah al-Qur’an lainnya. Hal ini baik dalam shalat fardhu
atau sunnah.
5) Ruku’, paling tidak bagi yang kuat adalah berdiiri, badan lurus pada
ruku’nya, letakkan kedua tangan di atas kedua lutut, sekiranya
membungkuk tanpa tegap dengan kadar telapak kedua tangan mencapai
lutut, kalau berkehendak meletakkan tangan pada lutut. Bagi yang tidak
biasa ruku’, maka hendaknya membungkuk atau sesuai dengan kekuatan
fisiknya atau hanya isyarat kedipan mata. Ukuran sempurna dalam ruku’
yaitu meluruskan punggung rata dengan lehernya, seperti satu papan, dan
kedua tulang betis tegak lurus, tangan memegang kedua lutut. Serta
Tuma’ninah, tenang sebentar setelah bergerak dalam ruku’.
6) Bangkit dari ruku’ lalu I’tidal berdiri tegak seperti keadaan semula, yakni
berdiri bagi yang kuat dan duduk tegak bagi yang lemah.
7) Sujud 2x, untuk setiap rakaat, paling tidak bagian dahi mukanya menempel
pada tempat sujud, baik di tanah atau lainnya. Sujud yang sempurna yakni
ketika turun sujud sambil takbir tanpa mengangkat kedua tangan, lalu
menekankan dahinya pada tempat sujud, meletakkan kedua lutut, kemudian
kedua tangan dan disusul dengan dahi dan hidung. Serta tuma’ninah dalam
sujud, sekiranya memperoleh tempat sujud, menurut kadar beratnya kepala.
8) Duduk di antara dua sujud, pada setiap rakaat, itu berlaku bagi yang
shalatnya dalam keadaan berdiri, duduk atau telentang (berbaring). Serta
tuma’ninah, sewaktu duduk di antara 2 sujud.
9) Duduk akhir, yang mengiringi salam (duduk tahiyat).
10) Membaca tasyahud, sewaktu duduk akhir.
11) Membaca shalawat atas Nabi Muhammad SAW.
12) Mengucapkan salam (seraya menoleh ke arah kanan) hukumnya wajib dan
masih dalam keadaan duduk.
13) Tertib yaitu mengerjakan rukun-rukun shalat tersebut34 dengan berurutan.

9
D. Hal-hal yang membatalkan Shalat
Shalat dikatakan batal atau tidak sah apabila salah satu syarat dan rukunnya
tidak dilaksanakan atau ditinggalkan dengan sengaja. Berbagai hal yang dapat
menyebabkan batalnya shalat adalah:

1) Meninggalkan salah satu rukun shalat dengan sengaja Apabila ada salah satu
rukun shalat yang tidak dikerjakan dengan sengaja, maka shalat itu menjadi
batal dengan sendirinya. Misalnya, seseorang tidak membaca surat Al-
Fatihahnlalu langsung rukuk, maka shalatnya menjadi batal.
2) Berhadas Bila seseorang mengalami hadats besar atau kecil, maka batal pula
shalatnya. Baik terjadi tanpa sengaja atau secara sadar.
3) Terkena najis baik badan, pakaian, atau tempat shalat Bila seseorang yang shalat
terkena benda najis, maka secara langsung shalatnya menjadi batal. Namun
yang dijadikan patokan adalah bila najis itu tersentuh tubuhnya atau pakaianya
dan tidak segera ditepis /tampiknya najis tersebut maka batallah shalat tersebut.
4) Dengan sengaja berbicara yang bukan untuk kemashlahatan shalat. Berbicara
dengan sengaja yang di maksud di sini bukanlah berupa bacaanbacaan dalam
Al-Qur’an, dzikir ataupun do’a, akan tetapi merupakan pembicaraan yang
sering dilakukan manusia dalam kehidupan sehariharinya.
5) Terbuka auratnya. Bila seseorang yang sedang melakukan shalat tiba-tiba
terbuka auratnya secara sengaja, maka shalatnya otomatis menjadi batal. Baik
dilakukan dalam waktu yang singkat ataupun terbuka dalam waktu yang lama.
Namun jika auratnya terbuka tanpa di sengaja dan bukan dalam waktu yang
lama, maksudnya hanya terbuka sekilas dan langsung ditutup lagi maka
shalatnya tidak batal.
6) Mengubah niat, misalnya ingin memutuskan shalat Seseorang yang sedang
shalat, lalu tiba-tiba terbetik niat untuk tidak shalat di dalam hatinya, maka saat
itu juga shalatnya telah batal. Sebab niatnya telah rusak. Meski belum
melakukan hal-hal yang membatalkan shalatnya.
7) Banyak bergerak Gerakan yang banyak dan berulang-ulang terus dan bukan
merupakan gerakan yang terdapat dalam shalat. Mazhab Imam Syafi’i
memberikan batasan sampai tiga kali gerakan berturut-turut sehingga seseorang
batal dari shalatnya.

10
8) Membelakangi kiblat 44 Bila seseorang shalat dengan membelakangi kiblat
dengan sengaja, atau di dalam shalatnya melakukan gerakan hingga badanya
bergeser arah hingga membelakangi kiblat, maka shalatnya itu batal dengan
sendirinya.
9) Tertawa sampai terdengar tawanya oleh orang lain Maksudnya adalah tertawa
yang sampai mengeluarkan suara, adapun bila sebatas tersenyum, belumlah
sampai batal shalatnya.
10) Mendahului imam dalam dua rukun shalat, apalagi lebih. Bila seorang
makmum melakukan gerakan mendahului gerakan imam, seperti bangun dari
sujud lebih dulu dari imam, maka batalah shalatnya. Namun bila hal itu terjadi
tanpa sengaja maka tidak termasuk yang membatalkan shalat.
11) Murtad, artinya keluar dari agama Islam Orang yang sedang melakukan shalat,
lalu tiba-tiba murtad, maka batal shalatnya.

11
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Kewajiban dan syi’ar yang paling utama adalah shalat, ia merupakan tiang
Islam dan ibadah harian yang berulang kali. Ia merupakan ibadah yang pertama kali
dihisab atas setiap mukmin pada hari kiamat. Shalat merupakan garis pemisah antara
iman dan kufur’ antara orang-orang beriman dan orang-orang kafir, sebagaimana
ditegaskan oleh Rasulullah dalam hadist-hadistnya sebagai berikut:

“Batas antara seseorang dengan kekufuran adalah meninggalkan shalat. (HR.


Muslim)

“Perjanjian antara kita dengan mereka adalah shalat, maka barangsiapa yang
meninggalkan berarti ia kafir.” (HR- Nasa’i, Tirmidzi dan Ahmad)

Makna hadits ini sangat jelas di kalangan para sahabat RA. Abdullah bin Syaqiq Al
‘Uqaili berkata, “Para sahabat Nabi SAW tidak melihat sesuatu dari amal ibadah yang
meninggalkannya adalah kufur selain shalat.” (HR. Tirmidzi)

Tidak heran jika Al Qur’an telah menjadikan shalat itu sebagai pembukaan
sifat-sifat orang yang beriman yang akan memperoleh kebahagiaan dan sekaligus
menjadi penutup. Pada awalnya Allah berfirman:

“Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-


orang yang khusu’ dalam shalatnya.” (Al Mu’minun: 9)

Ini menunjukkan pentingnya kedudukan shalat dalam kehidupan seorang


Muslim dan masyarakat Islam.

Al Qur’an juga menganggap bahwa menelantarkan (mengabaikan) shalat itu


termasuk sifat-sifat masyarakat yang tersesat dan menyimpang. Adapun terus menerus
mengabaikan shalat dan menghina keberadaannya, maka itu termasuk ciri-ciri
masyarakat kafir. Allah SWT berfirman:

“Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (generasi) yang menyia-nyiakan


shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui
kesesatan.” (Maryam: 59)

12
13
DAFTAR PUSTAKA

Hadi, S. (2012). Buku Panduan Shalat Lengkap. Semarang: PT. Karya Toga.
Rifai, M. (2014). Risalah Tuntunan Shalat Lengkap. Semarang: Wahyu Media.

14

Anda mungkin juga menyukai