Anda di halaman 1dari 34

MAKALAH

SHALAT FARDHU DAN SHALAT JUMAT

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas kelompok pada mata kuliah Akhlak

DISUSUN OLEH:

• Ratna Wulan
• Teti Nuryani
• Tanti Rustianti

DOSEN :

Dr. R. Dedi Supriatna, M.Ag.

SEKOLAH TINGGI AGAM ISLAM AL-MASTHURIYAH


PROGRAM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SUKABUMI
2022
KATA PENGANTAR

Puji Syukur penulis panjatkan atas Kehadirat Allah SWT. Yang senantiasa
memberikan taufik dan hidayah-Nya. Tidak lupa shalawat serta salam penulis
limpahkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW, sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah ini dengan judul ”SHALAT FARDU DAN SHALAT
JUM'AT”

Maksud dari penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas
kelompok pada pelajaran Fiqih Ibadah, PROGRAM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih terdapat banyak
kekurangan, sehingga belum mencapai kesempurnaan yang diharapkan, oleh karena itu
penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak. Akhir kata
penulis mengharapkan semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Sukabumi, 21 september 2022

Penyusun

II
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................. II


DAFTAR ISI.......................................................................................................................... III
BAB I ......................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................................... 1
1.3 Maksud dan Tujun ....................................................................................................... 1
BAB II ....................................................................................................................................... 2
PEMBAHASAN ....................................................................................................................... 2
2.1 Pengertian Shalat ......................................................................................................... 2
2.2 Waktu-waktu Shalat Fardhu ........................................................................................ 5
2.3 Waktu yang diharamkan shalat ................................................................................. 10
2.4 Syarat-syarat shalat fardhu ........................................................................................ 11
2.5 Rukun-rukun Shalat Fardhu ...................................................................................... 15
2.6 Sunnah-sunnah Shalat ............................................................................................... 19
1. Sunnah Ab’adh .......................................................................................................... 19
2. Sunnah Hai’at ............................................................................................................ 20
2.7 Yang Membatalakan Shalat ...................................................................................... 21
2.8 Yang Tidak Membatalkan Shalat .............................................................................. 23
2.9 Shalat Jumat .............................................................................................................. 24
1. Hukum Shalat Jumat ................................................................................................. 25
2. Syarat-syarat Shalat Jumat ........................................................................................ 26
3. Golongan orang yang wajib melaksanakan shalat Jum'at ......................................... 26
4. Tata Cara Shalat Jumat .............................................................................................. 27
5. Keutamaan Shalat Jumat ........................................................................................... 28
BAB III.................................................................................................................................... 30
PENUTUP............................................................................................................................... 30
3.1 Kesimpulan ............................................................................................................ 30
DAFATAR PUSTAKA .......................................................................................................... 31

III
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Shalat lima waktu merupakan latihan pembinaan disiplin pribadi, untuk secara
teratur dan terus menerus melaksanakannya pada waktu yang ditentukan dan sesuai
dengan rukunnya sehingga akan terbentuk kedisiplinan pada diri individu tersebut.
Ibadah shalat tidak dapat dilakukan begitu saja, melainkan harus dipelajari tata cara dan
praktiknya sebagaimana yang telah Rasulullah SAW contohkan.
Adapun manfaat dari melaksanakan shalat menurut Imam Ja’far Al-Shadiq
antara lain yaitu mengajarkan bagaimana agar kita selalu mengawali suatu perbuatan
dengan niat yang baik, dan ini bisa tercermin dari sebelum memulai shalat kita harus
selalu mengawalinya dengan niat. Selain itu manfaat shalat yang lainnya yaitu dapat
memperkuat iman, membangun akhlak yang baik dan moralitas yang tinggi,
mengajarkan tentang kesabaran, serta dapat mencegah dari segala perbuatan yang keji
dan mungkar (QS. Al-Ankabut/29:45).

1.2 Rumusan Masalah

• Apa Itu shalat?


• Kapan shalat dilaksanakan?
• Apa syarat, dan rukun-rukun shalat?
• Apa sunah-sunah shalat?
• Apa yang membatalakan shalat?
• Apa itu shalat jumat?

1.3 Maksud dan Tujun

• Untuk mengetahui pengertian shalat


• Untuk mengetahui waktu-waktu shalat
• Untuk mengetahui syarat, rukun-rukun, serta sunah-sunah shalat
• Untuk memngetahui hal-hal yang membatalkan shalat
• Untuk mengetahui pengertian shalat jumat

1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Shalat

Secara bahasa shalat bermakna doa. Kata shalat dengan makna doa dicontohkan
di dalam Al-Quran Al-Kariem pada ayat berikut ini.

‫علَ ْي ِه ْم‬
َ ‫ص َّل‬
َ ‫ط َّه ُر ُه ْم بِ َها َو‬ َ ‫ُح ْذ ِم ْن ا َ ْم َوا ِل ِه ْم‬
َ ُ ‫صدَ قَة ت‬
Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu
membersihkan dan mensucikan mereka dan shalatlah (doakanlah mereka). (QS. At-
Taubah : 103)
Dalam ayat ini, kata shalat yang dimaksud sama sekali bukan dalam makna
syariat, melainkan dalam makna bahasanya secara asli yaitu berdoa.
Adapun menurut istilah dalam ilmu syariah, oleh para ulama, shalat
didefinisikan sebagai :

َ ِ‫أ َ ْق َوا ٌل أ َ ْفعَا ٌل ُم ْفتَت َ َحةٌ بِاالت َّ ْكبي ِْر ُم ْخت َت َ َمةٌ بِات َّ ْس ِلي ِْم َم َع النَّيَّ ِة بِش ََرا ئ‬
‫ط‬
‫صة‬ ُ ‫َم ْخ‬
َ ‫ص ْو‬
Serangkaian ucapan dan gerakan yang tertentu yang dimulai dengan takbir dan
diakhiri dengan salam, dikerjakan dengan niat dan syarat-syarat tertentu..

Al-Hanafiyah punya pengertian sendiri tentang definisi shalat, yaitu :

‫س ُج ْو ِد‬ ُّ ‫ي ا ْس ٌم ِل َه ِذ ِه ْاْلَ ْفعَال ْال َم ْعلُ ْو َم ِة ِمنَ ْال ِقيَا ِم َو‬


ُّ ‫الر ُك ْوعِ َوال‬ َ ِِ ‫ه‬
Nama untuk serangkaian perbuatan yang sudah dikenal, di antaranya berdiri,
ruku' dan sujud.

Shalat adalah ibadah yang telah disyariatkan sejak masa yang lama, kepada
semua nabi dan ummatnya, di semua peradaban dan masa. Juga sudah disyariatkan
sejak awal mula turun wahyu di masa kenabian Muhammad SAW. Dan akhirnya
disempurnakan lagi pada peristiwa Mi'raj ke Sidratil Muntaha.

‫ف‬
ِ ‫ش َما ِئ ِلنَا‬
َ ‫ع‬
َ ‫لى‬
َ ‫ع‬َ ‫ْع ا َ ْي َما ِننَا‬
ِ ‫س ُح ْو ِرنَا َو َوض‬ ِ ‫ا ِِنَّا َم َعا ِش َر ْاْلَ ْن ِب َي‬
َ ‫اء ا ُ ِم ْرنَا ِبت َ ْع ِج ْي ِل‬
ِ‫صالَة‬
َّ ‫ال‬

2
Sesungguhnya kami para nabi telah diperintahkan untuk mengakhirkan sahur,
mempercepat berbuka puasa, dan meletakkan tangan kanan kami di atas tangan kiri
dalam shalat (HR. At-Thabrani).
Meski kita sebagai umat Islam tidak mengakui Bible sebagai kitab suci, namun
kalau kita mau teliti, di dalamnya juga ada isyarat yang menjadi petunjuk adanya syariat
shalat kepada para nabi terdahulu sebelum nabi Muhammad SAW. Tentu tidak lengkap
pencatatannya, tapi masih dapat ditelusuri, antara lain :
a. Shalat Nabi Musa
Segera Musa berlutut ke tanah, lalu sujud menyembah, seraya berkata :"Jika aku
telah mendapat kasih....... " Keluaran 34:8-9
b. Shalat Nabi Sulaiman (Salomo)
Kemudian berdirilah Salomo di depan mezhab Tuhan, dan ditadahkanlah tangannya
ke langit, lalu ia berkata : "Ya Tuhan Allah Israel.........." I Raja2 8 :22
c. Shalat Nabi Yusak (Yosua)
Jawabnya : "Bukan, tetapi akulah panglima bala tentara Tuhan, sekarang aku
datang. "Lalu sujudlah Yosua dengan mukanya ke tanah, menyembah dan berkata
"Apakah yang akan dikatakan kepada............ Yosua 5 :14
d. Shalat Nabi Ayub
Maka berdirilah Ayub, lalu mengoyak jubahnya dan mencukur kepalanya kemudian
sujudlah ia dan menyembah...........” Ayub 1 : 20-21
e. Shalat Nabi Isa
Maka Ia maju sedikit, lalu sujud dan berdoa, katanya: "Ya Bapa-Ku, jikalau
sekiranya mungkin biarlah cawan....Matius 26:39 Yesus berlutut dan berdoa.......
Lukas 22: 41-41 Yesus merebahkan diri ketanah dan berdoa..... Markus 14: 35- 6
f. Shalat orang Israel (yahudi)
Lalu berlututlah bangsa itu dan sujud menyembah..... Keluaran 12 : 27-28
Berlutulah mereka diatas lantai dengan muka mereka sampai ke tanah, lalu sujud
menyembah dan ......... II Tawarikh 7:3

Dari keterangan diatas, dapat disimpulkan bahwa gerakan shalat para nabi
terdahulu juga bangsa Yahudi, versi Bible adalah berdiri, berlutut, sujud, menyembah,
menengadahkan tangan dan berdoa memuji kebesaran Tuhan dan meminta pertolongan.

Selama ini tidak jarang orang yang mengira bahwa shalat baru disyariatkan
kepada umat Islam semenjak terjadinya peristiwa mi’raj ke Sidratil Muntaha.

3
Anggapan ini tidak keliru sepenuhnya, namun yang sesungguhnya bahwa persitiwa
Mikraj itu untuk menyempurnakan syariat shalat dan mewajibkan shalat lima waktu.
Sebelum shalat lima waktu yang wajib disyariatkan, sesungguhnya Rasulullah SAW
dan para shahabat sudah disyariatkan untuk menjalankan ibadah shalat. Hanya saja
ibadah shalat itu belum seperti shalat 5 waktu yang disyariatkan sekarang ini.

‫ي َِا اَيُّ َها ْال ُم َّز َّم ُل قُ ِم اللَّ ْي َل ا َِّْلَ قَ ِلي َْال‬
Wahai orang-orang yang berselimut, bangunlah (shalatlah) di sepanjang
malam kecuali sedikit (QS. Al-Muzzammil : 1-2).

Ayat-ayat ini, oleh para mufassirin, disebut-sbut sebagai ayat yang turun kedua
kali setelah kali yang pertama, yaitu lima ayat awal surat Al-'Alaq. Aisyah
radhiyallahuanha menyebutkan bahwa ayat itu menjadi dasar bahwa dahulu Rasulullah
SAW dan para shahabat telah menjalankan ibadah shalat di malam hari sebagai
kewajiban. Setidaknya selama setahun sebelum kewajiban shalat malam itu
diringankan menjadi shalat sunnah. Sedangkan Said bin Jubair mengatakan bahwa
Rasulullah SAW dan para shahabat difardhukan melakukan shalat malam selama 10
tahun lamanya.

Shalat diwajibkan dengan dalil yang qath'i dari Al-Quran, As-Sunnah dan Ijma’
umat Islam sepanjang zaman. Tidak ada yang menolak kewajiban shalat kecuali orang-
orang kafir atau zindiq.
Sebab semua dalil yang ada menunjukkan kewajiban shalat secara mutlak
untuk semua orang yang mengaku beragama Islam yang sudah baligh. Bahkan anak
kecil sekalipun diperintahkan untuk melakukan shalat ketika berusia 7 tahun. Dan boleh
dipukul bila masih tidak mau shalat usia 10 tahun, meski belum baligh.
pada malam mi'raj disyariatkan shalat 5 kali dalam sehari semalam yang asalnya
50 kali. Peristiwa ini dicatat dalam sejarah terjadi pada tanggal 27 Rajab tahun ke5
sebelum peristiwa hijrah Nabi SAW ke Madinah.

Allah SWT berfirman di dalam Al-Quran Al-Kariem

َّ ‫ار َكعُ ْوا َم َع‬


َ‫الرا ِك ِعيْن‬ َّ ‫صالَة َ َو َءات ُ ْو‬
ْ ‫االز َكاة َ َو‬ َّ ‫َواَقِ ُم ْو ال‬
Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang
yang ruku.(QS. Al-Baqarah : 43)

4
‫علَى ْال ُمؤْ ِمنِيْنَ ِكت َابا َم ْوقُ ْوتا‬ ْ ‫صالَة َ َكان‬
َ ‫َت‬ َّ ‫ا َِّن ال‬
Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-
orang yang beriman. (QS. An-Nisa : 103)

Sebagian dari mazhab Al-Hanafiyah mengatakan bahwa shalat disyariatkan


pada malam mi’raj, namun bukan 5 tahun sebelum hijrah, melainkan pada tanggal 17
Ramadhan, satu setengah tahun sebelum hijrah nabi.

2.2 Waktu-waktu Shalat Fardhu

Shalat fardhu hanya sah dan boleh dikerjakan pada waktu-waktu yang sudah
ditetapkan oleh Allah SWT. Bila shalat itu dikerjakan di luar waktu yang telah
ditetapkan dengan sengaja, tanpa udzur syar'i, maka hukumnya tidak sah.
Semua itu dengan pengecualian, yaitu bila ada uzur tertentu yang memang
secara syariah bisa diterima. Seperti mengerjakan shalat dengan dijama' pada waktu
shalat lainnya. Atau shalat buat orang yang terlupa atau tertidur, maka pada saat sadar
dan mengetahui ada shalat yang luput, dia wajib mengerjakannya meski sudah keluar
dari waktunya.
Ada pun bila mengerjakan shalat di luar waktunya dengan sengaja dan di luar
ketentuan yang dibenarkan syariat, maka shalat itu menjadi tidak sah.
Dari isyarat dalam Al-Quran serta keterangan yang lebih jelas dari hadits-hadits
nabawi, para ulama kemudian menyusun tulisan dan karya ilmiah untuk lebih jauh
mendiskripsikan apa yang mereka pahami dari nash-nash itu. Maka kita dapati deskripsi
yang jauh lebih jelas dalam kitab-kitab fiqih yang menjadi masterpiece para fuqaha.
Diantaranya yang bisa disebutkan adalah :
• Kitab Fathul Qadir jilid 1 halaman 151-160.
• Kitab Ad-Dur Al-Mukhtar jilid 1 halaman 331 s/d 343.
• Kitab Al-Lubab jilid 1 halaman 59 – 62.
• Kitab Al-Qawanin Al-Fiqhiyah halaman 43.
• Kitab Asy-Syarhu Ash-Shaghir jilid 1 halaman 219-338.
• Kitab Asy-Syarhul-Kabir jilid 1 halaman 176-181.
• Kitab Mughni Al-Muhtaj jilid 1 halaman 121 – 127.
• Kitab Al-Muhadzdzab jilid 1 halaman 51 – 54.
• Kitab Kasysyaf Al-Qanna' jilid 1 halaman 289 - 298.

5
Di dalam kitab-kitab itu kita dapati keterangan yang jauh lebih spesifik tentang
waktu-waktu shalat. Kesimpulan dari semua keterangan itu adalah sebagai berikut.

Lima waktu shalat fardhu biasanya disebutkan dengan urutan : Zhuhur, Ashar,
Maghrib, Isya’ dan Shubuh. Dasar yang digunakan para ulama dalam membuat urutan
itu adalah berdasarkan urutan pensyariatannya. Ketika Rasulullah SAW menerima
perintah shalat 5 waktu di malam mi’raj beliau, Allah SWT belum mendiskripsikan
shalat apa saja yang harus dikerjakan. Juga belum ada penjelasan tentang nama-nama
shalat serta kapan waktu yang ditetapkan untuk shalat-shalat itu. Seusai mi’raj, beliau
SAW pulang ke rumah tanpa membawa detail rincian shalat.

Barulah keesokan harinya, ketika matahari berada di atas kepala, datanglah


malaikat Jibril ‘alaihissam kepada beliau dan mulai menjelaskan shalat apa saja yang
harus dikerjakan, beserta waktu yang ditentukan. Dan shalat yang pertama kali
dijelaskan dan dikerjakan adalah mulai dari Shalat Zhuhur.

1. Waktu shalat dzuhur


Waktu Shalat Zhuhur Dimulai sejak matahari tepat berada di atas kepala namun
sudah mulai agak condong ke arah barat. Istilah yang sering digunakan dalam
terjemahan bahasa Indonesia adalah 'tergelincirnya' matahari, sebagai terjemahan
bebas dari kata zawalus syamsi (‫ الشمس زوال‬.(Namun istilah ini seringkali
membingungkan, karena kalau dikatakan bahwa 'matahari tergelincir', sebagian
orang akan berkerut keningnya.
Zawalusy-syamsi adalah waktu dimana posisi matahari ada di atas kepala kita,
namun sedikit sudah mulai bergerak ke arah barat. Jadi tidak tepat di atas kepala.
Dan waktu untuk shalat zhuhur ini berakhir ketika panjang bayangan suatu
benda menjadi sama dengan panjang benda itu sendiri. Misalnya kita menancapkan
tongkat yang tingginya 1 meter di bawah sinar matahari pada permukaan tanah yang
rata. Bayangan tongkat itu semakin lama akan semakin panjang seiring dengan
semakin bergeraknya matahari ke arah barat. Begitu panjang bayangannya
mencapai 1 meter, maka pada saat itulah waktu Zhuhur berakhir dan masuklah
waktu shalat Ashar.
Namun shalat Zhuhur hukumnya mustahab saat siang sedang panas-panasnya
untuk diundurkan beberapa waktu. Tujuannya agar meringankan dan bisa
menambah khusyu’. Dalilnya adalah sabda Rasulullah SAW berikut ini :

6
َّ ‫اِذَا ا ْشتَدَّ البَ ْردُ بَ َّك َر بِال‬
َّ ‫صالَةِ َواِذَا ْشتَدَّ ال َح ُّر اَب َْردَ بِال‬
‫صالَة‬
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata bahwa Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam bila dingin sedang menyengat, menyegerakan shalat. Tapi bila panas
sedang menyengat, beliau mengundurkan shalat. (HR. Bukhari).
2. Waktu shalat ashar
Waktu shalat Ashar dimulai tepat ketika waktu shalat Zhuhur sudah habis, yaitu
semenjak panjang bayangan suatu benda menjadi sama panjangnya dengan panjang
benda itu sendiri. Dan selesainya waktu shalat Ashar ketika matahari tenggelam di
ufuk barat. Dalil yang menujukkan hal itu

ْ ‫س ا َ ْد َر َك ال َع‬
-‫ص َر‬ ُ ‫ش ْم‬ ْ ‫َم ْن ا َ ْد َر َك َر ْك َعة ِم ْن ال َع‬
َّ ‫ص ِر قَ ْب َل ا َ ْن ت َ ْغ ُربَال‬

‫علَ ْي ِه‬
َ ‫ُمتَّفَ ٌق‬
Dari Abi Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata bahwa Rasulullah SAW
bersabda,"Dan orang yang mendapatkan satu rakaat shalat Ashar sebelum
matahari terbenam, maka dia termasuk mendapatkan shalat Ashar". (HR. Muttafaq
‘alaihi).

Namun jumhur ulama mengatakan bahwa dimakruhkan melakukan shalat Ashar


tatkala sinar matahari sudah mulai menguning yang menandakan sebentar lagi akan
terbenam. Sebab ada hadits nabi yang menyebutkan bahwa shalat di waktu itu
adalah shalatnya orang munafiq.

ْ ‫تى اِذَا َكان‬


‫َت بَ ْينَ قَ ْرنَي‬ َ ‫س َح‬ ُ ُ‫س يَ ْرق‬
َّ ‫ب ال‬
َ ‫ش ْم‬ ِ ِ‫صالَة ُ ْال ُمنَا ف‬
ُ ‫ق يَج ِل‬ َ ‫تِ ْل َك‬
‫ام فَنَقَ َرهَا ا َ ْربَعا ْلَيَ ْذ ُك ُر ه‬
‫ّٰللاَ اِْلَّ قَا ِليْال‬ َ ‫ش ْي‬
َ َ‫طانَ ق‬ َّ ‫ال‬
Dari anas bin malik RA berkata “aku mendengar Rasulullah saw bersabda,”itu
adalah shalatnya orang munafik yang duduk menghadap matahari hingga saat matahari
berada diantara dua tanduk setan,dia berdiri dan membungkuk empat kali,tidak
menyebut nama allah kecuali sedikit”.(HR.jamaah kecuali bukhori dan ibnu majah).

3. Waktu shalat magrib


Sudah menjadi ijma' (kesepakatan) para ulama bahwa waktu shalat Maghrib
dimulai sejak terbenamnya matahari. Terbenamnya matahari adalah sejak

7
hilangnya semua bulatan matahari di telan bumi dan berakhir hingga hilangnya
syafaq (mega merah). Dalilnya adalah sabda Rasulullah SAW :

ِ ‫صالَةِ ْال َم ْغ ِر‬


َّ ‫ب َملَ ْم يَ ِغبْ ال‬
‫شفَ ُق‬ َ ُ‫َو ْقت‬
Dari Abdullah bin Amar radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah SAW
bersabda,"Waktu Maghrib sampai hilangnya shafaq (mega)". (HR. Muslim).
Istilah 'syafaq' menurut para ulama seperti Al-Hanabilah dan As-Syafi'iyah
adalah mega yang berwarna kemerahan setelah terbenamnya matahari di ufuk barat.
Sedangkan Abu Hanifah berpendapat bahwa 'syafaq' adalah warna keputihan yang
berada di ufuk barat dan masih ada meski mega yang berwarna merah telah hilang.
Dalil beliau adalah :
Dari Abi Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah SAW bersabda,"Dan
akhir waktu Maghrib adalah hingga langit menjadi hitam". (HR. Tirmizy).
4. Waktu isya
Waktu shalat Isya’ dimulai sejak berakhirnya waktu maghrib, dan terus
berlangsung sepanjang malam hingga dini hari tatkala fajar shadiq terbit. Dasarnya
adalah ketetapan dari nash yang menyebutkan bahwa setiap waktu shalat itu
memanjang dari berakhirnya waktu shalat sebelumnya hingga masuknya waktu
shalat berikutnya, kecuali shalat shubuh.

‫تى‬ ُ ‫ اِنَّ َما الت َّ ْف ِر ْي‬: ‫للا قَا َل‬


ّ ‫ط ا َ ْن ي َُؤ َّخ َر ال‬
َ ‫صالَة َ َح‬ ِ ‫سو‬ ُ ‫ع َِ ْن اَب ِب ْي قَت َادَة َ ا َ َّن َر‬
‫َي ْد ُخ َل َو ْقتُ ْاْلُ ْخ َر ا َ ْخ َرحهُ ُم ْس ِل ْم‬
Dari Abi Qatadah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah SAW
bersabda,"Tidaklah tidur itu menjadi tafrith, namun tafrith itu bagi orang yang
belum shalat hingga datang waktu shalat berikutnya". (HR. Muslim).

Sedangkan waktu mukhtar (pilihan) untuk shalat 'Isya' adalah sejak masuk
waktu hingga 1/3 malam atau tengah malam, atas dasar hadits berikut ini.

ُ‫ اِنَّه‬: ‫صلَّى َوقَ َل‬


َ َ‫عا َّمةُ الّل ْي ِل ث ُ َّم خ ََر َج ف‬ َ ‫ات لَ ْيلَ ِة با ْل َعشَا ِء َحتَّى ذَه‬
َ ‫َب‬ َ َ‫ذ‬
‫علَى ا ُ َّمتِ ْي رواه مسلم‬ ُ َ ‫لَ َو ْقت ُ َها لَو ْلَ ا َ ْن ا‬
َ ‫ش َّق‬
Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata bahwa Rasulullah SAW menunda
shalat Isya' hingga lewat tengah malam, kemudian beliau keluar dan melakukan

8
shalat. Lantas beliau bersabda,"Sesungguhnya itu adalah waktunya, seandainya
aku tidak memberatkan umatku.". (HR. Muslim)

5. Waktu subuh
Seringkali orang terkecoh dengan dua istilah, yaitu shalat Fajr dan shalat
shubuh. Padahal sesunguhnya keduanya adalah satu. Shalat Fajr itu adalah shalat
shubuh dan shalat shubuh adalah shalat Fajr.
Orang-orang di Hijaz (Jazirah Arabia) terbiasa menyebut shalat shubuh dengan
istilah shalat Fajr. Sedangkan bangsa Indonesia terbiasa menggunakan istilah shalat
shubuh. Namun keduanya satu juga, itu itu juga. Waktu shalat Fajr atau shalat
shubuh dimulai sejak terbitnya fajar shadiq hingga terbitnya matahari.
Fajr atau dalam bahasa Indonesianya menjadi fajar bukanlah matahari.
Sehingga ketika disebutkan terbit fajar, bukanlah terbitnya matahari. Fajar adalah
cahaya putih agak terang yang menyebar di ufuk Timur yang muncul beberapa saat
sebelum matahari terbit.
Waktu shubuh (dan juga waktu Isya') amat berhubungan dengan adanya
pembiasan sinar matahari oleh atmosfer bumi. Seandainya tidak ada atmosfer di
bumi, maka begitu matahari terbenam langit akan gelap sama sekali, atau sebelum
matahari terbit langit juga masih gelap sama sekali. Seperti terbenamnya matahari
bila kita berada di bulan yang tidak punya atmosfir.
Karena adanya atmosfer itulah, sinar matahari yang berada di bawah ufuk masih
mampu dibiaskan oleh atmosfer bumi sehingga langit masih agak terang, belum
gelap sama sekali. Dan sebaliknya, meski matahari belum muncul di ufuk Timur,
namun oleh atmosfir bumi, sinarnya sudah dibiaskan terlebih dahulu, sehingga
langit (sebenarnya atmosfir bumi) sudah mengalami terang terlebih dahulu,
sebelum daratannya.
Kalau kedalaman matahari di bawah ufuk belum melebihi batas astronomical
twilight, maka belum ada intensitas cahaya matahari yang ada di langit. Langit
masih gelap, dan saat itu belum masih waktu shubuh.
Di dalam syariah, kita mengenal ada dua macam fajar, yaitu fajar kazib dan fajar
shadiq.
• Fajar Kadzib
Fajar kazib adalah fajar yang 'bohong' sesuai dengan namanya.
Maksudnya, pada saat dini hari menjelang pagi, ada cahaya agak terang yang

9
memanjang dan mengarah ke atas di tengah di langit. Bentuknya seperti ekor
sirhan (srigala), kemudian langit menjadi gelap kembali.
Fajar kadzib berupa cahaya putih yang muncul secara vertikal (dari
bawah ke atas atau timur ke barat). Cahaya ini tidak muncul secara merata di
ufuk timur, artinya ada sisi ufuk yang gelap dan ada yang terkena cahaya.
Setelah itu, alam kembali menjadi gelap karena fajar telah menghilang.
Fenomena ini dikenal dengan fajar kadzib.
▪ Fajar Shadiq
Sedangkan fajar yang kedua adalah fajar shadiq, yaitu fajar yang benar-
benar fajar. Bentuknya berupa cahaya putih agak terang yang menyebar di ufuk
Timur. Munculnya beberapa saat sebelum matahari terbit. Fajar ini menandakan
masuknya waktu shalat Shubuh.
Bedanya dengan fajar yang kadzib, fajar shadiq ini diikuti dengan
cahaya yang semakin terang, dan semakin terang hingga terbitlah matahari.
Menurut Ibn Jarir Ath-Thabari, sifat sinar Subuh yang terang itu menyebar dan
meluas di langit, sinarnya atau terang cahayanya memenuhi dunia, hingga
memperlihatkan jalan-jalan menjadi jelas.
Jadi ada dua kali fajar sebelum matahari terbit. Fajar yang pertama disebut
dengan fajar kazib dan fajar yang kedua disebut dengan fajar shadiq. Selang
beberapa saat setelah fajar shadiq, barulah terbit matahari yang menandakan
habisnya waktu shubuh. Di antara fajar shadiq dan terbitnya matahari itulah
waktu untuk melaksanakan shalat Shubuh.
Di dalam hadits disebutkan tentang kedua fajar ini.
ْ َ ‫طلُو ع ْالفَجْ ِر َما لَ ْم ت‬
‫س رواه مس‬ َّ ‫طلُ ْع ال‬
ُ ‫ش ْم‬ ِ ُ ‫ْح ِم ْن‬ َ ُ‫َو ْقت‬
ُّ ‫صالَةِ ال‬
ِ ‫صب‬
Dari Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah SAW
bersabda,"Dan waktu shalat shubuh dari terbitnya fajar (shadiq) sampai
sebelum terbitnya matahari". (HR. Muslim).

2.3 Waktu yang diharamkan shalat

Ada lima waktu dalam sehari semalam yang diharamkan atau dimakruhkan bagi kita
untuk melakukan shalat di dalamnya.
1. Saat Matahari Terbit

10
Saat mahatari sedang dalam proses terbit dari balik bumi hingga menyembul
seluruh bulatannya di ufuk adalah waktu yang terlarang bagi kita untuk melakukan
shalat sunnah mutlak.
Namun buat mereka yang mengejar shalat shubuh yang tertinggal, tentu waktu
itu bukan merupakan larangan.
2. Setelah Shalat Shubuh
Setelah shalat shubuh hingga matahari agak meninggi. Tingginya matahari
sebagaimana di sebutkan di dalam hadits Amru bin Abasah adalah qaida-rumhin
aw rumhaini. Maknanya adalah matahari terbit tapi baru saja muncul dari balik
horison setinggi satu tombak atau dua tombak. Dan panjang tombak itu kira-kira
2,5 meter 7 dzira' (hasta) atau 12 jengkal, sebagaimana disebutkan oleh mazhab Al-
Malikiyah.
3. Waktu Istiwa'
Waktu istiwa' adalah ketika matahari tepat berada di atas langit atau di tengah-
tengah cakrawala. Maksudnya tepat di atas kepala kita. Tapi begitu posisi matahari
sedikit bergeser ke arah barat, maka sudah masuk waktu shalat Zhuhur dan boleh
untuk melakukan shalat sunnah atau wajib.
4. Saat Terbenam Matahari
Yang dikatakan saat terbenamnya matahari adalah saat-saat langit di ufuk barat
mulai berwarna kekuningan yang menandakan sang surya akan segera menghilang
ditelan bumi. Begitu terbenam, maka masuklah waktu Maghrib dan wajib untuk
melakukan shalat Maghrib atau pun shalat sunnah lainnya.
5. Setelah Melakukan Shalat Ashar
Setelah melakukan shalat Ashar hingga matahari terbenam juga termasuk waktu
yang dilarang untuk shalat. Maksudnya, bila seseorang sudah melakukan shalat
Ahsar, maka haram baginya untuk melakukan shalat lainnya hingga terbenam
matahari, kecuali ada penyebab yang mengharuskan. Namun bila dia belum shalat
Ashar, wajib baginya untuk shalat Ashar meski sudah hampir Maghrib.

2.4 Syarat-syarat shalat fardhu

Syarat shalat adalah hal yang harus terpenuhi untuk sahnya sebuah ibadah
shalat. Syarat ini harus ada sebelum ibadah shalat dilakukan. Bila salah satu dari syarat
ini tidak terdapat, maka shalat itu menjadi tidak sah hukumnya.

11
Syarat shalat itu ada dua macam. Pertama, syarat wajib, yaitu syarat yang bila
terpenuhi, maka seseorang diwajibkan untuk melakukan shalat. Kedua, syarat sah, yaitu
syarat yang harus terpenuhi agar ibadah shalat itu menjadi sah hukumnya.
Bila semua syarat wajib terpenuhi, maka wajiblah bagi seseorang yang telah
memenuhi syarat wajib untuk melakukan ibadah shalat. Sebaliknya, bila salah satu dari
syarat wajib itu tidak terpenuhi, maka dia belum diwajibkan untuk melakukan shalat.
Adapun yang termasuk dalam syarat wajib shalat adalah hal-hal berikut ini.
1. Beragama Islam
Seseorang harus beragama Islam terlebih dahulu agar punya beban kewajiban
shalat. Selama seseorang belum menjadi muslim, maka tidak ada beban kewajiban
shalat baginya.
Tidak ada konsekuensi hukuman buat non-muslim bila tidak mengerjakan
shalat di dunia ini. Namun meski demikian, di akhirat nanti dia tetap akan disiksa
dan dibakar di neraka. Sedangkan seorang muslim bila tidak shalat, selain disiksa
di akhirat, di dunia ini pun harus dijatuhi hukuman oleh pemerintah Islam atau
mahkamah syar'iyah. Itulah yang membedakan antara kewajiban shalat seorang
muslim dengan non muslim. Namun bila ada seorang kafir yang masuk Islam, tidak
ada kewajiban untuk mengqadha' atau mengganti shalat yang selama ini
ditinggalkannya.
Namun sebaliknya, bila ada seorang muslim murtad dari agama Islam. Lalu
masuk lagi ke dalam agama Islam, maka shalat yang pernah ditinggalkannya wajib
digantinya dengan qadha'. Hal itu dimaksudkan sebagai hukuman untuknya dan
juga karena kekufurannya yang hanya sesaat itu tidak lah menggugurkan
kewajibannya kepada Allah. Persis seperti hutang seseorang kepada sesama
manusia. Tetap wajib dibayarkan meski seseorang murtad dari Islam.
Namun menurut pendapat kalangan Al-Hanafiyah, orang yang murtad tidak
wajib untuk mengqadha' shalat yang ditinggalkannya, lantaran pada hakikatnya dia
adalah seorang non muslim yang tidak wajib shalat.
2. Baligh
Seorang anak kecil yang belum mengalami baligh tidak wajib shalat. Pada anak
laki-laki, baligh ditandai dengan telah keluarnya mani. Sedangkan pada anak
perempuan, baligh ditandai dengan telah keluarnya darah haidh, minimal di usia 9
tahun menurut hitungan tahun qamariyah.

12
Meskipun seorang anak kecil belum baligh, namun orangtua mereka tetap
dianjurkan untuk memerintahkan shalat ketika anak-anak itu berusia 7 tahun. Dan
boleh dipukul bila masih belum mau mengerjakannya setelah berusia 10 tahun.

ُ ‫ع ْن َجدَّ ِه رضي للا عنه قَا َل قَا َل َر‬


‫سو‬ َ ‫ع ْن ا َ ِب ْي ِه‬ َ ‫ع ْن‬
ُ ‫ع ْم ُرو ب ِْن‬
َ ‫ش َعيْب‬ َ
َ ‫صالَةِ ِل‬
‫سب ِْع ِسنِيْنَ َواض ِْر بُو‬ ِ ‫ُْلهلل صلى للا عليه وسلم ُم ُروا‬
َّ ‫ص ْبيَا نَ ُك ْم ِبال‬
‫ع رواه احمد وابو داود‬ ِ ‫ضا ِج‬َ ‫علَ ْي َها ِلعَ ْش ِر ِسنِيْنَ َوفَ َّرقُوا بَ ْينَ ُه ْم فِي ْال َم‬
َ ‫ُه ْم‬
Dari Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah SAW
bersabda,"Perintahkanlah anakmu untuk shalat pada usia 7 tahun dan pukullah
pada usia 10 tahun. Dan pisahkan tempat tidur mereka (anak-anak laki dan anak-
anak perempuan)".(HR. Ahmad, Abu Daud dan Al-Hakim).
Perintah ini bukan untuk anak melainkan kepada para orang tua, yakni mereka
diwajibkan untuk memerintahkan anaknya shalat pada usia 7 tahun. Sebagaimana
firman Allah.

‫علَ ْي َها ْل نَ ْساَلُ َك ِر ْزقا نَحْ ُن ن َْر ُزقُ َك َو ْالعَا‬ َ ‫ص‬


َ ‫طبِ ْر‬ َّ ‫َوأ ُم ْر ا َ ْهلَ َك بِال‬
ْ ‫صالَةِ َوا‬
‫قِبَةُ ِلت َّ ْقوى‬
“Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah
kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezki kepadamu, Kamilah yang
memberi rezki kepadamu. Dan akibat itu adalah bagi orang yang bertakwa.".(QS.
Thaha : 132).
3. Berakal
Orang yang tidak waras seperti gila, ayan dan berpenyakit syaraf tidak wajib
mengerjakan shalat. Sebab orang yang demikian tidak sadar diri dan tidak mampu
berpikir. Maka tidak ada beban kewajiban beribadah atas dirinya. Kewajiban shalat
hanya ada pada saat mereka sadar dan waras, dimana terkadang memang seseorang
tidak selamanya gila atau hilang akal. Namun begitu ketidaksadaran atas dirinya
datang, maka dia tidak wajib mengerjakan shalat.
Menurut jumhur ulama, orang yang sempat untuk beberapa saat hilang
kewarasannya, begitu sudah kembali ingatannya tidak wajib mengqadha' shalat.
Namun hal itu berbeda dengan pendapat kalangan Al-Hanafiyah yang justru
mewajibkannya untuk mengqadha' shalat.

13
Sedangkan bila hilang kesadaran karena seseorang minum khamar dan mabuk,
maka dia wajib mengqadha' shalatnya. Demikian juga hal yang sama berlaku pada
orang yang tidur, begitu dia bangun, wajiblah atasnya mengqadha' shalat yang
terlewat.
Tiga hal di atas adalah syarat-syarat wajib shalat, dimana bila syarat itu
terpenuhi pada diri seseorang, wajiblah atasnya untuk melakukan shalat.
Sedangkan syarat sah shalat adalah hal-hal yang harus terpenuhi sebelum
seseorang mengerjakan shalat agar shalatnya menjadi sah hukumnya. Diantaranya
adalah :
1. . Muslim
Berstatus muslim selain menjadi syarat wajib, juga sekaligus menjadi
syarat sah dalam shalat. Artinya, tidak sah niat, bacaan dan gerakan shalat yang
dilakukan oleh orang kafir, meski seluruhnya sudah benar.
Di akhirat nanti, tetap saja orang kafir yang melakukan ritual shalat
dihukum dengan sebab tidak shalat. Sebab shalat yang dilakukannya tidak sah
dalam kacamata syariah.
2. Tahu Waktu Shalat Sudah Masuk
Bila seseorang melakukan shalat tanpa pernah tahu apakah waktunya
sudah masuk atau belum, maka shalatnya itu tidak memenuhi syarat. Sebab
mengetahui dengan pasti bahwa waktu shalat sudah masuk adalah bagian dari
syarat sah shalat. Bahkan meski pun ternyata sudah masuk waktunya, namun
shalatnya itu tidak sah lantaran pada saat shalat dia tidak tahu apakah sudah
masuk waktunya atau belum. Dasar keharusan adanya syarat ini adalah firman
Allah :

‫علَى ْال ُمؤ ِمنِيْنَ ِكت َابا َم ْوقُوتا‬ ْ ‫صالَة َ َكان‬


َ ‫َت‬ َّ ‫ا َِّن ال‬
Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas
orang-orang yang beriman. (QS. An-Nisa : 103)
3. Suci dari Hadats Besar dan Kecil
Hadats besar adalah haidh, nifas dan janabah. Dan untuk mengangkat
atau menghilangkan hadats besar harus dengan mandi janabah, namun boleh
dengan tayammum bila tidak ada air. Sedangkan hadats kecil adalah kondisi
dimana seseorang tidak punya wudhu atau batal dari wudhu'nya. Dan untuk

14
mengangkat hadats kecil ini bisa dilakukan dengan wudhu', namun boleh
dengan bertayammum bila tidak ada air.
4. Suci Badan, Pakaian dan Tempat
Tidak sah seseorang shalat dalam keadaan badannya terkena najis, juga
bila pakaian atau tempat shalatnya terkena najis. Sebelum berwudhu, wajiblah
atasnya untuk menghilangkan najis dan mencucinya hingga suci. Setelah
barulah berwudhu' untuk mengangkat hadats dan mulai shalat.
5. Menutup Aurat
Tidak sah seseorang melakukan shalat bila auratnya terbuka, meski pun
dia shalat sendirian jauh dari penglihatan orang lain. Juga meski dia shalat di
tempat yang gelap tidak ada sinar sedikitpun. Dalil atas kewajiban menutup
aurat pada saat melakukan shalat adalah firman Allah SWT berikut ini:

‫يَا بَنِ ْي َءادَ َم ُخذُوا ِزيَنَت َ ُك ْم ِع ْندَ ُك َّل َمس ِْج ِد‬
Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap mesjid.(QS.
Al-A'raf : 31)
Kewajiban menutup aurat ini berlaku bagi setiap wanita yang sudah
pernah haidh baik di dalam shalat maupun di luar shalat. Dengan pengecualian
bila dia berada di dalam rumahnya yang terlindung dari penglihatan laki-laki
yang bukan mahramnya.
6. Menghadap ke Kiblat
Tidak sah shalat yang dikerjakan manakala tidak dilakukan dengan
menghadap ke kiblat. Dalilnya adalah firman Allah SWT :

ُ ‫سج ِد ْال َح َر ِام َو َحي‬


‫ْث َما‬ ِ ‫َط َر ْال َم‬
ْ ‫ت فَ َو َّل َوجْ َه َك ش‬ ُ ‫َو ِم ْن َحي‬
َ ْ‫ْث خ ََرج‬
ْ ‫ُك ْنت ُ ْم فَ َولُّوا ُو ُجو َه ُك ْم ش‬
ُ‫َط َره‬
"Dan dari mana saja kamu, maka palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil
Haram. Dan dimana saja kamu berada, maka palingkanlah wajahmu ke
arahnya.(QS. Al-Baqarah : 150).

2.5 Rukun-rukun Shalat Fardhu

Rukun adalah pondasi atau tiang pada suatu bangunan. Bila salah satu rukunnya
rusak atau tidak ada, maka bangunan itu akan roboh. Bila salah satu rukun shalat tidak

15
dilakukan atau tidak sah dilakukan, maka keseluruhan rangkaian ibadah shalat itu pun
menjadi tidak sah juga.
Sebagian ulama ada yang berpendapat bahwa rukun adalah perbuatan yang
hukumnya wajib dilakukan dan menjadi bagian utuh dari rangkaian ibadah. Sedangkan
syarat adalah gerakan ibadah yang wajib dilakukan namun bukan bagian dari rangkaian
gerakan ibadah.

Table perbandingan rukun shalat antar madzhab

Gerakan/Bacaan Hanafi Malik Syai’i Hambali


Niat X ✓ ✓ X
takbiratul ihram ✓ ✓ ✓ ✓
Berdiri ✓ ✓ ✓ ✓
Membaca Alfatihah ✓ ✓ ✓ ✓
Ruku’ ✓ ✓ ✓ ✓
I’tidal (bangun dari ruku’) X ✓ ✓ ✓
Sujud ✓ ✓ ✓ ✓
Duduk antara dua sujud X ✓ ✓ ✓
Tasyahud akhir ✓ ✓ ✓ ✓
Membaca tasyahud akhir X ✓ ✓ ✓
Membaca shalawat X ✓ ✓ ✓
Salam X ✓ ✓ ✓
Tertib X ✓ ✓ ✓
Tumaninah X ✓ ✓ ✓

Adapun rukun-rukun shalat diantaranya :

1) Niat
Niat menurut bahasa adalah ketetapan hati, untuk melakukan sesuatu dibarengi
dengan pekerjaanya, kecuali puasa. Ia tidak disyaratkan membarengkan niat dengan
pekerjaanya, karena hal itu menimbulkan kesulitan, mengingat keharusan
mengawasi fajar cukup memberatkan bagi orang berpuasa.

16
Para ulama punya beberapa definisi niat, salah satunya apa yang ditetapkan oleh
mazhab Al-Hanafiyah :

“Bermaksud untuk taat dan mendekatkan diri kepada Allah SWT dalam bentuk
mengerjakan suatu perbuatan”.

Mazhab Al-Malikiyah mendefinisikan niat sebagai :

“Seseorang bermaksud dengan hatinyaatas apa yang diinginkan pada


perbuatannya”.

Adapun mazhab Asy-Syafi’iyah menyebutkan bahwa niat itu adalah :

“Bermaksud untuk mendapatkan sesuatu yang disertai dengan perbuatan”.

Dan mazhab Al-Hanabilah mendefinisikan niat sebagai :

“Tekad hati untuk mengerjakan suatu ibadah demi mendekatkan diri kepada Allah
SWT”.

Ibadah itu dikerjakan dengan hanya mengharap ridho Allah. Dan bukan dengan
mengharap yang lain, seperti melakukannya demi makhluk, atau mencari harta dan
pujian dari manusia, atau agar mendapatkan kecintaan dari memuji mereka.

2) Berdiri

Berdiri tegak telah disepakati oleh para ulama merupakan sebagian dari rukun
shalat. Shalat fardhu wajib dilakukan dengan berdiri, bila tidak ada udzur syar’i.
Boleh sambil duduk atau berbaring bagi yang sedang sakit.

3) Takbiratul Ihram
Takbiratul ihram, yakni mengucapkan Allahu Akbar dan harus bersambung
dengan niat, diucapkan dalam posisi berdiri.
4) Membaca Alfatihah
Bacaan alfatihah disyaratkan harus dibaca berbahasa arab, dan tidak diperbolehkan
membaca dengan menggunakan bahasa selain arab (terjemahan Indonesia),
meskipun diluar shalat.
5) Ruku’

17
Menurut bahasa rukuk berarti membungkuk dan mirik secara mutlak.
Sedangkan menurut terminology syara’, rukuk berarti membungkukkan punggung
dan kepala semuanya dalam shalat.
6) I’tidal dengan thumaninah
Setelah rukuk, lalu bangkit dengan mengangkat kedua tangan sebatas telinga
hingga berdiri kembali, sambil membaca do’a tasmi’.
7) Sujud dua kali dengan thumaninah
Sujud menurut etimologi bahasa berarti tunduk. Sujud terlaksana dengan
menempelkan dahi atau hidung ke tanah atau pada sesuatu yang menempel di tanah,
dengan syarat sesuatu itu harus tetap, seperti tikar dan sajadah.
8) Duduk di antara dua sujud dengan thumaninah
Setelah susjud, kemudian bangkit dari sujud mengambil posisi duduk sambil
membaca “Allahu akbar”, Posisi kedua telapak tangan berada di atas kedua paha
dekat lutut.
9) Duduk Akhir
Gaya duduk tahiyatul akhir adalah dengan mengambil posisi duduk tawaruk,
yakni gaya duduk dengan pangkal paha atas (pantat) yang kiri bertumpu langsung
pada lantai dan telapak kaki kiri dimasukkan di bawah kaki kanan.
10) Membaca tasyahud akhir
Duduk akhir yang dimaksud, yaitu duduk di akhir shalat meskipun tidak
didahului oleh duduk pertama seperti shalat yang dua rakaat, duduk akhir
merupakan salah satu rardhu shalat menurut kesepakatan ulama (ijma’), karena
tanpa adanya duduk akhir, tidak dapat dibayangkan adanya tasyahud dan salam.
11) Membaca shalawat nabi pada tasyahud akhir
Waktu membacanya ialah ketika duduk akhir sesudah membaca tasyahud akhir
12) Salam
Setelah selesai berdoa pada tasyahud akhir, kemudian melakukan “ salam” yaitu
menengok ke kanan sampai pipi terlihat dari belakang dengan membaca
“Assalamu’alaikum wa rahmatullah”.
13) Tertib (berurutan mengerjakan rukun-rukun tersebut).

Dapat disimpulkan bahwa rukun-rukun shalat ada tiga belas yaitu niat, berdiri
bagi yang mampu, takbiratul ihram, membaca alfatihah, rukuk dengan thumaninah,
i’tidal dengan thumaninah, sujud dengan thumaninah, duduk diantara dua sujud

18
dengan thumaninah, duduk akhir, membaca tasyahud akhir, Membaca shalawat
nabi pada tasyahud akhir, salam dan tertib. Dari tiga belas rukun shalat tersebut
harus dikerjakan secara berurutan dan apabila salah satu rukun shalat ada yang
ditinggalkan dengan sengaja maka tidak sah shalat orang tersebut dan apabila orang
tersebut lupa atau ragu ada salah satu rukun yang tertinggal maka bisa diganti
dengan sujud sahwi yang dilakukan di rakaat terakhir sebelum salam.

2.6 Sunnah-sunnah Shalat

Menurut Asy-syafi’iyah, sunnah-sunnah dalam shalat itu ada dua macam, yaitu
َ ‫( ا‬dan sunnah hai’ah (‫ آتْ َيه‬.(Kalau kita bandingkan antara rukun,
sunnah ab’adh (‫ض ْعأب‬
syarat, serta sunnah ab’adh dan sunnah hai’ah dalam shalat, bisa kita ibaratkan tubuh
manusia.
▪ Rukun Shalat : diibaratkan kepala manusia. Seseorang tidak mungkin hidup tanpa
kepala, sehingga shalat pun tidak sah bila rukunnya tidak terpenuhi.
▪ Syarat Shalat : diibaratkan seperti nyawa kehidupan seseorang. Bila syarat shalat
tidak terpenuhi, bisa kita bayangkan layaknya seorang yang jasadnya utuh, tetapi
tubuhnya tidak bernyawa alias mati.
▪ Sunnah Ab’adh : diibaratkan seperti anggota tubuh manusia. Seseorang dianggap
cacat manakala tidak punya tangan atau kaki, tetapi dia masih bisa hidup.
▪ Sunnah Hai’at : diibaratkan seperti rambut yang tumbuh di kepala seseorang. Orang
yang botak kepalanya tidak bisa dibilang cacat atau mati. Dia hidup, sehat dan tidak
punya cacat, tetapi penampilannya kurang indah.

1. Sunnah Ab’adh

Kata ab’adh berasal dari kata ba’dh (‫ضب‬


َ ‫ ع‬,(yang maknanya adalah bagian dari
sesuatu. Di dalam mazhab Asy-Syafi’iyah, gerakan dan bacaan yang termasuk sunnah
ab’adh ini bila terlupa dikerjakan, maka harus diganti atau ditebus dengan sujud sahwi.
Namun hukum sujud sahwi itu sunnah, bukan wajib. Yang termasuk sunnah Ab’adh
diantaranya adalah tasyahud awal, shalawat untuk keluarga nabi, tasyahud akhir, dan
qunut.

19
2. Sunnah Hai’at

Adapun sunnah hai’ah, dalam pendapat mazhab Asysyafi’iyah dibedakan


dengan tidak adanya ketentuan untuk melakukan sujud sahwi. Dan yang termasuk
kedalam sunnah Hai’at adalah:
1) mengangkat tangan takbiratul ihram
Adapun sunnah hai’ah, dalam pendapat mazhab Asysyafi’iyah dibedakan
dengan tidak adanya ketentuan untuk melakukan sujud sahwi.
2) meletakan tangan kanan diatas tangan kiri
Jumhur ulama selain Al-Malikiyah mengatakan bahwa disunnahkan untuk
meletakkan tapak tangan kanan di atas tapak tangan kiri. Sedangkan dimana
diletakkan kedua tangan itu, para ulama sejak dahulu memang berbeda pendapat.
Ada yang mengatakan di bawah pusar, ada juga yang mengatakan di antara dada
dan pusar, dan ada juga yang mengatakan di dada.
3) melihat ketempat sujud
As-Syafi'iyah dan para ulama lainnya mengatakan bahwa melihat ke arah
tempat sujud adalah bagian dari sunnah shalat Sebab hal itu lebih dekat ke arah
khusyu. Kecuali saat tahiyat, maka pandangan diarahkan ke jari tangan kananya.
4) doa iftitah
5) mengucapkan amin
6) menggerakan kedua tumit
Imam As-Syafi'i mengatakan bahwa jaraknya kira-kira sejengkal. Dan makruh
untuk menempelkan keduanya karena menghilangkan rasa khusyu'.
7) membaca ayat Alquran
8) takbir antara rukun
Pada setiap pergantian gerakan yang merupakan rukun shalat, disunnahkan
untuk bertakbir. Kecuali pada saat bangun dari ruku', maka bacaannya adalah
"sami'allahu liman hamidah". Maknanya, Allah Maha Mendengar orang yang
memuji-Nya.
9) meletakan lutut saat sujud
Meletakkan kedua lutut lalu kedua tangan kemudian wajah ketika turun sujud
dan sebaliknya

20
10) sunnah dalam sujud
Disunnahkan untuk memperbanyak doa pada saat sujud. Doa duduk diantara
dua sujud.
11) Doa duduk antara dua sujud
12) bertasyahud awal
Tasyahhud awal dilakukan pada rakaat kedua setelah sujud yang kedua.
Hukumnya sunnah menurut para fuqaha, kecuali Al-Hanafiyah menyebutnya wajib.
13) meletakan tangan dipaha
14) menggerakan jari saat tahiyat
Masalah menggerakkan jari telunjuk saat tahiyat di dalam shalat adalah masalah
khilafiyah yang termasuk paling klasik, karena sejak zaman dahulu, para ulama
sudah berbeda pendapat. Karena Yang disebutkan hanyalah bahwa Rasulullah
SAW menggerakkan jarinya, tetapi apakah dengan teknis terusterusan dari awal
tahiyat hingga selesai, ataukah hanya pada saat mengucapkan 'illallah' saja, tidak
ada dalil yang secara tegas menyebutkan hal-hal itu.
15) shalawat nabi pada tasyahud akhir
16) doa sesudah shalawat
17) menoleh ke kanan kiri
18) melirihkan salam kedua
19) menunggu imam selesai
20) khusyuk dan tadabbur
Al-Imam As-Syafi'i menyebutkan bahwa disunnahkan untuk melakukan shalat
dengan khusyu' serta tadabbur (merenungkan) bacaan Al-Quran pada shalat.
Termasuk juga bacaan-bacaan lain (zikir) dalam shalat.

2.7 Yang Membatalakan Shalat

Shalat dikatakan batal atau tidak sah apabila salah satu syarat dan rukunnya
tidak dilaksanakan atau ditinggalkan dengan sengaja. Berbagai hal yang dapat
menyebabkan batalnya shalat adalah:

1. Meninggalkan salah satu rukun shalat dengan sengaja


Apabila ada salah satu rukun shalat yang tidak dikerjakan dengan sengaja, maka
shalat itu menjadi batal dengan sendirinya. Misalnya, seseorang tidak membaca
surat Al-Fatihahn lalu langsung rukuk, maka shalatnya menjadi batal.

21
2. Berhadas
Bila seseorang mengalami hadats besar atau kecil, maka batal pula shalatnya.
Baik terjadi tanpa sengaja atau secara sadar.
3. Terkena najis baik badan, pakaian, atau tempat shalat
Bila seseorang yang shalat terkena benda najis, maka secara langsung shalatnya
menjadi batal. Namun yang dijadikan patokan adalah bila najis itu tersentuh
tubuhnya atau pakaianya dan tidak segera ditepis /tampiknya najis tersebut maka
batallah shalat tersebut.
4. Dengan sengaja berbicara yang bukan untuk kemashlahatan shalat. Berbicara
dengan sengaja yang di maksud di sini bukanlah berupa bacaanbacaan dalam Al-
Qur’an, dzikir ataupun do’a, akan tetapi merupakan pembicaraan yang sering
dilakukan manusia dalam kehidupan sehariharinya.
5. Terbuka auratnya.
Bila seseorang yang sedang melakukan shalat tiba-tiba terbuka auratnya secara
sengaja, maka shalatnya otomatis menjadi batal. Baik dilakukan dalam waktu yang
singkat ataupun terbuka dalam waktu yang lama. Namun jika auratnya terbuka
tanpa di sengaja dan bukan dalam waktu yang lama, maksudnya hanya terbuka
sekilas dan langsung ditutup lagi maka shalatnya tidak batal.
6. Mengubah niat
Seseorang yang sedang shalat, lalu tiba-tiba terbetik niat untuk tidak shalat di
dalam hatinya, maka saat itu juga shalatnya telah batal. Sebab niatnya telah rusak.
Meski belum melakukan hal-hal yang membatalkan shalatnya.
7. Banyak bergerak
Gerakan yang banyak dan berulang-ulang terus dan bukan merupakan gerakan
yang terdapat dalam shalat. Mazhab Imam Syafi’i memberikan batasan sampai tiga
kali gerakan berturut-turut sehingga seseorang batal dari shalatnya.
8. Membelakangi kiblat
Bila seseorang shalat dengan membelakangi kiblat dengan sengaja, atau di
dalam shalatnya melakukan gerakan hingga badanya bergeser arah hingga
membelakangi kiblat, maka shalatnya itu batal dengan sendirinya.
9. Tertawa
Maksudnya adalah tertawa yang sampai mengeluarkan suara, adapun bila
sebatas tersenyum, belumlah sampai batal shalatnya.

22
10. Mendahului imam
Bila seorang makmum melakukan gerakan mendahului gerakan imam, seperti
bangun dari sujud lebih dulu dari imam, maka batalah shalatnya. Namun bila hal
itu terjadi tanpa sengaja maka tidak termasuk yang membatalkan shalat.
11. Murtad
Orang yang sedang melakukan shalat, lalu tiba-tiba murtad, maka batal
shalatnya. Dapat ditarik kesimpulan ada sebelas hal yang dapat membatalkan shalat
diantaranya: Meninggalkan salah satu rukun shalat dengan sengaja, berhadas,
terkena najis, secara sengaja mengucapkan ucapan di luar apa yang di baca waktu
shalat, Terbuka auratnya, mengubah niat, banyak bergerak, membelakangi kiblat,
tertawa, mendahului imam dan murtad. Apabila salah satu hal tersebut dilakukan
dalam keadaan shalat, maka shalat tersebut menjadi batal dan shalat tersebut mesti
di ulang lagi dari awal.

2.8 Yang Tidak Membatalkan Shalat

Hal-hal yang diperbolehkan ketika shalat (Tidak membatalkan shalat) antara lain :

1. Menggendong anak kecil


2. Mencegah orang yang akan lewat dihadapannya
3. Membunuh ular, kalajengking, atau binatang lain yang membahayakan
4. Membetulkan shaf
5. Membenarkan bacaan imam ketika ia salah dalam bacaan Al-Qur’annya
6. Merapikan baju dan menggaruk badan
7. Meludah pada baju atau sapu tangan
8. Memberikan isyarat kepada orang yang mengajak bicara
9. Menjawab salam dengan berisyarat
10. Mengangkat kepala ketika sujud untuk mengetahui keadaan imam
11. Meraba kaki orang yang sedang tidur karena ada kebutuha
12. Berjalan sedikit karena ada kebutuhan
13. Menengok ke samping karena ada kebutuhan
14. Membuka sandal atau yang semisalnya karena ada kebutuhan
15. Shalat Sunnah dengan melihat mush-haf
16. Mengulang-ulang bacaan ayat dalam shalat sunnah
17. Berdehem

23
18. Menangis
19. Mengucapkan ”Subhanallah” bagi laki-laki dan menepuk tangan bagi wanita, ketika
akan mengingatkan imam dalam shalat berjama’ah
20. Mengucapkan ”Alhamdulillah” ketika bersin di dalam shalat

2.9 Shalat Jumat

Hari Jum'at menjadi hari yang spesial bagi umat Islam. Jumat disebut Yawm al-
Jum'ah dalam bahasa Arab, yang berarti hari berkumpul. Pada hari ini, laki-laki muslim
akan berkumpul untuk melaksanakan ibadah berjamaah di tengah hari. Mendirikan
sholat jumat juga telah disebutkan dalam Al Quran dalam surat Al Jumuah ayat 9, yang
artinya:
"Wahai orang-orang yang beriman! Apabila telah diseru untuk melaksanakan
salat pada hari Jum‘at, maka segeralah kamu mengingat Allah dan tinggalkanlah jual
beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui."
Shalat jum’at ialah shalat dua rokaat yang di lakukan dengan berjamaah, setelah
dilakukan dua khutbah pada waktu Zuhur di hari jum’at. Khutbah jum’at dan shalat
jum’at mempunyai hubungan yang tak terpisahkan. Keduanya saling melengkapi. Oleh
karena itu, Sebelum khotib naik mimbar sering di bacakan peraturan, bahwa pada saat
khatib naik mimbar (mulai khutbah) jamaah dilarang berbicara, berisyarat dan
sejenisnya. Barang siapa melakukanya maka sia-sialah jumatanya. Shalat jum’at dapat
dilakukan di dalam kota maupun diluar kota, seperti di masjid, di kantor, atau di
lapangan yang sekelilingnya ada penduduknya.
Hal ini Rasullalah SAW, bersabda:

َ‫س َال ُم اَنَّهُ لَ َما قَد ََّم اْل َم ِد ْينَةَ نَزَ َل ا َ َّو ُل ُج ْم َعة‬ َّ ‫علَ ْي ِه ال‬
َّ ‫صالَة ُ َوال‬ ُّ ‫َج َم َع َهاالنَّ ِب‬
َ ‫ي‬
‫سا ِل ِم اِب ُْن‬ َ ‫ام بِ َهااِلَى اْل ُج ْمعَ ِة ث ُ َّم دَ َخ َل اْل َم ِد ْينَةَ َو‬
َ ‫صلَى اْل ُج ْمعَةَ فِ ْي دَ ِاربَنِى‬ َ َ‫قُبَا َء َواَق‬
‫ع ْوف‬
َ
Artinya:
Jum’at yang pertama kali di lakukan nabi SAW. yaitu ketika beliau hampir
sampai di madinah seraya bertempat dan mendirikan jumatan di Quba, lalu beliau
masuk madinah dan salat jumat di rumah Bani Salim bin Auf’. ( HR. Bukhari dan Abu
Daud ).

24
1. Hukum Shalat Jumat

Shalah Jum’at memiliki hukum fardlu ‘ain bagi laki-laki dewasa beragama
islam, merdeka dan menetap di dalam negeri atau tempat tertentu. Jadi bagi para
perempuan, anak-anak, orang sakit dan budak, solat jumat tidaklah wajib hukumnya.

Kewajiban shalat jumat berlaku untuk semua umat Islam, dengan kriteria
sebagai berikut :

▪ Laki-laki, sedangkan wanita tidak diwajibkan untuk shalat jumat namun bila dia
mengerjakan, maka kewajiban shalat zuhurnya telah gugur (tidak perlu shalat
zhuhur lagi).
▪ Dalam keadaan sehat, sedangkan orang sakit tidak wajib shalat jumat. Dewasa yaitu
baligh, sedang anak-anak tidak wajib shalat jumat.
▪ Mukimin yaitu orang yang menetap bukan musafir atau yang sedang dalam
perjalanan.
▪ Merdeka bukan hamba sahaya. Namun ulama berbeda pendapat tentang dua nomor
terakhir itu, apakah termasuk atau tidak. Sehingga orang-orang berikut ini yang
telah disebutkan dalam nash sebagai pengecualian. Mereka ini tidak diwajibkan
shalat jumat berdasarkan dalil-dali yang shahih, yaitu :
▪ Para budak
▪ Wanita
▪ Anak-anak
▪ Orang Sakit
▪ Musafir
Sebagai mana Rasul bersabda :

ٌ ُ‫ع ْبدٌ َم ْمل‬


‫وك‬ َ :‫عة اِْلَّ ا َ ْربَعَة‬ َ َ‫عل‬
َ ‫ى ُك ِّل ُم ْس ِلم فِي َج َما‬ َ ‫ب‬ ِ ‫ا َ ْل ُج ُمعَةُ َح ٌّق َو‬
ٌ ‫اج‬
ٌ ‫ي أَو َم ِري‬
‫ْض‬ َ ‫ا َ ِو ْم َرأَة ٌ اَو‬
ٌّ ِ‫صب‬
Dari Thariq bin Syihab radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah SAW
bersabda,"Shalat Jumat itu adalah kewajiban bagi setiap muslim dengan berjamaah,
kecuali (tidak diwajibkan) atas 4 orang. (1) Budak, (2) Wanita, (3) Anak kecil dan
(4])Orang sakit." (HR. Abu Daud)

25
2. Syarat-syarat Shalat Jumat

Persyaratan shalat jum’at adalah:

1. Diadakan pada suatu tempat di mana para jamaah shalat jum’at,


2. Dilakukan secara berjamaah. Para ulama berbeda pendapat tentang batasan jumlah
minimal jamaah. Abu Hanifah berpendapat sekurang- kurangnya 4 orang termasuk
imam. Imam Syafi’i dan Ahmad bin Hambal mempersyaratkan 40 orang laki-laki
dewasa. Sedangkan Imam Malik hanya memberi kriteria, jamaah jum’at harus
mencapai jumlah yang layak untuk membentuk perkampungan,
3. Dilakukan sepenuhnya pada waktu Dzuhur, yaitu ketika matahari tergelincir,
4. Harus di dahului dua khutbah sebelum shalat dengan memenuhi syarat dan
rukunnya,

Adapun syarat-syarat khutbah adalah:

a. Dilakukan pada waktu dzuhur,


b. Dilakukan sebelum shalat jum’at,
c. Berdiri bagi khotib, jika mampu,
d. Duduk di antara dua khutbah,
e. Suci dari hadas dan najis,
f. Menutup aurat.

3. Golongan orang yang wajib melaksanakan shalat Jum'at

1. Beragama Islam.
2. Sudah dewasa atau baligh.
3. Tidak gila atau mengalami gangguan mental lainnya
4. Laki-laki (wanita tidak wajib sholat Jumat
5. Sehat jasmani dan rohani (orang sakit tidak wajib sholat Jumat)
6. Bertempat tinggal tetap atau menetap atau bermukim (orang yang sedang dalam
perjalanan jauh tidak wajib sholat Jumat). Orang yang sedang dalam perjalanan jauh
tidak wajib mengerjakan sholat Jumat. Hal ini merujuk pada hadis Rasulullah SAW
yang artinya: "Bagi musafir tidak wajib sholat Jumat." (HR. Daruquthni)

26
4. Tata Cara Shalat Jumat

Sebenarnya sama dengan tata cara mengerjakan sholat subuh atau sholat sunnah
2 rakaat. Namun, dalam tata cara sholat Jumat dan bacaannya dikerjakan setelah khotib
selesai menyampaikan dua khotbah. Setelah khotib turun dari atas mimbar, muadzin
akan mengumandangkan iqamah sebagai tanda sholat jumat akan segera dimulai.

Gerakan tata cara sholat jumat:

1. Membaca niat salat Jumat


2. Takbiratul ihram (Allahu akbar)
3. Membaca doa iftitah
4. Membaca surah al-Fatihah.
5. Membaca surah pendek
6. Ruku dengan tumaninah.
7. Itidal dengan tumaninah.
8. Sujud dengan tumaninah.
9. Duduk di antara dua sujud dengan tumaninah.
10. Sujud kedua dengan tumaninah.
11. Berdiri lagi menunaikan rakaat yang kedua.
12. Membaca surah al-Fatihah.
13. Membaca surah pendek
14. Ruku dengan tumaninah.
15. Itidal dengan tumaninah.
16. Sujud dengan tumaninah.
17. Duduk di antara dua sujud dengan tumaninah.
18. Sujud kedua dengan tumaninah.
19. Tasyahud akhir dengan tumaninah.
20. Membaca salam menengok ke kanan dan ke kiri, hingga wajah samping nampak di
belakang.

27
5. Keutamaan Shalat Jumat

1. Menghapuskan Dosa

Dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam


bersabda,

“Di antara shalat lima waktu, di antara Jum’at yang satu dan Jum’at yang berikutnya,
itu dapat menghapuskan dosa di antara keduanya selama tidak dilakukan dosa besar.”
(HR. Muslim).

2. Allah Menyempurnakan Islam dan Mencukupkan nikmat

Allah Ta’ala berfirman,

“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-
cukupkan kepadamu ni’mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu”
(QS. Al Ma’idah: 3).

3. Memperoleh Pahala yang Besar.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam


bersabda,

“Barangsiapa mandi pada hari jumat sebagaimana mandi janabah, lalu


berangkat menuju masjid, maka dia seolah berkurban dengan seekor unta.
Barangsiapa yang datang pada kesempatan (waktu) kedua maka dia seolah
berkurban dengan seekor sapi. Barangsiapa yang datang pada kesempatan (waktu)
ketiga maka dia seolah berkurban dengan seekor kambing yang bertanduk.
Barangsiapa yang datang pada kesempatan (waktu) keempat maka dia seolah
berkurban dengan seekor ayam. Dan barangsiapa yang datang pada kesempatan
(waktu) kelima maka dia seolah berkurban dengan sebutir telur. Dan apabila imam
sudah keluar (untuk memberi khuthbah), maka para malaikat hadir mendengarkan
dzikir (khuthbah tersebut).” (HR. Bukhari dan Muslim).

28
4. Setiap Langkah Menuju Sholat Jumat Diganjar Puasa Dan Sholat Setahun

Dari Aus bin Aus, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,

“Barangsiapa yang mandi pada hari Jum’at dengan mencuci kepala dan
anggota badan lainnya, lalu ia pergi di awal waktu atau ia pergi dan mendapati
khutbah pertama, lalu ia mendekat pada imam, mendengar khutbah serta diam,
maka setiap langkah kakinya terhitung seperti puasa dan shalat setahun.” (HR.
Tirmidzi).

29
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

1. Shalat fardu

Semua orang yang mengaku muslim pasti wajib mengerjakan shalat sesuai
dengan tata cara shalat Nabi Muhammad SAW. Sebab beliau telah memerintahkan
kita melakukan shalat sesuai dengan tata cara yang beliau ajarkan. Rasanya tidak
ada seorang ulama pun yang membuat-buat sendiri tata cara shalat di luar dari apa
yang telah beliau tentukan, karena hukumnya haram.

Shalat menurut Bahasa adalah do’a, sedangkan menrut terminology syara’


adalah sekumpulan ucapan yang diawali dengan takbir dan akhiri dengan salam
dengan disertai beberapa syarat dan rukun yang telah ditentukan.

Dalam shalat terdapat syarat-syarat wajib yaitu: Islam, baligh dan berakal.
Adapula syarat sah shalat yaitu; mengetahui masuknya waktu shalat, suci dari hadas
kecil dan hadas besar, suci badan, pakaian, dan tempat dari najis, menutup aurat,
menghadap kiblat dan niat. Selain adanya syarat ada pula rukun-rukun shalat, niat,
berdiri bagi yang mampu, takbiratul ihram, membaca Al-fatihah, ruku’ dan
tumaninah, i'tidal dan tumaninah, sujud dan tumaninah, duduk diantara dua sukud
dan tumaninah, duduk akhir, membaca tahiyat, membaca shalawat nabi, membaca
salam dan tertib.

2. Shalat jumat
Shalat juamt adalah ibadah shalat yang dikeerjakan hari jumat dua rakaat secara
berjamaah dan dilaksanakan setelah khutbah. Shalat jumat memiliki hukum wajib
‘ain bagi setiap muslim laki-laki dewasa beragama islam, merdeka sudah mukallaf,
sehat badan serta muqaim (bukan dalam keadaan musafir) dan menetap didalam
negeri atau tempat tertentu dan shalat jumat juga memiliki syarat-syarat wajib dan
syarat sahnya yang harus dilaksanakan, supaya shalat jumatnya menjadi sempurna.

30
DAFATAR PUSTAKA

Ahmad,Sarwat.Seri Fikiih Kehidupan (3):Shalat.DU Publishing.Setia Budi Jakarta


Selatan.2011

https://www.scribd.com/doc/287380424/59 Fiqih Shalat Lengkap PDF | PDF


(scribd.com)

Syakir,Jamaluddin,M.A.Shalat Sesuai Tuntunan Nabi SAW.LPPI UMY.DKI


Yogyakarta.2013

31

Anda mungkin juga menyukai