Abstrak
Agama Islam dengan sumber utamanya adalah Al-Qur’an, merupakan agama yang
yang mencakup segala segi kehidupan, berlaku untuk seluruh umat dan sepanjang masa.
Nabi Muhammad . sebagai pembawa Al-Qur’an telah meninggal, dengan sendirinya
wahyupun terhenti namun kejadian-kejadian (waqi’ah) tidak pernah berhenti dan akan terus
bertambah, untuk itu perlu penafsiran-penafsiran baru terhadap Al-Qur’an yang tentu saja
tidak boleh keluar dari ruh syar’i.
Tafsir kontekstual; “tafsir yang mempertimbangkan suasana yang meliputi saat
turunnya ayat dengan suasana yang meliputi saat mufassir menafsirkan suatu ayat’,
merupakan salah satu alternatif yang dapat ditempuh untuk membuktikan bahwa Al-Qur’an
itu berlaku bagi segala jenis kehidupan dan sepanjang zaman.
Penafsiran seseorang terhadap sesuatu ayat, mungkin saja salah bahkan
menyesatkan. Untuk itu diperlukan syarat-syarat, adab-adab bagi seorang mufassir dan cara
pelaksanaannya pada masa sekarang ini. Salah satu jalan yang dapat ditempuh untuk bisa
memahami teks Al-Qur’an, kemudian memahami konteknya yang selanjutnya
mengontektualkan untuk kehidupan sehari-hari, adalah bertanya atau bermusyawarah
dengan orang yang ahli dalam hal tersebut. Dan agar hasil penafsiran kita menjadi hukum
Islam seperti pendapat mereka yang menyatakan bahwa “hukum Islam adalah hukum yang
sudah dikodifikasikan dalam bentuk peraturan perundangan di dalam negara tertentu”,
maka kewajiban kita selanjutnya adalah memperjuangkan melalui jalur eksekutif
(pemerintah) dan legislatif (DPR).
Kata Kunci: Tafsir, Tafsir Ahkam, Hukum Islam dan Kontekstualisasi Hukum Islam.
atau mencari satu penafsiran baru yang sistematis, teleologis, atau sosio-historis
dianggap lebih baik dan manfaat; (takwin) atau analogis (qiyas) dengan alat
5. Pemaknaan terhadap Al-qur’an bantu ilmu ushul fiqh.4
memiliki konteks yang didorong oleh Hukum-hukum yang dikandung dalan
realitas. Al-Qur'an terbagi dalam tiga jenis yaitu;
hukum-hukum tentang keimanan
Adapun Metode kontektualisasi
“Ulum al-Qur’an” menurut beliau2 adalah: (i'tiqadiyyah), tentang keislaman
('amaliyah) dan tentang ke ihsanan
1. Mempelajari entittas kehidupan (khuluqiyyah)5. ketiga hal tersebut bisa
masyarakat, ketika ‘Ulum al-Qur’an itu disebut dengan: tauhid, fiqh dan tasawwuf
dirumuskan. Dalam kaitan ini ‘Ulum dan hampir sejajar dengan; Iman, islam dan
al’Qur’an pada mulanya berdialog ihsan; Ilmu, Amal dan ikhlash al-niyat.6
dengan kebutuhan masyarakat, Ketiga hukum kandungan Al-Qur'an
sehingga terjadi rumusan yang itu di isyarahkan Allah Yang Maha
diperlukan (das solen), Kini berbeda Bijaksana dalam surat al-Fatihah, surat
dengan kenyataan (das sein); pertama atau "pendahuluan" dalam istilah
2. Tuntutan kontekstualisasi Ulum al- yang digunakan oleh para penulis dalam
Qur’an bekenaan dengan faktor tulisan ilmiahnya.
diterminan terhadap perubahan sosial, Masalah 'itiqadiyah digambarkan
mencakup lingkungan alam fisik, Allah dalam surat al-Fatihah ayat 1 s.d 4,
kebudayaan, pola interaksi masyarakat masalah 'amaliyah ayat 5 dan 6, sedang
dan teknologi; masalah khuluqiyyah diisyarahkan dalam
3. Proses kontektualisasi dilakukan ayat ke tujuh.
melalui musyawarah, atau diskusi, Masalah amaliah dalam al-Qur'an
seminar dan sebagainya, sampai terjadi terdiri dari dua jenis pertama masalah
ijma kontemporer, atau terjadi rumusan ibadah (hubungan manusia dengan Tuhan
yang berani meskipun akibatnya dia pencipta) dan masalah mu'amalah
dituduh bid’ah, sekuler, atau aliran kiri (hubungan antara sesama manusia).
dan lain sebagainya;
4. Bentuknya bisa berkaitan dengan B. Tafsir Ahkam
tambahan, atau modifikasi, atau Tafsir menurut bahasa (lughat)
perubahan, seperti nasikh-mansukh mengikuti wazan taf'il berasal dari akar
dirubah menjadi kontektualisasi, kata al-fasr yang berarti menjelaskan,
muhkan mutasyabaih dapat berubah menyingkap dan menampakkan atau
karena ada paradigma baru dan lain menerangkan makna yang abstrak7.
sebagainya. Adapun tafsir menurut istilah sebagaimana
didefinisikan Abu Hayyan ialah8: "Ilmu
Metode penafsiran Al-Qur’an yang
dapat ditempuh adalah metode
Hermeneutis3, bila diintegrasikan dengan 4
5
Op. cit., hlm.71.
metode penafsiran teks hukum, maka antara Abdul Wahab Khalaf, Ilmu Ushul Fiqh, Majlis
al-“ala al-Indonesiy li al-da wah al-islamiy,
lain digunakan metode gramatis, ekstensif, Jakarta, 1972, Hlm. 32.
6
K. Anwar Musaddad, perintis berdirinya IAIN
2
Op. cit, hlm. 83 Sunan Gunung Djati Bandung, sering
3
Hermeneutika adalah suatu ilmu yang mencoba mengatakan bahwa Mahasiswa IAIN haruslah
menggambarkan bagaimana sebuah kata atau berIlmu, berAmal dan dengan niat yang Ikhlas,
suatu kejadian pada waktu dan budaya yang lalu atau IAIN adalah kependekan dari Ilmu Amal
dapat dimengerti dan menjadi bermakna dalam Ikhlash al-Niyat.
7
situasi sekarang, atau dengan kata lain, Manna Khalil al-Qattan,Mabahits Fi “ulum Al-
hermeneutika merupakan teori pengoperasian Qur’an, Mansyurat al-“ashr al-hadits, tanpa kota,
pemahaman dalam hubungannya dengan 1973,Hlm 323
8
intewrepretasi terhadap sebuah teks Op. cit, Hlm. 324
yang membahas tentang cara pengucapan dihadapi, situasi politik saat itu dan lain
lafaz-lafaz Qur'an, tentang petunjuk- sebagainya. Keadaan seperti itu menimbul-
petunjuknya, hukum-hukumnya baik ketika kan berbagai corak penafsiran yang
berdiri sendiri maupun ketika tersusun dan kemudian berkembang menjadi aliran tafsir
makna-makna yang dimungkinkan baginya yang bermacam-macam.
ketika tersusun serta hal-hal lain yang Kegunaan tafsir Qur’an ada dua,
melengkapinya. yaitu teoritika dan praktika. Kegunaan
Menurut az-Zarkasyi: "Tafsir adalah teoritika adalah untuk mengembangkan
ilmu untuk memahami Kitabullah yang metodologi tafsir Qur’an dalam rangka
diturunkan kepada Nabi Muhammad , memberikan wawasan ke depan yang
menjelaskan makna-maknanya serta berkaitan dengan teori dan metodologi.
mengeluarkan hukum dan hikmahnya.9 Sedangkan kegunaan praktik adalah
Menurut Chazin Nasuha10: Tafsir berhubungan langsung dengan penerapan
secara etimologis ulama berbeda pendapat, tafsir Qur’an kepada person dan
tapi kesimpulannya sama yaitu tafsir ialah masyarakat.11
ungkapan sesuatu yang tersembunyi Menurut M. Quraisy Shihab, ada dua
melalui medium yang dianggap sebagai bentuk metode penafsiran al-Qur’an:
tanda bagi mufasir, melalui tanda itu, ia Pertama metode tahlili atau tajizi-i dan
dapat sampai pada sesuatu yang kedua metode maudhui (tematik) atau
tersembunyi. Tafsir dan ta’wil yang baik tauhidi (kesatuan). Metode maudhu’i,
adalah tafsiran yang dikontekstualisasikan walaupun benihnya telah dikenal sejak
pada kepentingan masyarakat umum. masa Rasul , namun ia baru berkembang
Seorang mufassir sering terbentur jauh sesudah masa beliau. Metode tahlili
pada pengertian tentang tafsir Qur’an, lahir jauh sebelum metode maudhu’i.
karena dilingkari oleh konteks yang sering Metode tahlili dikenal sejak tafsir Al-Farra
berubah dan tidak tetap, sehingga mufassir (w. 206 H), atau Ibnu Majah (w. 273 H),
membutuhkan kejelian ketika ia akan atau paling lambat Ath-Thabari (w. 310
masuk didalamnya. Perubahan konteks dan H).12
sistem kehidupan masyarakat menjadikan Dilihat dari sumber penafsirannya,
makna penafsiran tidak satu, bahkan relatif, tafsir terbagi pada tafsir bi al-ma’tsur yang
tergantung kapan dan siapa yang menyusun juga dikenal dengan tafsir riwayat atau
konsep. manqul bila sumber penafsirannya adalah
Tafsir sebagai usaha manusia untuk riwayat dan tafsir bi al-ra’yi yang juga
bisa memahami pesan-pesan Allah dalam dikenal dengan tafsir dirayah atau ma’qul
Al-Qur’an, telah mengalami perkembang- bila sumber penafsirannya adalah ijtihad.13
an. Sebagai hasil karya manusia timbul
aneka ragam corak penafsiran. Keaneka
ragaman itu ditimbulkan dari berbagai hal,
diantaranya perbedaan kecenderungan,
motifasi penafsir, perbedaan misi yang
diemban, perbedaan ragam keilmuan yang 11
Cik Hasan Bisri dll. Mengerti Qur’an:
dikuasai penafsir , perbedaan zaman dan Pencarian Hingga Masa Senja, 70 Tahun Prof.
lingkungan yang berada disekitar penafsir, Dr. H.A. Chozin Nasuha, Pusat Penjaminan
perbedaan situasi dan kondisi yang Muta dan Pasca Sarjana UIN Sunan Gunung
Djati Bandung, tt, Hlm. 41.
12
M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an: Tafsir
9
al-Zarkasyi, al-Itqan, jilid 2, hlm. 174. Maudhu’i Atas Pelbagai Persoalan Umat,
10
Cik Hasan Bisri dll. Mengerti Qur’an: Mizan, Cet Kedua, 1996, Bandung, Hlm.xii.
13
Pencarian Hingga Masa Senja, 70 Tahun Prof. H.U. Syafruddin, Paradigma Tafsir tekstual &
Dr. H.A. Chozin Nasuha, Pusat Penjaminan kontekstual Usaha memahami Kembali Pesan
Muta dan Pasca Sarjana UIN Sunan Gunung al-Qur’an, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2009,
Djati Bandung, tt, Hlm. 41. Hlm. 32.
19
Abdul Wahab Khalaf, Ilmu Ushul Fiqh, Majlis
al-‘ala al-Indonesiy li al-da wah al-islamiy,
21
Jakarta, 1972, Hlm. 32-33. Agil Husin Al-Munawwar, Masykur Hakim,
20
Jajuni, Legislasi Hukum Islam di Indonesia, I’jaz Al-Qur’an dan Metodologi Tafsir, Dina
Citra Aditya Bakti, Bandung, 2005, hlm. 25 Utama, Semarang,1994, Hlm. 28.
punyai kemampuan untuk ijtihad; seperti keadilan Allah dapat diterapkan dan
Ali bin Abi Thalib, ‘Abdullah bin Abbas, muncul dalam situasi-situasi historis yang
Ibnu Mas’ud, Ubay bin Ka’ab melakukan kongkrit. Kontekstualisasi dapat mencakup
ijtihad sendiri.22 semua aspek kehidupan manusia, dan oleh
Pada masa tabi’in, mereka kerena itu hal yang sangat perlu
menafsirkan berdasarkan tafsir Nabi yang diperhatikan untuk melaksanakan
diriwayatkan oleh shahabat, hasil ijtihad kontektualisasi terhadap ayat-ayat (hukum)
shahabat , dan riwayat ahli Kitab, sedang Al-Qur’an adalah maqasid al-Syari’ah.
dimasa Tabi’it tabi’in sama seperti masa
tabi’in (tafsir Nabi yang diriwayatkan oleh 1. Hukum Islam
shahabat, hasil ijtihad shahabat, riwayat Hukum Islam adalah sebuah kosa
ahli kitab) dan ijtihad serta atsar tabi’in.23 kata dalam bahasa Indonesia yang terdiri
dari dua akar kata, yaitu hukum dan Islam.
C. Kontekstualisasi Hukum Islam Kata hukum Islam digunakan sebagai
padanan dari Islamic Law dalam tradisi
Kontekstualisasi berarti mengonteks-
akademik Barat. Berbeda dengan titik pijak
tualkan, sedang kata konteks sendiri seperti
hukum Islam, yang berasal dari wahyu,
dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia24
berarti: Apa yang ada didepan atau hukum dalam tradisi Barat berangkat dari
dibelakang (kata, atau kalimat, ucapan) kebutuhan masyarakat untuk menjembatani
yang membantu menentukan makna (kata, kebiasaan mereka agar terwujud ketertiban
kalimat, ucapan dlsb). Oleh karena itu dan keteraturan.
penulis mamaknai judul makalah: “Tafsir Para akademisi Barat menggunakan
Ahkam dan Kontekstualisasi Hukum kata Islamic Law, sebagai terjemahan dari
Islam“ dengan: Bagaimana memahami ayat kata syari’at maupun kata fiqh, namun
Al-Qur’an tentang hukum yang turun pada kecenderungan utama, mereka mengguna-
situasi dan kondisi saat turunnya ayat kan kata syari’at Islam sebagi bentuk lain
tersebut bisa diterapkan pada saat ini. dari “hukum ketuhanan” yang membeda-
kannya dari sistem-sistem hukum yang
Kita diberi kesempatan oleh Allah
didasarkan atas pertimbangan manusia.
untuk mengontekstualisasikan teks ayat-
Menurut Abdurrahman Wahid,
ayat al-Qur’an, sebab al-Qur’an diturunkan
Hukum Islam dalam pengertian yang
bukan hanya untuk orang Arab pada saat
sederhana adalah “keseluruhan tata
Rasul masih hidup saja, tapi diturunkan
kehidupan dalam Islam”. Atau seperti
untuk seluruh manusia di jagat raya ini dan
dikatakan oleh Mac Donald, hukum Islam
untuk sepanjang masa, sebagaimana Allah
adalah “the science of all things, human
telah menurunkan syari’atnya bagi seluruh
and divine (pengetahuan tentang semua hal,
nabi-nabiNya disesuaikan dengan
baik yang bersipat manusiawi maupun
zamannya, sedang hal-hal yang terkait
ketuhanan).25
dengan aqidah semuanya sama yaitu
tauhidullah. Menurut Mohammad Daud Ali;
Kontekstualisasi adalah proses Hukum Islam adalah hukum yang
berkesinambungan yang melalui bersumber dan menjadi bagian dari agama
kontekstual tersebut, kebenaran dan Islam.26
22 25
Muhammad “Ali al-Sais, Tarikh al-Fiqh al- Abdurrahman Wahid, dalam Tjun Suryaman
Islamiy, Muhammad “Ali shabah waauladih, (ed), Hukum Islam di Indonesia, Pemikiran dan
Mesir, tt, hlm. 87. Praktek, PT Remaja Rosda Karya, Bandung,
23
Agil Husin Al-Munawwar, Masykur Hakim, 1994, hlm. 3.
26
I’jaz Al-Qur’an dan Metodologi Tafsir, Dina Mohammad Daud Ali, Hukum Islam: Pengantar
Utama, Semarang,1994, Hlm. 29. Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di
24
Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta,
Indonsia, Balai Pustaka, Jakarta, 1982, hlm. 251 Cet. Kelima, 1996, hlm. 38
27
Djazuli, A. Ilmu Fiqh – Penggalian,
perkembangan, dan Penerapan Hukum Islam,
Kencana Prenada Media Group, Jakarta, Cet.
Ke3enam, 2006, hlm.13
28 32
Ibid, hlm.18. Juhaya S. Praja, dalam Tjun Suryaman (ed),
29
Mohammad Daud Ali, op.cit, hlm. 53. Hukum Islam di Indonesia, Pemikiran dan
30
Ibid, hlm.53. Praktek, PT Remaja Rosda Karya, Bandung,
31
A. Djazuli, op.cit, hlm. 2. 1994, hlm.v-vi
Qattanal, Manna Khali. 1972. Mabahits fi Riyadi, Hendar. 2005. Tafsir Emansipatoris,
‘Ulum al-Qur’an, tt: Mansyurat al- Arah Baru Studi Tafsir Al-Qur’an,
‘ushr al-hadits Bandung: Pustaka Setia.
Shalih, al, Shabhi, tt. Mabahits fi ‘Ulum al-
_______. 2000 (Cetakan ke-lima).Mabahits
Qur’an, Jakarta: Dinamika Berkah
fi ‘Ulum al-Qur’an, Terjemahan
Utama
Mudzakkir AS. Studi Ilmu-Ilmu
Shihab, M. Quraisy. 1996. Wawasan Al-
Qur’an, Jakarta: Litera Antar Nusa
Qur’an, Tafsir Maudhu’i atas
dan Pustaka Islamiyah.
Pelbabai Persoalan Umat, tt: Mizan.
Syafrudin H.U., 2009, Paradigma Tafsir Zarqani, al, Muhammad ‘Abdu al-‘Adzim,
Tekstual & Kontekstual Usaha tt.Manahil al-‘Irfan fi ‘Ulum al-
Memaknai Kembali Pesan Al-Qur’an, Qur’an , tt: Dzar al-Fikr.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.