Anda di halaman 1dari 3

Durotun Nisak (1804026023) IAT-A6

Mengenal Studi Living Qur’an

Studi living Qur’an adalah kajian menghidupkan al-Qur’an ditengah-tengah


masyarakat. Penelitian ini, memberikan perhatian kepada masyarakat terhadap teks al-Qur’an
dan penafsiran seseorang. Yang didalamnya mencakup persepsi masyarakat terhadap teks dan
penafsiran tertentu. Tujuan dari studi living Qur’an adalah untuk memperoleh wawasan dan
pengetahuan lebih mendalam mengenai suatu tradisi, ritual, praktik budaya, perilaku dan
pemikiran yang berkembang dan hidup ditengah-tengah masyarakat yang mengadopsi dari
suatu suatu ayat Al-Qur’an.

Praktik living Qur’an ini sebenarnya sudah ada dizaman Nabi Muhammad Saw.
Seperti ketika nabi Muhammad Saw meminta kesembuhan/meruqyah dengan menggunakan
surah Al-fatihah. Begitu Nabi Muhammad Saw membaca surah muawwidzatain (Surah Al-
Ikhlas & Surah An-Nas) untuk menolak sihir. Relevansinya didalam masyarakat, praktik
living Qur’an diperlakukan sebagai kapasitas fungsi diluar teks itu sendiri. Seperti al-Qur’an
yang tidak ada kaitannya dengan penyakit tetapi dalam potongan ayat tertentu digunakan dan
dipercaya dapat menyembuhkan suatu penyakit.

Sehingga, praktik pemaknaan al-Qur’an tidak terpaku pada pemahaman tekstualnya,


terapi lebih berdasarkan keyakinan adanya “fadhilah” didalam ayat tersebut. Al-Qur’an
sebagai objek studi living Qur’an adalah perwujudan al-Qur’an yang non-teks melalui kajian
sosial.

Jenis living Qur’an dibagi menjadi 3:

1) Kebendaan: mengkaji benda-benda yang dipercaya/diyakini terinspirasi dari ayat Al-


Qur’an. Contohnya: Rajah bertuliskan ayat Al-Qur’an, kaligrafi, seni membaca Al-Qur’an
(Tilawah, Tartil), tulisan dalam mushaf dll.
2) Kemanusiaan: mengenai perilaku, adab, karakter yang sesuai dengan adab Qur’ani.
Contohnya: Mujahadah, menghafal Al-Qur’an, pengobatan alternatif, ruqyah, dll.
3) Kemasyarakatan: mengenai tradisi, budaya, adat istiadat yang terinspirasi dari ayat Al-
Quran/ Hadist. Contohnya: metode manghafal al-Qur’an (ODOA, ODOJ, Lauh, Yadain)
yasinan, selamatan, dll.
Pendekatan living Qur’an meliputi: Sosiologi, fenomenologi, antropologi,
hermeneutika, keagamaan, structural, dan historis. Sehingga, diperlukan pemahaman dan
penguasaan mengenai ilmu sossial untuk dapat menelitinya.
Pembahasan dalam studi living Qur’an yaitu: lokasi, pendekatan perspektif, teknik
pengumpulan data, unit analisis data, kriteria, cara menentukan jumlah responden, strategi
analisis data, penyajian data.
Yang perlu kita ketahui bahwa dalam studi living Qur’an tidak ada judgment
walaupun praktik tersebut dianggap salah atau bertentangan dengan Al-Qur’an. Karena
fokus dari kajian living Qur’an adalah respon sosial mengenai fenomena yang lahir dalam
komunitas/ wilayah tertentu sebagai Quranic local wisdom. Maka, kajian living Qur’an
lebih fokus mengenai tradisi yang berkembang dan menjadi fenomena didalam
masyarakat dari persepsi kualitatif.

Teori Resepsi sebagai Teori Studi Living Qur’an dan Hadist

Secara etimologis, kata resepsi berasal dari bahasa Latin yaitu recipere yang diartikan
sebagai penerimaan atau penyambutan pembaca. Sedangkan pengertian resepsi secara
terminologis yaitu sebagai ilmu keindahan yang didasarkan pada respon pembaca terhadap
suatu karya sastra. Dari pengertian di atas bisa disimpulkan bahwa, resepsi merupakan
disiplin ilmu yang mengkaji peran pembaca dalam merespon, memberikan reaksi, dan
menyambut suatu karya sastra.

Teori Resepsi mengkaji mengenai peran pembaca terhadap suatu karya sastra,
dikarenakan pembaca merupakan penikmat dan konsumen dari karya sastra itu sendiri.
Sehingga, resepsi al-Qur’an adalah respon atau sikap pembaca terhadap ayat-ayat Al-Qur’a,
bisa melalui cara membaca dan melantunkan ayat-ayat Al-Qur’an, cara mengaplikasikan dan
menerapkan ajaran Al-Qur’an, cara menafsirkan pesan yang terkandung didalam ayat-ayat
Al-Qur’an, dll.

Menurut ahli sastra, suatu karya sastra dibagi menjadi 3 elemen:

1) Estetika Rima dan irama


2) Defamiliarisasi; kondisi psikologi pembaca yange Marasa takjub dan kagum setelah
menikmati dan mengkonsumsi karya sastra tersebut
3) Reinterpretasi; kondisi pembaca untuk menafsirkan/ menjelaskan kembali karya sastra
yang sudah dikonsumsi.
 Resepsi Eksegesis
Suatu respon penerimaan al-Qur’an oleh tafsir yang berdasar pada tindakan.
Biasanya resepsi ini digunakan untuk teks-teks atau kitab suci agama. Dalam konteks al-
Qur’an. Eksegesis adalah menerjemahkan atau menafsirkan Al-Qur’an dari bahasa Arab.
Praktik ini sudah dilakukan sejak masa awal Islam, dimana nabi menjelaskan
mengenai ayat Al-Qur’an yang ambigu, asing atau belum diketahui arti/tafsir dari ayat
tersebut, begitupula apabila ditemui ayat atau makna yang kurang jelas maka para sahabat
langsung menanyakan atau datang ke Rasulullah Saw.
Relevansi resepsi eksegesis adalah ketika seorang ulama/ kyai mengadakan
pengajian kita, tafsir atau rutinan mingguan dengan banyaknya jamaah, ketika
menjelaskan mengutip suatu ayat serta menafsirkan ayat tersebut.
 Resepsi Estetika
Tindakan menerima al-Qur’an secara seni. User membedakan “artistik dan
estetika”. Dimana artistik adalah teks itu sendiri dan estetika adalah wujud dari
penerimaan oleh pembaca, keduanya bersifat pribadi dan emosional, dan dapat di transfer
kepada orang lain tetapi penerimaannya ada yang sama dan adapula yang berbeda.
Resepsi estetika sudah ada sejak awal Islam yakni pembacaan ayat-ayat Al-Qur’an
dengan lagam dan dikembangkan (ilmu al-wajwid) pada abad ke-10. Relevansi resepsi
estetika yakni banyaknya lukisan ayat Al-Qur’an didinding dan kubah masjid, dan
sebagai bingkai/pajangan dirumah, melukis ayat-ayat Al-Qur’an dikanvas, mengukir ayat
Al-Qur’an sebagai ornamen, dll.
Diindonesi tepatnya di Banjar, ketika penamaan bayi yang baru lahir (tasmiyah)
seorang qori/qori’ah melantunkan ayat Al-Qur’an dengan lagam yang indah dan merdu.
Dan sekitar abad 16 ketika awal Islam, masjid pertama Banjar yang dibangun oleh Sultan
Suriansyah (sultan pertama) dihiasi dengan kaligrafi kayu.
 Resepsi Fungsional
Penerimaan al-Qur’an berdasarkan pada tujuan /fungsi pembaca, bukan pada
teks/teori. Resepsi ini dibagi menjadi 2; Fungsi performatif yakni penerimaan melalui
pembacaan/penulisan sesuai kebutuhan pembaca yang menghasilkan praktik atau
tindakan tertentu. Fungsi informatif yakni penerimaan al-Qur’an secara eksegesis.
Resepsi Fungsional sudah ada sejak zaman nabi Muhammad Saw. Dimana ada
seorang sahabat yang membaca surah Al-fatihah untuk menyembuhkan orang yang
digigit kalajengking. Relevansi resepsi ini yakni tradisi Banjar saat ham mengadakan
pengajian dengan membaca surah Maryam dan surah Yusuf untuk jabang bayi,
pembacaan Yasin 7 hari berturut-turut untuk orang yang telah meninggal, mengadakan
shalat malam setelag penguburan yang pahalanya ditujukan kepada almarhum.

Anda mungkin juga menyukai