KODIKOLOGI
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Filologi
Dosen pengampu Ahmad Hanafi, M.Hum
Nama Kelompok:
Rindi Anita Silvani (U20193061)
Rizqiatul Ulya (U20193082)
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, puji syukur atas
Kehadirat-Nya yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan inayah-Nya kepada penulis
sehingga dapat menyelesaikan makalah filologi tentang “KODIKOLOGI’’ Makalah ini telah
disusun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak dalam proses
pembuatan makalah ini, untuk itu penulis menyampaikan terima kasih kepada semua pihak
yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Dalam pembuatan makalah ini penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini
masih ada kekurangan baik dari susunan, kalimat, maupun tata bahasa. Oleh karena itu,
saran dan kritik dari teman-teman dan dosen sangat diharapkan untuk dapat memperbaiki
makalah penulis kedepannya.Diharap makalah filologi ini dapat memberikan manfaat bagi
pembaca baik untuk menambah pengetahuan maupun sebagai referensi. Demikian makalah
ini dibuat, terima kasih.
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL
KATA PENGANTAR...........................................................................................
DAFTAR ISI..........................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................
A. Latar Belakang..................................................................................................
B. Rumusan Masalah.............................................................................................
C. Tujuan...............................................................................................................
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................
A. Pengertian Kodikologi………..........................................................................
B. Iventarisasi Naskah........................................................................
C. Deskripsi naskah...........................................................................
D. Klasifikasi Naskah.............................................................................................
E. Komparasi Naskah.............................................................................................
F. Penelusuran silsilah Naskah.............................................................................
G. Penentuan Naskah dasar yang akan di edisi......................................................
BAB III PENUTUP...............................................................................................
A. Kesimpulan.......................................................................................................
B. Saran.................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebuah peradaban tidak akan terlepas dari masa lampau yang mengandung banyak
sejarah serta peninggalan-peninggalan berharga yang mengidentifikasikan tinggi rendahnya
sebuah peradaban. Peninggalan-peninggalan tersebut dapat berupa prasasti-prasasti, naskah-
naskah kuno, maupun peninggalan-peninggalan lain yang tidak dapat diabaikan begitu saja.
Berbagai penelitian dilakukan untuk mengkaji peninggalan-peninggalan sejarah tersebut.
Studi filologi merupakan studi yang sangat signifikan dalam mengkaji warisan budaya yang
tersebar diberbagai belahan dunia. Studi filologi berkonsentrasi pada pengkajian terhadap
naskah-naskah kuno. Naskah-naskah kuno tersebut tersebar diberbagai belahan dunia dan
sangat disayangkan jika tidak diteliti dan dikaji.
Dalam ilmu filologi, kita akan menemukan sebuah ilmu yang bernama kodikologi.
Kodikologi sendiri bukanlah sebuah ilmu yang baru. Jika filologi mengkhususkan pada
pemahaman isi teks atau kandungan teks, kodikologi khusus membahas seluk-beluk dan
segala aspek sejarah naskah. Dari bahan naskah, tempat penulisan, perkiraan penulis naskah,
jenis dan asal kertas, bentuk dan asal cap kertas, jenis tulisan, gambar atau ilustrasi, hiasan
atau iluminasi, dan lain-lain. Tugas kodikologi selanjutnya adalah mengetahui sejarah
naskah, sejarah koleksi naskah, meneliti tempat-tempat naskah sebenarnya, menyusun daftar
katalog naskah, menyusuri perdagangan naskah, sampai pada penggunaan naskah-naskah itu.
B. Rumusan Masalah
A. Apa itu koikologi?
B. Bagaimana cara kerja filologi?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui KODIKOLOGI
2. Untuk mengtahui penyusunan laporan isi Naskah.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kodikologi
Ada dua hal yang perlu dilakukan agar suatu karya klasik dapat dibaca atau dimengerti,
yakni menyajikan dan menafsirkan (Robson, 1994: 12). Begitu juga dengan filologi, untuk
menyajikan dan menafsirkan dalam penelitian filologi ada beberapa langkah yang
diperlukan. Untuk memilih naskah yang akan diteliti, langkah pertama adalah dengan
mengiventarisasi semua naskah sejenis, atau varian-variannya. Varian-varian suatu naskah
dapat diketahui melalui katalog dengan koleksi naskah, baik pribadi, lembaga, swasta, milik
negara, maupun dari luar negeri (Djamaris, 1977: 24). Inventarisasi naskah adalah kegiatan
mengumpulkan informasi mengenai keberadaan naskah-naskah yang mengandung teks
sekorpus.
Naskah-naskah yang mengandung teks sekorpus, yaitu naskah-naskah yang mengandung
teks sejudul, yang dapat tercantum pada sampul naskah luar atau sampul dalam naskah.
Meskipun demikian, menurut Saputra (2008:81) tidak berarti bahwa naskah-naskah yang
mengandung teks sejudul berarti mengandung teks sekorpus atau sebaliknya ada
kemungkinan naskah-naskah yang tidak sama judulnya tetapi mengandung teks sekorpus.
Sebelum melakukan inventarisasi naskah, langkah awal yang harus dilakukan adalah
menentukan teks atau naskah yang akan diteliti. Kemudian, teks dan naskah yang akan
ditentukan untuk diteliti perlu dipertimbangkan dari berbagai segi.
Menurut Surono (tanpa tahun: 5), penting tidaknya suatu naskah digarap perlu
dipertimbangkan dari berbagai segi di antaranya adalah naskah dipertimbangkan dari segi
bobot ilmiah, manfaat bagi pembangunan bangsa, dan sebagainya. Pengumpulan data atau
inventarisasi naskah dapat dilakukan dengan beberapa metode, seperti metode studi pustaka
dan metode studi lapangan (field research). Metode studi pustaka menggunakan sumber data
berupa katalogus naskah yang berada di berbagai perpustakaan dan museum.
Hasil dari pengumpulan data atau inventarisasi naskah adalah berupa daftar mengenai
sejumlah naskah (sekorpus) yang akan menjadi sumber data penelitian, yaitu judul naskah,
nomor koleksi, tempat penyimpanan, pemilik naskah, dan sebagainya. Saputra (2008: 82)
berpendapat bahwa hasil dari inventarisasi naskah sekaligus memungkinkan dapat
menentukan eliminasi naskah (pencoretan naskah dari daftar naskah-naskah yang akan diteliti
karena berbagai alasan pada tahap awal).
C. Deskripsi naskah
Deskripsi naskah adalah penyajian informasi mengenai kondisi fisik naskah-naskah yang
menjadi objek penelitian (Saputra, 2008: 83). Selain melakukan deskripsi naskah, sebaiknya
juga melakukan deskripsi teks, hal tersebut disebabkan karena yang menjadi objek dari
penelitian filologi adalah naskah dan teks. Deskripsi teks adalah penjelasan untuk
menggambarkan keadaan teks untuk memberikan keterangan bagaimana cara mengkaji teks
yang akan diteliti (Mulyani, 2009a: 9). Deskripsi naskah secara terperinci dapat dilakukan
setelah memperoleh naskah melalui inventarisasi naskah.
Metode yang digunakan dalam deskripsi naskah adalah metode deskriptif. Semua naskah
dideskripsikan dengan pola yang sama, yaitu nomor naskah, ukuran naskah, keadaan naskah,
tulisan naskah, bahasa, kolofon, garis besar isi cerita, dan sebagainya. Hal tersebut dilakukan
untuk memudahkan tahap penelitian selanjutnya, yaitu berupa pertimbangan (recentio) dan
pengguguran (eliminatio). Kemudian, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
melakukan deskripsi naskah adalah sebagai berikut.
1) Koleksi siapa, disimpan di mana, nomor kodeks berapa.
2) Judul apa, bagaimana, berdasarkan keterangan dalam teks oleh penulis pertama, atau
berdasarkan keterangan yang diberikan bukan oleh penulis pertama.
3) Pengantar (manggala dan doksologi), uraian pada bagian awal di luar isi teks: waktu mulai
penulisan, tempat penulisan, nama diri penulis, alasan penulisan, tujuan penulisan, harapan
penulis, pujaan kepada Dewa Pelindung atau Tuhan Yang Maha Esa, pujian kepada penguasa
pemberi perintah atau nabi-nabi.
4) Penutup (kolofon), uraian pada bagian akhir di luar isi teks: waktu menyelesaikan
penulisan, tempat penulisan, nama diri penulis, alasan penulisan, tujuan penulisan, harapan
penulis.
5) Ukuran teks: lebar x panjang teks, jumlah halaman teks, sisa halaman kosong.
6) Ukuran naskah: lebar x panjang naskah, tebal naskah, jenis bahan naskah, (lontar, bambu,
dluwang, kertas), tanda air.
7) Isi; lengkap atau kurang, terputus atau hanya fragmen, hiasan gambar, prosa atau puisi,
jika prosa berapa rata-rata jumlah baris tiap halaman, berapa ratarata jumlah kata tiap
halaman, jika puisi berapa jumlah pupuh, apa saja nama tembangnya, berapa jumlah bait pada
tiap pupuhnya.
8) Termasuk ke dalam golongan jenis naskah apa, bagaimanakah ciri-ciri jenis itu (harus
diakui belum ada pembagian jenis naskah yang seragam).
9) Tulisan :
jenis aksara/huruf : Jawa/Jawi/Bali/Latin/Bugis/Lampung
bentuk aksara/huruf : persegi/bulat
ukuran aksara/huruf : besar/kecil/sedang
sikap aksara/huruf : tegak/miring
goresan aksara/huruf : tebal/tipis
warna tinta : hitam/coklat
goresan tinta : jelas/kabur
10) Bahasa : baku, dialek, campuran, pengaruh lain.
11) Catatan oleh tangan lain :
di dalam teks : halaman berapa, di mana, bagaimana
di luar teks pada pias tepi: halaman berapa, di mana, bagaimana
12) Catatan di tempat lain: dibicarakan dalam daftar naskah/ katalogus/ artikel mana saja,
bagaimana hubungannya satu dengan yang lain, kesan tentang mutu masing-masing
(Mulyani, 2009b: 31-32).
Menurut Saputra (2008: 84), ada dua model deskripsi yang dapat digunakan, yaitu
model tabel dan model paparan. Keduanya masing-masing mempunyai keunggulan dan
kelemahan. Oleh karena itu, kedua model deskripsi tersebut apabila diterapkan secara
bersamaan akan saling melengkapi. Seperti telah disebutkan di atas bahwa deskripsi yang
disajikan dalam bentuk tabel dan paparan, masing-masing mempunyai keunggulan dan
kelemahan. Adapun keunggulan dari deskripsi yang disajikan dengan model tabel, yaitu
deskripsi naskah dan teks menjadi lebih jelas dan mudah dipahami oleh pembaca sedangkan
kelemahannya, yaitu deskripsi naskah dan teks yang disajikan kepada pembaca kurang dapat
membawa pembaca berimajinasi terhadap naskah yang dideskripsikan.
Saputra (2008: 88) menjelaskan bahwa deskripsi naskah yang disajikan dengan model
paparan, secara teknis lebih mudah diterapkan dan juga, lebih memberikan informasi yang
luas mengenai segala hal yang berkaitan dengan naskah dan segala hal yang ditemui secara
inderawi pada setiap halaman naskah. Adapun kelemahan dari deskripsi model paparan, yaitu
pembaca tidak dapat secara langsung mengetahui rincian informasi mengenai keadaan naskah
yang dideskripsikan karena pembaca harus membaca deskripsi yang disajikan dengan
paparan tersebut secara keseluruhan.
D. Klafikasi Naskah
Klasifikasi berasal dari bahasa inggris darikata “classification” dan kata ini berasal dari
kata “to classy” yang berarti menggolongkan dan menempatkan benda-benda di suatu tempat.
Klasifikasi adalah pengelompokkan yang sistematis pada sejumlah objek,
gagasan, buku atau benda-benda lain ke dalam kelas atau golongan tertentu
berdasarkan ciri-ciri yang sama (Hamakonda dan Tairas, 1999: 1).
Untuk mengadakan pengelompokan naskah, proses awal yang harus dilakukan oleh
seorang editor atau filolog ialah mengadakan penelitian yang cukup mendalam, sehingga
akhirnya dapat diketahui hubungan antar varian, perbedaan dan persamaannya, dan hubungan
kekerabatan antara berbagai naskah yang ada. Dalam hubungan inilah beberapa hal yang
perlu diketahui oleh editor atau filolog dalam rangka pengumpulan data akan membantunya
dalam membuat pengelompokan.
E. Komparasi Naskah
Perbandingan naskah menurut Edward Djamaris (1977) perlu dilakukan
apabila sebuah cerita ditulis dalam dua naskah atau lebih, untuk membetulkan kata-kata
yang salah atau tidak terbaca, untuk menentukan silsilah naskah, untuk mendapatkan
naskah yang terbaik dan untuk tujuan-tujuan yang lain. (hal.26). Perbandingan naskah
ini dilakukan dengan mengacu pada cara perbandingan naskah milik A. Sudewa dan
Edward Djamaris. Menurut A. Sudewa (1991) perbandingan naskah dilakukan dengan
cara perbandingan pasal-pasal ajaran dengan butir-butirnya meliputi perbandingan
jumlah dan urutan dari tiap teksnya berdasarkan pokok ajaran [untuk mendapatkan
naskah yang lengkap dalam hal pokok ajaran, yang sekaligus mempunyai susunan/
urutan poin ajaran tersebut dengan baik], dan perbandingan letak kesejajaran pokok
ajaran tersebut. Sedangkan menurut Edward Djamaris (1977), perbandingan naskah
dilakukan dengan cara:
Metode naskah jamak adalah metode kritik teks yang menggunakan
beberapa naskah varian. Metode ini dilakukan ketika naskah ditemukan tidak
hanya satu, tetapi dilakukan terhadap naskah yang jumlahnya lebih dari satu
naskah yang ditemukan. Metode naskah jamak dapat dilakukan dengan empat
metode, yaitu metode landasan, metode gabungan, metode objektif/stema, dan metode
intuitif.
1. Metode Intuitif
Dalam konteks sejarah suatu teks, besar kemungkinan mengalami penyalinan yang
berulang kali dan hal itu menyebabkan terjadi beberapa naskah yang beraneka ragam. Di
Eropa Barat untuk mengetahui bentuk asli karya-karya mengambil suatu naskah yang
dipandang baik dan dianggap yang paling tua lalu disalin lagi. Dalam penyalinan itu
ditempat-tempat yang tidak jelas atau diperkirakan terdapat naskah itu dibetulkan
berdasarkan naskah lain dengan pertimbangan akal sehat, selera baik, dan pengetahuan luas
di bidang bahasa maupun disiplin ilmu yang menjadi pokok bahasan naskah tersebut. Metode
ini bertahan sampai abad ke-19, sebelum munculnya metode objektif.
Menurut Sudardi (2001:27), metode intuitif ialah penyuntingan yang
dilakukan dengan cara mengambil salah satu naskah yang terbaik isinya,
kemudian disalin. Bagianbagian yang menurut penyalin dianggap kurang baik diperbaiki
dengan intuisi yang didasarkan pada akal sehat, pengetahuan yang luas, dan selera baik.
Metode intuitif termasuk metode nonilmiah.
Dari kedua penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa metode intuitif
yaitu salah satu metode penelitian naskah yang berdasarkan pengetahuan
sendiri, dengan cara mengambil naskah yang dianggap paling tua, teks yang dipandang
tidak betul atau tidak dijelas diperbaiki berdasarkan naskah lain yang
isinya sama juga berdasarkan akal sehat dan pengetahuan dari penelitinya.
Untuk menggunakan metode ini diperlukan pengetahuan yang luas mengenai
kehidupan pada masa naskah itu ditulis, terutama pengetahuan mengenai bahasa, sastra,
dan ilmu lain yang mempengaruhi kehidupan naskah tersebut.
Berdasarkan hal tersebut, secara ringkas metode intuitif bekerja dalam lingkup:
a) Peneliti (filolog) bekerja menentukan teks yang dianggap paling tua, paling baik,
dan paling mudah dibaca.
b) Tempat-tempat yang mengalami perubahan, atau dipandang tidak jelas diperbaiki
berdasarkan naskah lain dengan memakai akal sehat, selera baik, dan pengetahuan luas.
c) Metode ini hanya bisa dilakukan oleh peneliti yang sudah sangat berpengalaman.
d) Digunakan sampai pada abad kesembilan belas.
e) Pada saat ini metode ini sudah tidak dapat digunakan lagi, tetapi beberapa
bagiannya seperti pada penentuan teks yang paling baik bisa dilanjutkan dengan metode
landasan
2. Metode Objektif
Metode ini bertujuan mendekati teks asli melalui data-data naskah dengan memakai
perbandingan teks. Teorinya menurut West, bahwa naskah disalin satu demi satu kesalahan
yang pernah terjadi dalam naskah berikutnya dalam tradisi, akan terus diturunkan ke naskah
berikutnya (turun temurun). Metode ini dikembangkan di Eropa pada tahun 1930-an oleh
“Lachmann”. Kesalahan-kesalahan yang terdapat dalam proses penyalinan dari satu teks ke
teks yang lain dapat dipakai untuk menunjukkan perbedaan dan kesamaan antara naskah.
Menurut Sudardi, metode objektif adalah metode yangberusaha menyusun kekerabatan
suatu naskah berdasarkan adanya kesalahanbersama. Naskahnaskah yang mempunyai ke
salahan yang sama pada suatu tempat yang sama, maka diperkirakan bahwa naskah-
naskah tersebut berasaldari induk yang sama. Dengan cara tersebut, maka tersusunlah
suatu silsilah naskah (stema). Berdasarkan silsilah tersebut maka teks asal direkontruksi
melalui kritik teks. Selanjutnya menurut Lubis, metode ini bertujuanmendekati teks asl
melalui data-data naskah dengan memakai perbandingan teks.
Dapat disimpulkan bahwa metode objektif yaitu meneliti secara sistematis
hubungan kekeluargaan naskah-naskah sebuah teks atas dasar perbandingannaskah yang
mengandungkekhilafan bersama.Dengan metode ini, kita dapatmengetahui hubungan kek
erabatan anatara satu naskah dengan naskah yang
lainnya (silsilah naskah). Penentuan kekerabatan naskah dapat dilihat dari
jumlah perbedaan dan persamaan kesalahan yang terdapat dalam teks naskah
tersebut. Semakin banyak perbedaan di antara naskah tersebut maka semakin
jauh hubungan kekerabatannya, sedangkan apabila persamaannya lebih banyak,maka
naskah-naskah itu sekerabat bahkan mungkin berasal dari satu sumber.
3. Metode Gabungan
Metode gabungan dipakai apabila menurut tafsiran nilai naskah semuanya hampir sama, yang
satu tidak lebih baik dari pada yang lain. Sebagian besar bacaan naskah sama saja. Pada
umumnya bacaan yang dipilih dalam suntingan ini adalah bacaan mayoritas karena
berdasarkan pertimbangan umum bahwa jumlah naskah yang banyak itu merupakan saksi
bacaan yang betul. Kelemahan menggunakan metode ini adalah teks yang disajikan
merupakan teks baru yang menggabungkan bacaan dari semua naskah yang ada sehingga dari
segi ilmiah agak sukar dipertanggungjawabkan. Dari segi praktis, khususnya dari segi
pemahaman, suntingan teks gabungan ini lebih mudah dipahami dan lebih lengkap dari
semua naskah yang ada.1
1 Dr. H. Edwar Djamaris. Metode Penelitian Filologi. (CV Manasco, Jakarta. 2002), hal 25-26
Dengan kata lain, metode gabungan adalah salah satu metode penyuntingan naskah
banyak yang menggunakan semua naskah yang ditemukan, dengan cara disbanding-
bandingkan. Kesalahan-kesalahan yang terdapat dalam teks naskah dibetulkan dengan cara
memilih teks yang paling banyak (mayoritas) ataudengancara vootting . Dengan
metode ini akan didapatkan sebuah naskah baru (edisi) yang merupakan hasil turunan
dari beberapa naskahsetelah diadakan pembetulan dengan cara seleksi penggabungan atau
mengambil bacaanyang paling banyak (bacaan mayoritas).
Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa metode gabunganbekerja
berdasarkan adanya:
a) Penyuntingan didasarkan atas adanya kesamaan bacaan di sebagaian besar naskah
yang ditemukan.
b) Jika ada bacaan yang meragukan yang dijumpai pada mayoritas naskah
digunakan penyesuaian dengan norma tatabahasa, jenis sastra, keutuhan cerita, faktor-
faktor literer lain, dan latar belakang pada umumnya.
c) Hasil suntingan merupakan gabungan bacaan dari semua naskah yang ada dan
dapat dikataan sebagai teks baru
d) Hasil teks suntingan juga tidak dapat menggambarkan sejarah teks dan tidak dapat
meletakkan silsilah atau kekerabatan beberapa naskah yang ditemukan.
4. Metode Landasan
Metode ini diterapkan apabila menurut tafsiran ada satu atau segolongan
naskah yang unggul kualitasnya dibandingkan dengan naskah-naskah yang diperiksa dari
sudut bahasa, kesastraan, sejarah, dan lain sebagainya sehingga dapat dinyatakan sebagai
naskah yang mengandung paling banyak bacaan yang baik.Oleh karena itu, naskah ini
dipandang paling baik untuk dijadikan landasan atau induk teks untuk edisi.
Metode ini disebut juga metode induk atau metode legger (landasan). Varian-
variannya hanya dipakai sebaga ipelengkap atau penunjang. Seperti halnya
pada metode yang berdasarkan bacaan mayoritas, pada metode landasan ini pun varian-
varian yang terdapat dalam naskah-naskah lain seversi dimuat dalam aparat kritik, yaitu
bahan pembanding yang menyertai penyajian suatu naskah. Menurut Sudardi, metode
landasan ialah penyuntingan dengan mengambil satu naskah yang dianggap
paling baik kualitasnya. Naskah yang dianggap paling baik diambil sebagai
dasar suntingan, sementara naskah-naskah lainnya hanya sebagai penunjang bila ada hal-
hal yang meragukan. Selanjutnya menurut Lubis, hal ini diketahui bila diadakan
penelitian yang cermat terhadap bahasa, kesastraan, sejarah, dan segala hal tentang teks,
sehingga dapat dikatakan bahwa teks satu lebih unggul dibanding teks yang lainnya.
Karena itu, teks yang dinyatakan memiliki bacaan yang paling baik itu, dijadikan dasar
untuk edisi atau penyuntingan naskah. Pemilihan dan penentuan
naskah yang mengandung bacaan yang baik dilakukan berdasarkan berbagai kriteria,
antara lain usia naskah. Bila terdapat naskah tertua, perlu mendapat perhatian,
perhitungan, dan diprioritaskan, akan tetapi tidak harus selalu naskah
tertua yang dipilih. Perlu juga diperhitungkan aspek-aspek penampilan dari berbagai
segi baik bahasa, kejelasannya (tidak terdapat kerusakan yang mengganggu bacaannya),
dan kelengkapan informasi yang dikandungnya, seperti keterangan nama pengarang, tempat
dan tanggal penulisannya. Metode landasan dipakai apabila menurut nafsiran nilai naskah
jelas berbeda sehingga ada satu atau sekelompok naskah yang menonjol kualitasnya.
Kalau semua uraian sudah diperiksa dari sudut bahasa, sastra, sejarah, atau yang lain, naskah
yang mempunyai bacaan yang baik dengan jumlah yang besar, dapat
dianggap naskah yang terbaik dan dapat dijadikan landasan atau teks dasar
(Robson, 1978:36). Djamaris (2002:26), menjelaskan tujuan penyuntingan teks dengan
metode landasan adalah untuk mendapatkan teks yang autoritatif dan
untuk membebaskan teks itu dari segala macam kesalahan yang terjadi pada waktu
penyalinannya sehingga teks itu dapat dipahami sebaik-baiknya. Cara yang dapat
ditempuh untuk mencapai tujuan itu adalah membetulkan segala macam kesalahan,
mengganti bacaan yang tidak sesuai; menambah bacaan yang ketinggalan dan mengurangi
bacaan yang kelebihan. Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa metode landasan
yaitu metode untuk meneliti naskah dengan cara mengambil naskah yang lebih
berkualitas dan menyangkut hal berikut:
a) Naskah diteliti untuk menentukan naskah yang paling baik dengan melakukan
penelitian terhadap kebahasaan, kesastraan,sejarah dan lain-lain.
b) Naskah yang telah dianggap paling baik setelah melaluibeberapa penelitian
dijadikan landasan atau indukteks untuk penerbitan.
c) Varian-varian yang terdapat pada naskah yang seversi dimuat dalam aparat kritik,
yaitu perangkat pembanding yang menyertai penyajian suatu naskah.
Metode ini diterapkan apabila menurut tafsiran filologi ada satu atausegolongan
naskahyangunggulkualitasnyadibandingkan dengan naskah-naskah yang diperiksa dari sudut
bahasa, kesastraan, sejarah, dan lain sebagainya, sehingga dapat dinyatakan sebagai naskah
yang mengandung paling banyak bacaan yang baik. Naskah sebagai landasan dapat dipilih
dengan beberapa criteria terutama umur dan keadaan fisik naskah,tulisannya jelas dan dapat
dibaca, keadaannya baik tidak banyak kerusakkan (korup).
G. Penentuan Naskah dasar yang akan di edisi
Setelah peneliti selesai melakukan perbandingan tersebut, barulah ia memilih salah satu
naskah untuk dijadikan landasan edisi. Bagaimana cara menentukan criteria naskah yang baik
untuk edisi ? sebelum menentukan criteria, ia harus menetapkan apa tujuannya dan
bagaimana bentuk edisinya, karena ia sendirilah yang menentukan naskah mana yang ia pilih.
Adapun criteria yang dapat membantu dalam menentukan naskah yang dipilih adalah :
1. Isinya lengkap dan tidak menyimpang dari kebanyakan isi naskahnaskah yang lain
2. Tulisannya jelas dan mudah dibaca
3. Keadaan naskah baik dan utuh
4. Sesuai dengan sumber dan fakta
5. Bahasanya lancer dan mudaah difahami
6. Umur naskah lebih tua, meskipun tidak harus tertua
7. Menggambarkan apa yang diinginkan oleh pengarangnya Naskah yang memenuhi
kriteria tersebut mejadi pilihan utama untuk dasar edisi.
Naskah yang terpilih ini digunakan untuk melengkapi dan memperbaiki kesalahan atau
kekurangan yang terdapat pada naskah yang dipakai dasar sebelumnya. Dengan demikian,
erpenuhilah tujuan peneliti untuk memilih salah satu nasakah yang isinya lengkap, bahasanya
dan kondisinyapun baik.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
kodikologi ialah ilmu tentang naskah atau ilmu pernaskahan.Catatan: Kata naskah sering
digunakan dalam pengertian berbeda, misalnya naskah radio, naskah perjanjian dan lain-lain.
Selain itu, kata naskah sama maknanya dengan teks, misalnya teks pidato, teks perjanjian dan
lain-lain.Dalam kodikologi dan filologi, kedua istilah itu harus dibedakan, ‘teks’ adalah isi
kandungan naskah, apa yang tertulis sedang ‘naskah’ ialah wujud fisik.
B. Saran
Kami sangat menyadari bahwa makalah ini banyak sekali kesalahan dan sangat jauh dari
kesempurnaan, tentunya penulis akan terus memperbaiki makalah dengan mengacu pada
sumber yang dapat dipertanggung jawabkan nantinya, oleh karena itu penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran tentang pembahasan makalah di atas.
Tapi Berdasarkan uraian-uraian yang telah kami sebutkan, kami dapat ajukan beberapa saran
untuk dijadikan sebagai bahan pertimbangan, sebagai berikut:
1. Agar memanfaatkan makalah ini untuk memahami segala sesuatu yang berhubungan dengan
topik pembahasan ini yaitu tentang “Kodikologi”.
2. Agar lebih banyak lagi mengkaji tentang Kodikologi terutama yang berhubungan dengan
usia naskah
DAFTAR PUSTAKA
Prof. Dr. Nabilah Lubis, MA. Naskah Teks dan Metode Penelitian Filologi. (Yayasan Media
Alo Indonesia, Jakarta. 2001). http://digilib.uinsby.ac.id/20111/1/Filologi.pdf. diakses pada
tgl 26 Oktober 2020 Pukul 13:30 WIB. https://www.mildaini.com/2013/05/pengertian-
kodikologi.html diakses pada tgl 26 Oktober 2020 Pukul 13:30 WIB.