Anda di halaman 1dari 220

PERBAIKAN MAKALAH

ARSIP DAN FILOLOGI ISLAM

KELOMPOK 1-14

Kelompok 1 : Maya Veronika Putri - Objek Filologi Islam

Kelompok 2 : Pika Tri Reski – Lingustik Sebagai Ilmu Bantu Filologi

Kelompok 3 : Dita Nopita Sari - Filologi Sebagai Ilmu Bantu Displin Ilmu,
Linguistic, Sastra, Sejarah Dan Kebudayan,Hukum Adat,Sejarah
Perkmbangan Dan Filsafat

Kelompok 4 : Reka Oktavia - Sejarah Perkembangan Filologi Islam

Kelompok 5 : Fina Putri Oktafiani - Teori Filologi Dan Penerapannya

Kelompok 6 : Ependi Hidayat - Kodikologi Naskah Naskah Bahasa Arab


Kelompok 7 : Kiki Riski Hasanah - Kodikologi Naskah Naskah Arab Melayu

Kelompok 8 : Ria Destiani - Macam-Macam Metode Penyuntingan


Kelompok 9 : Fenny Desmi, Purwanti - Bentuk Laporan Teks Tulis Atau
Teks Cetak Arab
Kelompok 10 : Aditya Agung Pratama - Pengertian Dan Tipologi Arsip Serta
Signifikansi Dan Fungsi Arsip

Kelompok 11 : Oki Elan Syaferi, Keky Irhamsyah - Peraturan dan


Perundang-undangan dan Aspek Hukum Arsip

Kelompok 12 : Ochie Mandala Putra, Ratna Sari - Arsip Aktif Dan Arsip
Inaktif
Kelompok 13 : Hambali, Sopia – Tentang Kearsipan dan Filologi Islam

Kelompok 14 : Fitri Melania, Zulfikar Tri Mulyono, Malinda Ayun Sundari -


Penelitian Sejarah dan Kebudayaan Menggunakan Arsip

DOSEN PENGAMPUH:

Dra. RINDOM HARAHAP, M.Ag


KELOMPOK

2
MAKALAH

OBJEK FILOLOGI ISLAM

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK 1

MAYA VERONIKA PUTRI

DOSEN PENGAMPUH:

Dra. RINDOM HARAHAP, M.Ag

FAKULTAS USHULUDDIN, ADAB, DAN DAKWAH


PROGRAM STUDI SEJARAH PERADABAN ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI BENGKULU
TAHUN 2019/2020

3
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur hanya bagi Allah swt, karena izin dan
kekuasaannyalah penulis dengan berbagai keterbatasan dapat
menyelesikan makalah yang berjudul “OBJEK FILOLOGI ISLAM”.
salawat serta salam masih dilimpahkan kepada junjungan nabi besar
Muhammad Saw, karena berkat-Nyalah kita masih dikasih kesempatan
hidup dengan berbangsa dan dengan keadilan yang sempurna. Penulisan
makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah.
Semoga makalah yang kami susun ini bisa diterima dengan baik,
mohon maaf juga atas kekurangan makalah kami, dalam pembahasan ini
kurang dimengerti semoga apa yang belum dipahami dalam hal ini kita
bisa diskusi bersama.

Bengkulu, 13 April 2020

penulis

4
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I: PENDAHULUAN
a. Latar Belakang……………..................................................................

BAB II: PEMBAHASAN

a. Naskah dan teks dalam kebudayaan islam............................................

BAB III: PENUTUP


a. Kesimpulan............................................................................................

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................

5
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Secara bahasa filologi adalah berasal dari bahasa Yunani philologia
yang merupakan gabungan dari kata philos yang bermaksud ”teman” dan
logos yang bermaksud ”pembicaraan” atau ”ilmu”. Maka philologia
adalah ”senang berbicara” yang kemudian menjadi ”senang belajar”,
”senang kepada ilmu”, ”senang kepada tulisan-tulisan” dan kemudian
”senang kepada tulisan-tulisan yang bernilai tinggi”. Secara istilah adalah
sebutan untuk keahlian yang diperlukan untuk mengkaji peninggalan
tulisan yang berasal dari kurun waktu yang beratusratus tahun sebelumnya.
Namun seiring dengan perkembangannya, filologi diartikan sebagai ilmu
tentang pengetahuan yang pernah ada, ilmu sastra, sastra tinggi dan studi
teks. Di indonesia filologi diartikan sebagai satu disiplin ilmu pengetahuan
yang mempelajari budaya masa lalu suatu bangsa sebagaimana yang
terdapat pada teks yang tertulis.1
Terdapat dua istilah yang akan sering ditemui dalam studi ini iaitu
teks dan naskah. Istilah teks adalah merujuk kepada isi dan kandungan
naskah. Adapun isi mengandungi ide-ide atau amanat yang ingin
disampaikan oleh pengarangnya kepada pembaca. Selain itu teks juga
memiliki beberapa bentuk yang mengandungi cerita atau pelajaran yang
hendak dibaca dan dipelajari mengikut pendekatan yang digunakan. Dari
proses pembentukannya teks terdiri dari tiga macam, iaitu teks lisan,
tulisan tangan dan cetak. Dalam teks tulisan tangan terdapat dua perbedaan
yang sering disebut otograf (teks yang ditulis pengarangnya) dan apograf
(teks yang disalin dari tulisan aslinya). Adapun ilmu yang digunakan
untuk mengkaji teks ini disebut ilmu tekstologi.

1
Elit Ave Hidayatullah, STUDI FILOLOGI DUNIA ISLAM DAN BARAT DALAM
MENYELAMI SEJARAH DAN MEMBANGUN PERADABAN, JURNAL
SAINTIFIKA ISLAMICA Volume 2 No.1 Periode Januari - Juni 2015

6
Sementara naskah adalah bahan yang ada diatasnya tulisan tangan
atau biasa disebut manuskrip. Dalam berinteraksi dengan naskah beberapa
perkara yang perlu diperhatikan diantaranya adalah bahan naskah, umur,
tempat penulisan dan perkiraan penulisan naskah. Maka berkaitan dengan
seluk beluk naskah ini, muncul satu disiplin ilmu sendiri yang disebut ilmu
kadikologi. Kadikologi pertama kali dipopulerkan oleh seorang ahli
bahasa Yunani Alphonso Dain pada tahun 1949 dalam kuliah-kuliahnya di
Ecole Normale Suparienre, Paris dan dalam karyanya yang berjudul Les
Manuscript.
Dari keterangan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa studi
filologi adalah studi tentang teks tulisan kuno yang tertulis dalam naskah
atau manuskrip untuk digali darinya beberapa informasi sejarah dan juga
ilmu pengetahuan. Dalam proses aplikasinya studi filologi sangat
berkaitan erat dengan kajian tekstologi dan kodikologi. Selain aspek utama
kajiannya iaitu penyusunan edisi teks. Sebagai satu disiplin ilmu filologi
bisa disejajarkan dengan studi-studi kebudayaan lainnya seperti paleografi
(studi tentang tulisan-tulisan kuno), arkeologi (studi tentang benda-benda
kuno) dan sejarah (studi tentang peristiwa-peristiwa kuno). Namun,
apabila dihubungkan dengan disiplin ilmu-ilmu lain seperti sastra,
linguistik, sejarah, falsafah dan lainlain maka filologi ini adalah sebagai
ilmu bantu. Karena hasil penemuan studi filologi adalah satu data otentik
untuk mengungkap disiplin ilmu lainnya.2

2
Elit Ave Hidayatullah, STUDI FILOLOGI DUNIA ISLAM DAN BARAT DALAM
MENYELAMI SEJARAH DAN MEMBANGUN PERADABAN, JURNAL
SAINTIFIKA ISLAMICA Volume 2 No.1 Periode Januari - Juni 2015

7
BAB II

PEMBAHASAN

A. Naskah Dan Teks Dalam Kebudayaan Islam


Dalam dunia Islam kerja-kerja filologi telahpun ada dan
diaplikasikan dalam rangka mengumpulakan sumber ilmu pengetahuan.
Terdapat tiga proyek besar dalam dunia islam yang melibatkan kerja-kerja
filologi. Diantaranya adalah pada saat kodifikasi al-Qur’an, Hadith dan
proses asimilasi ilmu pengetahuan dan sain dari peradaban-peradaban lain
seperti Yunani, Persia, India dan Cina.
Kerja-kerja filologi dalam rangka mengkodifikasi al-Qur’an adalah
sebagaimana telah diaplikasikan oleh Zaid bin Tsabit yang mendapatkan
amanah daripada Khalifah Abu Bakar AlSiddiq r.a untuk pertama kalinya
dan Utsman bin Affan r.a. untuk kedua kalinya.20 Bahkan kerja-kerja
yang dilakukan dalam kodifikasi al-Qur’an adalah lebih ketat daripada
kerja-kerja filologi dalam teks-teks lain. Oleh karena hakekat al-Qur’an
sendiri yang bukan sembarang teks (nas). Akan tetapi kalam Allah yang
diwahyukan langsung oleh Allah kepada Rasul s.a.w. dan disampaikan
kepada para sahabat secara riwayah. Riwayah bukan hanya sekedar
riwayat secara lisan tapi juga tulisan.3
Oleh sebab itu dalam melakukan kodifikasi yang pertama kali Zaid
bin Tsabit tidak begitu saja menerima satu tulisan yang dapat
dipertimbangkan kecuali membawa dua orang saksi yang menyaksikan
bahwa pemilik tulisan tersebut betul-betul menulis al-Qur’an seperti yang
diperdengarkan oleh Rasulullah sendiri.22 Sehingga materi tulisan yang
deterima oleh Zaid bin Tsabit adalah benar naskah yang memiliki
tingkatan paling tinggi. Sehingga materi dalam tulisan tersebut tidak
diragukan lagi kebenarannya. Apatah lagi selain dari pada materi tulisan

3
Elit Ave Hidayatullah, STUDI FILOLOGI DUNIA ISLAM DAN BARAT DALAM
MENYELAMI SEJARAH DAN MEMBANGUN PERADABAN, JURNAL
SAINTIFIKA ISLAMICA Volume 2 No.1 Periode Januari - Juni 2015

8
Zaid juga mensyaratkan dengan hafalan, disamping Zaid sendiri memang
sudah menghafal seluruh ayat al-Qur’an.4
Manakala kodifikasi kedua dilakukan dalam rangka
menyeragamkan bacaan. Ide tersebut muncul pada saat terjadi perbedaan
cara membaca dikalangan umat Islam. Apabila kodifikasi yang pertama
adalah atas instruksi Abu Bakar Al-Siddiq r.a. namun kodifikasi yang
kedua ini dilakukan atas instruksi Utsman bin Affan r.a. Proyek ini oleh
Utsman bin Affan r.a. diamanatkan kepada 12 orang panitia yang telah
dilantik dan diketuai oleh Zaid bin Tsabit. Dalam hal ini Utsman bin Affan
menyusun mushaf sendiri (otonom). Proses penyusunannya adalah dengan
menerima setiap orang yang memiliki tulisan al-Qur’an dan bacaannya.
Utsman sendiri yang menerima tulisan setiap pengumpul tulisan yang
disertai dengan sumpah bahwa tulisan itu adalah benar-benar didengar
langsung daripada Rasulullah. Setelah diterima oleh Utsman tulisan
tersebut diberi tanda dan diserahkan kepada Zaid. Dan setelah tersusun
naskah otonom ini selanjutnya dilakukan perbandingan dengan suhuf
Aisah sebagai perbandingan dan suhuf Hafsah untuk verifikasi.
Kerja-kerja filologi lainnya adalah diaplikasikan oleh ilmuan-
illmuan muslim dalam mengkodifikasi hadith. Kerja-kerja kodifikasi ini
dilakukan secara resmi27 pada akhir abad pertama iaitu pada masa
pemerintahan Umar bin Abdul Aziz. Karena keadaan masyarakat Islam
yang telah berubah. Mulai dari habisnya masa sahabat menjadi masa
tabi’in, munculnya kelompok-kelompok baik agama ataupun politik dan
berubahnya sistem khilafah menjadi kerajaan. Sehingga muncullah
pemalsuan untuk menguatkan atau mencela suatu kelompok, pemalsuan
untuk mendekati penguasa dan bahkan untuk memunculkan keraguan pada
umat muslim seperti yang dilakukan oleh Al-Zanadiqah.

4
Elit Ave Hidayatullah, STUDI FILOLOGI DUNIA ISLAM DAN BARAT DALAM
MENYELAMI SEJARAH DAN MEMBANGUN PERADABAN, JURNAL
SAINTIFIKA ISLAMICA Volume 2 No.1 Periode Januari - Juni 2015

9
Oleh itu kodifikasi mutlak dilakukan dan kerja-kerja tersebut
dilakukan dengan sangat teliti. Ketelitian tersebut terlihat seperti syarat
yang diberikan bagi siapa saja yang meriwayatkan hadith. Diantaranya
adalah; pertama, meneliti kedhabitan suluk periwayat hadith. Kedua,
memperketat sanad yang menghubungkan zamannya dengan zaman
Rasulullah dengan silsilah yang bersambungan pada periwayatnya dan
bersaksi bahwa hadith itu didengar langsung daripada Rasulullah. Bahkan
pada bagian ini para ahli hadith menyebutkan bagaimana hadith-hadith
tersebut diperolehinya. Ketiga, mengetahui jarh (kecacatan) dan ta’dil
(kebaikan) pada setiap periwayat hadith.
Dua proyek besar yang dihuraikan di atas mengandungi nilai yang
sangat tinggi. Dalam aspek ilmu pengetahuan, secara umum, adalah telah
menyusun satu sumber ilmu pengetahuan yang mengandungi ajaran dan
nilai-nilai Islam yang agung, mengandungai pandangan alam islam yang
sesuai pada setiap tempat dan zaman. Tidak heran apabila peradaban Islam
bertemu dengan peradaban lain, Islam mampu mengadapsi dan
berasimilasi bahkan merubahnya sesuai dengan padangan alam Islam.
Adapun dari aspek studi filologi, secara khusus, telah merumuskan satu
kaedah yang sangat teliti dan akurat dalam perkembangan studi filologi.5
Memasuki pemerintahan bani Umayyah dan Abbasiyah peradaban
Islam telah bertemu dengan peradaban Yunini, Cina, Persia dan India.
Dari peradaban-peradaban tersebut peradaban Islam berasimilasi6 dan
mengembangkan sains dan ilmu pengetahuan dengan pandangan alam
Islam. Dari peradaban Yunani misalnya, telah berhasil di terjemahkan
karyakarya Aristotle, Plato, komentatornya Neo Platonis, Plotinus Eneads,
Hippocrates, Galen, Euclid, Ptolomy dan lain-lain. Dari peradaban India
telah berhasil diterjemahkan naskah astronomi berjudul Siddhanta juga
naskah matematika, astronomi dan lain-lain. Karya-karya tersebut setelah

5
Elit Ave Hidayatullah, STUDI FILOLOGI DUNIA ISLAM DAN BARAT DALAM
MENYELAMI SEJARAH DAN MEMBANGUN PERADABAN, JURNAL
SAINTIFIKA ISLAMICA Volume 2 No.1 Periode Januari - Juni 2015
6
Philiph K. Hitti (2010) History of The Arabs (terj), Jakarta: Serambi, hal. 389.

10
diterjemahkan selanjutnya dilakukan proses asimilasi. Bahkan pada tahun
830 M di Baghdad melalui mimpinya Al-Ma’mun membangun Bayt Al-
Hikmah yang merupakan perpustakaan, akademi, sekaligus institut
penerjemah sehingga menjadi satu lembaga pendidikan yang sangat
penting pada masa itu.
Dari fakta sejarah tersebut peradaban Islam telah berhasil
mengembangkan ilmu pengetahuan dan sains. Sehingga peradaban Islam
mencapai puncak kejayaanya. Adapun kerjakerja para ilmuan tersebu
adalah kerja-kerja filologi dengan subjek penelitiannya adalah manuskrip-
manuskrip yang telah didatangkan dari beberapa bangsa baik Yunani, Cina
Persia dan India. Tidak heran apabila Al-Ma’mun sengaja mengutus
utusan untuk pergi ke Kostantinopel menemui Raja Leo dari Armenia
untuk mencari karya-karya Yunani. Selain juga beberapa buku dari Raja
Bezantium.7

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
filologi diartikan sebagai ilmu tentang pengetahuan yang pernah
ada, ilmu sastra, sastra tinggi dan studi teks. Di indonesia filologi diartikan
sebagai satu disiplin ilmu pengetahuan yang mempelajari budaya masa
lalu suatu bangsa sebagaimana yang terdapat pada teks yang tertulis.
Terdapat tiga proyek besar dalam dunia islam yang melibatkan kerja-kerja
filologi. Diantaranya adalah pada saat kodifikasi al-Qur’an, Hadith dan
proses asimilasi ilmu pengetahuan dan sain dari peradaban-peradaban lain
seperti Yunani, Persia, India dan Cina.
Dari fakta sejarah tersebut peradaban Islam telah berhasil
mengembangkan ilmu pengetahuan dan sains. Sehingga peradaban Islam
mencapai puncak kejayaanya. Adapun kerjakerja para ilmuan tersebu

7
Philiph K. Hitti (2010) History of The Arabs (terj), Jakarta: Serambi, hal. 386.

11
adalah kerja-kerja filologi dengan subjek penelitiannya adalah manuskrip-
manuskrip yang telah didatangkan dari beberapa bangsa baik Yunani, Cina
Persia dan India. Tidak heran apabila Al-Ma’mun sengaja mengutus
utusan untuk pergi ke Kostantinopel menemui Raja Leo dari Armenia
untuk mencari karya-karya Yunani. Selain juga beberapa buku dari Raja
Bezantium.

DAFTAR PUSTAKA

Elit Ave Hidayatullah, STUDI FILOLOGI DUNIA ISLAM DAN BARAT


DALAM MENYELAMI SEJARAH DAN MEMBANGUN PERADABAN, JURNAL
SAINTIFIKA ISLAMICA Volume 2 No.1 Periode Januari - Juni 2015.
Hitti K. Philiph. History of The Arabs (terj), Jakarta: Serambi, 2010.

12
KELOMPOK

13
MAKALAH

“LINGUSTIK SEBAGAI ILMU BANTU FILOLOGI”

Di Susun Oleh :

PIKA TRI RESKI (1711430014)

Kelompok: 2

Dosen Pengampuh :

Dra. Rindom Harahap, M.Ag

PROGRAM STUDI SEJARAH PERADABAN ISLAM

FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN DAKWAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI BENGKULU

2020

14
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmatnya dan hidayah-nya sehingga memberikan semangat yang
kuat sehinya saya dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Lingustik sebagai
ilmu bantu Filologi” sebagai salah satu bahan persentase perkuliahan saya.

Makalah yang saya buat ini masih jauh dari kata sempurna untuk itu saya
mengharapkan kritik atau saran dari berbagai pihak mulai dari dosen, dan rekan-
rekan mahasiswa. Saya selaku pembuat makalah mengucapkan terima kasih
kepada dosen “ Kearsipan dan Filologi Islam” atas bimbingannya sehingga
makalah ini bisa dibuat tepat waktu, atas perhatiannya saya ucapkan terima kasih.

Bengkulu, Juni 2020

Penyusun

15
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN ILMU FILOLOGI


Filologi berasal dari kata : filos dan logos. Filos berarti :
cinta, logos berarti : kata. Jadi filologi berarti : cinta kata, senang
bertutur, senang belajar, senang ilmu, senang sastra, senang bahasa
dan juga kebudayaan. Kata Kata fifilologi dalam bahasa Inggris :
philology dipakai dalam pengertian terbatas ialah studi sejarah dan
penafsiran teks pada naskah-naskah lama.8
Di Negara Belanda, istilah filologi berarti perangkat
pengetahuan yang berhubungan dengan studi teks sastra atau
budaya dikaitkan dengan latar belakang dengan kebudayaan yang
didukung oleh teks tersebut. Lain lagi di Prancis, filologi selain
mendapat arti studi bahasa melalui dokumen tertulis, ia juga
merupakan studi tentang isi teks lama dan transmisinya. Jadi, tugas
filolog adalah untuk memurnikan teks dengan mengadakan kritik
terhadap teks, dan tujuan kritik teks ialah menghasilkan suatu teks
yang paling mendekati aslinya. 9
Teks yang sudah dibersihkan dari kesalahan-kesalahan dan
telah tersusunkembali seperti semula merupakan teks yang dapat
dipertanggungjawabkan sebagai sumber untuk kepentingan
berbagai penelitian dalam bidang-bidang ilmu lain.
Sedangkan dalam ilmu keislaman, filologi dikenal dengan
istilah tahqiq.Secara bahasa, tahqiq berarti tashhih (membenarkan)
dan ihkam (meluruskan).Sedangkan secara istilah berarti

88
Nabilah Lubis, Naskah, Teks dan Metode Penelitian Filologi, (Jakarta: Forum Kajian Bahasa dan
Sastra Arab Fak. Adab IAIN Syarif Hidayatullah, 1996),hlm 15
9
Ibid hlm 21

16
menjadikan teks yang ditahqiq sesuai dengan harapan
pengarangnya baik bahasanya maupun maknanya. Objek Filologi
Dalam penelitian filologi, yang menjadi objeknya adalah
peninggalan tulisan masa lampau yang kita kenal dengan kata-kata
“naskah” kata Arab, “manuskrip” kata latin, dan “kodeks” yang
berarti tulisan tangan. Di Indonesia istilah yang digunakan adalah
“naskah”.
Kandungan yang tersimpan dalam naskah, dalam kegiatan
filologi, pada umumnya disebut teks.Berbeda dengan produk masa
kini, hasil cipta masa lampau pada saat ini berada dalam kondisi
yang tidak selalu dapat diterima dengan jelas dan sering dikatakan
“gelap” atau “tidak jelas” oleh pembaca masa sekarang. Sebagai
akibatnya banyak karya tulisan masa lampau dirasakan tidak
mudah dipahami.
Pada dasarnya menurut filologi teks yang disalin
senantiasa mengalami perubahan atau tidak setia dalam
penurunannya baik karena tidak sengaja (misalnya keterbatasan
dan subjektivitas, kesalahan, keteledoran penyalinnya) maupun
karena disengaja (misalnya untuk menciptakan hal yang baru
pangsa pembaca). Hal ini menimbulkan variasi-variasi dalam hasil
penurunannya dan juga menimbulkan sikap terhadap variasi itu.
B. TUJUAN ILMU FILOLOGI
Tujuan dan kegunaan Filologi sebagian filologi
berpendapat, ialah termasuk membuat batasan-batasan,
pembagian alinea, memberi penjelasan, dan memperbaiki
kesalahan-kesalahan yang dianggap perlu.Metode tujuan
penelitian tidak hanya sebatas pada teks sebagaimana adanya
dalam naskah tetapi juga menyajikan teks yang baik dan sesuai
dengan kriteria ilmang biasa digunakan dalam tahqiq atau editing

17
naskah Arab lama mewajibkan penyebutan teks sebagaimana
adanya, kemudian perbaikannya disebut dalam catatan kaki.
Menurut Baroroh Baried, secara rinci dapat dikatakan bahwa
filologi mempunyai tujuan umum dan tujuan khusus.10
a. Tujuan Umum
1) Memahami sejauh mana perkembangan suatu bangsa
melalui sastranya, baik tulisan maupun lisan.
2) Memahami makna dan fungsi teks bagi masyarakat
penciptanya/penulisnya.
3) Mengungkapkan nilai-nilai budaya lama sebagai alternatif
pengembangan kebudayaan.
b. Tujuan Khusus
1) Menyunting sebuah teks yang dipandang dekat dengan teks
aslinya,
2) Mengungkapkan sejarah terjadinya teks dan sejarah
perkembangannya,
3) Mengungkapkan persepsi pembaca pada setiap kurun/zaman
penerimaannya. Setiap naskah mengandung informasi yang sangat
berharga.Apabila naskah diteliti isinya dengan menggunakan
pendekatan filologi, maka hasilnya dapat digunakan oleh
cabangcabang ilmu lain, seperti sejarah, hukum (terutama hukum
adat), perkembangan agama, kebahasaan, kebudayaan, dan sangat
bermanfaat dipublikasikan untuk umum.
Hasil penelitian naskah berarti merupakan sumbangan
pikiran yang sangat berarti terlebihlebih dalam rangka
memperkenalkan buah pikiran para pendahulu, sehingga dapat
dikenal dan diketahui oleh generasi-generasi berikutnya.

10
Ibid hlm 24

18
Karena menurut Haryati Soebadio, filologi adalah pekerja
kasar yang menyiapkan suatu naskah untuk bisa dipergunakan
oleh orang lain dalam berbagai disiplin ilmu.
C. ILMU BANTU FILOLOGI
Dalam penelitian filologi, para filolog dituntut untuk
memanfaatkan ilmu pengetahuan yang diharapkan dapat
mengungkapkan dan menjelaskan ilmu-ilmu yang terkandung
dalam teks.Karena filologi dengan ilmu yang lainnya memiliki
hubungan yang sangat erat, yaitu hubungan timbal balik atau
saling membutuhkan.
Filologi memerlukan ilmu-ilmu bantu yang erat
hubungannya dengan bahasa, masyarakat, budaya yang
melahirkan naskah dan ilmu sastra untuk mengungkapkan nilai-
nilai sastra yang terkandung didalamnya. Diantara ilmu tersebut
adalah Linguistik.
D. LINGUISTIK
Linguistik memang sangat mengutamakan bahasa tulis pada
awalnya, tetapi dalam perkembangannya linguistik lebih
mengutamakan bahasa lisan, bahasa yang dipakai sehari-hari. Ada
beberapa cabang linguistik yang dipandang dapat membantu
filologi, yaitu:
1) Etimologi, yaitu ilmu yang mempelajari asal-usul dan sejarah
kata. Hal ini didasari karena bahasa-bahasa naskah banyak
yang mengandung kata serapan dari bahasa lain, yang dalam
perkembangan sejarahnya perubahan bentuk dan kadang-
kadang juga perubahan arti. Ilmu ini diharapkan dapat
mengungkap sejarah kosakata dengan melakukan penelitian
penggunaan kata dari waktu ke waktu secara diakronis.

19
Hasil penggunaan konsep kata dari penelitian tersebut secara
sinkronis dapat ditentukan masa penulisan teks. Disamping itu, penelitian
secara etimologis juga dapat digunakan untuk memahami perubahan
konsep makna bahasa sebagai salah satu unsur kebudayaan yang secara
kultural dan struktural terkait dengan unsur-unsur kebudayaan lainnya.
Kata “ulama” misalnya, kata ini pada abad keenam belas digunakan
dengan konsep makna “cerdik pandai”, sedangkan pada abad kesembilan
belas telah digunakan dengan konsep makna “ahli dalam bidang agama”.
Penggunaan konsep makna pertama justru muncul dalam
masyarakat yang mayoritas agamanya adalah Islam atau masyarakat yang
kebudayaannya diwarnai oleh sistem religi berdasarkan agama Islam,
sedangkan penggunaan konsep makna yang kedua
muncul pada masyarakat yang sekuler yang mencoba memisahkan
antara kehidupan beragama dengan kebudayaan profan.
2) Etnolinguistik, ialah cabang lingusitik yang menyelidiki
hubungan antara bahasa dan masyarakat pedesaan atau
masyarakat yang belum mempunyai tulisan; atau cabang liguistik
yang menyelidiki hubungan bahasa dan sikap bahasawan terhadap
bahasa. Ilmu ini sangat berguna untuk penelitian teks lisan baik
yang bergenre mite, legenda, dan dongeng. Disamping itu, juga
sangat berguna untuk menentukan varian bahasa Melayu rendah.
3) Sosiolinguistik, adalah ilmu yang mempelajari hubungan dan
saling mempengaruhi antara perubahan bahasa dan perilaku
masyarakat.
Ilmu ini diharapkan dapat membantu mengungkapkan
keadaan sosio budaya yang terkandung dalam naskah. 4) Stilistik
(stylistika), yaitu cabang linguistik yang menyelidiki bahasa sastra,
khususnya gaya bahasa dan diharapkan dapat membantu filologi

20
dalam menemukan teks asli atau paling mendekati aslinya serta
penentuan umur. Bahasa yang Mempengaruhi Teks
Bahasa yang mempengaruhi bahasa naskah-naskah yang ada
khususnya naskah-naskah asal nusantara, seperti: 1) Bahasa
sansekerta, bahasa yang digunakan oleh bangsa-bangsa yang
tinggal di wilayah India dan telah digunakan secara tekstual
setidak-tidaknya sejak abad keempat Masehi. Fenomena tersebut
didasarkan atas ditemukannya prasasti berbahasa Sansekerta
dengan menggunakan huruf Palawa. Aksara ini digunakan oleh
raja-raja dinasti Palawa di India Selatan. Bahasa ini juga digunakan
dalam teks Hindu yang tersebar luas di wilayah Asia, Asia Timur,
dan Asia Tenggara.
Dalam naskah Jawa kuno tampak jelas pengaruh bahasa ini,
seperti penyerapan kosakata dan fase. Disamping itu, akan
terdapat banyak cuplikan yang kadang-kadang tanpa terjemahan.
Pengaruh semacam ini tampak jelas dalam Kakawin Rasmayana,
Uttarakanda, Sang Hyang Kamahayanikam. 2) Bahasa Arab adalah
bahasa yang digunakan dalam alQur’an dan hadis Nabi
Muhammad saw sebagai sumber hukum agama Islam, serta
digunakan dalam upacaraupacara ritual peribadatan, seperti shalat,
berdoa, haji, dan upacara ritual lainnya.
Sebagai bahasa sumber hukum agama Islam dan bahasa
upacara ritual peribadatan, setiap muslim wajib hukumnya
memahami semua aturan dan konsep-konsep dasar yang
tercantum
di dalamnya, dan juga semua ucapan-ucapan, doa, dan ungkapan-
ungkapan yang digunakan dalam melakukan peribadatan atau
upacara ritual supaya memahami betul apa yang telah dilakukan
sehingga dapat mencapai tingkatan khusuk.

21
Untuk bisa memahami kedua sumber hukum dan
ungkapan-ungkapan tersebut maka syarat utamanya ialah
memahami bahasanya, yaitu bahasa Arab. Dalam pondok
pesantren, bahasa Arab sering disebut sebagai ilmu alat, yaitu alat
untuk memahami agama.
Penggunaan bahasa Arab juga diperlukan terutama untuk
mengkaji naskah-naskah pengaruh Islam, khususnya yang berisi
ajaran tasawuf atau suluk.
2) Pengetahuan bahasa-bahasa daerah nusantara, disamping
bahasa-bahasa asing yang besar pengaruhnya seperti yang
disebut di atas, maka untuk penggarapan naskahnaskah
nusantara dibutuhkan pengetahuan tentang bahasa daerah
yang erat kaitannya dengan bahasa naskah. Pengetahuan ini
diperlukan jika ingin menerjemahkan naskah dari salah satu
bahasa daerah ke dalam bahasa Indonesia, sebagaimana dari
kegiatan ahli filologi.

22
BAB III

PENUTUP

a) Kesimpulan
Filologi berasal dari kata : filos dan logos. Filos berarti :
cinta, logos berarti : kata. Jadi filologi berarti : cinta kata, senang
bertutur, senang belajar, senang ilmu, senang sastra, senang bahasa
dan juga kebudayaan. Kata Kata fifilologi dalam bahasa Inggris :
philology dipakai dalam pengertian terbatas ialah studi sejarah dan
penafsiran teks pada naskah-naskah lama. Dalam studinya ilmu
Filologi memerlukan ilmu bantu salah satunya yaitu Lingustik
b) Saran
Penulis menyadari bahwasannya dalam penulisan makalah
ini banyak sekali kesalahan. Maka dari itu penulis membutuhkan
saran dari semua yang membaca makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA

Lubis Nabilah Naskah, Teks dan Metode Penelitian Filologi, (Jakarta: Forum
Kajian Bahasa dan Sastra Arab Fak. Adab IAIN Syarif Hidayatullah, 1996),

23
KELOMPOK

24
MAKALAH

‘’ Filologi Sebagai Ilmu Bantu Displin Ilmu, Linguistic, Sastra,


Sejarah Dan Kebudayan,Hukum Adat,Sejarah Perkmbangan
Dan Filsafat‘’

Disusun oleh:

Kelompok 3

NAMA: Dita Nopita Sari


NIM:1711430022
Dosen Pengampu : Rindom Harahap , M.,Ag

PROGRAM STUDI SEJARAH PERADABAN ISLAM

FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN DAKWAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI BENGKULU

2020

25
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Alhamdulillah puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan karunia-NYA sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul ’ Filologi Sebagai Ilmu Bantu Displin Ilmu, Linguistic, Sastra,
Sejarah Dan Kebudayan,HukumAdat,Sejarah Perkmbangan Dan
Filsafat‘’dengan baik.

Dalam penyusunan makalah ini, dengan kerja keras dan dukungan dari
berbagai pihak, kami telah berusaha untuk dapat memberikan yang terbaik dan
sesuai dengan harapan, walaupun didalam pembuatannya kami menghadapi
kesulitan, karena keterbasan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki.
Oleh karena itu pada kesempatan ini, kami ingin mengucapkan terima
kasih kepada Ibu Rindom Harahap ,M,Ag selaku dosen pengampu. Dan juga
kepada teman – teman yang telah memberikan dukungan dan dorongan kepada
kami.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini terdapat banyak
kekurangan, oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat kami
butuhkan agar dapat menyempurnakannya di masa yang akan datang. Semoga apa
yang disajikan dalam makalah ini dapat bermanfaat bagi teman – teman dan pihak
yang berkepentingan.

Waalaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh.

Bengkulu, JULI 2020

Penulis

26
Daftar Isi

KATA PENGANTAR .......................................................................................................... i

DAFTAR ISI ......................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................... 1

A. Latar Belakang ......................................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ..................................................................................................... 1

C. Tujuan Penulisan ...................................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN

A. Ilmu Bantu Disiplin .................................................................................................. 2

B. Lingustik....................................................................................................................

C. Sastra .........................................................................................................................

D. Sejarah Dan Kebudayaan .........................................................................................

E. Hukum Adat .............................................................................................................

F. filsafat .......................................................................................................................

BAB III PENUTUP ..............................................................................................................

A. Kesimpulan ...........................................................................................................

B. Saran .....................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................................

Ii

27
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sebagai istilah, kata ‘filologi’ mulai dipakai pada kira-kira abad ke-3 SM
oleh sekelompok ahli dari Iskandariyah, yaitu untuk menyebut keahlian yang
diperlukan untuk mengkaji peninggalan tulisan yang berasal dari kurun waktu
beratus-ratus tahun sebelumnya. Sebagian linguis menamakan linguistik sebagai
Fiqhullughah (filologi) yang berarti linguistik bandingan atau kajian lafal-lafal
Arab atau kajian lafal-lafal secara komparatif berdasarkan bahasa-bahasa Semit
atau berarti kajian bunyi-bunyi dalam bahasa fusha atau berarti kajian dialek-
dialek klasik dan modern. Pada umumnya ahli linguistik mempercayakan
pembacaan teks-teks lama pada ahli filologi. Dari hasil mereka inilah ahli
linguistik menggali dan menganalisis seluk-beluk bahasa tulis yang pada
umumnya tidak familiar seperti bahasa sehari-hari. Hasil kajian linguistik ini
kelak juga akan dimanfaatkan oleh penggarap naskah lama.

A. Rumusan Masalah
1. Bagiamana ilmu bantu filologi
2. Mengapa Linguistik sebagai Ilmu Bantu Filologi
3. Sejarah dan kedudayan
4. Hukum Adat dan fil;safat

B. Tujuan Masalah
1. Kenapa Bisa Ligustik Sebagai Ilmu Bantu Filologi
2. Apakah Yang Di Hubungkan Sejarah Dan Kebudayan
3. Kenapa Hukum Adaat Dan Filsafat

28
BAB II
PEMBAHASAN

A.Pengetahuan Bahasa sebagai Ilmu Bantu Filologi


Seorang filolog Kata filologi berasal dari bahasa Yunani philologia yang
berupa gabungan kata dari philos yang berarti ‘teman’ dan logos yang berarti
‘pembicaraan’ atau ‘Ilmu’. Dalam bahasa Yunani philologia berarti ‘senang
berbicara’ yang kemudian berkembang menjadi ‘senang belajar’, ‘senang kepada
ilmu’, ‘senang kepada tulisan-tulisan’ dan kemudian ‘senang kepada tulisan-
tulisan yang bernilai tinggi’ seperti ‘karya-karya sastra’.
Sebagai istilah, kata ‘filologi’ mulai dipakai pada kira-kira abad ke-3 SM
oleh sekelompok ahli dari Iskandariyah, yaitu untuk menyebut keahlian yang
diperlukan untuk mengkaji peninggalan tulisan yang berasal dari kurun waktu
beratus-ratus tahun sebelumnya. Ahli dari Iskandariyah yang pertama kali
melontarkan istilah ‘filologi’ bernama Erastothesnes.harus menguasai bahasa-
bahasa dalam teks kuno. Pengetahuan bahasa-bahasa yang mempengaruhi bahasa
teks antara lain:

1) Bahasa Sansekerta : (kakawin, kidung)


2) Bahasa Arab : ( tasawuf, mistik)
3) Pengetahuan bahasa-bahasa daerah : (Menyadur dan
memterjemahkan teks-teks Nusantara).

B. Linguistik sebagai Ilmu Bantu Filologi


Dalam bahasa, kita mengenal istilah linguistik. Menurut definisi yang
paling sederhana, linguistik adalah kajian bahasa secara ilmiah. Bahasa dikaji
menurut kerangka linguistik dalam bidang-bidang berikut:
1) fonetik, fonologi
2) morfologi, morfem
3) sintaksis
4) semantik

29
Sebagian linguis menamakan linguistik sebagai Fiqhullughah (filologi)
yang berarti linguistik bandingan atau kajian lafal-lafal Arab atau kajian lafal-lafal
secara komparatif berdasarkan bahasa-bahasa Semit atau berarti kajian bunyi-
bunyi dalam bahasa fusha atau berarti kajian dialek-dialek klasik dan modern.
Kebanyakan bahasa dalam teks kuno berbeda dengan bahasa sehari-hari, maka
filolog harus mangkajinya terlebih dahulu. Filolog memerlukan linguistik untuk
pengkajian bahasa teks.
1) Etimologi ( ilmu yang mempelajari tentang asal-usul dan sejarah
kata),
2) Sosiolinguistik ( hubungan dan saling pengaruh antara perilaku
bahasa dan perilaku masyarakat ),
3) Stilistika (Menyelidiki bahasa sastra khususnya gaya bahasa).
Pengkajian perubahan bentuk dan makna. Kata menuntut pengetahuan tentang :
1) Fonologi : Mempelajari bunyi bahasa,
2) Morfologi : Mempelajari pembentukan kata, dan
3) Semantik : Mempelajari makna kata.
Pada umumnya ahli linguistik mempercayakan pembacaan teks-teks lama
pada ahli filologi. Dari hasil mereka inilah ahli linguistik menggali dan
menganalisis seluk-beluk bahasa tulis yang pada umumnya tidak familiar seperti
bahasa sehari-hari. Hasil kajian linguistik ini kelak juga akan dimanfaatkan oleh
penggarap naskah lama.
Kegiatan/kajian filologi yang berkaitan dengan bahasa antara lain
adalah mengidentifikasi ciri-ciri bahasa Indo-Eropa pertama yang diasumsikan
oleh para linguis bahwa berbagai bahasa Indo-Eropa berasal daripadanya. Juga,
para linguis dalam bahasa bahasa Semit berusaha menjelaskan kaitan-kaitan yang
menghubungkan setiap bahasa Semit dengan bahasa Semit pertama yang
diasumsikan oleh para ulama keberadaannya sebelum bahasa-bahasa Semit yang
terkenal. Tujuan historis ini membawa kepada perhatian terhadap teks-teks klasik

30
dan kepada pandangan terhadap fase-fase sejarah berikutnya sebagai refleksi bagi
masa lalu.11
Dengan demikian, hasil karya filologi dianggap sebagai dasar bagi
linguistik dan ilmu-ilmu lain yang mengkaji penafsiran teks-teks dan analisis
materinya. Realisasi salah satu naskah dianggap sebagai hasil karya filologi
yang bermanfaat bagi kajian bahasa, juga bermanfaat bagi kajian sastra. Akan
tetapi ia tidak termasuk dalam bidang linguistik. Maka kajian bahasa terhadap
naskah itu berarti mengkaji teks dari aspek fonologi, morfologi, sintaksis, dan
leksikon, yaitu aspek-aspek yang diidentifikasi oleh para linguis untuk dijadikan
bidang kajian linguistik.12
Baried, Siti Baroroh, dkk. 1994. Pengantar Teori Filologi. Yogyakarta:
Badan Penelitian
C. .Sastra
perkembangan sastra di Indonesia tengah menemukan titik cerah. Hal ini
disebabkan manusia terus menghubungkan antara realita dan imajinasi dalam ide
dan pemikiran yang kompleks. Oleh sebab itu, sastra dapat dikatakan lembaga
sosial. Karangankarangan sastra merupakan perluasan dan perpanjangan dari tafsir
terhadap kaidah-kaidah dan konsep-konsep ketuhanan tentang metafisika, etika,
kalam, sejarah, estetika, epistemologi, dan anthropologi. Karena perannya itu
karangan-karangan tersebut turut pula membentuk pandangan hidup, sistem nilai
dan gambaran dunia penduduk kepulauan Melayu khususnya. Hasil peniruan
(mimesis) terhadap alam semesta membuat sastra bersifat dinamis, berubah, dan
memiliki panggung sendiri dalam sistem kehidupan. Untuk itu sastra tidak hanya
menyajikan keelokan dan keindahan semata (dulce), melainkan menyajikan pesan

11
Baried, Siti Baroroh, dkk. 1994. Pengantar Teori Filologi. Yogyakarta:
Badan Penelitian dan Publikasi Fakultas Seksi Filologi, Fakultas Sastra
Universitas Gajah Mada.
http://en.wikipedia.org/wiki/Philology

1212
Baried, Siti Baroroh, dkk. 1994. Pengantar Teori Filologi. Yogyakarta: Badan
Penelitian

31
yang bermanfaat (utile). Dunia sastra selalu berkembang mengikuti perubahan
zaman. Hal ini yang membawa sastra Indonesia pecah menjadi dua bagian yakni
sastra lama dan sastra baru. Dimana dalam setiap masa itu memiliki ciri khas yang
otonom dan absolut. Karya sastra lama berkembang dalam masyarakat yang
memegang adat istiadat yang berlaku di daerahnya. Oleh karena itu, bersifat
moral, pendidikan, nasihat, adat istiadat, serta ajaran-ajaran agama. Sebaliknya,
sastra baru tidak terikat dengan adat kebiasaan masyarakat sekitarnya, Interaksi
antar manusia dan lingkungannya melahirkan budaya dengan tatanan kehidupan
yang humanistik. Manifestasi manusia atau sekelompok orang yang hidup
bersama untuk mengolah ide, gagasan, dan tindakan menghasilkan produk budaya
berupa tradisitradisi, norma-norma, dan aturan-aturan. Hal tersebut tercipta
berdasarkan kesepakatan lahiriah dan batiniah secara kolektif untuk
menjadikannya pedoman hidup. Hal ini juga terlihat masyarakat Jambi sebagai
subetnis Melayu mentransformasikan produk budayanya ke dalam bentuk ajaran-
ajaran atau aturan-aturan berwujud sastra Melayu. Sastra Melayu, secara relatif
dan subjektif diklasifikasikan menjadi sastra tradisional dan modern.
D. Sejarah dan kedudayan
Kebanyakan bahasa dalam teks kuno berbeda dengan bahasa sehari-hari,
maka filolog harus mangkajinya terlebih dahulu. Filolog memerlukan linguistik
untuk pengkajian bahasa teks.
1) Etimologi ( ilmu yang mempelajari tentang asal-usul dan sejarah kata),
2) Sosiolinguistik( hubungan dan saling pengaruh antara perilaku bahasa dan
perilaku masyarakat ), dan
3) Stilistika (Menyelidiki bahasa sastra khususnya gaya bahasa).
Pengkajian perubahan bentuk dan makna. Kata menuntut pengetahuan tentang :
1) Fonologi : Mempelajari bunyi bahasa,
2) Morfologi : Mempelajari pembentukan kata, dan
3) Semantik : Mempelajari makna kata
E. Hukum Adat
Hukum Adat (Adatrecht) adalah sistem hukum yang tumbuh dan
berkembang dari kebiasaan-kebiasaan (customs) dalam masyarakat. merumuskan,

32
Hukum Adat adalah hukum non-statutior yang sebagian besar adalah hukum
kebiasaan dan sebagian kecil Hukum Islam. Hukum Adat itu pun melingkupi
hukum yang berdasarkan keputusan-keputusan hakim yang berisi asas-asas
hukum dalam lingkungan, di mana ia memutuskan perkara. Berdasarkan rumusan
ini, Hukum Adat adalah hukum tidak tertulis (non-statutior) yang sebagian besar
adalah hukum kebiasaan dan sebagian kecil adalah Hukum Islam, dan diterapkan
dalam peradilan adat (adatrechtspraak). terkenal dengan tesisnya Volkgeist,
bahwa semua hukum pada mulanya dibentuk dengan cara seperti yang dikatakan
orang, hukum adat, dengan bahasa biasa. Hukum itu mulanya dibentuk oleh adat
kebiasaan dan kepercayaan umum, kemudian oleh yurisprudensi
F. Filsafat
Kajian Filsafat Terhadap Nilai-Nilai Kearifan Lokal Masyarakat Hukum
Adat Filsafat termasuk ilmu pengetahuan yang paling luas cakupannya. Secara
etimologi, istilah filsafat dalam Bahasa Indonesia memiliki padanan kata falsafah
(Arab), philosophy (Inggris), philosophia (Latin), philosopie (Jerman, Belanda,
Perancis). Semua istilah itu bersumber pada istilah Yunani, philosophia. Istilah
Yunani philen berarti mencintai, sedangkan philos berarti teman. Selanjutnya,
isitlah shopos berarti bijaksana, sedangkan shopia berarti kebijaksanaan5. Filsafat
merupakan usaha untuk memperoleh pandangan yang menyeluruh. Filsafat
mencoba menggabungkan kesimpulan-kesimpulan dari berbagai ilmu dan
pengalaman manusia menjadi suatu pandangan dunia yang konsisten. Para filsuf
berhasrat meninjau kehidupan tidak dengan sudut pandangan khusus sebagaimana
dilakukan oleh seorang ilmuwan. Para filsuf memakai pandangan yang
menyeluruh terhadap kehidupan secara totalitas6. Dalam kaitannya dengan
filsafat, kearifan lokal masyarakat adat masuk dalam diskursus tentang etika.
Etika merupakan dunianya filsafat, nilai, dan moral yang mana etika bersifat
abstrak dan berkenaan dengan persoalan baik dan buruk. Dapat disimpulkan
bahwa etika adalah:
(1) ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan terutama tentang hak dan
kewajiban moral;
(2) kumpulan asas atau nilai yang berkenaandengan akhlak;

33
(3) nilai mengenai benar atau salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat
.

DAFTAR PUSTAKA

Baried, Siti Baroroh, dkk. 1994. Pengantar Teori Filologi. Yogyakarta: Badan
Penelitian dan Publikasi Fakultas Seksi Filologi, Fakultas Sastra Universitas
Gajah Mada.
http://en.wikipedia.org/wiki/Philology
http://www.mirza_indie.com:makalah-filologi-1

34
KELOMPOK

35
MAKALAH

FILOLOGI ISLAM

SEJARAH PERKEMBANGAN FILOLOGI ISLAM

Disusun oleh:

Reka oktavia

1711430004

Dosen Pengampu:

Dra. Rindom Harahap, M.Ag

PRODI SEJARAH PERADABAN ISALAM JURUSAN ADAB

FAKULTAS USSULUDDIN ADAB DAN DAKWAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGRI (IAIN) BENGKULU

TAHUN 201/2020

36
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................ 1

DAFTAR ISI ................................................................................................... 2

BAB 1 PENDAHULUAN ............................................................................... 3

A. Latar belakang ...................................................................................... 3


BAB 11 PEMBAHASAN ................................................................................ 4

B. Pengertian pilologi ............................................................................... 4


C. Tujuan dan kegunaan filologi .............................................................. 5
D. Pendekatan Sejarah dalam Institusi Keislaman.................................... 6
E. Sejarah filologi ..................................................................................... 6-7
BAB 111 PENUTUP ....................................................................................... 7

A. Kesimpulan .......................................................................................... 8
Daftar pustaka .................................................................................................. 8

37
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Secara etimologis, filologi berasal dari dua kata dalam bahasa Yunani, yaitu
philos yang berarti cinta dan logos yang berarti "kata'. Dengan demikian, kata
filologi membentuk arti "cinta kata atau 'senang bertutur'. Arti tersebut kemudian
berkembang menjadi 'senang belajar’, dan 'senangkasustraan atau senang
kebudayaan.

Pendekatan filologi dalam pengkajian Islam sudah dikenal cukup lama.


Pendekatan ini sangat populer bagi para pengkaji agama terutama ketika mengkaji
naskah-naskah kuno peninggalan masa lalu.

Karena obyek dari pendekatan filologi ini adalah warisan-warisan


keagamaan, berupa naskah-naskah klasik dalam bentuk manuskrip. Naskah-
naskah klasik itu meliputi berbagai disiplin ilmu sejarah, teologi, hukum,
mistisme dan lain-lainnya yang belum diterjemahkan ke dalam bahasa Eropa dan
belum dimanfaatkan di negara-negara muslim. Awal sejarah ilmu filologi muncul
diperkirakan sekitar abad ke-3 SM. Pada saat itu, peradaban yang paling maju
adalah peradaban Yunani Kuno yang ditandai dengan munculnya tokoh-tokoh
besar sebagai peletak dasar ilmu pengetahuan. Peradaban bisa dikatakan maju atau
tidak dapat dilihat, salah satunya dari kepedulian masyarakatnya dengan ilmu
pengetahuan yang ditandai berkembangnya tradisi tulis.

Selain itu, pada masa itu, Yunani Kuno sudah terkenal dengan
perpustakaannya yang bernama Alexandria atau Iskandariyah. Perpustakaan ini
yang menjadi akar munculnya ilmu pengetahuan filologi. Di dalam perpustakaan
tersebut mempunyai naskah-naskah yang ditulis oleh tokoh-tokoh besar. Jangan
kita bayangkan naskah-naskah tersebut dalam bentuk buku-buku seperti yang
sekarang kita lihat. Dahulu, naskah ditulis di atas kertas papyrus. Naskah pada
zaman Yunani.

38
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Filologi
Islam telah menjadi kajian yang menarik banyak minat belakangan ini, Studi
Islam pun makin berkembang Islam tidak lagi dipahami dalam pengertian historis
dan doktriner, tetapi telah menjadi fenomena yang kompleks. Islam tidak hanya
terdiri dari rangkaian petunjuk formal tentang bagaimana seseorang memaknai
kehidupannya. Islam telah menjadi sebuah sistem budaya, peradaban, komunitas
politik, ekonomi dan bagian dari perkembangan dunia. Mengkaji dan mendekati
Islam, tidak lagi mungkin hanya dari satu aspek, tetapi dibutuhkan metode dan
pendekatan.

Pada dasarnya untuk mengkaji Islam diperlukan semacam pendekatan yang


mampu menjelaskan dari sisi mana Islam dilihat. Untuk itu perlu seperangkat
metodologi atau pendekatan agar studi dalam Islam lebih dapat dikaji secara
objektif Agama Islam yang dibawa Nabi Muhammad Saw, diyakini dapat
menjamin terwujudnya kehidupan manusia yang sejahtera lahir dan batin. Di
dalamnya terdapat berbagai petunjuk tentang bagaimana seharusnya manusia itu
menyikapi hidup dan kehidupan ini secara lebih bermakna dalam arti yang seluas-
luasnya. Seiring perubahan waktu dan perkembangan zaman agama semakin
dituntut agar ikut terlibat secara aktif di dalam memecahkan berbagai masalah
yang dihadapi manusia. Agama tidak boleh hanya sekedar menjadi lambing
kesalehanatau berhenti sekedar disampaikan dalam khutbah, melainkan secara
konsepsional menunjukkan cara-cara yang paling efektif dalam memecahkan
masalah.

Melihat kenyataan semacam itu, maka diperlukan rekontruksi pemikiran


keagamaan, khususnya berkaitan dengan pendekatan-pendekatan filologis dan
sejarah. Studi Islam dituntut untuk membuka diri terhadap masuknya dan
digunakan pendekatanpendekatan yang bersifat objektif dan rasional. Pendekatan
yang diteraokan dalam mempelajari suatu masalah amatlah penting untuk

39
mengetahui derajat keilmuan studi yang dihasilkannya dalam hal ini tidak
terkecuali masalah studi dalam Islam.

Secara etimologis, filologi berasal dari dua kata dalam bahasa Yunani, yaitu
philos yang berarti cinta dan logos yang berarti "kata'. Dengan demikian, kata
filologi membentuk arti "cinta kata atau 'senang bertutur'. Arti tersebut kemudian
berkembang menjadi 'senang belajar’, dan 'senangkasustraan atau senang
kebudayaan.

Pendekatan filologi dalam pengkajian Islam sudah dikenal cukup lama.


Pendekatan ini sangat populer bagi para pengkaji agama terutama ketika mengkaji
naskah-naskah kuno peninggalan masa lalu. Karena obyek dari pendekatan
filologi ini adalah warisan-warisan keagamaan, berupa naskah-naskah klasik
dalam bentuk manuskrip. Naskah-naskah klasik itu meliputi berbagai disiplin ilmu
sejarah, teologi, hukum, mistisme dan lain-lainnya yang belum diterjemahkan ke
dalam bahasa Eropa dan belum dimanfaatkan di negara-negara muslim. Alat
untuk mengetahui warisan-warisan intelektual Islam itu adalah bahasa, seperti
bahasa Arab, Persia, Turki dan Urdu.

Filologi selama ini dikenal sebagai ilmu yang berhubungan dengan karya
masa lampau yang berupa tulisan. Studi terhadap karya tulis masa lampau
dilakukan karena adanya anggapan bahwa dalam peninggalan aliran terkandung
nilai-nilai yang masih relevan dengan kehidupan masakini. Pendekatan filologi
atau literal dalam studi Islam meliputi metode tafsir sebagai pendekatan filologi
terhadap alquran dalam menggali makna yang dikandungnya, pendekatan filologi
terhadap hadits atau sunnah Rasul dan pendekatan filologi terhadap teks-teks
klasik (hermeneutika) yang merupakan refleksi kebudayaan kuno dalam tulisan-
tulisan para intelek di masanya. Dalam menerapkan pendekatanpendekatan ini
juga membutuhkan pendekatan atau metode lain sesuai dengan disiplinnya, seperti
sastra, dan filosofis.

40
B. Tujuan dan Kegunaan Filologi
Secara umum filologi bertujuan untuk menertibkan menyunting dan menganalisis
suatu naskah kuno. Tentu dalam hal ini sangat memerlukan disiplindisiplin ilmu
lainnya, seperti sejarah, filsafat, sosiologi, antropologi, sejarah agama, dan sejarah
perkembangan hukum (terutama hukum adat). Maka dapat dikatakan bahwa
secara praktis penelitian filologi dilakukan untuk tujuan menunjang ilmu-ilmu
lain. Sedangkan secara metodologis dilakukan karena banyaknya naskah kuno
yang masih harus diuji otentisitas isi kandungan atau teksnya, Pengujian
otentisitas atau kemurnian suatu teks harus dilakukan secara cermat dan kritis
terhadap semua varian yang terdapat dalam teks, yang dimaksudkan agar dapat
menghasilkan suatu teks yang mendekati aslinya.

Kemungkinan varian teks dalam berbagai naskah dapat dilihat dari riwayat
kemunculan teks itu sendiri. De Haan berpendapat bahwa proses terjadinya teks
ada beberapa kemungkinan, sebagai berikut:

1.Aslinya ada dalam ingatan pengarang, dan apabila seseorang ingin memiliki
teks itu dapat menulisnya melalui dikte. Maka setiap teks diturunkan (ditulis)
dapat bervariasi, dan perbedaan teks adalah bukti dari berbagai pelaksanaan
penurunan dan perkembangan cerita sepanjang hidup pengarang.

2. Aslinya adalah teks tertuliskurang lebih merupakan kerangka yang masih


memungkinkan atau memerlukan kebebasan seni.

3. Aslinya merupakan teks yang tidak memungkinkan untuk diadakan


penyempurnaan karena pengarangnya telah menentukan pilihan kata yang ketat
dalam bentuk literer. Hal ini pada zaman sekarang yang sudah ada mesin fotocopi
tidak begitu merupan kendala, tetapi pada zaman dulu sebuah naskah diperbanyak
dengan cara menulis ulang dengan tangan dan resiko kesalahan sangat
dimungkinkan. Beberapa kesalahan disebabkan antara lain; penyalin kurang
memahami bahasa atau pokok persoalan naskah yang disalin, atau

mungkin karena tulisannya kurang jelas (kabur buram), atau karena ketidak
telitian penyalin sehingga beberapa huruf hilang (haplografi)3

41
Sedangkan secara rinci dapat dikatakan bahwa filologi mempunyai tujuan umum
dan tujuan khusus, diantaranya adalah:

1..Tujuan umum:

a. Memahami sejauh mana perkembangan suatu bangsa melalui sastranya, baik


tulisan maupun lisan

b. Memahami makna dan fungsi teks bagi masyarakat penciptanya.

c. Mengungkapkan nilai-nilai budaya lama sebagai alternatif pengembangan


kebudayaan.

2.Tujuan khusus:

a. Menyunting sebuah teks yang dipandang dekat dengan teks aslinya

b. Mengungkapkan sejarah terjadinya teks dan sejarah perkembangannya.

Sedangkan kegunaan dari hasil penelitian filologi adalah sebagai suatu informasi
yang sangat berharga bagi khalayak umum dan dapat digunakan oleh
cabangcabang ilmu lain, seperti sejarah, hukum, agama, kebahasaan, kebudayaan.
Nabilah Lubis yang mengutip perkataan Haryati Soebadio bahwa filologi adalah
pekerjaan kasar yang menyiapkan suatu naskah untuk bisa dipergunakan oleh
orang lain dalam berbagai disiplin ilmu. Jadi hasil dari penelitian naskah
merupakan sumbangan pemikiran yang sangat berarti, terlebih dalam rangka
memperkenalkan buah pikiran para pendahulu, sehingga dapat dikenal dan
diketahui oleh generasi berikutnya.

C. Pendekatan Sejarah dalam Institusi Keislaman


Islam berkembang sebagai agama yang memiliki kandungan nilai-nilai ilmiah,
rasional dan mistik. Hal tersebut karena perkembangan ini membawa dampak
pada aspek lain, di antaranya pada pembentukan institusi-institusi Islam. Secara
politis, pada masa awal Islam telah muncul system khilafah sebagai institusi Islam
dalam wilayah pengaturan kekuasaan politik. Kepemimpinan Islam merupakan

42
kepemimpinan yang dipilih melalui primus interpares, bukan kekuasaan turun
temurun seperti kerajaan.

Secara antropologis, dalam pengaturan untuk memenuhi kebutuhan akan pemuas


seksual, masyarakat Muslim membentuk lembaga pernikahan. Dalam ajaran
Islam, pernikahan merupakan institusi yang sakral, tidak hanya dianggap sebagai
upacara rutinitas, namun memiliki nilai ibadah sehingga seorang Muslim menikah
bukan karena semata-mata memenuhi kebutuhan seksual, melainkan beribadah
juga.

Dalam aspek ritual, haji muncul sebagai institusi Islam yang cukup
spektakuler memiliki dampak kegiatan yang luas, Begitu juga, shalat merupakan
kegiatan yang dapat dilihat pubklik dunia, sebab dimana ada umat Islam di situ
akan ada tempat ibadah. Puasa, sebagai ibadah yang telah diwajibkan kepada
umat-umat sebelum Islam, menjadi institusi yang mewarnai aktivitas tahunan
umat Islam selama satu bulan. Zakat sebagai lembaga ekonomi dalam Islam
merupakan karakteristik khas institusi dalam Islam sekalipun belum secara
optimal pemanfaatannya bagi umat Islam.

D. Sejarah filologi islam


Awal sejarah ilmu filologi muncul diperkirakan sekitar abad ke-3 SM.
Pada saat itu, peradaban yang paling maju adalah peradaban Yunani Kuno yang
ditandai dengan munculnya tokoh-tokoh besar sebagai peletak dasar ilmu
pengetahuan. Peradaban bisa dikatakan maju atau tidak dapat dilihat, salah
satunya dari kepedulian masyarakatnya dengan ilmu pengetahuan yang ditandai
berkembangnya tradisi tulis.

Selain itu, pada masa itu, Yunani Kuno sudah terkenal dengan
perpustakaannya yang bernama Alexandria atau Iskandariyah. Perpustakaan ini
yang menjadi akar munculnya ilmu pengetahuan filologi. Di dalam perpustakaan
tersebut mempunyai naskah-naskah yang ditulis oleh tokoh-tokoh besar. Jangan
kita bayangkan naskah-naskah tersebut dalam bentuk buku-buku seperti yang

43
sekarang kita lihat. Dahulu, naskah ditulis di atas kertas papyrus. Naskah pada
zaman Yunani

DAFTAR PUSTAKA

Slamet Achmad. 2016. Ajar metodologi studi islam. Yogyakarta: deepublish.

Utriza yakin, DEA,Ph.D Ayang.sejarah hukum islam nusantara

44
KELOMPOK

45
MAKALAH

TEORI FILOLOGI DAN PENERAPANNYA

Di Susun Oleh :

Fina Putri Oktafiani

Dosen Pengampuh :

Dra. Rindom Harahap, M.Ag

PROGRAM STUDI SEJARAH PERADABAN ISLAM

FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN DAKWAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI BENGKULU

2020

46
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR ..................................................................................... ii

DAFTAR ISI .................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ..................................................................................... 3

BAB II PEMBAHASAN

A. Teori Filologi ....................................................................................... 4


B. Penerapan Teori Filologi ...................................................................... 18

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan .......................................................................................... 21
B. Saran ..................................................................................................... 21

Daftar Pustaka

47
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Awal kegiatan filologi di Iskandaria dilakukan oelh bangsa Yunani
pada abad ke-3 SM dipelopori oleh Erastothenes. Kegiatan mereka
utamanya adalah meneliti naskah-naskah peninggalan abad ke-8 SM yang
ditulis diatas daun papyrus. Filolog saat itu harus memiliki pengetahuan
yang tinggi karena untuk mengetahui isi naskah terlebih dahulu harus
mengetahui huruf yang berlaku saat itu. Disinilah proses kerja filologi
dilakukan dengan membetulkan kesalahan-kesalahan, membetulkan
kesalahan ejaan, bahasa, tata tulis, kemudian menyalin kedalam keadaan
yang sudah benar jauh dari kesalahan-kesalahan. Salinan naskah kadang-
kadang diberi penjelasan dan komentar serta tafsiran-tafsiran sesuai
dengan interpretasi filolog. Inilah awal munculnya mazhab Iskandariyah.
Kegiatan perdagangan naskah waktu itu cukup ramai dan berakhir abad
ke-1 SM bersamaan dengan jatuhnya Oskandariyah ke bangsa Romawi.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Filologi
Secara etimologis filologi berasal dari bahasa Yunani Philos yang
mempunyai makna cinta (love) dan Logos yang berarti kata (word),
artikulasi, dan alasan. Dengan begitu, filologi bisa diartikan cinta terhadap
kata atau bisa juga senang bertutur, berbicara dengan berargumentasi.
Itulah sebabnya mengapa filologi selalu bermain-main dan suka terhadap
kata dan teks. Makna ini pada perkembangannya bergeser menjadi senang
belajar, senang ilmu, senang kebudayaan, dan senang kesastraan.
Pengertian filologi terutama di tradisi Inggris-Britania disamakan
dengan linguistik komparatif-historis. Di Inggris bagian lain dan beberapa

48
negara Eropa dan Amerika menyebutnya dengan filologi kompratif yang
berada dibawah rumpun linguistik. Sementara di Jerman, dengan kata
philologis lebih mengacu pada kajian mengenai teks-teks sastra,
khususnya teks-teks sastra Yunani-Romawi kuno dan kajian kebudayaan
da peradaban melalui dokumen-dokumen sastra.13
Filologi juga diartikan kebudayaan. Hal itu tercermin dari
pendefinisiannya secara terminologis terhadap filologi yang diartikan
sebagai ilmu yang mempelajari kebudyaan suatu bangsa berdasarkan
bahasa dankesusastraannya. Selain itu, pengertian yang spesifik mengenai
filologi adalah ilmu yang meneliti naskah-naskah lama. Naskah adalah
semua bahan tulisan tangan nenek moyang yang terdapat pada kertas,
lontar, kulit kayu dan rotan. Asumsi ini didasarkan kepada tulisan tangan
yang tersimpan dalam media-media tersebut rentang dengan kerusakan.
Apalagi jika berusia ratusan tahun, tentu banyak tanda baca yang hilang
seperti titik dan huruf. Dengan begitu, dibutuhkan suatu cara untuk
merekonstruksi tulisan ttersebut.14
Dalam tradisi Arab, filologi dikenal dengan istrilah tahqiq al-nusus
yang berarti mengetahui hakikat sebuah tulisan atau teks. Sebagian filolog
Arab seperti Salah al-Din al-munajjad menyebutnya tahqiq al-makht ut at.
Orang yang melakukan kajian teks tersebut muhaqiq.
Dalam tradisi intelektual Islam-Indonesia, pengertian teks
dibedakan lai menjadi matan, komentar da penjelasan. Matan adalah teks
utama yang menjadi landasan bagi setiap pengarang. Sedangkan komentar
dan penyelasan tergolong sangat banyak, sehingga kajian filologi naskah
keislaman tidak hanya dibatasi pada pengertian teks saja, melainkan
diperkaya dengan ketiga istilah lainnya.15

B. Sejarah Perkembangan Filologi Islam

13
Jurnal Fikrah. Vol.4 No.2, 2016
14
Khabibi Muhamad Luthfi. Vol.14 No.1, Janiari-Juni 2016
15
Jurnal Fikrah. Vol.4 No.2, 2016

49
Awal kegiatan filologi di Iskandaria dilakukan oelh bangsa Yunani
ppada abad ke-3 SM dipelopori oleh Erastothenes. Kegiatan mereka
utamanya adalah meneliti naskah-naskah peninggalan abad ke-8 SM yang
ditulis diatas daun papyrus. Filolog saat itu harus memiliki pengetahuan
yang tinggi karena untuk mengetahui isi naskah terlebih dahulu harus
mengetahui huruf yang berlaku saat itu. Disinilah proses kerja filologi
dilakukan dengan membetulkan kesalahan-kesalahan, membetulkan
kesalahan ejaan, bahasa, tata tulis, kemudian menyalin kedalam keadaan
yang sudah benar jauh dari kesalahan-kesalahan. Salinan naskah kadang-
kadang diberi penjelasan dan komentar serta tafsiran-tafsiran sesuai
dengan interpretasi filolog. Inilah awal munculnya mazhab Iskandariyah.
Kegiatan perdagangan naskah waktu itu cukup ramai dan berakhir abad
ke-1 SM bersamaan dengan jatuhnya Oskandariyah ke bangsa Romawi.16
Kegiatan para filolog madzhab Iskandaryah adalah mengkaji
karya-karya Homerus, Plaato, Herodotus, Hippocrates, Socrates dan
Aristoteles yang berisi berbagai ilmu pengetahuan, filsafat, dan kasya
sastra bermutu tinggi. Setelah Iskandariyah jatuh maka kegiatan filologi
berpindah ke Eropa Selatan yang berpusat di Roma. Kegiatan ini
berlangsung sampai abad ke-4 saat terpecahnya kerajaan Romawi menjadi
Romawi Barat dan Romawi Timur.
Sejak abadd ek-4 beberapa kota di Timur Tengah telah menjadi
pusat studi berbagai ilmu pengetahuan yang berasal dari Yunani. Kota-
kota tersebut antara lain Gasa, Beirut, Edessa dan Anitoch. Karena Edessa
pada abad ke-5 mengalami perpecahan gerjani sehingga banyak para
filolog yang hijrah ke Persia. Banyak naskah Yunani yang diterjemahkan
kedalam bahasa Siria Arab, terutama karya-karya Plato, Ptolomeus, Galea,
dan sebagainya.17
Pada zaman dinasti Abbasiyah, pada masa pemerintahan Khalifah
Mansur, harun Al-Rasyid dan khalifah Makmun, studi naskah Yunani

16
Jurnal Fikrah. Vol.4 No.2, 2016
17
Jurnal Fikrah. Vol.4 No.2, 2016

50
mengalami kemajuan. Di istana mereka dibangun Baitul Hikmah yang
dilengkapi dengan peppustakaan dan observatorium di antara para ahli ada
tioga penerjemah kenamaan ialah Qusta bin Luqa, Hunain bin Ishaq dan
Hubaisyi yang menguasai bahaa Arab,Yunani, dan Persia. Hunain banyak
mengkritik karya-karya terjemahan yang banyak kelemahannya misalnya
penggunaan teks-teks yang sudah rusak dan penguasaanbahasa Yunani
yang kurang memadai.
Bangsa-bangsa di Timur Tengah dikenal ebagai bangsa yang
memiliki dokumen yang bernilai tinggi, misalnya dengtan adanya karya-
karya yanag disebut Muallaq dan Qasidah. Kemudian seltelah Islam
berkembang, banyak mengkritik karya-karya yang muncul terutama karya-
karya mistik seperti mantiq at-thair karya Faridddin Attar. Kitab seribu
satu malam yang merupakan karya yang sampai sat ini masih endapat
perhatian di Dunia Barat dan Timur.18
Perkembangan Islam pada dinasti Umayyah di Eropa membuka
dimensi baru dalam telaah karya tulis dari Timur Tengah yag masuk ke
Eropa. Karya-karya Al-Ghazali, Ibn Arabi, danIbn Sina merupakan bahan
kajian para ilmuwan masa itu di Eropa. Hal ini berlangsung sampai dengan
abad ke-15. Kemudian pada abad ke-18 di Paris didirikan pusat studi
ketimuran yang mengkaji naskah-naskah Timur Tengah.

C. Teori Filologi dan Penerapannya


a. Objek Filologi
i. Naskah dan teks
Filologi berusaha mengungkapkan hasil budaya suatu
bangsa melalui kajian bahasa pada peninggalan dalam bentuk
tulisan. Berita tentang hasil budaya yang diungkapkan oleh teks
klasik dapat dibaca dalam peninggalan-peninggalan yang
berupa tulisan yang disebut naskah. Dalam filologi, istilah teks
menunjukkan pengertian sebagai sesuatu yang abstrak, sedang

18
Khabibi Muhamad Luthfi. Vol.14 No.1, Janiari-Juni 2016

51
naskah merupakan suatu yang konkret. Oleh karena itu,
pemahaman terhadap teks klasik hanya dapat dilakukan lewat
naskah yang merupakan alat penyimpanan. Jadi, filologi
mempunyai sasaran kerja yang berupa naskah.19
ii. Tempat dan penyimpanan naskah
Naskah biasanya disimpan pada berbagai katalog di
perpustakaan dan museum yang terdapat diberbagai negara.
iii. Tujuan Filologi
Mengenai penggarapan naskah, filologi mengkaji teks
klasik dengan tujuan mengenalinya sesempurnanya dan
selanjutnya menempatkannya dalam keseluruhan sejarah
suatu bangsa. Dengan menemukan keadaan teks seperti
adanya semula maka teks dapat terungkap secara sempurna.
Secara terperinci, dapat dikatakan bahwa dilologi
mempunyai tujuan umum dan khusus. Tujuan umum
filologi yaitu secara umum memahami sejauh mungkin
kebudayaan suatu bangsa melalui hasil sastranya, baik lisan
maupun tertulis. Memahami makna dan fungsi teks bagi
masyarakat penciptanya. Dan mengungkapkan nilai-nilai
budaya lama sebagai alternatif pengembangan kebudayaan.
Sedangkan secara khusus, tujuan filologi menyunting
sebuah teks yag dipandang paling dekat dengan teks
aslinya. Mengungkapkan sejarah terjadinya teks dan sejarah
perkembangannya. Dan mengungkap resepsi pembaca pada
setiap kurun penerimaannya.20

D. Kedudukan Filologi dengan Ilmu-ilmu lain.


a. Ilmu bantu filologi
i. Linguistik
19
Siti Baroroh DKK.Pengantar Teori Filologi.Kemendikbud:1985.Hal.54
20
Siti Baroroh DKK.Pengantar Teori Filologi.Kemendikbud:1985.Hal.55

52
Bantuan linguistik kepada filologi sudah terlihat sejak
perkembangan awalnya. Pada awal perkembanganyya,
linguistik sangat mengutamakan bahasa tulis, termasuk
didalamnya bahasa naskah, bahkan studi bahasa sampai abad
ke-19 dikenal dengan nama filologi. Dalam perkembangannya
yang kemudian, linguistik lebih mengutamakan bahasa lisan,
bahasa yang dipakai sehari-hari.21 Meskipun demikian,
diharapkan kemajuan metode-metodenya dapat diterapkan juga
dalam pengkajian bahasa-bahasa naskah.
Ada beberapa cabang linguistik yang dipandang dapat
membantu filologi, antara lain yaitu etimologi, sosiolinguistik,
dan stilistika. Etimologi, ilmu yang mempelajari asal usul dan
sejarah kata, telah lama menarik perhatian ahli filologi. Hampir
dapat dikatakan bahwa pada setiap pengkajian bahasa teks,
selalu ada yang bersifat etimologis. Hal ini mudah dimengerti
karena bahasa-bahasa naskah Nusantara banyak yang
mengandung kara serapan dari bahasa asing, yang dalam
perjalanan hidupnya mengalami perubahan bentuk dan kadang-
kadang juga perubahan arti.
ii. Pengetahuan bahasa-bahasa yang mempengaruhi bahasa teks
Bahasa yang mempengaruhi bahasa-bahasa naskah Nusantara,
yaitu bahasa sansakerta, tamil, arab, persi, dan bahasa daerah
yang serumpun dengan bahasa naskah. Pada naskah yang
semula berupa teks lisan, ttampak adanya pengaruh bahasa
barat. Oleh karena pengaruh bahasa tamil, persi, dan barat
terhadap bahasa naskah sangat sedih maka untuk telaah teks
atau pemahaman teks dipandang tidak memerpukan
pendalaman bahasa tersebut. Lain halnya dengan bahasa
sansakerta dan arab. Kedua bahasa ini memang besar

21
Siti Baroroh DKK.Pengantar Teori Filologi.Kemendikbud:1985.Hal.55

53
pengaruhnya terhadap bahasa naskah Nusantara sehingga untuk
pemahaman teks, kesua bahasa ni perlu didalami.22

E. Teori Filologi dan Penerapannya


a. Masalah naskah teks
Objek penelitian filologi adalah tulisan tangan yang menyimpan
berbagai ungkapan pikiran dan perasaan sebagi hasil budaya bangsa
masa lampau. Semua bahan tulisan tangan itu disebut naskah. Naskah
pada umumnya berupa buku atau bahan tulisan tangan. Naskah
berbeda dengan prasasti, prasasti merupakan tulisan tangan pada batu,
batu bata, dan logam, gerabah, marmer, kayu, dan lontar. Naskah pada
umumnya panjang karena memuat cerita lengkap yang bersifat
anonim dan tidak berangka tahun.
b. Kodiologi
Kodiologi adalah ilmu kondeks. Kondeks adalah bahan tulisan
tangan atau gulungan dan teks-teks tulisan tangan. Kodkologi
mempelajari seluk beluk atau semua aspek naskah, antara lain bahan,
umur, tempat penulisan, dan perkiraan penulis naskah.
c. Pengertian teks
Teks artinya kandungan atau muatan naskah, sesuatu yang abstrak
yang hanya dapat dibayangkan saja. Perbedaan antara naskah dan teks
menjadi lebih jelas apabila terdapat naskah yang muda tetapi
mengandung teks yang tua. Teks terdiri atas isi, yaitu ide-ide atau
amanat yang hendak disampaikan pengarang kepda pembaca dan
bentuk-bentuk yaitu cerita melalui alur, perwatakan, gaya bahasa, dan
sebagainya.
d. Tekstologi

22
Siti Baroroh DKK.Pengantar Teori Filologi.Kemendikbud:1985.Hal.61

54
Merupakan ilmu yang mempelajari tentang seluk-beluk teks yang
antara lain meneliti penjelmaan dan penurunan eks sebuah karya,
sastra, penafsiran, dan pemahamannya. Tekstologi adalah ilmu yang
menyelidiki sejarah teks suatu karya, salah satu diantara penerapannya
yang praktis adalah edisi ilmiah teks yang bersangkutan. Adapun
penelitianteks, harus didahulukan dari penyuntingannya dan edisi teks
harus menggambarkan sejarahnya.23
e. Teks tulisan-lisan
Antara teks tulisan dan lisan tidak ada perbedaan yang tegas.
Dalam naskah melayu, hikayat dan syair dibacakan keras-keras kepada
pendengar. Hal ini berarti bahwa hikayat dan syair yang sudah
dibukukan dari cerita-cerita lisan dan disesuaikan dengan sastra tulis
tidak dibaca seorang diri tetapi dibaca berasama-sama.
f. Penyalinan
Rangkaian penurunan yang dilewati oleh suatu teks yang turun
temurun disebut tradisi. Naskah diperbanyak karena orang ingin
memiliki sendiri naskah itu, mungkin karena naskah asli sudah rusak
dimakan zaman. Naskah yang dianggap penting disalin dengan
berbagai tujuann, misalnya tujuan politik, agama, pendidikan, dan
sebagainya.
g. Istilah naskah dalam konteks filologi
Dalam pemakaian sehar-hari, diluar konteks filologi, naskah yang
akan diterbitkan atau diperbanyak pada umumnya tidak lagi ditulis
dengan tangan. Dalam hal ini, naskah merupakan kopi atau teks bersih
yang ditulis oleh pengarangnya sendiri, misalnya naskah disertasi dan
naskah makalah. Disamping itu, istilah naskah dan teks dipakai dengan
pengertian yang sama, misalnya naskah pidato atau teks pidato.

F. Kritik Teks

23
Siti Baroroh DKK.Pengantar Teori Filologi.Kemendikbud:1985.Hal.61

55
a. Pengertian kritik teks
Teks pada umumnya disalin dengan tujuan tertentu. Rekuensi
peyalinan naskah tergantung pada sambutan masyarrakat terhadap
suatu naskah. Dalam hal teks profan yang dianggap milik bersama,
frekuensi tinggi penyalinan menunjukkan bahwa naskah itu sangat
digemari. Sedangkan sebaliknya merupakan petunjuk kurang
populernya suatu naskah.
b. Paleografi
Paleografi adalah ilmu macam-macam tulisan kuno. Ilmu ini
mutlak perlu untuk penelitian tulisan kuno atas batu, logam, atau bahan
lainnya. Palegrafi bertujuan untuk menjabarkan tulisan kuno karena
beberapa tulisan kuno sangat sulit dibaca. Selain itu menempatkan
berbagai peninggalan tertulis dalam rangka perkembangan umum
tulisannyadan atas dasar itu menentukan waktu dan tempat terjadinya
tulisan tersebut.
c. Transliterasi
Artinya penggantian jenis tulisan huruf demi huruf dari abjad yang
satu dengan yang lain.istilah ini dipakai bersama-sama engan istilah
transkripsi. Apabila istilah transkripsi dibedakan dari istilah
translierasi, maka transkripsi diartikan sebagai salinan atau turunan
tanpa mengganti macam-macam tulisan (hurufnya tetap sama).
d. Perbandingan teks
Langkah pertama yang harus dilakukan dalam perbandingan teks
adalah membaca dan menilai (resensi) semua naskah yang ada, mana
yang dapat dipandang sebagai naskah objek penelitian dan mana yang
tidak. Apabila jelas diketahui dari berbagai keterangan yang terdapat
dalam dan luar suatu teks bahwa teks itu salinan dari teks lain dan
tidak menunjukkan kekhususan apapun maka teks ini dapat disisikan

56
karena dipandang tidak ada gunanya dalam penentuan teks dasar
suntingan.24

G. Metode Penelitian
a. Pencatatan dan pengumpulan naskah
Untuk mendapat bahan penelitian yang lengkap guna penafsiran
teks yang setepat-tepatnya dari berbagai segi, perlu dilakukan
pengumpulan ulasan-ulasan mengenai teks naskah itu seluruhnya atau
sebagian dalam karya-karya lain. Adakalanya naskahterdapat dalam
jumlah lebih dari satu, tetapi dapat juga terjadi maskah satu-satunya
saksi. Apabila teks terdapat dalam sejumlah besar naskah maka
diperlukan perbandingan.
b. Metode kritik teks
i. Metode objektif
Dengan memperhatikan kekeliruan dalam naskah tertentu,
dapat ditentukan silsilah naskah. Sesuadah itu, barulah
dilakukan kritik teks yang sebenarnya. Metode objektif yang
sampai pada silsiah disebut metode stema. Penerapan metode
stema ini sangat penting karena pemilihan atas dasar
objektivitas selera baik dan aal sehat dapat dihindari.
ii. Metode gabungan
Metode ini dipakai apabila milai naskah menurut tafsiran
filologi semuanya hampir sama. Perbedaan antar naskah tidak
besar. Walaupun ada perbedaan tetapi hal itu tidak
mempengaruhi teks.
iii. Metode landasan
Metode ini diterapkan apabila menurut tafsiran ada satu atau
segolongan naskah yang unggul kualitasnya dibandingkan

24
Siti Baroroh DKK.Pengantar Teori Filologi.Kemendikbud:1985.Hal.62

57
dengan naskah-naskah yang diperiksa dari sudut bahasa,
kesastraan, sejarah, dan lain lain.25

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Pengertian filologi terutama di tradisi Inggris-Britania disamakan
dengan linguistik komparatif-historis. Di Inggris bagian lain dan beberapa
negara Eropa dan Amerika menyebutnya dengan filologi kompratif yang
berada dibawah rumpun linguistik. Sementara di Jerman, dengan kata
philologis lebih mengacu pada kajian mengenai teks-teks sastra,
khususnya teks-teks sastra Yunani-Romawi kuno dan kajian kebudayaan
da peradaban melalui dokumen-dokumen sastra.
Filologi juga diartikan kebudayaan. Hal itu tercermin dari
pendefinisiannya secara terminologis terhadap filologi yang diartikan
sebagai ilmu yang mempelajari kebudyaan suatu bangsa berdasarkan
bahasa dankesusastraannya. Selain itu, pengertian yang spesifik mengenai
filologi adalah ilmu yang meneliti naskah-naskah lama. Naskah adalah
semua bahan tulisan tangan nenek moyang yang terdapat pada kertas,
lontar, kulit kayu dan rotan. Asumsi ini didasarkan kepada tulisan tangan
yang tersimpan dalam media-media tersebut rentang dengan kerusakan.
Apalagi jika berusia ratusan tahun, tentu banyak tanda baca yang hilang
seperti titik dan huruf. Dengan begitu, dibutuhkan suatu cara untuk
merekonstruksi tulisan ttersebut.

25
Siti Baroroh DKK.Pengantar Teori Filologi.Kemendikbud:1985.Hal.67

58
B. Saran
Dalam penulisan makalah ni, masih terdapat kekurangan. Penulis
mengharapkan krtik yang membangun agar makalah ini dapat sempurna
dikemudian harinya

DAFTAR PUSTAKA

Baroroh Siti DKK.1985.Pengantar Teori Filologi.Kemendikbud:Jakarta

Khabibi Muhamad Luthfi. Vol.14 No.1, Janiari-Juni 2016

Jurnal Fikrah. Vol.4 No.2, 2016

59
KELOMPOK

60
MAKALAH KEARSIPAN DAN FILOLOGI ISLAM
KODIKOLOGI NASKAH NASKAH BAHASA ARAB

Kelompok 6
Di susun oleh :

Ependi Hidayat
1711430019

Dosen Pengampuh :
Dra. Rindom Harahap M.Ag

FAKULTAS USHULUDDIN, ADAB, DAN DAKWAH


PROGRAM STUDI SEJARAH PERADABAN ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI BENGKULU
TH.2020/2021

61
KATA PENGANTAR

Dengan telah memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang
telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga dengan dorongan semangat
yang tinggi, maka kami sebagai penulis dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Kodikologi naskah naskah bahasa Arab”. Sebagai salah satu bahan
presentasi perkuliahan kami. Kami sebagai penyusun dan penyaji materi berusaha
memfasilitasi proses makalah ini.
Makalah ini membahas tentang kodikologi naskah naskah baahasa Arab.
Untuk itu kami sebagai penyusun berharap rekan semua membaca makalah yang
telah kami susun ini. Makalah yang disusun ini tentunya jauh dari
kesempurnaan.Untuk itu, kami sebagai penyusun menerima saran maupun
kritikan dari berbagai pihak, baik dosen, maupun rekan – rekan mahasiswa.Kami
sebagai penyusun mengucapkan terimakasih kepada berbagai pihak, terutama
kepada dosen mata kuliah kearsipan dan filologi islam atas perhatian dan
partisipasinya kami ucapkan terima kasih.

Bengkulu, April 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................... i

DAFTAR ISI ................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ............................................................................ iii

B. Rumusan Masalah ........................................................................ iv

C. Tujuan Penulisan .......................................................................... iv

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Kodikologi ................................................................. 1

B. Kodikologi Naskah Naskah Bahasa Arab .................................... 2

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ................................................................................ 15
B. Saran ........................................................................................... 15

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 16

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.

Iilmu filologi berkaitan erat dengan bahasa, sastra dan budaya. Objek
kajian ilmu ini tak lepas dari ketiga unsur tadi yang bersumber dari naskah-
naskah kuno. Dalam filologi terdapat sebuah ilmu yang dinamai Kodikologi.
Jika filologi mengkhususkan pada pemahaman isi atau kandungan teks,
kodikologi khusu membahas segala aspek sejarah naskah. Dimulai dengan
bahan naskah, tempat penulisan, perkiraan penulisan naskah dan
lainsebagainya yang menyangkut tentang naskah-naskah kuno. Tujuan
kodikologi tersendiri ialah mengetahui sejarah naskah, sejarah koleksi
naskah, meneliti tempat-tempat naskah sebenarnya, menyusun daftar katalog
naskah, menyusuri perdagangan naskah sampai pada penggunaan naskah-
naskah itu sendiri.

Memasuki abad milenial, sebagian orang yang bahkan awam sekalipun


sedikit atau banyaknya mengetahui bagaimana sejarah naskah-naskah kuno
bangsa Indonesia. Padahal, dari naskah-naskah tersebut dapat diketahui pula
perkembangan bangsa, sastra, budaya, moral dan intelektual bangsa. Naskah-
naskah itu tersebar di seluruh Indonesia dan ditulis dalam berbagai bahasa
dan huruf daerah. Isi naskah itu juga bermacam-macam ada cerita paling lara,
cerita tentang sejarah, cerita keagamaan (kepercayaan), cerita yang
mengandung ajaran, pengetahuan tentang obat-obatan, mantra, dan lain-lain.

Berdasarkan uraian di atas maka tulisan ini mencoba untuk


menjelaskan tentang kodikologi pada naskah bahasa Arab. Oleh karena itu,
tulisan ini akan memaparkan mengenai Kodikologi Naskah-naskah Bahasa
Arab.

iii
B. Rumusan Masalah.
1. Apa pengertian Kodikologi?
2. Bagaimana kodikologi pada naskah naskah bahasa Arab?

C. Tujuan Penulisan.
1. Untuk mengetahui pengertian kodikologi.
2. Unruk mengetahui kodikologi pada naskah naskah bahasa Arab.

iv
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Kodikologi.

Istilah kodikologi berasal dari kata Latin ‘codex’ (bentuk tunggal; bentuk
jamak ‘codies’) yang dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi ‘naskah’–
bukan menjadi ‘kodeks’. Kodikologi ialah ilmu kodeks. Kodeks adalah bahan
tulisan tangan.26 Kodikologi mempelajari seluk-beluk semua aspek naskah, antara
lain bahan, umur, tempat penulisan, dan perkiraan penulis naskah.

Kodikologi ialah ilmu mengenai naskah-naskah dan bukan ilmu yang


mempelajari apa yang tertulis di dalam naskah. Ditambahkannya pula bahwa
walaupun kata ini baru, ilmu kodikologi sendiri bukanlah ilmu yang baru.
Selanjutnya, tugas kodikologi antara lain ialah sejarah naskah, sejarah koleksi
naskah, penelitian mengenai tempat naskah-naskah yang sebenarnya, masalah
penyusunan katalog, penyusunan daftar katalog, perdagangan naskah, dan
penggunaan naskah-naskah itu.

Istilah lain yang dapat dipakai di samping istilah naskah ialah istilah
manuskrip (bahasa Inggris manuscript). Kata manuscript diambil dari ungkapan
Latin codicesmanu scripti artinya, buku-buku yang ditulis dengan tangan. Kata
manu berasal dari manus yang berarti tangan dan scriptusx berasal dari scribere
yang berarti menulis.

Di dalam kodikologi atau ilmu pernaskahan juga di dalam ilmu filologi


kita harus membedakan antara kata naskah dan teks. Secara singkat dapat
dikatakan bahwa yang dimaksudkan dengan teks ialah apa yang terdapat di dalam

26
Siti Baroroh Bared, dkk, “Pengantar Teori Filologi”, (Jakartan : Pusat Pembinaan dan Pengembangan
Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985), hlm. 55

5
suatu naskah. Dengan perkataan lain, teks merupakan isi naskah atau kandungan
naskah, sedangkan naskah adalah wujud fisiknya.

Suatu naskah dapat saja terdiri atas beberapa teks, sebaliknya, suatu teks
dapat tertulis di dalam lebih dari satu naskah. Kalau melihat berbagai katalogus,
suatu naskah dapat saja terdiri atas satu helai, umpamanya, naskah yang berupa
surat. Untuk menyempurnakan dalam mempelajari pernasakahan harus juga
melakukan pengakajian ilmu Kolofon dan Iluminasi.

B. Kodikologi Naskah-Naskah Arab.

Objek kajian Filologi adalah naskah dan teks. Naskah berasal dari bahasa
Arab yang berarti tulisan tangan. Sedangkan dalam bahasa latin naskah disebut
dengan „manuskrip‟ ataupun „kodeks‟. Naskah merupakan benda konkret yang
dapat dilihat dan dipegang. Sedangkan teks adalah isi dari naksah yang bersifat
abstrak. Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, Filologi merupakan cabang
ilmu yang kajian utamanya adalah naskah (manuscript). Akan tetapi, aspek
Filologis sebenarnya hanya mengacu pada salah satu aspek saja yang terkandung
dalam naskah, yakni teksnya. Karena itu, kajian Filologi juga sering disebut
dengan kajian Tekstologi, ilmu yang fokus mengkaji teks.

Padahal selain teks, dalam naskah juga terdapat komponen yang patut
diperhatikan, yakni menyangkut hal-hal fisik naskah. seperti alas naskah yang
digunakan, sejarah dan asal-usul, cap kertas (watermark), kolofon, dan aksara.
Berbagai informasi mengenai fisik naskah ini juga akan berkaitan untuk
menentukan arah kesimpulan yang dibuat, menyangkut keseluruhan sejarah
naskah. Bagian ini akan menjelaskan fokus kajian pada fisik naskah, yakni
Kodikologi (codicology).

Kajian kodikologi memang cukup luas. Di antara cakupan kajian


kodikologi tersebut adalah berkaitan langsung dengan teknik penjilitan naskah.

6
Bahan yang digunkan untuk membuat naskah (seperti papyrus, kertas eropa,
daluang, lontar, bambu, perkamen, tanah, karas, dan pudak), teknologi peracikan
tinta, marginalia, iluminasi, sejarah dan asal-usul naskah, skriptorium
naskah, perdagangan naskah, fungsi sosial naskah, upaya dokumentasi atau
katalogisasi naskah dan lain-lain.27

Adapun contoh dalam kajian Kodikologi dalam naskah bahasa Arab yakni
seperti, kodikologi pada Manuskrip Mushaf AlQuran ḤAḌRAT AL-SHAIKH
KH. ILYAS PENARIP, yakni :

1. Asal-usul Naskah.
Naksah yang tersimpan di perpustakaan maupun museum berasal dari

beberapa sumber, yakni:

a. Hibah kolektor maupun pemiliki naskah.

b. Pembelian dari pemilik naskah.

c. Salinan dari naskah induk mulik pribadi atau yang tersimpan

perpustakaan/museum lainnya (secara cetak maupun digital).

d. Pengembalian atau penyerahan dari perpustaan/museum negara lain.

Manuskrip Mushaf AlQuran ḤAḌRAT AL-SHAIKH KH. ILYAS

PENARIP adalah mansukrip yang disusun secara personal oleh ḤAḌRAT AL-

SHAIKH KH. ILYAS. S alinan naskah ini tidak tersimpan di perpustakaan

maupun museum, manuskrip Alquran ini tersimpan sebagai milik perorangan

yang diperoleh dari warisan keluarga.

27
Jajang A. Rohmana, “Empat Mnuskrip Alquran di Subang Jawa Barat (Studi Kodikologi Mnuskrip
Alquran), Jurnal Ilmu Agama dn Sosial Budaya, Vol. 3, No. 1, 2018, hlm. 1

7
2. Kondisi Naskah.

Keadaan fisik naskah adalah wujud fisik naskah yang diperoleh. Naskah

yang dikategorikan utuh adalah naskah yang lengkap, tidak ada lembaran yang

rusak dan hilang. Sedangkan naskah yang tidak utuh adalah naskah yang sudah

tidak lengkap karena ada bagian yang rusak dan hilang. Naskah yang baik

adalah naskah yang wujud fisiknya masih baik dan tidak sobek, tidak dimakan

ngengat atau hal-hal lainnya. sedangkan naskah yang rusak adalah naskah

yang lembarannya sobek disebabkan usia sudah tua (lapuk), dimakan

ngengat ataupun yang lainnya.28

Dari beberapa penjelasan diatas, kondisi dari Manuskrip Mushaf

ḤAḌRAT AL-SHAIKH KH. ILYAS PENARIP tergolong manuskrip dalam

kondisi naskah yang tidak utuh dan mengalami kerusakan karena usia yang

cukup tua. Manuskrip ditemukan sudah dalam keadaan rusak, banyak kertas

yang sudah sobek dan lapuk. Manuskrip ini masih dalam keadaan satu jilid

namun sudah tidak lengkap 30 juz, beberapa halaman awal dan akhir sudah

hilang. Sampul bagian depan dan juga belakang terbuat dari kulit yang berwarna

merah kecoklatan dengan hiasan timbul bermotif bunga-bunga dan tumbuhan

yang sudah mulai memudar.

28
Ika Maulana Nur Fauziyah, “Mnuskrip Mushaf Alquran H[Ad]RAT Al- Shikh KH. Ilya Penarp”, (Jawa
Timur : IAIN Tulungagung, 2017), hlm. 47

8
Kondisi manuskrip juga masih dapat dibaca dengan jelas. Hanya saja pada

beberapa halaman sudah banyak yang berlubang karena lapuk termakan usia.

Tidak hanya berlubang, namun juga sobek di sisi tepi halaman dan sobek sampai

menghilangkan tulisan.

3. Sampul.

Manuskrip Alquran yang menjadi objek penelitian ini sebelumnya tidak

mempunyai nama, lantaran naskah tersebut sudah tidak utuh 30 juz. Kondisi

sampul depan dan belakang naskah Alquran pun terbuat dari kulit yang

berwarna coklat tua dengan hiasan timbul membentuk pola bunga-bunga dan

tumbuhan yang sudah mulai memudar. Pada naskah H{ad}rat Al-Shaikh KH.

Ilyas Penarip, bahan sampul yang digunakan sebagai pelindung naskah adalah

kulit kerbau. Sampul naskah Alquran tersebut hanya bermotif bunga- bunga

tanpa keterangan yang menyatakan bahwa naskah adalah naskah Alquran.

Dengan ukuran sampul yang lebih kecil dari ukuran kertas pada naskah di

dalamnya, disebabkan keadaan sampul saat ditemukan sudah terpotong bagian

atas sekitar 4 cm. Sehingga iluminasi bagian atas juga hilang. Namun,

manuskrip ini murni manuskrip Alquran sebagaimana Alquran pada umumnya.29

29 29
Ika Maulana Nur Fauziyah, “Mnuskrip Mushaf Alquran H[Ad]RAT Al- Shikh KH. Ilya Penarp”,...hlm.
48

9
4. Judul Naskah.

Untuk mempermudah penyebutan dalam penamaan manuskrip mushaf

Alquran tersebut, maka menggunakan nama penulis sekaligus tempat tinggal

penyalin manuskrip tersebut dengan nama ḤAḌRAT Al-Shaikh KH. Ilyas

Penarip”. Nama ḤAḌRAT Al-Shaikh KH. Ilyas Penarip itu adalah sebutan

pada surat Mbah Hasyim Asy‟ari yang ditujukan untuk KH. Ilyas Penarip.

Kedalaman ilmu agama itu membuat banyak orang menaruh hormat, termasuk

Mbah Hasyim Asy‟ari Tebuireng. Buktinya, sebuah surat bertulis tangan

dengan menggunakan huruf pegon yang dibuat oleh Mbah Hasyim Asy‟ari

khusus untuk Mbah Ilyas Penarip.

Diperkuat dengan adanya bukti surat Mbah Hasyim yang masih disimpan

oleh ahli waris. Setelah di teliti dengan cermat, KH. Ilyas Penarip punya

hubungan kerabat dengan KH. Hasyim Asy‟ari. Pertama, KH. Ilyas Penarip

berbesan dengan KH. Abbas bin Khozin. KH. Khozin merupakan mertua dari

KH. Hasyim Asy‟ari, pernikahannya pertama kali dengan putrinya KH. Khozin

yang bernama Khadijah, tetapi meninggal ketika di Makkah bersama putranya

Abdullah. Kedua, Shofuroh (istri KH. Ilyas penarip) merupakan sepupu dari istri

KH. Hasyim Asy‟ari yang bernama Nafiqoh putri KH. Ilyas, pengasuh Pesantren

Sewulan Madiun. Adanya hubungan kerabat tersebut memperkuat surat yang

dikirimkan oleh KH. Hasyim adalah benar. Saling berjuang untuk syiar agama

Islam dengan sanad keilmuan yang cukupjelas.

10
5. Nomor Naskah.

Nomor naskah adalah nomor yang diberikan kepada sebuah naskah untuk

mempermudah penemuan naskah tersebut. Biasanya, naskah yang memiliki

nomor naskah yang disimpan di perpustakaan, masjid ataupun lembaga

tertentu/tempat penyimpanan benda-benda peninggalan sejarah bersifat kolektif.

Manuskrip Mushaf Alquran ḤAḌRAT Al-Shaikh KH. Ilyas Penarip ini

tidak dibubuhi nomor naskah, sebab manuskrip tersebut merupakan

manuskrip milik pribadi. Penyimpanannya secara kolektif, karena tidak hanya

Alquran yang disimpan oleh ahli waris. Tetapi, ahli waris tidak memberikan

penomoran khusus untuk koleksi manuskrip yang disimpan secara rapi di

etalase kaca. Hanya pemberian nama pada masing-masing naskah sesuai

dengan isi dari manuskrip, dikarenakan tidak ada naskah sejenis di dalam

etalase.30

6. Sejarah Penyimpanan Naskah.

Naskah ini terletak di Lingkungan Penarip, tepatnya di Jl. Majapahit

Penarip gang II, Kecamatan Kranggan, Kabupaten Mojokerto. Manuskrip ini

dirawat turun temurun oleh keluarga KH. Ilyas. Tidak ada istilah warisan

atau perebutan kepemilikan secara individual. Manuskrip yang dimiliki

ḤAḌRAT Al-Shaikh KH. Ilyas Penarip sebenarnya bukan hanya manuskrip

30
Ika Maulana Nur Fauziyah, “Mnuskrip Mushaf Alquran H[Ad]RAT Al- Shikh KH. Ilya Penarp”,...hlm.
50.

11
mushaf Alquran. Tetapi banyak naskah lainnya.Menurut sejarahnya, dulu

manuskrip-manuskrip tersebut disimpan di dalam rumah. Kemudian dipindahkan

oleh KH. Rofi‟i Ismail di dalam masjid, sebab dirasa jika diletakkan di rumah

kurang aman. Karena, kebetulan juga ketika tahun 2004 terjadi banjir

yang menyebabkan kitab-kitab di rumah beberapa hilang, sehingga hanya tersisa

yang tersimpan di masjid.

Kemudian, ketika pertengahan tahun 2017 manuskrip-manuskrip tersebut

sampai sekarang disimpan lagi di rumah ahli waris agar lebih terawat dan dapat

tersimpan dengan rapi, tepatnya di rumah ahli waris milik KH. Rofi‟i Ismail

yang terletak di lingkungan Pondok Pesantren ash-Sholichiyyah Penarip

Kranggan Mojokerto. Selama ini keberadaan al-Quran tersebut sama sekali

tidak pernah di kaji oleh pihak manapun. Tetapi dari keterangan KH. Rofi‟i

Ismail, manuskrip-manuskrip peninggalan KH. Ilyas yang bernilai sejarah

tersebut sudah masuk data koleksi yang dicatat dalam inventarisasi nasional.

7. Ukuran Naskah.

Ukuran naskah terdiri atas dua macam, yaitu ukuran lembaran naskah dan

ukuran ruang tulisan atau teks. Ukuran lembaran naskah adalah ukuran panjang

dan lebar bahan naskah yang terbuat dari daluang, bambu, lontar, maupun kertas

12
eropa. Ukuran ruang tulisan atau teks adalah ukuran panjang dan lebar ruang

tulisan.31

Setelah dilakukan pengukuran pada manuskrip Mushaf Alquran

ḤAḌRAT Al-Shaikh KH. Ilyas Penarip, memiliki ukuran sebagai berikut :

a. Panjang dan lebar halaman secara utuh dalam satu halaman

memiliki ukuran panjang 32,5 cm dan lebar 20 cm.

b. Panjang dan lebar bagian halaman yang digunakan untuk

menulis memiliki ukuran panjang 23 cm dan lebar 13,5 cm. tulisan

pada manuskrip dikelilingi garis tepi yang memiliki ketebalan rata-rata

0,3 cm.

c. Ukuran tepi halaman yang tidak digunakan untuk menulis dibagi

menjadi dua bagian, yaitu bagian sisi kanan lipatan tengah dan sisi

kiri lipatan tengah. Hal tersebut dikarenakan penulisan manuskrip

dilakukan secara bolak-balik pada satu lembar kertas sehingga antara

sisi kanan dan sisi kiri lipatan tengah memiliki ukuran yang berbeda.

Ukuran tepi halaman pada bagian sisi kanan lipatan tengah, secara

berurutan ukuran kanan 5 cm, kiri

31
Ika Maulana Nur Fauziyah, “Mnuskrip Mushaf Alquran H[Ad]RAT Al- Shikh KH. Ilya Penarp”,...hlm.
51

13
3,3 cm, atas 4,5 cm dan bawah 5 cm. sedangkan dilihat dari sisi kiri

lipatan secara berurutan memiliki ukuran kanan 3,3 cm, kiri 5 cm,

atas 4,5 cm, dan bawah 5 cm diluar garis yang mengelilingi tulisan.

8. Huruf dan Bahasa Naskah.

Manuskrip Mushaf Alquran ḤAḌRAT Al-Shaikh KH. Ilyas Penarip

ditulis menggunakan bahasa Arab dan menggunakan huruf-huruf hijaiyah

sebagaimana bahasa dan tulisan yang dipergunakan dalam Alquran. Huruf

yang digunakan memiliki ukuran sedang sekitar 1 cm. tulisan berbetuk tegak

lurus dan keadaan tulisan rapi sehingga mudah untuk dibaca. Jarak masing-

masing huruf cukup renggang serta pemakaian tinta yang berbeda-beda secara

tepat bertujuan mempermudah untuk membacanya.32

9. Jumlah Halaman.

Untuk mengetahui jumlah halaman pada manuskrip mushaf

Alquran ini memang cukup sulit disebabkan tidak ada nomor halaman pada

manuskrip ini dan keadaan manuskrip yang sudah rapuh sehingga harus sangat

hati – hati dalam membuka lembaran manuskrip untuk menghitung jumlah

halaman pada manuskrip mushaf al–Quran ini. Setelah dilakukan penghitungan

pada halaman manuskrip, sebelumnya diduga Manuskrip Mushaf Alquran

ḤAḌRAT Al-Shaikh KH. Ilyas Penarip memuat teks Alquran secara utuh 30

32 32
Ika Maulana Nur Fauziyah, “Mnuskrip Mushaf Alquran H[Ad]RAT Al- Shikh KH. Ilya Penarp”,...hlm.
53.

14
juz, namun terdapat halaman yang rusak dan lepas dalam jumlah yang cukup

banyak, sehingga awal teks mushaf dimulai dari su>rah al-Baqarah dimulai

dari ayat 170 dan diakhiri dengan surah al-Hadid pada juz 27. Secara

keseluruhan halaman pada Manuskrip Mushaf Alquran ḤAḌRAT Al-Shaikh

KH. Ilyas Penarip ini memuat 516 halaman dan tidak terdapat halaman yang

kosong.33

10. Jumlah Baris dan Panjang Baris.

Jumlah baris yang dimaksud adalah jumlah baris tulisan pada setiap

halaman dalam manuskrip. Dalam setiap halamannya memiliki sebanyak

15 baris. Penulisan dengan jumlah baris 15 tampak konsisten dari halaman

pertama sampai halaman terakhir. Tidak ada jumlah halaman yang memiliki

jumlah baris melebihi dari 15 baris.

11. Jilid/Sereal Naskah.

Manuskrip Mushaf Alquran ḤAḌRAT Al-Shaikh KH. Ilyas Penarip

terdapat satu jilid yang dikaitkan dengan menggunakan benang. Manuskrip

tersebut berisi kurang dari 30 juz, dikarenakan halaman bagian depan dan

belakang hilang beberapa juz. Di samping itu, kondisi manuskrip yang dirangkai

dengan jahitan benang itu sudah ada yang putus-putus, sehingga kuras satu

dengan yang lain sudah ada yang lepas dan terpisah satu sama lain. Ketika

33 33
Ika Maulana Nur Fauziyah, “Mnuskrip Mushaf Alquran H[Ad]RAT Al- Shikh KH. Ilya Penarp”,...hlm.
55.

15
menyusunnya kembali terdapat kesulitan untuk mengurutkan seperti semula.

Sehingga halaman naskah Alquran tersebut urutannya sudah tidak teratur, dan

untuk mengurutkannya kembali harus dengan cermat, karena tidak adanya

penomoran pada halaman naskah.

12. Cara Penulisan Naskah.

Cara penulisan Manuskrip Mushaf Alquran ḤAḌRAT Al-Shaikh KH.

Ilyas Penarip ditulis adalah sebagai berikut :

a. Memakai lembaran naskah bolak-balik yang terdiri dari verso

(halaman yang di sebelah kiri yang bernomor genap) dan recto (halaman

yang di sebelah kanan, halaman yang langsung dibaca tanpa dibalik,

halamannya bernomor ganjil).

b. Penempatan tulisan sejajar.

c. Tidak adanya penomoran ayat maupun halaman, tetapi terdapat kata


alihan
(catch word) pada setiap halamannya.

d. Tinta teks ayat berwarna hitam.

e. Tinta merah digunakan untuk menulis tulisan yang terletak pada iluminasi.

13. Bahan Naskah.


Naskah atau manuskrip ditulis dengan menggunakan bahan-bahan yang
variatif. Baried Baroroh, berpendapat bahwa bahan-bahan yang
digunakan untuk menulis naskah, meliputi :34

34 34
Ika Maulana Nur Fauziyah, “Mnuskrip Mushaf Alquran H[Ad]RAT Al- Shikh KH. Ilya Penarp”,...hlm.
56.

16
a) Karas, yaitu papan atau batu tulis dengan alat yang dipakai untuk

menulisi tanah. Daluang atau kertas jawa dari kulit kayu.

b) Bambu yang dipakai untuk naskah di Batak.

c) Kertas Eropa yang biasanya dipakai dengan watermark (cap air).

Penulisan Manuskrip Mushaf Alquran ḤAḌRAT Al-Shaikh KH. Ilyas

Penarip menggunakan kertas Eropa yang sudah berwarna kecoklatan yakni

kertas impor yang memiliki cap kertas atau cap air yang juga dikenal dengan

nama watermaken (Belanda) dan watermark (Inggris) itu sudah digunakan sejak

abad ke-13 di Italia dan abad ke-15 dikenal secara umum di Eropa. Kertas

yang memiliki cap air biasanya merupakan kertas impor dan

kebanyakan dari Eropa, oleh sebab itu dalam pendeskripsian di sini disebut

sebagai kertas Eropa. Peneliti melihat dalam manuskrip terdapat countemark

(cap tandingan) berupa aksara V I, maka jika dilihat di buku karya Churchill

kertas tersebut merupakan produk dari Amsterdam.

14. Aspek Visual Naskah (Ornamen Iluminasi).

Mushaf kuno dari berbagai daerah di Indonesia menampakkan adanya

keragaman dalam iluminasinya, baik bentuk, ornamen maupun warnanya. Setiap

mushaf memiliki warna dan corak yang berbeda. Mulai dari yang sederhana

sampai yang memiliki kompleksitas dan kerumitan yang tinggi.

17
Memperhatikan mushaf kuno akan tampak pada iluminasi, terutama pada

mushaf-mushaf yang diperkirakan sekitar awal abad ke-15 dan ke-16 M, secara

umum sangat sederhana pada bentuk ornament dan warna yang

digunakan.35

Sebagaimana lazimnya manuskrip mushaf Alquran Nusantara, manuskrip

Alquran milik KH. Ilyas Penarip ini menggunakan motif floral (tumbuh-

tumbuhan) seperti tangkai serta aneka ragam bunga-bungaan dan daun-daunan

yang sangat menonjol yang biasa disebut dengan arabes. Motif- motif floral

tersebut diwujudkan dalam bentuk stilasi (menggayakan objek atau merubah

bentuk tanpa meninggalkan bentuk aslinya) sehingga bentuk alam tidak natural

lagi. Sitilasi pada floral dilakukan untuk memperoleh keindahan bentuk tanpa

menampilkan bentuk aslinya.

15. Corrupt Dalan Naskah.

Corrupt adalah kesalahan dalam naskah, baik diakibatkan dengan sengaja

maupun tidak. Kesalahan tersebut bisa terjadi karena kondisi naskah yang sudah

lapuk, kesalahan ketika menulis atau menyalin teks asli. Sifat dan watak naskah

adalah saksi yang dihasilkan melalui proses penyalinan tangan, apalagi jika telah

berkali-kali, sering kali mengandung keragaman bacaan, tambahan

35 35
Ika Maulana Nur Fauziyah, “Mnuskrip Mushaf Alquran H[Ad]RAT Al- Shikh KH. Ilya Penarp”,...hlm.
61.

18
(interpolation), pengurangan, atau bahkan kesalahan tulis, yang mungkin tidak

terdapat dalam teks asalnya.

Dari banyaknya contoh corrupt yang ditemukan dalam manuskrip

mushaf Alquran ḤAḌRAT Al-Shaikh KH. Ilyas Penarip, dapat diketahui dalam

proses penyalinan mushaf Alquran sering terjadi banyak kesalahan yang

dilakukan oleh penyalin, baik berupa kesalahan disengaja maupun tidak

disengaja. Peneliti menemukan dua jenis kesalahan berupa keadaan fisik

naskah yang telah mengalami kerusakan karena lapuk (Physical damage),

hilangnya beberapa kata, harakat, titik, atau huruf dalam sebuah kalimat dan

yang seharusnya disalin dua kali tetapi hanya disalin satu disebabkan bentuk

ketidaksengajaan penyalin (haplography). Berdasarkan pengamatan peneliti,

corrupt yang terjadi merupakan murni kesalahan penulisan. Sedangkan jika

terdapat kelebihan kata atau huruf, tersebut dapat terjadi karena faktor

perbedaan penggunaan jenis rasm. Kesalahan dalam penyalinan diakibatkan

faktor ketidak sengajaan yang menyiratkan proses penulisan berdasarkan

hafalan.36

36 36
Ika Maulana Nur Fauziyah, “Mnuskrip Mushaf Alquran H[Ad]RAT Al- Shikh KH. Ilya Penarp”,...hlm.
66

19
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan.

Kodikologi adalah ilmu yang mempelajari segi fisik naskah, seperti alas
naskah, tempat penyimpanan naskah, penulisan/ penyalinannaskah, umur naskah,
serta ilustrasi dan Uurninasi pada naskah. Karena naskah merupakan warisan
budaya tertulis, penulisan/penyalinan/penyimpanannya tentu dilakukan di daerah-
daerah berbudaya yang mengenai huruf dan di tempat-tempat elit, seperti diistana,
museum, pesantren, atau di rumah orang-orang intelek (pujangga). Alas naskah
yang digunakan bermacam-macam pada setiap tempat. Hal itu tergantung pada
bahan yang terdapat di tempat mereka.

B. Saran.

Sebagai penulis saya menyadari sepenuhnya bahwa makalah saya ini masih
banyak kekurangan, baik dari segi penulisan maupun isi makalah yang mungkin
kurang lengkap. Maka dari itu kami sangat mengharapkan rekan-rekan mahasiswa
untuk membaca makalah ini agar menjadi lebih baik untuk kedepannya.

20
DAFTAR PUSTAKA

Baried, Siti Barooh, Siti Chamamah Soeratno, Sawoe, Su;astin Sutrisno, Moh.
Syakir. “Pengantar Teori Filologi”. ( 1985). Jakartan : Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Rohmana, Jajang A. (2018). “Empat Mnuskrip Alquran di Subang Jawa Barat (Studi
Kodikologi Mnuskrip Alquran)”. Jurnal Ilmu Agama dn Sosial Budaya,
3(1), 1.

Fauziyah, Ika Maulana Nur. (2017). “Mnuskrip Mushaf Alquran H[Ad]RAT Al- Shikh
KH. Ilya Penarp”. Jawa Timur : IAIN Tulungagung. (tidak diterbitkan)

21
KELOMPOK

22
MAKALAH

FILOLOGI ISLM

“KODIKOLOGI NASKAH NASKAH ARAB MELAYU”

Disusun oleh:

Kiki Rizki Hasanah (1711430008)

Dosen Pengampu:

Dra. Rindom Harahap, M.Ag

PRODI SEJARAH PERADABAN ISLAM JURUSAN ADAB


FAKULTAS USSULUDDIN ADAB DAN DAKWAH INTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) BENGKULU

TH. 2020

23
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

DAFTAR ISI…………………………………………………………………. i

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang …………………………………………………………….1

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Kodikologi …………………………………………………….3

B. Format Penyusunan Katalog ……………………………………………. 4

C. Pengertian Naskah Kuno…………………………………………………...6

D. Perkembangan Penelitian Naskah Kuno Keagamaan………………………7

E. Hubungan Naskah dan Budaya Daerah……………………………………..9

F. Ragam Naskah Islam di Indonesia…………………………………………11

G. Pengaruh Naskah Islam……………………………………………………12

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ……………………………………………………………… 18

Daftar Pustaka………………………………………………………………..19

i
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Naskah adalah karangan dengan tulisan tangan yang menyimpan berbagai


ungkapan pikiran dan perasaan sebagai hasil budaya bangsa masa lampau. Kata
naskah diambil dari bahasa Arab, yakni kata naskh. Kata naskah juga merupakan
terjemahan dari kata Latin, yaitu ‘codex’ (bentuk tunggal; bentuk jamak ‘codies’)
yang dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi ‘naskah’–bukan menjadi
‘kodeks’. Kata ‘codex’ dalam bahasa Latin menunjukkan hubungan pemanfaatan
kayu sebagai alas tulis yang pada dasarnya kata itu berarti ‘teras batang pohon’. Kata
‘codex’ kemudian di berbagai bahasa dipakai untuk menunjukkan suatu karya klasik
dalam bentuk naskah. Istilah lain yang dapat digunakan di samping istilah naskah
adalah ‘manuskrip’ (dalam bahasa Inggris manuscript). Kata manuscript diambil dari
ungkapan Latin codicesmanu scripti, artinya buku-buku yang ditulis dengan tangan.
Kata manu berasal dari kata manus, artinya tangan, dan scriptusx berasal dari kata
scribere, artinya menulis.

Naskah Melayu, adalah apa-apa tulisan Jawi berbahasa Melayu yang ditulis
dengan tangan di atas bahan-bahan seperti kertas, kulit, lontar, buluh, gading, kayu,
kain, dengan isi kandungan dan jangka waktu yang tidak terbatas. Naskah bertulis
dalam bahasa Aceh dan Minangkabau serta naskah yang ditulis dalam bahasa Arab
yang ditulis oleh orang Melayu dianggap sebagai naskah Melayu.

Naskah Melayu juga merupakan khasanah budaya yang penting baik secara
akademis maupun sosial budaya. Secara akademis melalui naskah-naskah itu dapat
diungkap nilai-nilai yang relevan dengan kehidupan sekarang. Secara sosial budaya,
naskah-naskah itu merupakan identitas, kebanggaan dan warisan yang berharga.
Naskah merupakan hasil kegiatan intelektual dalam masyarakat tradisional (local
genius). Naskah merupakan warisan budaya yang berisi beraneka ragam teks karya
cipta masyarakat lama yang dapat digunakan untuk penelitian keagamaan, falsafah,
kesejarahan, kesusastraan, kebahasaan, persoalan adat-istiadat, perundangundangan,
dan kajian-kajian dengan sudut pandang yang lain.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Kodikologi

Apakah yang dimaksud dengan istilah kodikologi itu sebenarnya? Kata ini
berasal dari kata Latin Codex (bentuk tunggal : bentuk jamak ialah codices) yang di
dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi naskah, bukan menjadi kodeks.

Dahulu, kata caudex atau codex dalam bahasa Latin menunjukkan bahwa ada
hubungannya dengan pemanfaatan kayu sebagai alat tulis; pada dasarnya, kata itu
berarti ‘teras batang pohon’. Kata codex kemudian di dalam berbagai bahasa dipakai
untuk menunjukkan suatu karya klasik dalam bentuk naskah.

Sedangkan Baried menguraikan sebagai berikut: Kodikologi ialah ilmu


kodeks. Kodeks adalah bahan tulisan tangan. Kodikologi mempelajari seluk-beluk
semua aspek naskah, antara lain bahan, umur, tempat penulisan, dan perkiraaan
penulis-penulis naskah.

Hermans dan Huisman menjelaskan bahwa istilah kodikologi (codicologie)


diusulkan oleh seorang ahli bahasa Yunani. Alphonse Dain, dalam kuliah-kuliahnya
di Ecole Normale Superieure, Paris, pada bulan Februari 1944. Istilah ini baru
terkenal pada tahun 1949, ketika karyanya, Les Manuscrits, diterbitkan untuk pertama
kalinya pada tahun tersebut.

3
Suatu naskah dapat saja terdiri atas beberapa teks, umpamanya Syair
Kaliwungu, MI 198F di Perpustakaan Nasional , merupakan salah satu contoh.
Naskah itu terdiri atas enam teks, yaitu:

1. Hikayat Maharaja Ali (hlm. 1-33), huruf Arab Melayu

2. Hikayat Darma Tasiah (hlm. 33-42), huruf Arab Melayu

3. Hikayat Abu Samah (hlm. 43-67), huruf Latin

4. Syair Kukuma (hlm. 68-71), huruf Latin

5. Hikayat Jentayu (hlm. 71-85), huruf Latin, dan

6. Syair Perang Kaliwungu (hlm. 86-174), huruf Latin.

Sebaliknya, suatu teks dapat tertulis di dalam lebih dari satu naskah.
Contohnya adalah suatu teks mengenai Hikayat Indraputra dengan nomor MS 168212
yang disimpan di School of Oriental and African Studies, University of London
(Ricklefs dan Voorhoeve, 1977 : 116). Hikayat itu ditulis di dalam tiga naskah.
Sebenarnya, MS 168212 itu terdiri atas empat naskah dan berisikan dua teks, yaitu
Hikayat Isma Yatim (naskah I, II; folio 1-4) dan Hikayat Indraputra (naskah H: folio
45-73; III, dan IV). Kalau kita melihat berbagai katalogus, suatu naskah dapat saja
terdiri atas satu helai, umpamanya, naskah yang berupa surat.

B. Format Penyusunan Katalog

1. Umum

a. Tempat penyimpanan naskah : nama lembaga (yayasan, perpustakaan, masjid,


kantor, atau nama kolektor perorangan)

4
b. Judul : judul yang terdapat pada halaman naskah (halaman sebelum teks atau pada
awal teks). Kalau tidak ada, peneliti harus memberikan judul. Judul ditempatkan
dalam tanda kurung siku [...] atau tanda petik “...”

c. Nomor-nomor yang tercatat pada sampul muka atau punggung naskah , halaman
pelindung, sampul belakang. Jika ada nomor baru, nomor lama juga harus dicatat.

d. Bentuk : jumlah teks yang ada. Apakah terdiri dari satu, dua, kumpulan, atau hanya
fragmen saja

e. Jenis : genre naskah : hikayat, syair, atau lainnya

f. Bahasa : bahasa yang digunakan dalam naskah

g. Waktu penulisan : tanggal, bulan, tahun yang tercatat dalam naskah

h. Tempat penulisan : tempat penulisan yang tercatat dalam nasakah

i. Penulis/penyalin : nama penulis/penyalin yang tersebut dalam naskah

j. Katalog lain : menyebutkan daftar atau katalog lain yang pernah mendata naskah
(misalnya : naskah yang sama terdapat pula di tempat lain)

2. Bagian buku

a. Bahan/alas (kertas, lontar, gelumpai, dan lan-lain)

b. Cap kertas : mendeskripsikan cap kertas yang terdapat pada kertas

c. Kondisi naskah : penjelasan keeadaan naskah pada saat diteliti

d. Warna tinta : hitam, merah, dan lain-lain

e. Ukuran halaman : panjang kali lebar ... cm

f. Ukuran pias : pias kanan, kiri, atas, bawah

5
g. Jumlah halaman : awal sampai akhir

h. Jumlah baris perhalaman

i. Jumlah kuras

j. Jarak antar baris

k. Jumlah halaman yang ditulis (halaman yang kosong tidak dihitung)

l. Jumlah lembar pelindung (depan dan belakang)

m. Cara penggarisan : dengan pensil, tinta, blind ruler, dan lain-lain

n. Kolom : puisi biasanya ditulis dengan format kolom

3. Tulisan

a. Aksara : Arab, Latin, dan lain-lain

b. Jenis huruf : tipe huruf yang dipakai

c. Tanda koreksi : perbaikan yang ditemukan pada pias halaman atau di antara baris
d. Pungtuasi : menggunakan tanda baca atau tidak

e. Jumlah model tulisan : mungkin penyalinnya lebih dari satu orang

f. Rubrikasi : kata tertentu yang ditampilkan dengan warna tinta yang beda atau
ditebalkan atau dengan cara lain karena dianggap lebih penting

g. Hiasan huruf, iluminasi/hiasan bingkai, ilustrasi gambar

4. Penjilidan

a. Bahan sampul : karton tebal, kulit hewan, dan lain-lain

b. Ukuran sampul : panjang kali lebar

6
c. Rusuk : punggung sampul : bahan, warna, keadaan

d. Pengikat : benang, lem

e. Perbaikan : bagian sampul yang diperbaiki

C. Pengertian Naskah Kuno

Pengertian Naskah Kuno Naskah kuno adalah benda budaya yang berupa hasil
karang an dalam bentuk tulisan tangan atau ketikan yang mengandung ide-ide,
gagasan, ajaran moral, persepsi budaya masayarakat setempat, filsafat, keagamaan,
dan unsur-unsur lain yang mengandung nilai luhur (Munawar, 1996: 42). Jadi yang
yang dimaksud naskah kuno keagamaan dan melayu dalam makalah ini adalah
naskah-naskah yang berisi ide, gagasan, dan unsurunsur nilai dan keagamaan dan ber
corak melayu yang ditulis de ngan huruf Arab Melayu (Jawi/Pegon) karya para
ulama atau penulis nusantara, baik yang telah tersimpan maupun yang masih tercecer.

D. Perkembangan Penelitian Naskah Kuno Keagamaan

Kajian filologi di Indonesia tak dapat dilepaskan dari proses keragaman Islam
di Indonesia yang diapresiasi sebagai produk dari sebuah proses akulturasi budaya
lokal di wilayah nusantara dengan nilai-nilai normatif agama, dalam hal ini Islam.
Tradisi penulisan berbagai dokumen dan informasi dalam bentuk manuskrip
tampaknya pernah terjadi secara besarbesaran di Indonesia pada masa lalu, terutama
jika dilihat dari melimpahnya jumlah naskah yang dijumpai sekarang, baik yang
ditulis dalam bahasa asing seperti Arab dan Belanda, atau dalam bahasabahasa
daerah seperti Melayu, Jawa, Sunda, Aceh, Bali, Madura, Batak, dll. Hal tersebut
tampaknya mudah dipahami, ter utama jika dikaitkan dengan belum dikenalnya alat
pencetakan secara luas hingga abad ke-19, khususnya di wilayah Melayu-Nusantara.
Oleh karenanya, tidak mengherankan jika saat ini kita menjumpai bahwa khazanah
naskah nusantara hampir tidak terhitung jumlahnya, baik yang berkaitan dengan
bidang sastra, filsafat, adat istiadat, dan terutama bidang keagamaan (Islam). Bahkan

7
Nurkholis Majid pernah mengisyaratkan bahwa naskahnaskah nusantara terdapat
dalam jumlah jutaan.37 Dalam hal naskah-naskah keagamaan, tampak bahwa jumlah
naskahnya terlihat lebih menonjol, terutama karena terkait dengan proses Islamisasi
di Indonesia yang banyak melibatkan para ulama produktif di zamannya. Datadata
yang dijumpai umumnya memberi penjelasan bahwa naskah-naskah keagamaan
tersebut ditulis oleh para ulama terutama dalam konteks transmisi keilmuan Islam,
baik transmisi yang terjadi antara ulama Melayu-Nusantara, di mana Indonesia
termasuk di dalamnya, dengan para ulama Timur Tengah, maupun antar ulama
Indonesia itu dengan murid-muridnya di berbagai wilayah. Dalam konteks naskah
keagamaan ini, dua pola transmisi keilmuan yang terjadi di wilayah Indonesia
tersebut pada gilirannya membentuk pula dua kelompok bahasa naskah: pertama
naskahnaskah yang ditulis dalam bahasa Arab; dan yang kedua naskah-naskah yang
ditulis dalam bahasa-bahasa daerah, terutama melayu. Dalam perkembangannya,
jumlah naskah tersebut kemudian semakin membengkak de ngan adanya tradisi
penyalinan naskah dari waktu ke waktu, baik yang dilakukan oleh murid-murid untuk
kepentingan belajar, maupun yang dilakukan oleh “tukangtukang salin” untuk kepen
tingan komersil. Hanya saja, sejauh ini belum diidentifikasi adanya naskah-naskah
Nusantara di negara-negara yang banyak menyim pan naskah-naskah karya anak-
anak nusantara. Bahkan naskah-naskah di negeri- negeri Timur Tengah pun hingga
kini belum tersosialisasikan keberadaannya secara maksimal ke negeri “pemiliknya”.
Kita mungkin tidak terlalu khawatir dengan kondisi naskah-naskah yang telah
tersimpan di berbagai perpustakaan, karena semuanya berada dalam “perawatan”
yang standar di bawah supervisi pada filolog dan pustakawan yang mumpuni.
Meskipun—khususnya untuk naskah-naskah di luar negeri—kita seringkali
dihadapkan pada kesulitan untuk mengakses naskah-naskah tersebut, se hingga hal ini
turut memberikan kontribusi pada “malasnya” sebagian sarjana kita untuk
memanfaatkan naskahnaskah tersebut sebagai sumber primer kajiannya.

37
Nabilah Lubis, 2007. Naskah, Teks, dan Metode Penelitian Filologi. Jakarta : media Alo
Indonesia.cet. 3. hal.3.

8
Masalah yang lebih serius dalam hal pernaskahan nusantara ini sebetulnya
adalah kare na masih banyaknya naskah-naskah tersebut yang tersimpan di kalangan
masyarakat sebagai milik pribadi. Menjadi masalah karena umumnya naskah-naskah
yang kebanyakan ditulis pada sekitar abad 17 dan 18 tersebut terbuat dari kertas yang
secara fisik tidak akan tahan lama, sehingga kertasnya menjadi lapuk, robek, dan
akhirnya hilang pula pengetahuan yang tersimpan di dalamnya. Kalaupun terawat,
umumnya hanya karena naskah-naskah tersebut dianggap sebagai “benda keramat”
yang harus disimpan rapi, kendati isinya tidak pernah diketahui dan dimanfaatkan
oleh khalayak umum.

Menurut Fathurrahman, kendati telah beberapa kali dilakukan upaya


inventarisasi dan pelestarian atas naskah-naskah tersebut, nyatanya hingga kini
setidaknya berdasarkan peng alaman kunjungan ke beberapa daerah naskah-naskah
yang terdapat di masyarakat tersebut masih banyak yang belum teridentifikasi, dan
apalagi terawat dengan baik. Menarik dicatat bahwa wilayah nusantara yang sebagian
besar masyarakatnya masih menyimpan naskah-naskah tersebut ternyata berada di
wilayah Timur, antara lain di NTB, Buton, Ternate, dan sebagainya38. Dalam konteks
ini, Aceh tentu saja merupakan wilayah yang penting disebut. Menurut catat an
sementara, di dayah Tanoh Abee, Seulimeum, Aceh misalnya, terdapat ribuan
naskahdalam bahasa Arab, Melayu, dan Aceh ini belum termasuk naskah-naskah
lainnya yang masih berada di ta ngan masyarakat.

Sejauh ini, upaya perawatan yang dilakukan atas naskahnaskah tersebut baru
dilakukan secara tradisional, sehingga tidak menjamin akan tetap terpelihara
kandungan isinya. Dalam konteks keagamaan (Islam), naskah-naskah di Tanoh Abee
ini tampaknya sangat layak mendapat perhatian khusus, selain karena semuanya
bersifat agama, ia juga semakin penting karena mencerminkan dasar pendidik an
agama di daerah Aceh pada abad ke-19.

38
Julianto Susantio, 2006. Naskah-Naskah Kuno Indonesia di manca Negara. Sinar Harapan. Hal.3.

9
E. Hubungan Naskah dan Budaya Daerah

Tak dapat dipungkiri bahwa berkembangnya naskah-naskah nusantara


dipisahkan dari masuknya Islam yang sejak abad ke-7 sudah mulai merembes masuk
ke wilayah Melayu-Nusantara. Menurut Taufik Abdullah dalam Badri Yatim bahwa
pelabuhanpelabuhan penting di Sumatera dan Jawa antara abad ke-1 dan ke-7 sering
disinggahi pedagang asing, seperti Lamuri di Aceh, Barus di Palembang, Sunda
Kelapa dan Gresik di Jawa.39

Melalui penetrasi budaya Islam nusantara ini, diyakini membawa tradisi tulis
di kalangan masyarakat Melayu-Nusantara, sehingga dalam perkembangannya seperti
telah dikemukakan tradisi Islam ini turut mendorong lahirnya sejumlah besar naskah,
khususnya naskah-naskah keagamaan. Implikasi dari akukturtasi tradisi daerah dan
Islam ini misalnya, masyarakat Melayu Nusantara mulai memiliki kebiasaan untuk
mencatatkan berbagai pemikiran dan hal penting lainnya dengan menggunakan
tulisan Jawi (bahasa Melayu de ngan aksara Arab) atau bahasa Pegon (bahasa Jawa
dan Sunda dengan aksara Arab), di samping tentunya dengan bahasa Arab itu sendiri.

Dalam hal ketiadaan sastra dari zaman sebelum Islam di nusantara, misalnya
Sriwijaya, hal tersebut dikarenakan tenggelamnya kerajaan tersebut beserta agama
Budha yang diyakinilah sebagai penyebab utama. Orang tidak lagi melihat
pentingnya menyalin naskah-naskah itu, akan tetapi beralih kepada kepercayaan baru.
Kedatangan alairan atau agama baru dapat menyebabkan produk lama dapat musnah
seperti yang terjadi pada peralihan agama Hindu kepada agama Islam, dalam tradisi
Jawa. 40

Selanjutnya, karya tulis masyarakat Islam nuantara (kyai, ulama,


cendikiawan) tersebut terutama pada periode awal masuknya Islam dituangkan bukan
hanya di atas kertas, tetapi dalam berbagai media (alas naskah) seperti batu, daun

39
Badri Yatim, 2000. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta : Raja Grafindo Persada. Cet. 2. Hal. 191.
40
Akhadiati Ikram, 1997. Filologi Nuasantar. Jakarta :Pustaka karya. Hal. 27.

10
lontar, bambu, kayu, tulang, tanduk, kulit hewan, dan sebagainya. Dalam
kenyataannya, pengaruh tulisan Arab yang kemudian menghasilkan tulisan Jawi dan
Pegon tersebut tidak saja terlihat dalam naskah-naskah keagamaan, tetapi juga dalam
naskah-naskah sastra yang secara substansi tidak berkaitan langsung dengan Islam.

Produksi naskah-naskah Islam di Nusantara semakin meningkat pada abad ke-


16 hingga abad ke-18, terutama ketika Aceh menjadi pusat kegiatan intelektual Islam,
dan melahirkan ulama-ulama kenamaan seperti Hamzah Fansuri, Shamsuddin al-
Sumatrani, Nuruddin al-Raniri, dan Abdurrauf Singkel, yang luar biasa produktif
dalam menghasilkan naskah, baik untuk kepentingan belajar mengajar maupun untuk
kepentingan lainnya.

Tradisi naskah di wilayah Aceh ini kemudian menyebar ke berbagai wilayah


lainnya di Nusantara, tidak saja di wilayah Sumatra, melainkan juga ke wilayah
lainnya di Pulau Jawa. Akibatnya, di berbagai wilayah tersebut banyak dijumpai
naskahnaskah lokal, yang secara spesifik menyim pan pengetahuan tentang berbagai
hal yang berkaitan dengan wilayahnya itu. Dari beberapa telaah awal yang pernah
dilakukan, diketahui misalnya adanya sejumlah besar naskah keagamaan di wilayah
Buton yang belum terjamah oleh para peneliti, padahal beberapa naskah, mi salnya,
mengindikasikan ada nya keterkaitan dengan warna Islam di wilayah Sumatra.
Demikian halnya di Lombok, Nusa Tenggara Barat, di mana kebanyakan naskahnya
masih secara tradisional di simpan oleh para Tuan Guru, dan belum bisa diakses oleh
khalayak yang lebih luas.

Dalam konteks Islam lokal ini, peran naskah-naskah tersebut juga sangat
signifikan, ter utama jika mempertimbangkan bahwa kajian atas wacana Islam lokal
sejauh ini belum dilakukan secara maksimal.

11
F. Ragam Naskah Islam di Indonesia

Di Indonesia ada tiga jenis manuskrip Islam. Pertama, manuskrip berbahasa


dan tulisan Arab. Kedua, manuskrip Jawi yakni, naskah yang ditulis dengan huruf
Arab tapi berbahasa Melayu. Agar sesuai dengan aksen Melayu diberi beberapa
tambahan fonem. Ketiga, manuskrip Pegon yakni, naskah yang ditulis de ngan huruf
Arab tapi menggunakan bahasa daerah seperti, bahasa Jawa, Sunda, Bugis, Buton,
Banjar, Aceh dan lainnya. Umumnya ditemukan di Jawa Tengah, Jawa Timur dan
Tatar Pasundan. Karya tertua berhuruf Pegon misalnya, karya Sunan Bonang atau
Syekh al Barri yang berjudul Wukuf Sunan Bonang. Karya yang ditulis pada abad ke-
16 ini menggunakan bahasa Jawa pertengahan bercampur de ngan bahasa Arab.
Manuskrip ini merupakan terjemahan sekaligus interpretasi dari Kitab Ihya
Ulumuddin karya Imam al-Ghazali. Manuskrip ini ditemukan di Tuban, Jawa Timur.
Dalam karyanya, Sunan Bonang menulis: “Naskah ini dulu digunakan oleh para
Waliyullah dan para ulama, kemudian saya terjemahkan dan untuk para mitran
(kawan-kawan) seper juangan dalam menyebarkan Islam di tanah Jawa”.

Karya ini merupakan contoh bahwa pada abad ke-16, sebagai masa
pertumbuhan kerajaan Islam di Nusantara, dalam waktu yang sama juga berkembang
karya para ulama yang berperan besar dalam penyebaran Islam di Nusantara. Ini
sebagai bukti bahwa penyebaran Islam di Nusantara dilakukan secara bertahap. Ada
proses pentahapan yang sistematis sehingga tidak menimbulkan gejolak sosial. Para
ulama tidak langsung menggunakan bahasa dan tulisan Arab yang belum dikenal
masyarakat. Hamzah Fansuri menulis, ”Aku menerjemahkan kitab-kitab dari Bahasa
Arab dan Persia ke dalam bahasa Jawi, karena masyarakat tidak mengerti bahasa
Arab dan Persia”.

Manuskrip dan karya-karya tulis lainnya sampai abad ke-16 masih


menggunakan tulisan Jawi atau Pegon dengan bahasa Melayu atau bahasa daerah
setempat. Tapi setelah memasuki abad 17, mulai banyak karya ulama yang

12
menggunakan bahasa dan tulisan Arab, di samping bahasa Melayu. Pada Abad ini
juga mulai banyak karya-karya terjemahan dari Timur Tengah. Ini memang strategi
penyebaran Islam pada saat itu, sehingga karya para ulama ini bisa dibaca oleh
masyarakat umum dan Islam pun cepat menyebar di seluruh Nusantara.

G. Pengaruh Naskah Islam

Banyak sekali naskah-naskah yang berpengaruh di nusantara, misalnya Di


Aceh, pada abad ke-16–17, ada Syekh Nuruddin ar-Raniri alias Syeikh Nuruddin
Muhammad ibnu ‘Ali ibnu Hasanji ibnu Muhammad Hamid ar-Raniri al-Quraisyi. Ia
dikenal sebagai ulama yang juga bertugas menjadi Qadhi alMalik al-Adil dan Mufti
Muaddam di Kesultanan Aceh pada kepemimpinan Sultan Iskandar Tsani abad 16.
Salah satu karyanya yang terkenal berjudul Bustanul Salatin. Syeikh Abdul Rauf al-
Singkili yang juga ditetapkan sebagai Mufti dan Qadhi Malik al-Adil di Kesultanan
Aceh selama periode empat orang ratu, juga banyak menulis naskah-naskah
keislaman.

Karya-karya mereka tidak hanya berkembang di Aceh, tapi juga berkembang


seluruh Sumatera, Semenanjung Malaka sampai ke Thailand Selatan. Karya-karya
mereka juga mempengaruhi pemikiran dan awal peradaban Islam di Pulau Jawa,
Sulawesi, Kalimantan, Nusa Tenggara, kepulauan Maluku, Buton hingga Papua.
Sehingga di daerah itu juga terdapat peninggalan karya ulama Aceh ini.
Perkembangan selanjutnya, memunculkan karya keislaman di daerah lain seperti,
Kitab Sabilal Muhtadin karya Syekh al Banjari di Banjarmasin. Di Palembang juga
ada. Di Banten ada Syekh Nawawi al Bantani yang juga menulis banyak manuskrip.
Semua manuskrip ini menjadi rujukan umat dan penguasa saat itu.

Adapun naskah Islam tertua di kepulauan Nusantara ditemukan di


Terengganu, Malaysia. Manuskrip ini bernama Batu Bersurat yang dibuat tahun 1303
(abad 14). Tulisan ini menyatakan tentang penyebaran dan para pemeluk Islam pada
saat itu. Manuskrip ini sudah diteliti oleh oleh ahli-ahli Sejarah dan Arkeolog Islam di

13
Malaysia seperti Prof. Naquib Alatas dan lainnya, semua menyimpulkan manuskrip
ini sebagai yang tertua di Asia Tenggara.

Temuan Naskah Banten. Jika berangkat dari pernyataan bahwa proses


Islamisasi di kawasan Melayu dan nusantara telah mendorong munculnya tradisi
penulisan naskahnaskah keagamaan, maka seharusnya setiap daerah memiliki
khazanah naskah Islam sebagai bagian ajaran dan akulturasi budaya saat itu,
diantaranya Banten. Salah satu keunikan Banten selain daerah-daerah lainnya, adalah
Karena memiliki khazanah naskah keagamaan yang sangat banyak. Hal ini
dikarenakan Banten telah terlibat dalam proses Islamisasi di Nusantara sejak awal
abad ke-17. Sejarah mencatat bahwa pada masa ini, seorang yang kemudian menjadi
ulama besar asal Sulawesi Selatan, yakni Shaikh Yusuf al-Makassari, telah singgah
di Banten, dan bersahabat dengan putra mahkota yang kelak menjadi sultan Banten
dengan gelar Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1692). Kehadiran Shaikh Yusuf di
Banten ini setidaknya semakin menumbuhkan atmosfer keilmuan di kalangan pe
nguasa dan masyarakat Muslim Banten, karena Shaikh Yusuf adalah seorang ulama
besar yang sangat produktif dalam menulis berbagai risalah keagamaan.41

Pada perkembangannya, tradisi keilmuan Islam Banten semakin menemukan


bentuknya ketika pada abad ke19 muncul seorang ulama besar Banten, yakni Shaikh
Nawawi al-Bantani. Sejauh ini, al-Bantani diyakini sebagai salah seorang ulama
Banten yang pa ling produktif dengan menulis setidaknya 100 buah karya dalam
berbagai bidang ilmu keagamaan, seperti tasawuf, fikih, akhlaq, dan lainlain. Karir
keilmuan al-Bantani tidak dapat lepas dari pesantren, oleh karena nya, tidak menghe
rankan kemudian jika pada umumnya, karangankarangan al-Bantani menjadi kitab
rujukan di berbagai pesantren, baik di Jawa maupun di luar Jawa. Di antara
karyakaryanya, yang termasuk monu mental adalah Tafsir alMunir li Ma’alim al-
Tanzil atau Tafsir Marah Labid.

41
Nabilah Lubis, 2007. Naskah, Teks, dan Metode Penelitian Filologi. Jakarta : media Alo
Indonesia.cet. 3. hal.1.

14
Dalam hal ini, diyakini bahwa selain al-Bantani, pada masamasa berikutnya
muncul pula para ulama Banten yang mengikuti jejak al-Bantani dalam hal penulisan
naskahnaskah keagamaan, baik sebagai pengarang maupun penyalin naskah saja.
Oleh karenanya, tidak mustahil jika masih banyak naskahnaskah ke agamaan Banten
yang tercecer di kalangan masyarakat. Di Banten, tampaknya Sultan yang berkuasa
saat itu, yakni Sultan Abû al-Mafâkhir ‘Abd al-Qâdir al-Jâwî al-Shâfi’î (berkuasa
1037-1063H/1626-1651M), sudah memiliki perhatian yang cukup besar terhadap
pengembangan wacana dan tradisi keilmuan Islam. Selain itu, ada indikasi kuat
bahwa pada masa ini, Banten telah menjalin kontak intelektual dengan komunitas
ulama di Makkah dan Madinah, mengingat munculnya sejumlah naskah keagamaan
yang ditulis dalam konteks tersebut.

Di antara naskah yang mengindikasikan hal ini adalah sebuah naskah berjudul
alMawâhib al-Rabbâniyyah ‘an al-As’ilah al-Jâwiyyah, karang an Muhammad ibn
‘Alî ibn ‘Allân al-Siddîqî al-Ash’arî al-Shâfi’î (996-1057H/1588-1647M), yang
ditulis dalam bahasa Arab dengan terjemahan bahasa Jawa tulisan pegon. Naskah
yang berukuran 31 x 19,5 cm dengan teks berukuran 24 x 21 cm ini tergolong sangat
pen ting dalam wacana religio-intelektualisme Islam Indonesia mengingat isinya
merupakan tanya jawab antara Sultan Abû al-Mafâkhir, sebagai penguasa Kesultanan
Banten dengan pengarangnya, Ibn `Allan yang merupakan salah seorang ulama
terkemuka di Haramayn. Pertanyaanpertanyaan yang diajukan sang Sultan
menyangkut berbagai persoalan fiqh siyasah yang terdapat di dalam kitab Nasîhat al-
Mulûk karangan Imâm al-Ghazâlî, ditambah dengan beberapa pertanyaan tentang
persoalan-persoalan yang menjadi concern Sultan.

Dengan nama Jawi atau Pegon yang digunakan untuk bahasa melayu, Aceh,
Minang, Jawa, Sunda, dan sebagainya sehing ga sebagian dikenal dengan tulisan
bahasa ArabMela yu. Adapun isi yang tersurat dari naskah-naskah nusantara tersebut
sangat beragam, mi salnya dongeng, hikayat, cerita rakyat, babad, silsilah sejarah,
surat-surat, perjanjian, upacara, hukum, adat istiadat, dan sebagainya.

15
Teks melayu tertua yang berasal dari abad ke 16 yang tepatnya belum
diketahui. Syed Naquib Al Attas menerbitkan buku The Oldest known Malay
Manuscript: A 16th Century Translation of The Aqaid of Al Nasafi. Sebelumnya,
pada tahun 1955, G.W.J. Drewes menerbitkan Een 16de eewse Maluse vertaling van
de Burda van Al-Bu’siri. Keduanya merupakan terjemahan dari bahasa Arab ke
dalam bahasa melayu dan termasuk sastra bernafaskan Islam.42

Naskah lain misalnya:

1. Naskah asal Raja-raja Sambas (aksara Arab dan Latin, bahasa Melayu,
bahan kertas), yang berbentuk prosa tentang kisah sejarah Raja Sapudak yang
memerintah di kota lama secara turun-temurun. Raja Fangah dari Brunei dikisahkan
pindah ke Sambas. Dia berput ra lima orang dan masing-masing menjadi raja.43

2. Kronik Maluku (aksara Arab, bahasa Melayu, bahan kertas), juga berbentuk
prosa. Diawali dengan cerita keajaiban rajaraja Turki, China, Belanda, dan negeri-
negeri lain, baru kemudian berisi kronik kepulauan Maluku.

3. Babad Lombok (aksara Jawa, bahasa Jawa, bahan kertas), naskah ini
berbentuk macapat dan berisi sejarah Lombok yang dimulai dengan cerita nabi-nabi,
sampai kekalahan Lombok oleh kerajaan Karang asem.

4. Hikayat Aceh (aksara Arab, bahasa Arab dan Aceh, bahan kertas), naskah
ini berbentuk prosa, berisi antara lain syairsyair pujian yang ditujukan kepada Nabi
Muhammad. Selain itu juga berisi doa-doa.

5. Sureq Baweng atau Surat Nuri (aksara Bugis, bahasa Bugis, bahan lontar),
naskah ini berbentuk prosa, berisi perjalanan Sawerigading sewaktu mencari calon
istri yang baik, dilengkapi cerita burung Nuri yang mengandung nasihat, tata cara
meminang seorang perempuan.

42
Akhadiati Ikram, 1997. Filologi Nusantar….hal.37.
43
Julianto Susantio, 2006. Naskah-Naskah Kuno Indonesia di manca Negara. Sinar Harapan. Hal. 3 .

16
6. Naskah Carita Parahyangan (aksara Sunda Kuno, bahasa Sunda Kuno,
bahan lontar), prosa terdiri atas 45 lempir dan tiap lempir terdiri atas empat baris
tulisan. Cerita dimulai dari kisah Sang Resi Guru turun-temurun sampai raja-raja di
Jawa Barat.

7. Sajarah Banten (aksara Arab, bahasa Jawa, bahan kertas) berbentuk


macapat. Isinya tentang silsilah Nabi Muhammad serta keturunannya. Riwayat Sunan
Gunung Jati yang menurunkan sultan-sultan Banten juga diceritakan.

8. Naskah Japar Sidik (aksara Arab, bahasa Sunda, bahan kertas) berbentuk
prosa. Isinya kata-kata mutiara berdasarkan ajaran agama Islam dan alam pikiran
orang Sunda, seperti manfaat bermusyawarah, hari yang baik untuk berburu dan
bepergian, perdagangan, keturunan, dan sifat-sifat terpuji.

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Naskah-naskah Islam dan Melayu nusantara sangat berkaitan dengan proses


Islamisasi. Para ulama pembawa mengarang naskah-naskah kegamaan dengan sarana
yang masih sederhana namun mengemban isi yang sangat kaya. Kekayaan itu
ditunjukkan dengan kandungan naskah yang berisi tentang akidah, pujian kepada
nabi, tasawuf, hubungan antar manusia, dan sebagainya dalam bentuk hikayat,
dongeng, macapat, dan sebagainya.

17
DAFTAR PUSTAKA

Azra, Azyumardi, 1994. Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara
Abad XVII dan XVIII, Bandung: Mizan.

Departemen Pendidikan Nasional, RUU Perpustakaan, Bab II.

Ikram, Akhadiati, 1997. Filologia Nusantara, Jakarta: Pustaka Jaya, Cet.1. Munawar,
Titi, dan Nindya Nugraha, 1996.Khazanah Naskah Nusantara (Makalah), Jakarta:
Masyarakat Pernaskahan Nusantara.

Lubis, Nabilah, 2007. Naskah, Teks, dan Metode Penelitian Filologi. Jakarta: Media
Alo Indonesia, Cet. ke-3.

Oman Fathurrahman, 2006. Khazanah Naskah Banten. http//:www.naskahkuno.


wordpress.com/2006. Oman Fathurrahman, 2007. Khazanah Naskah Islam Nusantara.
http//:www. naskahkuno.wordpress. com/2007

Robson, S.O. 1994. Prinsipprinsip Filologi Indonesia, Jakarta: RUL

Susantio, Julianto, 2006. Naskah-naskah Kuno Indonesia di Manca Negara, Sinar


Harapan

Sabili, Wawancara. Juni 2008.

Yatim, Badri. 2000. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Cetakan ke-2.

18
KELOMPOK

19
Makalah
Filologi Islam
Macam-Macam Metode Penyuntingan

Disusun Oleh:
Kelompok 8
Ria Destiani (1711430009)

Dosen Pengampuh:

Dra.Rindom Harahap, M. Ag

PROGRAM STUDI SEJARAH PERADABAN ISLAM


JURUSAN ADAB
FAKULTAS USHULUDDIN ADAB, DAN DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) BENGKULU
TAHUN 2020

20
KATA PENGANTAR

Puji syukur Allah SWT penulis panjatkan, Karena atas hidayah, karunia serta
limpahan rahmat-Nya sehingga makalah ini dapat tersusun sebagai mana mestinya.
Makalah yang berjudul “Macam-Macam Metode Penyuntingan” ini tersusun untuk
memenuhi tugas mata kuliah “Filologi Islam” yang dibina oleh ibu Rindom Harahap,

Melalui makalah ini penulis mencoba untuk menguraikan tentang “Macam-


Macam Metode Penyuntingan”, Atas selesainya penulisan makalah ini penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya dosen, serta teman-teman dan
pihak-pihak yang telah yang telah berkontribusi dalam penulisan makalah ini yang
tidak bisa disebutkan satu persatu.

Makalah ini tersusun dengan segala keterbatasan ilmu pengetahuan, oleh


karenanya kritik, saran serta masukan yang sifatnya membangun sangat diharapkan
sebagai bahan perbaikan makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan
pencerahan kepada umat islam dalam beribadah kepada Allah SWT.

Bengkulu, 20 April 2020

Penyusun

21
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR ................................................................................... 2

DAFTAR ISI .................................................................................................. 3

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ................................................................................... 4


B. Rumusan Masalah .............................................................................. 5
C. Tujuan Masalah .................................................................................. 5
BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Macam-Macam Metode Penyuntingan ............................ 6


B. Macam-Macam Metode Penyuntingan .............................................. 7-12
BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ........................................................................................ 13
B. Saran ................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA

22
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sudah berabad-abad lamanya bangsa di nusantara ini memeluk
Islam, suatu agama yang memotivasi pemeluknya untuk menghasilkan
peradaban yang tinggi. Peradaban Islam yang diwariskan oleh para
pendahulu sebagian berwujud manuskrip (naskah kuno) yang berisi teks-teks
keislaman yang amat berharga yang masih merindukan jamahan tangan para
filolog untuk dikuak dan dipublikasikan sebagai hasil penelitian akademik.
Untuk melakukan hal itu diperlukan referensi yang memadai sehingga peneliti
manuskrip tidak menemui kesulitan, sedangkan selama ini referensi dalam
bidang Filologi masih terbatas bila dibandingkan dengan referensi keilmuan
yang lain.
Filologi adalah ilmu yang mempelajari budaya ( termasuk sastera )
masa lalu melalui naskah kuno ( manuskrip ). Obyek material Filologi adalah
naskah yang berisi teks klasik dengan bahan kulit kayu,bamboo, lontar,
rotan, dan kertas, dengan mengesampingkan perjanjian-perjanjian, ukiran, dan
tulisan pada bahan-bahan yang lestari, misalnya pada batu nisan. Manuskrip
yang dikaji dn diteliti oleh filolog tidak mudah dibaca dan difahami oleh
public.
Penyuntingan teks adalah langkah yang sanat vital dalam peneltian
Filologi. Langkah ini tentu didahului oleh langkah-langkah sebelumnya, mulai
dari inventarisasi naskah, pengelompokan, pengguguran, dan seterusnya,
seperti apa yang telah dijelaskan pada paket-paket terdahulu. Pada dasarnya,
penyuntingan teks - apabila dilihat dari varian naskah – dapat dibagi menjadi
dua kategori, yaitu penyuntingan naskah tunggal dan penyuntingan naskah
jamak.

23
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Metode Penyuntingan ?
2. Apa saja Macam-Macam Metode Penyuntingan ?

C. Tujuan
1. Mengetahui Pengertian Metode Penyuntingan.
2. Mengetahui Apa saja Macam-Macam Metode Penyuntingan.

24
BAB 11
PEMBAHASAN
A. Pengertian Metode Penyuntingan.
Filologi adalah ilmu yang mempelajari budaya ( termasuk sastera )
masa lalu melalui naskah kuno ( manuskrip ). Obyek material Filologi adalah
naskah yang berisi teks klasik dengan bahan kulit kayu,bamboo, lontar,
rotan, dan kertas, dengan mengesampingkan perjanjian-perjanjian, ukiran, dan
tulisan pada bahan-bahan yang lestari, misalnya pada batu nisan. Manuskrip
yang dikaji dn diteliti oleh filolog tidak mudah dibaca dan difahami oleh
publik.
Penyuntingan teks adalah langkah yang sanat vital dalam peneltian
Filologi. Langkah ini tentu didahului oleh langkah-langkah sebelumnya, mulai
dari inventarisasi naskah, pengelompokan, pengguguran, dan seterusnya,.
Pada dasarnya, penyuntingan teks - apabila dilihat dari varian naskah – dapat
dibagi menjadi dua kategori, yaitu penyuntingan naskah tunggal dan
penyuntingan naskah jamak. 44

B. Macam-macam Metode Penyuntingan.


Naskah dapat dibagi dari sisi variannya menjadi naskah tunggal dan
naskah jamak. Naskah tunggal tidak ada variannya. Naskah jamak sesuai
dengan namanya tentu ada variannya. Penelitian dan penyuntingan teks
menggunakan metode dan edisi yang dipilih sesuai dengan siat dan karakter
naskah dan teksnya.
1. Metode Penelitian dan Penyuntingan Naskah Tunggal.
Setelah seorang filolog berkesimpulan bahwa naskah yang didapat
olehnya tidak dapat ditemukan variannya dan memang itu adalah naskah

44
Achmad Zaunudin, Fillologi, (Surabaya : Fakultas Adan dan Humaniora UIN Sunan Ampel, 2013).
Hal.101

25
satu-satunya, berarti naskah tersebut adalah naskah tunggal. Dalam
penyuntingannya, ia dapat memilih edisi diplomatic atau edisi standard.
Edisi diplomatik adalah suatu cara mereproduksi teks sebagaimana
adanya tanpa perbaikan dan tanpa perubahan dari editor. Model yang
paling sesuai dengan tujuan ini adalah adalah direproduksi secara
fotografis. Hal ini penting apabila peneliti ingin menampilkan teks yang
diperoleh persis sebagaimana adanya.
Edisi standard adalah suatu usaha perbaikan dan pelurusan teks agar
terhindar dari berbagai kesalahan dan penyimpangan yang timbul ketika
proses penulisan dan penyalinan. Tujuannya untuk menghasilkan edisi
baru sesuai dengan kemajuan dan perkembangan masyarakat. Misalnya,
dengan membuat pembagian paragraph, pungtuasi, huruf kecil dan besar,
membuat penafsiran setiap bagian atau kata-kata yang perlu penjelasan,
sehingga teks mudah difahami oleh pembaca modern. Dalam hal ini,
editor harus bertanggung jawab atas semua perbaikan atau penafsiran yang
dibuat dan harus meyebut sumbernya. Editor jangan terlalu banyak
campur tangan. Perbaikan sebaiknya pada hal-hal yang mendasar saja. 45

2. Metode Penelitian dan Penyuntingan Naskah Jamak.


a. Metode Intuitif.
Suatu teks sangat mungkin mengalami penyalinan berulang
kali sehingga memunculkan naskah –naskah yang beragam. Di Eropa
Barat – untuk mengetahui bentuk asli beragam naskah – diambil suatu
naskah yang dipandang baik dan dianggap paling tua kemudian disalin
lagi. Dalam penyalinan itu, bagian-bagian yang tidak jelas dibetulkan
berdasar naskah lain dengan pertimbangan akal sehat, selera baik, dan
pengetahuan luas di bidang bahasa dan disiplin ilmu yang menjadi

45
Nabilah Lubis, Naskah, Teks dan Metode Penelitian Filologi, (Jakarta
:Fakultas Adab IAIN Syarif Hidayatullah, 1996)hal. 86-89

26
pokok bahasan naskah tersebut. Metode intuitif ini bertahan sampai
abad ke-19 sebelum munculnya metode obyektif/stema.46
b. Metode Stema atau Obyektif.
Metode ini digunakan untuk melacak teks asli dengan
membanding- bandingkan teks yang ada pada naskah-naskah.
Menurut West, teorinya adalah bahwa naskah disalin satu demi satu
dengan kesalahan yang pernah terjadi dalam naskah berikutnya
dalam tradisi akan terus diturunkan ke naskah berikutnya (turun-
temurun).
Metode stema dikembangkan di Eropa pada tahun 1930-an
oleh Lachmann. Kesalahan-kesalahan yang terdapat dalam proses
penyalinan dari satu teks ke teks yang lain dapat dipakai untuk
menunjukkan perbedaan dan kesamaan di antara naskah.
Kritik teks – seperti yang telah tersebut di muka – bertujuan
untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan dan memurnikan teks yang
pada akhirnya diharapkan dapat merekonstruksi kembali kepada teks
asli atau sekurang- kurangnya mendekati asli. Pengertian teks asli
yang dimaksud adalah teks yang sudah menurunkan semua naskah
yang masih ada dan biasanya disebut archetype. Sedangkan teks yang
ditulis oleh pengarangnya dinamakan autograph. Perlu diketahui
bahwa jarang sekali autograph dapat ditemukan.
Dalam Filologi dikenal istilah emendasi, yaitu perbaikan yang
dilakukan pada teks. Apabila kerusakan teks ditelusuri kembali
sehingga dapat meghilangkan semua kesalahan dan penyimpangan
yang dipastikan terjadi pada saat penyalinan, maka terdapat
kemungkinan akan ditemukan bentuk teks seperti yang aa pada
archetype yang sudah hilang.

46
Nabilah Lubis, Naskah, Teks dan Metode Penelitian Filologi, hal. 77

27
Beberapa masalah yang mungkin muncul dalam penerapan
metode obyektif antara lain :47
• Metode stema pada dasarnya bersandar pada pilihan
antara bacaan yang benar dan yang salah, padahal
kenyataannya sulit untuk menentukan pilihan itu.
• Pilihan antara dua hiperketip sering tidak mungkin,
kaena keduanya dianggap baik.
• Dua anggota dari satu hiperketip mungkin mewakili
dialek atau tahap bahasa yang berbeda, sehingga
penyunting menghadapi pilihan antara stema dan
homogenitas dialek atau tahap bahasa.
• Ada masalah kontaminasi atau perbauran dua tradisi
akibat tradisi terbuka.
• Teks asli juga sering dipersoalkan. Mungkin tidak
pernah ada satu versi asli karena dari permulaan tidak
ada variasi teks.
• Hubungan antara tradisi lisan dn tradisi naskah tulisan
tangan di Indonesia perlu diperhatikan, mana yang
lebih asli dan otentik, karena adanya interaksi di
antara keduanya.
c. Metode Gabungan.
Metode ini dipakai apabila menurut tafsiran nilai naskah
semuanya hampir sama, yan satu tidak lebih baik dari yang lain.
Sebagian besar bacaan naskah sama saja. Pada umumnya, bacaan yang
dipilih dalam suntingan ini adalah bacaan mayoritas karena
pertimbangan umum bahwa jumlah naskah yang banyak itu adalah
saksi bacaan yan betul. Bacaanminoritas dicatat dalam apparatus

47
Achmad Zaunudin, Fillologi, hal. 106

28
criticus. Kalau ada pertimbangan khusus, bacaan minoritas boleh
dipilih untuk dimasukkan dalam suntingan dan bacaan mayoritas
dicatat dalam apparatus criticus.
Ketika ada bacaan yang meragukan karena jumlah naskah
yang mewakili bacaan tertentu sama, dipakai pertimbangan lain. Di
antaranya adalah kesesuaian dengan kaedah bahasa, sumber lain yang
relevan, seperti buku sejarah, agama, kebudayaan, dan factor lain yang
mendukung pilihan bacaan yang digunakan.
Kelemahan metode ini adalah teks yang disajikan menjadi teks
baru yang menggabung bacaan dari semua naskah yang ada, sehingga
sulit dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Akan tetapi, dari
sisi praktis, utamanya dari sisi pemahaman, suntinan teks gabungan
ini lebih mudah difahami dan lebih lengkap dari semua naskah yang
ada.
d. Motede Landasan.
Metode ini dipakai apabila menurut tafsiran nilai naskah jelas
berbeda sehingga ada satu atau sekelompok naskah yang menonjol
kualitasnya. Apabila semua uraian sudah diperiksa dari sisi bahasa,
sastera, sejarah, atau lainnya, maka naskah yang mempunyai bacaan
terbaik dengan jumlah yang besar dapat dianggap naskah yang terbaik
dan dapat dijadikan landasan atau teks dasar.
Tujuan penyuntingan teks dengan metode landasan adalah
mendapatkan teks yang autoritatif dan membebaskan teks dari segala
macam kesalahan, mengganti bacaan yang tidak sesuai, menambah
bacaan yang tertinggal, dan menguangi bacaan yang lebih.48
Setelah sifat-sifat naskah diketahui dengan adanya
kesalahan, bacaan yang tidak jelas, ada bagian yang tertinggal, bagian

48
Achmad Zaunudin, Fillologi, hal. 108

29
yang rusak, atau ada tambahan bacaan yang tidak sesuai dengan
konteksnya, maka untuk penyuntingannya dipilih bacaan yang lebih
sesuai di antara semua varian yang ditemukan dalam kedua,ketiga,
atau keempat naskah, ditambah bacaan teks dasar yang tertinggal
dan dikurangi bacaan teks dasar yang lebih. Semua ini berdasar
kesesuain dengan kaedah bahasa lama, makna yang jelas, gaya bahasa,
dan konteksnya.
Naskah-naskah tersebut dibandingkan kata demi kata,
kemudian dipilih naskah dasar sesuai dengan ketentuan di muka,
sedankan varian dari naskah lainnya dapat dicatat dalam apparatus
criticus. Berikutnya, bacaan naskah dasar diganti, ditambah, ditambah,
atau dikurangi apabila terdapat bacaan naskah dasar yang tidak jelas,
ketinggalan, atau ada tambahan yang tidak sesuai. Bacaan naskah
naskah dasar yang diganti atau dikurangi itu dicatat pula dalam
apparatus criticus. Demikian itu penting, karena apabila ada bacaan
ang diganti, ditambah, atau dikurangi ternyata salah atau tidak sesuai,
maka datanya dari bacaan yang benar tidak hilang karena sudah dicatat
dalam apparatus criticus. Kesalahan kecil dalam ejaan yang tidak
signifikan, misalnya ; ditemui – ditemuilah, dari itu – daripada itu, dan
sebagainya, tidak perlu dicatat dala apparatus criticus.
e. Metode Analisis Strutural.
Analisis struktur terhadap suatu karya bertujuan untuk
memaparkan secermat mungkin kaitan antara semua unsure-unsur dan
aspek karya sastra yang bersama-sama menghasilkan makna yang
menyeluruh.
Menurut A. Teuw, tidak ada resep yang siap dipakai begitu
saja untuk analisis struktur. Setiap karya membutuhkan metode
analisis yang sesuai dengan sifat dan strukturnya. Sajak, novel, cerita

30
klasik, teks sejarah, masing-masing memliliki sifat dan struktur yang
berbeda. 49
Struktur adalah suatu sitem yang terdiri dari sejumlah unsur
yang apabila masing-masing unsur mengalami perubahan maka akan
mengakibatkan perubahan pada unsur yang lain. Kalimat “Anak yang
jahat itu dipukul ayahnya” akan berubah maknanya apabila satu kata
saja diubah menjadi “Anak yang jahat itu memukul ayahnya”.

49
Achmad Zaunudin, Fillologi, hal. 109

31
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penyuntingan teks adalah langkah yang sanat vital dalam peneltian
Filologi. Langkah ini tentu didahului oleh langkah-langkah sebelumnya, mulai
dari inventarisasi naskah, pengelompokan, pengguguran, dan seterusnya.
Penyuntingan teks terbagi menjadi dua kategori pokok, yaitu
penyuntingan teks pada naskah tunggal dan pada naskah jamak. Teks pada
naskah tunggal disunting dengan metode diplomatik dan atau metode standar.
Penyuntingan teks pada naskah jamak dapat ditempuh dengan metode
intuitif, stema, gabungan, landasan, dan analisis struktur
B. Saran
Penulis sadari betul masih banyak kekurangan dalam penulisan
proposal ini baik sari sumber ataupun sistematika penulisan. Oleh karena itu
penulis berharap pembaca dapat memberikan kritik saran dan masukan yang
membangun demi perbaikan proposal ini agar menjadi lebih baik.

32
DAFTAR PUSTAKA

Baried, Siti Baroroh. 1985. Pengantar Teori Filologi. Jakarta: Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa Depdikbud.

Lubis, Nabilah. 1996. Naskah, Teks dan Metode Penelitian Filologi. Jakarta :Fakultas
Adab IAIN Syarif Hidayatullah.

Zainudin, Achmad. 2013. Fillologi. Surabaya : Fakultas Adan dan Humaniora UIN
Sunan Ampel.

33
KELOMPOK

34
MAKALAH KEARSIPAN DAN FILOLOGI ISLAM
BENTUK LAPORAN TEKS TULIS ATAU TEKS CETAK ARAB

Di susun oleh : Kelompok 9

1. Fenny DesmiWidiastuti
2. Purwanti

Dosen Pengampuh :
Dra. Rindom Harahap M.Ag

FAKULTAS USHULUDDIN, ADAB, DAN DAKWAH


PROGRAM STUDI SEJARAH PERADABAN ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI BENGKULU
TH.2020/2021

35
KATA PENGANTAR

Dengan telah memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga dengan dorongan semangat yang
tinggi, maka kami sebagai penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Bentuk Laporan Penelitian Teks Tulis atau Teks Cetak Arab”. Sebagai salah satu
bahan presentasi perkuliahan kami. Kami sebagai penyusun dan penyaji materi
berusaha memfasilitasi proses makalah ini.
Makalah ini membahas tentang bentuk laporan penelitian teks tulis atau teks
cetak arab. Untuk itu kami sebagai penyusun berharap rekan semua membaca
makalah yang telah kami susun ini. Makalah yang disusun ini tentunya jauh dari
kesempurnaan.Untuk itu, kami sebagai penyusun menerima saran maupun kritikan
dari berbagai pihak, baik dosen, maupun rekan – rekan mahasiswa.Kami sebagai
penyusun mengucapkan terimakasih kepada berbagai pihak, terutama kepada dosen
mata kuliah kearsipan dan filologi islam atas perhatian dan partisipasinya kami
ucapkan terima kasih.

Bengkulu, April 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................... i

DAFTAR ISI ................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ............................................................................ iii

B. Rumusan Masalah ........................................................................ iv

C. Tujuan Penulisan .......................................................................... iv

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengeryian Teks ........................................................................... 1

B. Penelitian Teks ............................................................................. 2

C. Bentuk Laporean Penelitian Teks ................................................. 6

1.Laporan Teks Tulis ..................................................................... 6

2. Laporan Teks Cetak Arab .......................................................... 9

BAB III PENUTUP

C. Kesimpulan ................................................................................ 11
D. Saran ........................................................................................... 11

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 12

ii
BAB I

PENDAHULUAN

D. Latar Belakang.

Sudah berabad-abad lamanya bangsa di nusantara ini memeluk Islam,


suatu agama yang memotivasi pemeluknya untuk menghasilkan peradaban yang
tinggi. Peradaban islam yang diwariskan oleh para pendahulu sebagian berwujud
manuskrip (naskah kuno) yang berisikan teks-teks keislaman yang amat berharga
yang masih merindukan jamahan tang para filolog untuk dikuak dan
dipublikasikan sebagai penelitian akademik. Manuskrip keislaman di usantara
yang sebagian besar berbahasa Arab atau berbahasa lokal dengan literatur Arab
susah untuk dipahami mangka dari itu dibutuhkan penelitian khusus.

Dalam penelitian filologi ada unsur-unsur penelitian yang secara


paradigmatis selalu muncul dalam sepanjang sejarah penggunaan ilmu tersebut
dari waktu ke waktu. Unsur-unsur penelitian filologi tersebut meliputi fokus,
subjek, dan objek penelitian. Jika memungkinkan juga melihat metode penelitian
yang digunakan. Penelusuran secara historis dimaksudkan untuk memahami dan
menjelaskan setiap transformasi yang terjadi pada unsur-unsur tersebut.

Berdasarkan uraian di atas maka tulisan ini mencoba untuk menjelaskan


tentang bentuk laporan penelitian. Oleh karena itu, tulisan ini akan memaparkan
mengenai Bentuk Laporan Penelitian Teks Tulis atau Teks Cetak Arab.

iii
E. Rumusan Masalah.
1. Apa pengertian teks?
2. Bagaimana Penelitian teks tulis?
3. Bagaimana bentuk laporan teks tulis atau teks cetak Arab?

F. Tujuan Penulisan.
1. Untuk mengetahui pengertian teks.
2. Untuk mengetahui cara penelitian teks tulis.
3. Untuk mengetahuan bentuk laporan teks tulis atau teks cetak Arab.

iv
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Teks.

Teks artinya adalah kandungan atau muatan naskah, suatu yang abstark
yang hanya di bayangkan saja. Perbedaan naskah dan teks menjadi jelas apabila
naskah yang mudah tapi mengandung teks yang tua. Teks terdiri atas isi, yaitu
ide-ide atau amanat yang hendak di sampaikan oleh pengarang kepada pembaca
dan bentuk bentuk, yaitu cerita dalam teks yang dapat dibaca dan di pelajari
menurut berbagai pendekatan melalui alur, perwatakan, gaya bahasa, dan
sebagainya.50

Dalam penjelmaan dan penurunannya secara garis besar dapat di sebutkan


adanya 3 macam teks :

1. Teks Lisan (tidak tertulis).


2. Teks naskah tulis tangan.
3. Teks cetakan.

Karakteristik penurunan teks yang dilakukan oelh pembaca atau


pendengar secara paradikmatik ada 3 model sebagai berikut. Model pertama, teks
yang diproduksi oleh pengarangnya secara lisan oleh pendengarnya kemudian
diturunkan secara tulis yaitu dengan menyalin atau mencatat semua yang
didengar dari pengarangnya. Tek yang diturunkan dengan cara seperti ini oleh
pendengarnya banyak mengalami perubahan sesuai dengan kemampuan
mendengar dan menulis dengan cepat dan tepat yang dimiliki pendengar. Model
kedua, teks yang diproduksi oleh pengarangnya berupa teks tulis oleh

50
Siti Barooh Baried, dkk, “Pengantar Teori Filologi”, (Jakartan : Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1985), hlm. 56.

5
pembacanya kemudian diturunkan secara lisan. Model tiga, teks yang berupa teks
tulis kemudian oleh pembacanya diturunkan secara tertulis juga.

Jarang ada teks yang bentuk aslinya atau bentuk sempurnanya jelas dan
tersedia. Menurut de Haan (1973) mengenai terjadinya ada beberapa
kemungkinan :

1. Aslinya hanya ada dalam ingatan pengarang atau pengelola cerita. Turun
temurun terjadi secara terpisah yang satu dari yang lain melalui dikte apa
bila orang lain ingin memiliki teks itu sendiri. Tiap kali teks diturunkan
dapat terjadi variasi. Perbedaan teks bukti pelaksaan penurunan dan
pengembangan cerita sepanjang hidup pengarang.
2. Aslinya adalah teks tertulis, yang lebih kurang kerangka yang
memungkinkan atau memerlukan kebebasan seni. Dalam hal ini, ada
kemungkin bahwa aslinya di salin begitu saja dengan tambahan
separunya. Kemungkinan lain ialah aslinya disalin dipinjam, diwarisi atau
dicuri. Terjadilah cabang tradisi kedua atau ketiga disamping yang telah
ada karena varian-varian pembawa cerita dimasukan.51
3. Aslinya merupakan teks yang tidak mengizinkan kebebasan dalam
pembawaan. Karena pengarang telah menentukan pilihan kata, urutan-
urutan kata, dan komposisi untuk memenuhi maksud tertentu dalam
bentuk literer itu.

B. Penelitian Teks.

secara umu, penelitian teks apakah teks tulisan, tulisan maupun cetak untuk
mencapai tujuannya (sebagaimana yang dibahas pada sub-sub yang lalu)
hendaknya memperhatikan karakteristik teks masing-masing. Disamping itu, juga
perlu memperhatikan 10 tesis yang diajukan di Lichacev adalah sebagai beriku :

51
Siti Barooh Baried, dkk, “Pengantar Teori Filologi”,...hlm. 58.

6
1. Penelitian teks berusaha menyelidiki sejarah teks suatu karya. Salah satu
penerapan praktis penelitian ini adalah suntingan teks.
Menyunting sebuah teks berarti menyiapkan teks agar layak di
terbitkan sehingga dapat di baca oleh setiap orang serta dapat memahami
maknanya. Untuk memahami makna sebuah teks salah satu instrumen yang
digunakan adalah teks, yaitu segala sesuatu yang menyertai dan berada di
sekitar teks yang secara struktural mempunyai kontribusi terhadap keberadaan
teks. Konteks tersebut dapat diketahui melalui penelusuran sejarah teks atau
penelusuran setiap perubahan atau informasi teks ketika teks tersebut
diturunkan atau disalin. Oleh akrena itu penelitian sejarah teks merupakan
bagian yang sangat penting dalam penelitian praktis teks yang berupa
suntingan teks.52
2. Pertama-tama penelitian teks, baru kemudian penerbitannya.
Tesis ini merupakan penegasan tesis pertama. Hanya saja secara
prakmatis meskipun penerbitan dapat di lakukan sebelum melakukan
penelitian teks namun seandainya dapat dilakukan maka besar
kemungkinannya akan muncul beberapa permasalahan, antara lain :
Suntingan teks tidak sesuai dengan konteksnya, suntingan teks tidak bisa
menunjukan teks salinan yang diwakili, dan munculnya salah tafsir.
3. Edisi teks harus menggambarkan sejarahnya nya.

Tesis ketiga sebetulnya merupakan hasil dari tesis pertama dan kedua
yang indikatornya harus muncul dalam sebuah penerbitan teks. Tesis ketiga
ini memberikan rambu-rambu bahwa hasil temuan yang telah dilakukan pada
penelitian sejarah teks harus menjadi pegangan dasar dalam penyuntingan
sebuah teks. Dengan demikian maka secara otomatis edisi teks harus
menggambarkan sejarahnya.

52
Ahmad Rijal Nasrullah dan Ade Kosasih, subtansi dan metodologi filologi dalam naskah kumpulan
mantera. Jumantara Vol 9 No.2 Tahun 2018 .hlm 296

7
4. Penelitian teks harus disertai dengan penjelasan.

Penelitian yang tidak diberi penjelasan dari setiap simpulan yang


diketemukan tidaklah dapat dikatan sebuah penelitian teks. Disamping
memberikan penjelasan bedasarkan prinsip-prinsip logika setiap simpulan
juga harus dijelaskan dengan memberikan data-data (kesaksian) temuan yang
terdapat dalam setiap naskah sebuah teks.

5. Data-data (kesaksian) perubahan teks yang dilakukan secara sadar


(secara ideologis, estetik, psikologi, dan sebagainya) harus diberi
perioritas atas data perubahan yang mekanis (kesalahan yang tidak
sengaja oleh penyalin).

Pada tesis kelima Lichacev menyarakan bahwa penelitian terhadap


perubahan teks yang secara sadar kaera alasan idiologis, estetik, psikologi,
dan sebagainya harus di prioritaskan daripada perubahan karena kesalahan
mekanis. Sebagaimana diketahui bahwa adanya perbedaan antara sebuah
naskah yang satu dengan naskah yang lain dari teks yang sama adalah
disebabkan oleh adanya kesalahan mekanis dan nkesengajaan penyalin.

6. Teks perlu diteliti secara keseluruhan.

Tesis ke enam mengingatkan para filolog bahwa teks mempunyai


karakteristik yang kompleks. Artinya disamping teks berisi berbagai macam
hasil kebudayaan yang kompleks, diluar tekspun membuat data-data kesaksian
yang tidak kalah kompleks nya dengan isi teks baik secara artefak, sistim
tingkah laku, maupun nilai kebudayaan.53

53
Ahmad Rijal Nasrullah dan Ade Kosasih, “subtansi dan metodologi filologi dalam naskah
kumpulan mantera”,...hlm 299

8
7. Bahan penyerta teks (Konvoi, kolovon, dan lain-lain) suatu karya sastra
dalam satu kumpulan (kodeks) perlu diteliti.

Tesis ketujuh menyarankan supaya bahan penyerta tekstologi suatu karya


sastra dalam kumpulan kodeks perlu diteliti. Sebagaimana diketahui bahwa
bahan penyeta teks adalah salah satu data yang dapat memberikan petunjuk
tentang eksistensi teks. Dari hasil penelitian tersebut akan sangat membantu
dalam memahami dan mneliti teks secara keseluruhan terutama untuk
merekountruksi teks yang diteliti.

8. Perlu diteliti bayangan sejarah teks sebuah karya dalam monumen sastra
lain.

Pada tesis ke delapan menerangkan perlunya penelitian terhadap


bayangan sejarah teks sebuah karya sastra dalam monumen sastra lain. Dalam
sastra melayu sering dijumpai karya sastra atau bagian dari karya sastra
disebutkan dalam karya sastra lain dengan tujuan untuk menguatkan cerita
atau untuk mengaitkan cerita batu dengan cerita yang telah lebih dahulu ada.54

9. Pekerjaan sang penyalin dan kegiatan skriptoria masing-masing perlu


diteliti.

Pada tesis ini mengingatkan bahwa jika masih bisa ditemukan para
penyalin berikut dengan kegiatannya terutam ayng berkaitan dengan teks yang
sedanng diteliti maka para penyalin berikut dengan keegiatannya tersebut
perlu diteliti.

Ahmad Rijal Nasrullah dan Ade Kosasih, “subtansi dan metodologi filologi dalam naskah kumpulan
54

mantera”,...hlm 299

9
10. Rekontruksi suatu teks tidak dapat menggantikan teks yang diturunkan
secara faktual.

Tesis ini ditunjukan kepada para filolog bahwa teks hasil rekontruksi tidak
bisa dijadikan sebagi naskah fariabel dalam penelitian. Teks hasil rekontruksi
merupakan teks hibrid sehingga tidak bisa mewakili salah satu dari naskah
sebuah teks.

C. Laporan Penelitian Teks


1. Laporan Penelitian teks tulis:

Adapun bentuk dalam laporan penelitian teks tulis sebagai berikut:

a. Pendahuluan
• Latar belakang maslah berisi segala sesuatu yang berada disekitar
permasalahan teks tertulis.
• Fokus penelitian merupakan pengerucutan permasalahan yang bersifat
umum menjadi spesifik serta mudah dilakukan penelitian.
• Tujuan penelitian merupakan arahan penelitian yang berkaitan dengan
fokus penelitian.
• Kegunaan penelitian merupakan fungsi hasil poenelitian baik untuk
pemanfaatan praktis maupun teoritis.55

b. Kajian teori
• Kajian teori meliputi semua teori yang digunakan untuk memahami dan
menjelaskan fenomena permasalahan penelitian serta untuk menganalisis
data yang telah di peroleh din lapangan. Misalnya, teori yang membahas
tentang karakteristik teks tulis digunakan untuk memahami penurunan
teks tulis berikut dengan kasu-kasus yang ada di dalamnya.

55
Fathurahman Oman, filologi Indonesia. Jakarta:Prenamedia Grub, 2015, hlm. 93

10
c. Cara penelitian
• Cara penelitian berisi penjelasan bagaimana desain penelitian, data dan
subjek penelitian, teknik pengumpulan data, instrumen penelitian, teknik
penentuan kehandalan dan keabsahan data, dan teknik analisi data.

d. Hasil dan pembahasan


Hasil dan pembahasan penelitian penelitian merupakan pencarian
jawaban atas permaslahan yang telah dikemukakan dalam pendahuluan dan
diarahkan dalam tujuan penelitian. Adapun hasil dan pembahasan dari laporan
penelitian teks tulis yaitu:
1) Iventarisasi naskah

Sebelum menginventarisasi naskah terlenih dahulu menetukan


judul naskah yang akan diteliti. Kemudian mencari keberadaan semua
naskah tersebut di berbagain katalog baik katalog milik perpustakaan,
museum, dan kolektor naskah dalam maupun luar negeri.

2) Deskripsi Naskah

Deskripsi naskah meliputi: judul naskah, tempat penyimpanan


naskah, nomor naskah, ukuran naskah jumlah halaman, jumlah baris pada
setiap halaman, bentuk huruf, bahasa, warna tinta, alas naskah, garis tebal
dan tipis, kondisi naskah, kolofon, gambar, jilid naskah.56

3) Penentuan umur naskah

Pelaporan umur naskah berdasarkan hasil penelusuran yang telah


dilakukan. Setelah itu penemuan tahun yang berupa tahun hijriah harus di
laporkan dalam bentuk tahun masehi dengan menggunakan

56
Fathurahman Oman,, “ filologi Indonesia”,..,,hllm. 94

11
perhitunganmanual dengan menghitung umur tahun hijriah dan
konfersinya dalam tahun masehi.

4) Pembacaan teks

Hasil pembacaan laporan dalam bentuk suntingan yang disertai


pembagian alinia, kalimat, penilusan huruf kapital, dan pemberian
pungtuasi.

5) Perbandingan teks

Hasil perbandingan teks dilaporkan dalam bentuk hasil suntingan


dengan memberikan aoaraak kritik pada bagian-bagian yang mengalami
perubahan atau kesalahan. Contohnya, sesungguh-nya imam* itu laksana
perisai, tempat orang-orang berperang dibelakangnya dan berlindung
kepadanya.(HR. Muslim) pada naskah b tertulis imam/khalifah,
sedangkan pada naskah c tertulis khalifah. Imam paham kepemimpinan
religuis, sedangkan khalifah adalah kepemimpinan dunia. Penyamaan
imam dan khalifah dan menunjukan adanya pemahaman yang tidak
membedakan antara kedua istilah tersebut dengn konsep yang tidak jelas
(apakah cenderung ke imam atau khalifah).57

6) Penentuan Metode Penyuntingan

Metode penyuntingan yang digunakan harus sudah dijelaskan


sdebelum melakukan penyuntingan. Pemilihan metode penyuntingan
harus dilakukan berdasarkan atas realitas naskah yang ditemukan dan
alasan lain yang logis.

57
Fathurahman Oman,, “ filologi Indonesia”,..,,hllm. 94

12
7) Penyuntingan dan transliterasi

Penyuntingan adalah kerja mempersiapkan teks agar dapat


diterbitkan baik teks tersebut disunting dengan menggunakan huruf
aslinya (tanpa melakukan transliterasi) misalnya, huruf jawi, huruf jawa,
dan sebagainya. Sedangkan transliterasi adalah kerja mengalih hurufkan
sebuah teks dari huruf satu kehuruf lain, dari ejaan satu ke ejaan lain.58

e. Kesimpulan
• Kesimpulan merupakan jawabn-jawaban atas adanya pertanyaan yang
telah dikemukakan pada pendahuluan serta telah ditelusuri dalam hasil dan
pembahasan. Kesimpulan juga dapat berupa saran dan implikasi atas
adanya peneliti.

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penelitian teks tulis yakni:

a. Penerapan testologi Lichcev disesuaikan dengan karakteristik teks.


b. Karakteristik teks tulis sangat tergantung dengan naskah atau kodeks.
c. Sebelum melakukan penelitian teks hendaknya melakukan penelitian
naskah atau kodeks.

2. Laporan penelitian Teks cetak Arab.

Sejak ditemukannya mesin cetak pada abad ke enambelas Masehi


hampir semua teks Nusantara yang telah di telahah diteliti oleh para filolog
Eropa diterbitkan dalam bentuk teks cetak. Di samping itu, teks-teks lisan yang
semula hanya berupa cerita pada saat sekarang ini telah diterbitkan dalam bentuk
cetakan baik yang berupa hikayat maupun syair. Dibandingkan dengan dua teks

58
Fathurahman Oman, filologi Indonesia. Jakarta:Prenamedia Grub, 2015. Hlm 95

13
sebelumnya teks cetak memiliki kualitas yang lebih baik, yaitu usia yang lebih
panjang dan hampir semua karakteristik yang dimiliki tekes tulis juga dimiliki
oleh teks cetak.59

Dalam penelitian teks cetak arab, perlu di ketahui dahulu bahwa bahsa arab
diperlukan terutama untuk pengkajian naskah-naskah yang kena pengaruh islam,
khususnya yang berisi ajaran islam dan ntasawuf atau suluk. Dalam naskah yang
demikian itu banyak terlihat kat-kata, frase, kalimat, ungkapan, dan nukilan-
nukilan dama bahasa arab, bahkan kadang-kadang bagian teks tertentu, misalnya
pendahuluan, disusun dalam bahasa arab. Meskipun pada umumnya bagian
bagian teks yang berbahasa arab ini, baik yang berupa nukilan dari Qur’an, Hadist
dan buku-buku maupun yang disusun oleh pengarangnya sendiri sendiri, diikuti
dengan terjemahan dalam bahasa naskah, tetapi belum tentu teks itu dapat diabaca
akera teks-teks itu pada umumnya ditulis dalam teks arab tanpa tanda baca.

Teks cetak arab digunakan dengan modifikasi yang disesuaikan dengan


kebutuhan lafal bahasa melayu. Lafal c, g, p, dan ng ditulis dengan modifikasi
huruf (Ì) yang diberi titik tiga “g”, huruf (Ý) yang diberi titik tiga di atasnya untuk
lafal “p”, sedangkan huruf (Ú) yang diberi titik tiga di atasnya untuk lafal “ng”.
Meskipun sebagian besar menggunakan aksara arab namun orang Melayu lebih
sering menggunakan aksara hasil modifikasi ini dengan menyebutnya aksara
Jawi.

59
Siti Barooh, dkk, “Pengantar Teori Filologi”,..hlm. 12.

14
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan.

Sebagai suatu bidang disiplin ilmu yang banyak dikaji, filologi menjadi
lankah-langkah dalam penelitian teks yang disebut dengan metode. Metode
filologi berarti pengetahuan dengan cara teknik atau instrumen yang dilakukan
dalam penelitian filologi. Langkah-langkah awal untyuk mengawali proses
penelitian filologi ialah inventarisasi naskah, deskripsi naskah, pengelompokan
naskah dan perbandingan teks, transliterasi atau teranskripsi dan terjemah.

Secara umum, penelitian teks apakah teks tulisan, tulisan maupun cetak
untuk mencapai tujuannya (sebagaimana yang dibahas pada sub-sub yang lalu)
hendaknya memperhatikan karakteristik teks masing-masing. Penelitian teks
berusaha menyelidiki sejarah teks suatu karya. Salah satu penerapan praktis
penelitian ini adalah suntingan teks. Pertama-tama penelitian teks, baru kemudian
penerbitannya. Edisi teks harus menggambarkan sejarahnya nya. Penelitian teks
harus disertai dengan penjelasan. Rekontruksi suatu teks tidak dapat
menggantikan teks yang diturunkan secara faktual.

B. Saran.

Sebagai penulis kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah kami ini masih
banyak kekurangan, baik dari segi penulisan maupun isi makalah yang munkin
kurang lengkap. Maka dari itu kami sangat mengharapkan rekan-rekan mahasiswa
untuk membaca makalah ini agar menjadi lebih baik untuk kedepannya.

15
DAFTAR PUSTAKA

Baried, Siti Barooh, Siti Chamamah Soeratno, Sawoe, Su;astin Sutrisno, Moh.
Syakir. “Pengantar Teori Filologi”. ( 1985). Jakartan : Pusat Pembinaan dan
Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

Nasrullah, Ahmad Rijal dan Ade Kosasih. (2018). “Subtansi dan metodologi filologi
dalam naskah kumpulan mantera”. Jumantara, 9(2), 296.

Oman, Fathurahman. (2015). “filologi Indonesia”. Jakarta : Prenamedia Grub.

16
KELOMPOK

10

17
MAKALAH
“PENGERTIAN DAN TIPOLOGI ARSIP SERTA SIGNIFIKANSI DAN
FUNGSI ARSIP”

Disusun Oleh :
Kelompok 10
Aditya Agung Pratama (1711430021)

Dosen Pengampu:
Dra. Rindom Harahap, M. Ag

PROGRAM STUDI SEJARAH PERADABAN ISLAM (SPI)


FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN DAKWAH (FUAD)
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) BENGKULU
TAHUN 2020

18
KATA PENGANTAR

Dengan telah memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga dengan dorongan semangat yang
tinggi, maka kami sebagai penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Pengertian dan Tipologi Arsip, serta Signifikansi dan Fungsi Arsip”. Sebagai salah
satu bahan presentasi perkuliahan kami. Kami sebagai penyusun dan penyaji materi
berusaha memfasilitasi proses makalah ini.

Makalah ini membahas tentang pengertian dan tipologi arsip, serta


signifikansi dan fungsi arsip. Untuk itu kami sebagai penyusun berharap rekan semua
membaca makalah yang telah kami susun ini. Makalah yang disusun ini tentunya jauh
dari kesempurnaan. Untuk itu, kami sebagai penyusun menerima saran maupun
kritikan dari berbagai pihak, baik dosen, maupun rekan – rekan mahasiswa. Kami
sebagai penyusun mengucapkan terimakasih kepada berbagai pihak, terutama kepada
dosen mata kuliah Filologi Islam. Atas perhatian dan partisipasinya kami ucapkan
terima kasih.

Bengkulu, 22 April 2020

Penyusun

19
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.............................................................................................1

KATA PENGANTAR..........................................................................................2

DAFTAR ISI..........................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .….………………………………….………................4

B. Rumusan Masalah.………………………………………......................5

C. Tujuan penulisan ………………………………………........................5

BAB II PEMBAHASAN

B. Pengertian dan Tipologi Arsip…………………………………...........6


C. Signifikansi dan Fungsi Arsip……………….......................................9

BAB III PENUTUP

A.Kesimpulan……………………………………….................................13

B.Saran.......................................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA

20
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Karakter Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sebagai Negara


Kepulauan (archipelagic state) menempatkan arsip sebagai instrument penting dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara. Arsip menggambarkan dan mencerminkan jati
diri bangsa, dan sekaligus menjadi simpul pemersatu bangsa. Oleh karena itu,
disadari atau tidak, arsip telah berada dan bersama-sama dalam setiap kegiatan
organisasi, baik organisasi pemerintah maupun organisasi masyarakat.

Bahkan keberadaan arsip tidak dapat dipisahkan dari kehidupan sehari-


hari manusia. Secara esensial, arsip adalah informasi yang terlahir dari setiap
kegiatan administrative, namun bukan sekedar informasi yang berfungsi secara
admisnitratif. Satu hal mendasar yang membedakan arsip dari informasi lain adalah
bahwa arsip mempunyai nilai kebuktian, yang sangat diperlukan bagi setiap
kehidupan, mulai dari orang perorangan sampai dengan kehidupan kenegaraan dan
pemerintahan.

Sebagai negara berdaulat, lembaga-lembaga dan badan-badan


pemerintahan dibentuk dan berjalan dalam pengendalian negara, karena lembaga dan
badan tersebut dibentuk untuk menjalankan seluruh fungsi negara. Oleh karena itu
sewajarnya apabila kinerja lembaga negara dan badan pemerintahan harus
berorientasi pada tercapainya tujuan negara. Dengan pertimbangan seperti itulah
maka negara berkepentingan untuk mengatur pengelolaan arsip di setiap lembaga
negara dan badan pemerintahan.

Pentingnya peranan arsip dan perlunya pengelolaan arsip secara baik dan
benar dapat dilihat dari perhatian para pemimpin bangsa dan penyelenggaraan
pemerintah. Namun demikian, sebelum melangkah lebih jauh ke dalam peranan dan

21
pengelolaan arsip sebaiknya terlebih dahulu kita memahami tentang tipologi dan
perngertian arsip serta signifikansi dan fungsi arsip. Berdasarkan latar belakang yang
telah diuraikan diatas, maka dalam makalah ini penulis akan membahas tentang
pengertian dan tipologi arsip, serta signifikansi dan fungsi arsip.

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian dan tipologi arsip?


2. Bagaimana signifikansi dan fungsi arsip?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui pengertian dan tipologi arsip.


2. Untuk mengetahui signifikansi dan fungsi arsip.

22
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian dan Tipologi Arsip

Banyak konsep dasar diberikan mengenai arsip atau records. Menurut


Lundgren dan Lundgren, dalam bukunya Records Management in The Computer
Age, Arsip merupakan suatu bukti dari suatu kejadian atau kegiatan yang
direkam di dalam bentuk yang nyata atau bersifat tangible sehingga memungkinkan
untuk ditemukan kembali. Dari pengertian ini dapat ditarik beberapa pemahaman
dasar. Pertama, arsip harus merupakan bukti (evidence) dari suatu kejadian, tetapi
bukti itu merupakan bukti dari lebih satu orang. Dengan kata lain, satu arsip harus
berisi data yang mempunyai arti secara sosial. Data dalam konteks ini sering kali
diartikan sebagai basis untuk pengambilan keputusan, pengukuran, dan
penghitungan. Data-data yang telah diproses sehingga lebih bermakna dapat
diartikan sebagai informasi.60

Kedua, arsip harus disimpan di dalam bentuk yang nyata. Tiga bentuk media
arsip secara umum terdiri dari kertas (paper), film, dan media magnetik
(magnetic media). Arsip berbasis kertas merupakan data, gambar atau teks yang
disimpan pada sesuatu yang terkomposisi secara kimiawi tanpa melihat ukuran,
warna, atau berat kertas. Arsip film merupakan data, gambar atau teks yang
disimpan pada film, termasuk pula bentuk khusus film, seperti microfilm.
Sementara arsip media magnetik merupakan data, gambar atau teks yang disimpan
dan ditemukan kembali melalui penulisan kode secara magnetik dan khusus berkaitan
dengan komputer.

60
Mustari Irawan, Konsep Manajemen Arsip Dinamis, (tidak diterbitkan), hal. 2

23
Unsur yang ketiga adalah bahwa arsip harus dapat ditemukan kembali
(retrievable). Setiap bentuk arsip baik itu berbasis kertas, film maupun media
magnetik, harus dapat ditemukan kembali secara fisik maupun informasinya. Arsip
dapat dibedakan dengan nonarsip (nonrecord), karena nonarsip merupakan
keseluruhan informasi dalam bentuk yang tidak nyata. Satu contoh dari nonarsip
adalah percakapan biasa. Nonarsip ini dalam kondisi lingkungan tertentu dapat
menjadi “arsip”.

Dalam pengertian yang hampir sama, Milburn D. Smith III, menyatakan


bahwa arsip (records) merupakan keseluruhan bentuk informasi yang terekam.
Media arsip menurut Smith III dapat berupa kertas, film, microfilm, media magnetik,
atau disk optik. Pendapat Smith III ini sedikit agak berbeda dengan Lundgren
dan Lundgren, karena media optik telah dimasukkan sebagai salah satu media
arsip.

Lebih lanjut Smith III membagi media arsip ke dalam beberapa kategori.
Pertama, arsip-arsip dengan media elektronik (electronic media) yang meliputi disk
magnetik, disket, pita magnetik, dan disk optik. Umumnya media elektronik
digunakan untuk menyimpan informasi arsip dalam jenis dan jumlah yang besar.
Media elektronik seperti komputer, menawarkan kemudahan, kecepatan, dan
ketepatan dalam mengolah, menyimpan, dan menemukan kembali informasi. Di
sisi lain, komputer telah menciptakan ketergantungan manusia dalam melakukan
aktivitas kerja. Kemudahan yang ditawarkan komputer pada hakikatnya
menimbulkan dampak sampingan dalam hal bagaimana pengelolaan, pemeliharaan,
dan penyusutan serta aspek legalitas dari arsip elektronik yang ada dalam media
penyimpanan komputer. Hal ini akan dibahas pada pokok bahasan tersendiri. Kedua,
media mikro fotografik (microphotographic media) yang meliputi mikrofilm atau
microfische dan computer output microfilm (COM). Media ini digunakan untuk
menyimpan informasi yang membutuhkan akses cepat atau penyimpanan yang sangat
lama.

24
Bentuk media yang ketiga adalah arsip berbasis kertas. Arsip ini umumnya
berbentuk hard-copy seperti memo-memo, surat, kontrak-kontrak dan berkas proyek.
Keuntungan bentuk arsip kertas ini adalah dapat menyediakan informasi untuk
referensi jangka pendek dan sering kali digunakan untuk arsip vital (vital records).
Bentuk media terakhir adalah media video dan suara atau biasa dikenal sebagai
audio-visual media. Media ini digunakan untuk menyimpan arsip-arsip gambar
bergerak dan suara seperti kaset, audio kaset, dan video tape. Kecerdasan terakhir
mengarah pada media digital seperti laser disc, video compact disk (VCD)
yang menyimpan arsip-arsip multidata, teks, gambar, grafik, dan suara.

Berdasarkan pada dua pengertian di atas, dapat ditarik kesimpulan


bahwa apapun jenis arsip harus memiliki unsur-unsur: (1) arsip merupakan informasi
terekam; (2) memiliki alat bantu media yang nyata dalam arti dapat dilihat dan
dibaca, diraba, didengar; (3) arsip memiliki fungsi dan kegunaan. Kegunaan ini
dapat merupakan evidence atau memiliki suatu legalitas tertentu yang dapat
digunakan di dalam rangka menunjang proses pelaksanaan kegiatan
administrasi dan fungsi-fungsi manajemen birokrasi, pemerintahan, dan bisnis.

Arsip secara umum dapat diartikan sebagai setiap catatan atau warkat yang
tertulis, tercetak, atau ketika, yang berbentuk huruf, angka maupun gambar, yang
memiliki arti dan tujuan sebagai bahan komunikasi dan informasi yang terekam pada
kertas, maupun secara digital. Sedangkan menurut Undang-Undang No.7 tahun 1971,
pengertian arsip yaitu:61

1. Naskah-naskah yang dibuat dan diterima oleh Badan-badan Swasta atau


perorangan, dalam bentuk corak apapun, baik dalam keadaan tunggal maupun
berkelompok, dalam rangka pelaksanaan kehidupan kebangsaan.

61
Lihat Pasal 1 Undang-Undang No. 7 Tahun 1971 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kearsipan

25
2. Naskah-naskah yang dibuat dan diterima oleh Lembaga-lembaga dan Badan-
badan Pemerintah dalam bentuk corak apapun, baik dalam keadaan tunggal
maupun berkelompok dalam rangka pelaksanaan kegiatan Pemerintah.

Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), arsip adalah dokumen


tertulis (surat, akta, dan sebagainya), lisan (pidato, ceramah, dan sebagainya), atau
bergambar (foto, film, dan sebagainya) dari waktu yang lampau, disimpan dalam
media tulis (kertas), elektronik (pita kaset, pita video, disket komputer, dan
sebagainya), biasanya dikeluarkan oleh instansi resmi, disimpan dan dipelihara di
tempat khusus untuk referensi.

B. SIGNIFIKANSI DAN FUNGSI ARSIP

Informasi yang terekam pada dasarnya merupakan darah kehidupan bagi


organisasi. Karena keseluruhan aktivitas di dalam organisasi, baik itu pemerintahan
maupun bisnis, membutuhkan informasi. Tanpa informasi sebagai masukan data
input, suatu organisasi tidak akan dapat beradaptasi dengan dinamika lingkungan
eksternal lingkungan luar organisasi. Apabila suatu organisasi tidak dapat
beradaptasi dengan lingkungan maka organisasi itu akan cenderung kepada negative
entrophy atau kematian, atau tidak akan berfungsi secara maksimal.

Di Indonesia, dilihat dari segi fungsinya arsip sebagai informasi terekam


mempunyai pengertian peran yang dibedakan atas dua jenis yaitu arsip dinamis dan
arsip statis (Undang-Undang No. 07 tahun 1971 tentang Pokok- pokok Kearsipan).
Hal ini berbeda dengan pengertian arsip dinamis di Amerika yang disebut sebagai
records sedangkan arsip statis merupakan pengalihan arti dari archives. Arsip
dinamis adalah arsip yang dapat dipergunakan secara langsung di dalam
perencanaan, pelaksanaan penyelenggaraan kehidupan kebangsaan dan pemerintahan
pada umumnya atau dipergunakan secara langsung di dalam penyelenggaraan
administrasi negara. Sementara arsip statis tidak lagi dipergunakan di dalam fungsi-

26
fungsi manajemen organisasi pencipta tapi dapat dimanfaatkan untuk kepentingan
pendidikan dan penelitian.

Arsip dinamis berdasarkan pada kepentingan penggunaannya dapat dibedakan


menjadi dua yaitu arsip dinamis aktif (active records) dan inaktif (inactive records).
Arsip dinamis aktif merupakan arsip yang secara langsung dan terus menerus
dibutuhkan dan dipergunakan di dalam penyelenggaraan administrasi. Sedangkan
arsip dinamis inaktif merupakan arsip yang frekuensi penggunaannya untuk
penyelenggaraan administrasi sudah semakin berkurang.

Menurut Betty R. Ricks, suatu arsip dapat dipertimbangkan menjadi arsip


inaktif jika dipergunakan kurang dari sepuluh kali dalam satu tahun. Frekuensi
penggunaan ini sebenarnya bergantung pada kebutuhan organisasi masing-masing.
Setiap organisasi dapat memiliki tingkat frekuensi penggunaan terhadap arsip
berbeda-beda meskipun mungkin jenis arsipnya sama.

Kehadiran arsip pada dasarnya karena adanya kegiatan organisasi, suatu


kelompok atau individu. Tanpa adanya suatu kegiatan atau aktivitas, maka arsip tidak
akan tercipta. Arsip dinamis dengan demikian dapat merupakan informasi
keseluruhan proses dalam organisasi. Oleh karenanya arsip dinamis ini memiliki
beberapa fungsi yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber informasi bagi organisasi.62

Fungsi arsip yaitu:

1. Mendukung proses pengambilan keputusan

Dalam proses pengambilan keputusan, pimpinan dalam tingkat


manajerial manapun pasti membutuhkan informasi. Informasi yang dibutuhkan
merupakan rekaman proses kegiatan yang telah dilakukan. Informasi ini
sesungguhnya berasal dari arsip dinamis.

62
Sulistyono Basuki, Pengantar Kearsipan, (Jakarta: UT, 1996), hal. 35

27
2. Menunjang proses perencanaan

Perencanaan merupakan suatu proses kegiatan untuk memperkirakan kondisi


yang akan datang yang hendak dicapai. Upaya pencapaian ini akan dilaksanakan
melalui serangkaian kegiatan yang telah ditentukan dalam perencanaan. Untuk
menyusun perencanaan dibutuhkan banyak informasi yang mendukung perkiraan
yang akan dicapai. Informasi ini dapat diperoleh dari arsip dinamis.

3. Mendukung pengawasan

Dalam melakukan pengawasan, dibutuhkan informasi terekam tentang


rencana yang telah disusun,apa yang telah dilakukan, dan apa yang belum
dilaksanakan. Kesemua ini dapat direkam dalam bentuk arsip dinamis.

4. Sebagai alat pembuktian

Di dalam pengadilan banyak menghasilkan informasi terekam yang nantinya


dapat digunakan oleh pengadilan. Seluruh informasi ini merupakan arsip dinamis
yang dapat digunakan dalam proses pembuktian.

5. Memori perusahaan

Keseluruhan kegiatan bisnis, baik itu berupa transaksi, aktivitas internal


perusahaan atau keluaran yang dibuat oleh perusahaan dapat direkam dalam bentuk
arsip dinamis. Informasi terekam ini nantinya dapat digunakan oleh perusahaan
dalam menjalankan kegiatannya di masa yang akan datang.

6. Arsip untuk kepentingan politik dan ekonomi

Kegiatan politik dan ekonomi akan banyak menghasilkan dan membutuhkan


informasi. Beragam informasi ini dapat diperoleh dari berbagai sumber, dan salah
satunya berasal dari arsip dinamis.

28
Dalam UU No. 7 tahun 1971 pasal 2 yang berisi tentang pembagian fungsi
arsip menyatakan bahwa terdapat beberapa fungsi arsip, diantaranya yaitu:63

1. Arsip Dinamis

Arsip dinamis merupakan arsip yang dibutuhkan secara langsung dalam


perencanaan, pelaksanaan, atau dengan arti lain yaitu arsip yang masih dimanfaatkan
secara langsung dalam setiap kegiatan perusahaan sehari-hari. Menurut fungsinya
arsip dinamis memiliki sifat yang sering kali masih dapat berubah nilai dan artinya.
Fungsi arsip dinamis menurut fungsi dan kegunaannya yaitu:

a. Arsip in-aktif atau arsip semi statis adalah segala arsip yang termasuk jarang
digunakan dalam aktivitas kerja sehari-hari dalam sebuah perusahaan.
b. Arsip aktif adalah segala arsip yang masih dapat digunakan dalam
berlangsungnya pekerjaan. Arsip aktif masih dapat dijumpai di unit pengelola
perusahaan dalam masa transisi antara aktif dan in-aktif.
c. Arsip semi aktif adalah segala arsip dimana frekuensi yang dimilikinya dalam
segi penggunaannya telah mengalami penurunan dalam masa transisi antara
aktif dan in-aktif.

2. Arsip Statis

Arsip statis merupakan arsip yang tidak digunakan secra langsung dalam
proses perencanaan, penyelenggaraan, atau dengan kata lain arsip statis merupakan
arsip yang sudah tidak digunakan secara langsung dalam aktivitas keseharian
perusahaan. Arsip statis ini merupakan arsip yang telah mencapai pada taraf nilai
abadi secara khusus sebagai bahan pertanggung jawaban.

63
Lihat UU No. 7 tahun 1971 pasal 2 yang berisi tentang pembagian fungsi arsip

29
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan makalah di atas, dapat disimpulkan bahwa arsip merupakan suatu


bukti dari suatu kejadian atau kegiatan yang direkam di dalam bentuk yang nyata
atau bersifat tangible sehingga memungkinkan untuk ditemukan kembali. Selain
itu arsip (records) merupakan keseluruhan bentuk informasi yang terekam.
Berdasarkan pada dua pengertian tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa apapun
jenis arsip harus memiliki unsur-unsur: (1) arsip merupakan informasi terekam; (2)
memiliki alat bantu media yang nyata dalam arti dapat dilihat dan dibaca, diraba,
didengar; (3) arsip memiliki fungsi dan kegunaan. Kegunaan ini dapat merupakan
evidence atau memiliki suatu legalitas tertentu yang dapat digunakan di
dalam rangka menunjang proses pelaksanaan kegiatan administrasi dan fungsi-
fungsi manajemen birokrasi, pemerintahan, dan bisnis.

Dalam UU No. 7 tahun 1971 pasal 2 yang berisi tentang pembagian fungsi
arsip menyatakan bahwa terdapat beberapa fungsi arsip, yaitu sebagai berikut:

1. Arsip Dinamis

Arsip dinamis merupakan arsip yang dibutuhkan secara langsung dalam


perencanaan, pelaksanaan, atau dengan arti lain yaitu arsip yang masih dimanfaatkan
secara langsung dalam setiap kegiatan perusahaan sehari-hari. Menurut fungsinya
arsip dinamis memiliki sifat yang sering kali masih dapat berubah nilai dan artinya.

2. Arsip Statis

30
Arsip statis merupakan arsip yang tidak digunakan secra langsung dalam
proses perencanaan, penyelenggaraan, atau dengan kata lain arsip statis merupakan
arsip yang sudah tidak digunakan secara langsung dalam aktivitas keseharian
perusahaan. Arsip statis ini merupakan arsip yang telah mencapai pada taraf nilai
abadi secara khusus sebagai bahan pertanggung jawaban.

B. Saran

Penulis menyadari makalah ini masih banyak kekurangan, maka dari itu
masukan yang bersifat membangun sangat penulis perlukan demi perbaikan
makalah ini. Penulis berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi para
pembaca dan juga bagi penulis khususnya.

31
DAFTAR PUSTAKA

Basuki, Sulistyono. 1996. Pengantar Kearsipan. Jakarta: UT.


Irawan, Mustari. Konsep Manajemen Arsip Dinamis, (tidak diterbitkan).

Pasal 1 Undang-Undang No. 7 Tahun 1971 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok


Kearsipan

UU No. 7 tahun 1971 pasal 2 yang berisi tentang pembagian fungsi arsip

32
KELOMPOK

11

33
MAKALAH

“Peraturan dan Perundang-undangan dan Aspek Hukum Arsip”

Disusun Oleh :

Kelompok 11

Oki Elan Syaferi

Keky Irhamsyah

Dosen Penggampu:

Dra. Rindom Harahap, M.Ag

PRODI SEJARAH PERADAPAN ISLAM (SPI)

FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN DAKWAH (FUAD)

INSITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) BENGKULU

TAHUN 2020

34
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji dan syukur selalu kita panjatkan kepada Allah Swt yang
selalu mencurahkan rahmat dan hidayah kepada hambanya, sholawat dan salam
dicurahkan kepada Nabi besar Muhammad Saw yang telah mengenalkan agama yang
selalu di rahmati allah swt.

Adapun pembuatan makalah ini dimaksud untuk melengkapai syarat memenuhi


salah satu tugas yang diberikan, makalah “Peraturan dan Perundang-undangan
dan Aspek Hukum Arsip” ini ditulis dari hasil buku-buku tentang hukum kearsipan
dan lain-lain, saya harap dengan membaca makalah ini menambah pengetahuan dan
wawasan kita tentang makalah Hukum Arsip ini .

Makalah ini tentu masih banyak kekurangannya baik dalam penulisan dan
makna kalimat, untuk itu mengharapkan saran serta kritik dari pembaca agar dapat
mengembangkan serta menyempurnakan dalam penulisan.

Bengkulu, 22 April 2020

Penyusun

35
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.........................................................................................1

KATA PENGANTAR……………………………………………...…………….2

DAFTAR ISI……………………………………………………………...……...3

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang……………………………………………………............4
B. Rumusan Masalah…………………………………………….................5
C. Tujuan Penulisan……………………………....…………………...........5

BAB II. PEMBAHASAN

A. Peraturan Perundang-undangan Kearsipan...............................................6


B. Arsip dalam Perspektif Hukum...........................................................10

BAB III. PENUTUP

A. Kesimpulan…………...................……………………………………...12
B. Saran………………..................………………………………………13

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................14

36
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut Nandang Alamsah Deliarnoor Karakter Negara Kesatuan Republik


Indonesia (NKRI) sebagai Negara Kepulauan (archipelagic state) menempatkan arsip
sebagai instrument penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Arsip
menggambarkan dan mencerminkan jati diri bangsa, dan sekaligus menjadi
simpul pemersatu bangsa. Oleh karena itu, disadari atau tidak, arsip telah berada dan
bersama-sama dalam setiap kegiatan organisasi, baik organisasi pemerintah maupun
organisasi masyarakat.Sebagai negara berdaulat, lembaga-lembaga dan badan-
badan pemerintahan dibentuk dan berjalan dalam pengendalian negara, karena
lembaga dan badan tersebut dibentuk untuk menjalankan seluruh fungsi negara. Oleh
karena itu sewajarnya apabila kinerja lembaga negara dan badan pemerintahan harus
berorientasi pada tercapainya tujuan negara. Dengan pertimbangan seperti itulah
maka negara berkepentingan untuk mengatur pengelolaan arsip di setiap lembaga
negara dan badan pemerintahan.

sejak tahun 1971 pengaturan tentang kerasipan telah tertuang dalam


sebuah Undang-undang yakni Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1971 tentang
Ketentuan-ketentuan Pokok Kearsipan. Terbitnya peraturan setingkat Undang-
Undang, memberikan bukti bahwa kesadaran akan pentingnya arsip telah terbangun
dalam kehidupan formal kenegaraan dan pemerintahan. Namun demikian, seiring
dengan kemajuan teknologi dan manajemen serta semakin kompleksitasnya
perkembangan-perkembangan di bidang kerasipan, maka fungsi kearsipan di
Indonesia pada saat ini belum sebagaimana yang diharapkan, baik dalam

37
fungsinya sebagai gambaran jati diri bangsa, maupun sebegai simpul pemersatu
bangsa.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Peraturan Perundang-undangan Kearsipan?


2. Bagaimana Arsip dalam Perspektif Hukum?

C. Tujuan Penulisan

1. Mengetahui Peraturan Perundang-undangan Kearsipan.


2. Mengetahui Arsip dalam Perspektif Hukum.

38
BAB II

PEMBAHASAN

A. Peraturan Perundang-undangan Kearsipan

Peraturan perundang-undangan kearsipan, baik pada masa kolonial sampai


dengan yang berlaku sekarang ini atau hukum positif tentang kearsipan, mutlak harus
dipahami atau minimal diketahui sehingga dengan mengetahui dan memahaminya,
kita dapat melihat aturan-aturan hukum yang mengatur tentang kearsipan di
Indonesia. Setelah 38 tahun Undang-Undang No. 7 Tahun 1971 bertahan maka
akhirnya lahir undang-undang baru yang mengatur tentang kearsipan. Undang-
undang No. 7 Tahun 1971 mulai tanggal 23 Oktober 2009 telah dicabut sehingga
tidak berlaku lagi. Materi yang dimuat dalam Undangundang Baru Kearsipan UU No.
43 Tahun 2009 (UUBK) adalah 11 bab dan 92 pasal. Berdasarkan konsiderans huruf
d Undang-Undang No. 43 Tahun 2009, ketentuan dan pengaturan yang berkaitan
dengan penyelenggaraan kearsipan masih bersifat parsial dan tersebar dalam berbagai
peraturan perundang-undangan sehingga perlu diatur secara komprehensif dalam
suatu undang-undang tersendiri (Nandang Alamsah Deliarnoor: .

Sebelum menguraikan isi UUBK, penulis ingin menyampaikan informasi


mengenai isu-isu yang pernah penulis angkat, apakah dalam UUBK ini sudah
diakomodir?

a. Masalah pemusnahan arsip ternyata sudah menjadi istilah baku dalam UUBK ini
seperti terlihat dalam Pasal 1 Angka 23, Pasal 17 Ayat (1) Huruf c, Pasal 17 Ayat
(3) Huruf c, Pasal 18 Ayat (2) Huruf b, Pasal 49, Pasal 51, Pasal 52.
b. Keterbukaan dan ketertutupan arsip diatur dalam Pasal 44 dan Pasal 65 Ayat (1),
yang menyatakan bahwa arsip statis pada dasarnya terbuka untuk umum.

39
c. Kedaluwarsamenjadi 25 tahun sebagai interpretasi dari arsip statis yang terbuka,
lihat Pasal 66 ayat (1) . d. Masalah otentikasi sudah diatur dalam UUBK dan
bahkan dapat dilakukan oleh lembaga kearsipan, lihat pasal 68 ayat (2). e. Status
dan fungsi profesi bidang kearsipan, seperti tentang jabatan fungsional arsiparis
diatur dalam Pasal 30, yang akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah
serta organisasi profesi dalam Pasal 70. f. Masalah penilaian arsip diatur dalam
Pasal 47 sampai dengan Pasal 55, yaitu tentang penyusutan arsip dan kewajiban
membuat Jadwal Retensi Arsip (JRA), yang akan diatur lebih lanjut dalam
Peraturan Pemerintah. g. Perlindungan atas kreativitas masyarakat yang
melahirkan hak atas kekayaan intelektual (Intelectual Proferty Right) diakomodir
dalam Pasal 72.

Namun, ada juga beberapa telaahan penulis yang belum terakomodir dalam
UUBK tersebut, seperti berikut ini.

a. Pemahaman tentang penyusutan arsip, yaitu bukan hanya 3 (tiga) cara


sebagaimana diuraikan dalam Pasal 1 angka 23, namun perlu ditambah dengan
cara: pengalihan ke dalam media arsip modern juga termasuk kategori
penyusutan arsip.
b. Istilah otentikasi berdasarkan ilmu akta adalah menjadikan suatu akta menjadi
otentik, namun dalam UUBK hanya mau mengukuhkan bahwa arsip telah sesuai
dengan aslinya dan yang menurut penulis lebih tepat dikatakan peristiwa
legalisasi.
c. Demikian pula kewajiban pejabat untuk memperhatikan arsip sebelum
mengambil kebijakan tidak diatur dalam UUBK.
d. Terakhir masalah paksaan/tindakan kepolisian (politie dwang), UUBK belum
jelas mengatur secara khusus bagaimana tata cara penegakan hukumnya (law
enforcement), apakah ada Penyidik Pegawai Negeri Sipil khusus untuk
menyelidiki ada atau tidaknya pelanggaran sebagaimana diatur UUBK. Politie
dwang merupakan ciri dari norma hukum, yaitu adanya penegak hukum yang

40
melaksanakan sanksi apabila terjadi pelanggaran maka yang melakukan
pelanggaran dapat ditangkap. Dengan demikian, fungsi politie dwang adalah agar
hukum menjadi sesuatu yang ditaati. Pelaksana politie dwang adalah polisi
sebagai aparat yang ditunjuk negara untuk melaksanakan penegakan hukum.
Soehino mengartikan politie dwang secara umum sebagai pengawasan.
e. Menurut beliau, pengertian politie dwang mencakup arti yang luas karena tidak
selalu dilakukan oleh polisi tetapi bisa oleh aparat lain yang berwenang, misalnya
juru sita. Jadi, politie dwang diartikan sebagai atribut aparat perlengkapan negara
yang ditunjuk berdasarkan delegasi yang bersifat melaksanakan. Dalam proses
legislatif, politie dwang turut dibahas dalam kaitannya dengan delegasi yang
bersifat melaksanakan.

Kearsipan di negara kita sudah mempunyai dasar hukum yang kuat, yaitu dengan
adanya Undang-Undang No. 7 Tahun 1971 tentang KetentuanKetentuan Pokok
Kearsipan (sekarang UU No 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan) dan Undang-Undang
No. 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan. Sebagai penjabarannya diatur
dalam peraturan perundangundangan sebagai berikut.

a. Peraturan Pemerintah No. 34 Tahun 1974 tentang Penyusutan Arsip.


b. Peraturan Pemerintah No. 87 Tahun 1999 tentang Tata Cara Penyerahan dan
Pemusnahan Dokumen Perusahaan.
c. Peraturan Pemerintah No. 88 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pengalihan
Dokumen Perusahaan ke Dalam Mikrofilm atau Media Lainnya dan Legalisasi.
d. Keputusan Presiden No. 26 Tahun 1974 tentang Arsip Nasional Republik
Indonesia.
e. Surat Edaran No. SE/01/1981 tentang Penanganan Arsip Inaktif sebagai
Pelaksanaan Ketentuan Peralihan Peraturan Pemerintah tentang Penyusutan
Arsip.
f. Surat Edaran No. SE/02/1983 tentang Pedoman Umum untuk Menentukan Nilai
Guna Arsip,danlain-lain.

41
2. Sanksi Hukum dalam Kearsipan

Sudah sewajarnya orang-orang berkecimpung dalam dunia arsip mengetahui


tentang sanksi-sanksi hukum yang berkaitan dengan kearsipan, seperti sanksi
terhadap orang yang membocorkan rahasia negara dan sanksi kalau tidak melakukan
pemusnahan arsip. Dalam Undang-Undang Baru Kearsipan terdapat sanksi
administratif yang merupakan suatu hal yang baru yang tidak diatur oleh UU No. 7
Tahun 1971. Dari praktek di lapangan sanksi administratif kadang kala lebih efektif
dari pada sanksi pidana yang merupakan ultimum remedium. Pejabat, pimpinan
instansi dan atau pelaksana yang melanggar kewajiban-kewajiban seperti dijelaskan
di atas dikenai sanksi administratif berupa teguran tertulis. Apabila selama 6 (enam)
bulan tidak melakukan perbaikan, pejabat dan atau pelaksana dikenai sanksi
administratif berupa penundaan kenaikan gaji berkala untuk paling lama 1 (satu)
tahun. Apabila selama 6 (enam) bulan berikutnya tidak melakukan perbaikan, pejabat
dan atau pelaksana dikenai sanksi administratif berupa penundaan kenaikan pangkat
untuk paling lama 1 (satu) tahun. Demikian seterusnya sampai yang tertinggi adalah
dikenai sanksi administratif berupa pembebasan dari jabatan. Sanksi pidana yang
berhubungan erat dengan eksistensi dan urgensi Arsip Perguruan Tinggi hanya dua
dari delapan pasal yang mengatur sanksi pidana, yaitu bagi Pejabat yang dengan
sengaja tidak melaksanakan.

pemberkasan dan pelaporan dipidana dengan pidana penjara paling lama 10


(sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Demikian pula pejabat yang tidak mempunyai Jadwal Retensi Arsip di instansinya in
casu perguruan tinggi, sehingga sengaja memusnahkan arsip di luar prosedur yang
benar dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda
paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) juga.

42
B. Arsip dalam Perspektif Hukum

Menurut H. Moeftie Wiridihardja, hukum kearsipan adalah ketentuan


peraturan, keputusan-keputusan administrasi dan atau keputusankeputusan
pengadilan yang menyangkut kearsipan. Sebelum membicarakan secara
spesifik mengenai tata cara pengalihan dokumen perusahaan ke dalam
mikrofilm atau media lainnya dan legalisasi dan tata cara penyerahan
dan pemusnahan dokumen perusahaan, terlebih dahulu perlu
dilakukan inventarisasi beberapa peraturan yang berkaitan dengan bidang
kearsipan.Secara leksikal, "arsip" didefinisikan sebagai dokumen
tertulis berasal dari komunikasi tertulis (surat menyusun akta dan
sebagainya) yang dikeluarkan instansi resmi, yang disimpan dan
dipelihara di tempat khusus untuk referensi. Sedangkan kata
"manajemen" diartikan sebagai berikut: (1) proses penggunaan
sumber daya secara efektif untuk mencapai sasaran; (2) pimpinan
yang bertanggung jawab atas jalannya perusahaan dan organisasi (Moeftie
Wiriadihardja. 1987: 34).

Dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku di


Indonesia. "arsip" diartikan sebagai berikut:

a. naskah-naskah yang dibuat dan diterima oleh Lembaga-lembaga


Negara dan Badan-badan Pemerintahan dalam bentuk corak apapun,
baik dalam keadaan tunggal maupun berkelompok, dalam rangka
pelaksanaan kegiatan pemerintah;
b. naskah-naskah yang dibuat dan diterima oleh Badan-badan Swasta
dan/atau perorangan, dalam bentuk corak apapun, baik dalam keadaan
tunggal maupun berkelompok, dalam rangka pelaksanaan kehidupan
kebangsaan.

UU tersebut juga membedakan fungsi arsip sebagai berikut:"

43
a. arsip dinamis yang dipergunakan secara langsung dalam perencanaan,
pelaksanaan, penyelenggaraan kehidupan kebangsaan pada umumnya
atau dipergunakan secara langsung dalam penyelenggaraan adminis-
trasi negara;

b. arsip statis yang tidak dipergunakan secara langsung untuk


perencanaan, penyelenggaraan kehidupan kebangsaan pada umumnya
maupun untuk penyelenggaraan sehari-hari administrasi negara.

Sedangkan tujuan kearsipan diuraikan sebagai berikut:

Tujuan kearsipan ialah untuk menjamin keselamatan bahan


pertanggungan jawab nasional tentang perencanaan, pelaksanaan dan
penyelenggaraan kehidupan kebangsaaan serta untuk menyediakan bahan
pertanggungjawaban tersebut bagi kehidupan pemerintah.

Selanjutnya UU yang ditetapkan sekitar 30 (tiga puluh) tahun yang


silam tersebut menegaskan bahwa pemerintah mempertinggi mutu
kearsipan nasional dengan menggiatkan usaha-usaha sebagai berikut:

1. penyelengaraan kearsipan yang membimbing ke arah kesempurnaan;


2. pendidikan kader ahli kearsipan;
3. penerangan/kontrol/pengawasan;
4. perlengkapan-perlengkapan teknis kearsipan; dan
5. penyelidikan-penyelidikan ilmiah di bidang kearsipan pada umumnya.

44
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Naskah atau dokumen yang dimiliki oleh suatu lembaga atau badan, baik
lembaga atau badan milik pemerintah maupun lembaga atau badan milik swasta
mempunyai arti penting karena mengandung informasi mengenai lembaga atau badan
yang bersangkutan. Akan tetapi, tidak semua berkas/naskah/dokumen adalah arsip.
Oleh karena itu, permasalahan pokok di bidang kearsipan ialah menentukan atau
memilih secara cermat dan tepat, dari setumpuk berkas/dokumen yang dibuat atau
diterima, kemudian disortir berkas/dokumen mana saja yang dapat digolongkan
sebagai arsip dan mana yang nonarsip. Mengingat pentingnya informasi yang
terkandung dalam arsip maka perlu dipelajari mengenai tata cara pengelolaan arsip,
yang biasanya dikenal sebagai administrasi kearsipan. Masalah pengelolaan arsip ini
kemudian akan berkaitan dengan aspek hukum, yakni dalam hal peraturan
perundangundangan yang mendasari ketentuan kearsipan, masalah penilaian arsip,
penyusutan arsip, pembuktian arsip, daluwarsa arsip, kerahasiaan arsip, dan sanksi
dalam kearsipan.

Undang-Undang No. 43 Tahun 2009 Tentang Kearsipan, sebagai pengganti


UU No. 7 Tahun 1971 memuat pengertian, baik arsip maupun kearsipan. Kearsipan
diartikan sebagai hal-hal yang berkenaan dengan arsip. Sedangkan pengertian arsip
menurut Undang-undang baru kearsipan ini adalah rekaman kegiatan atau peristiwa
dalam berbagai bentuk dan media sesuai dengan perkembangan teknologi informasi
dan komunikasi yang dibuat dan diterima oleh lembaga negara, pemerintahan daerah,
lembaga pendidikan, perusahaan, organisasi politik, organisasi kemasyarakatan, dan

45
perseorangan dalam pelaksanaan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara.

B. Saran

Penulisan menyadari makalah ini banyak kekurangan, maka dari itu masukan
yang bersifat menbangun sangat penulis perlukan demi kebaikan makalah. Dengan ini
penulis berharap semoga tulisan ini dapat bermafaat pagi para pembaca dan juga
penulisnya sendiri.

DAFTAR PUSTAKA

Alamsah Deliarnoor, Nandang. T.T. Pengantar Aspek Hukum dalam Kearsipan.

Moeftie Wiriadihardja, Moeftie.1987. Beberapa Masalah Kearsipan di Indonesia.


Jakarta: Balai Pustaka.

46
KELOMPOK

12

47
MAKALAH
ARSIP AKTIF DAN ARSIP INAKTIF

Di susun oleh :
Kelompok 12
Ochie Mandala Putra
Ratna Sari

Dosen Pengampuh :
Dra. Rindom Harahap, M.Ag.

PROGRAM STUDI SEJARAH PERADABAN ISLAM


FAKULTAS USHULUDDIN, ADAB, DAN DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI BENGKULU
TH.2019/2020

48
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur hanya untuk Allah SWT. Yang telah memberikan taufik dan
hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Sholawat dan salam
senantiasa dicurahkan Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW dan segenap
keluarganya serta orang-orang yang meneruskan risalahnya sampai akhir zaman.

Makalah yang berjudul “ Arsip Aktif dan Arsip Inaktif ” disusun untuk
memenuhi tugas mata kuliah yang di berikan oleh dosen pembimbing. Kami
menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan
saran yang sifatnya membangun demi kebaikan makalah ini sangat diharapkan dari
para pembaca. Akhir kata, semoga karya tulis sederhana ini dapat bermanfaat bagi
kita semua.

Bengkulu, April 2019

Penyusun

49
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................... 1

KATA PENGANTAR ................................................................... 2

DAFTAR ISI ................................................................................. 3

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang...................................................................................... 4
B. Rumusan Masalah ................................................................................ 5
C. Tujuan ................................................................................................... 5

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Arsip dan Kearsipan ........................................................... 6


B. Sistem Penataan Arsip .......................................................................... 8
C. Fungsi dan Kegunaan Arsip ............................................................... 12
D. Arsip Aktif .......................................................................................... 14
E. Arsip Inaktif........................................................................................ 14

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ......................................................................................... 15
B. Saran ................................................................................................... 15

DAFTAR PUSTAKA

50
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Setiap pelaksanaan kegiatan administrasi Instansi, tidak dapat lepas
dari creation(kemampuan) arsip organisasi selalu memerlukan catatan atau
rekaman informasi dari setiap kegiatan yang dilakukan. Catatan atau rekaman
ini secara umum disebut naskah atau dokumen atau informasi terekam, yang
dalam prakteknya dapat berupa tulisan, gambar atau suara. Informasi terekam
tersebut segera diklasifikasikan sebagai arsip apabila telah dikomunikasikan
untuk kegiatan kedinasan dalam bentuk produk hukum, laporan, proposal dan
lain-lain. Informasi yang direkam dalam bentuk media apapun, dibuat,
diterima dan dipelihara oleh suatu organisasi / lembaga / badan / perseorangan
dalam rangka pelaksanaan kegiatan yang terkait dengan bisnis atau aktivitas
itu sendiri maka dapat dikatakan sebuah arsip.64 Berdasarkan UU No. 7 Tahun
1971 Pasal 1, arsip didefinisikan sebagai naskah-naskah yang dibuat dan
diterima oleh lembaga Negara dan badan-badan pemerintah dalam bentuk
corak apapun baik dalam keadaan tunggal maupun berkelompok dalam rangka
pelaksanaan kegiatan pemerintah. Atau naskah-naskah yang dibuat dan
diterima oleh badan-badan swasta atau perseorangan dalam bentuk corak
apapun baik dalam keadaan tunggal maupun berkelompok dalam rangka
pelaksanaan kehidupan kebangsaan.

64
M. N. Maulana, Administrasi Kearsipan (Jakarta : Bhratar), 1996, hlm. 50.

51
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Pengertian Arsip dan Kearsipan?
2. Bagaimana Sistem Penataan Arsip?
3. Bagaimana Fungsi dan Kegunaan Arsip?
4. Bagaimana Pengertian Arsip Aktif?
5. Bagaimana Pengertian Arsip Inaktif?

C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Pengertian Arsip
2. Untuk Mengetahui Sistem Penataan Arsip
3. Untuk Mengetahui Fungsi dan Kegunaan Arsip
4. Untuk Mengetahui Pengertian Arsip Aktif
5. Untuk Mengetahui Pengertian Arsip Inaktif

52
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Arsip dan Kearsipan


Arsip merupakan tulisan yang dapat memberikan keterangan tentang
kejadian-kejadian dan pelaksanaan organisasi, yang dapat berwujud surat
menyurat, data dan bahan-bahan yang dapat berbicara dan dapat memberi
keterangan yang jelas dan tepat. Data atau bahan itu dapat berupa barang
cetakan, kartu-kartu lembaran dan buku catatan yang berisi korespondens,
dapat juga berbentuk hasil penelitian, skripsi dan lain-lain. Arsip merupakan
suatu kumpulan warkat yang disimpan secara sistematis karena mempunyai
suatu kegunaan agar setiap kali diperlukan dapat secara cepat diketemukan
kembali. Sedangkan pendapat lain tentang pengertian arsip adalah segala
kertas naskah, buku, foto, film, microfilm, rekaman suara, gambar peta, bagan
atau dokumen lain dalam segala macam bentuk dan sifatnya, aslinya atau
salinannya, serta dengan segala penciptaannya, dan yang dihasilkan atau
diterima oleh suatu badan, sebagai bukti atas tujuan organisasi, fungsi,
kebijaksanaan, keputusan, prosedur, pekerjaan atau kegiatan pemerintah yang
lain atau karena pentingnya informasi yang terkandung di dalamnya.65
Adapun pengertian lain arsip adalah merupakan naskah-naskah yang dibuat
atau diterima oleh lembaga negara atau badan pemerintah, swasta,
perorangan dalam bentuk corak apapun baik dalam keadaan tunggal maupun
kelompok dalam rangka pelaksanaan kehidupan kebangsaan.

65
A. W. Widjaja, Administrasi Kearsipan Suatu Pengantar (Jakarta : Rajawali Pers), 1990, hlm. 92.

53
Jenis Arsip Berdasarkan frekuensi penggunaan arsip sebagai bahan informasi,
menurut arsip dibedakan menjadi beberapa jenis sebagai berikut :
(1) Arsip aktif (dinamis aktif), yaitu arsip yang secara langsung masih
digunakan dalam proses kegiatan kerja. Arsip aktif ini disimpan di unit
pengolah, karena sewaktu-waktu diperlukan sebagai bahan informasi harus
dikeluarkan dari tempat penyimpanan. Jadi, dalam jangka waktu tertentu arsip
aktif ini sering keluar masuk tempat penyimpanan. Untuk pengamanan arsip
perlu direncanakan tatacara penggunaan supaya tidak rusak atau hilang.
(2) Arsip inaktif (dinamis inaktif), yaitu arsip yang penggunaannya
tidaklangsung sebagai bahan informasi. Arsip inaktif ini disimpan di unit
kearsipan dan dikeluarkan dari tempat penyimpanan sangat jarang, bahkan
tidak pernah keluar dari tempat penyimpanan dalam jnagka waktu lama. Arsip
inaktif ini hanya kadang-kadang saja diperlukan dalam proses
penyelenggaraan kegiatan. Arsip inaktif setelah jangka waktu
penyimpanannya habis akan segera diproses untuk disusut. Dalam penyusutan
akan ditemukan kelompok arsip yang segera dihapus dan kelompok arsip
yang harus disimpan terus (abadi). (3) Arsip dinamis, yaitu arsip yang
dipergunakan secara langsung dalam perencanaan, pelaksanaan
penyelenggaraan kehidupan kebangsaan pada umumnya atau dipergunakan
secara langsung dalam penyelenggaraan administrasi negara. Arsip ini
senantiasa masih berubah, baik nilai dan artinya sesuai dengan fungsinya.
Contohnya, undang-undang, peraturanperaturan, dan pedoman. (4) Arsip
statis, yaitu arsip yang tidak dipergunakan secara langsung untuk
perencanaan, penyelenggaraan kehidupan kebangsaan pada umumnya maupun
untuk penyelenggaraan sehari-hari administrasi negara. Arsip statis sebagai
arsip sudah mencapai taraf nilai yang abadi. Contohnya Teks proklamasi,
Status suatu perguruan tinggi, Akte pendirian suatu badan usaha, dsb.66

66
Sularso Mulyono, Dasar-Dasar Kearsipan (Yogyakarta : Liberty), 2003, hlm. 20.

54
Pengertian Kearsipan Menurut Zulkifli Amsyah (1998: 4), “Kearsipan
adalah pekerjaan pengurusan arsip yang meliputi pencatatan, pengendalian,
pendistribusian, penyimpanan, pemeliharaan, pengawasan, pemindahan dan
pemusnahan”. Menurut Endang Wiryatmi Tri Lestari (1994: 26), “Kearsipan
yakni tata cara pengurusan penyimpanan warkat atau arsip menurut aturan dan
prosedur yang berlaku dengan mengingat tiga unsur pokok yang meliputi
penyimpanan, penempatan dan penemuan kembali“. Menurut Basir Bartos
(2003: 2), Kearsipan adalah suatu badan yang melakukan kegiatan pencatatan,
penanganan, penyimpanan dan pemeliharaan surat atau warkat yang
mempunyai arti penting dengan menerapkan kebijaksanaan dan sistem
tertentu yang dapat dipertanggungjawabkan. Menurut Dewi Anggrawati
(2004: 18), “Kearsipan adalah segenap rangkaian kegiatan perbuatan
penyelenggaraan kearspan sejak saat dimulainya pengumpulan warkat sampai
dengan penyingkirannya”.
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa
Kegiatan kearsipan dikatakan sebagai proses kegiatan yang
berkesinambungan dalam pengelolaan arsip melalui berbagai bentuk media
rekam dimulai dari proses penciptaan, pengolahan informasi dan penggunaan,
pengaturan, penyimpanan, pelayanan, publikasi, pemeliharaan dan penyusutan
sampai dengan proses pelestariannya dan kegiatan pembinaannya.
B. Sistem Penataan Arsip
Penataan arsip harus direncanakan seawal mungkin, artinya sejak
suatu organisasi melakukan kegiatannya harus sudah dirancang tentang
pengelolaannya. Penataan arsip mencakup 3 unsur pokok, yaitu penyimpanan,
penempatan, dan penemuan kembali. Arsip tidak sekedar disimpan begitu
saja, tetapi perlu diatur cara penyimpanannya, prosedurnya, dan langkah-
langkah yang perlu ditempuh. Penataan arsip dimulai dari masuknya arsip,
dalam hal ini arsip dapat berwujud apa saja (surat, kuitansi, data statistik, film,

55
kaset, dsb). Penataan arsip adalah kegiatan mengatur, menyusun dan menata
semua jenis arsip dalam bentuk tatanan yang sistematis dan logis, sehingga
membentuk berkas sesuai dengan tipe agar setiap diperlukan dapat ditemukan
kembali dengan kecepatan dan ketepatan yang optimal karena arsip berguna
bagi kepentingan pekerjaan.67 Di dalam kegiatan penataan arsip harus
mempersiapkan kelengkapan atau sarana serta penempatan arsip pada tempat
penyimpanannya. Penataan dikatakan baik jika pada waktu diperlukan dapat
dengan cepat ditemukan. Kunci utama agar arsip dapat dengan cepat
ditemukan kembali terletak pada ketepatan mengenali dan memilih informasi
untuk dijadikan petunjuk atau tanda pengenal (indeks). Penataan arsip yang
baik mengandung pengertian :
a) Hanya menyimpan arsip yang berguna bagi kepentingan pekerjaan
atau manajemen. Artinya tidak semua arsip disimpan hal ini untuk
menghindari pemborosan baik tenaga, waktu, tempat, peralatan dan
biaya karena semakin sedikit arsip yang disimpan akan memudahkan
pengelolaannya serta pengawasannya.
c) Melindungi arsip yang bersifat sangat rahasia, rahasia, dan
sejenisnya. Ada beberapa tahapan dalam penataan arsip yang perlu
diperhatikan agar arsip tertata dengan baik antara lain :
1. Memisahkan arsip-arsip yang sudah selesai diproses untuk disimpan
dengan arsip yang dikelola.
2. Memisahkan arsip, non arsip dan duplikasi arsip.
3. Melengkapi berkas arsip.
4. Menyusun secara kronologis kegiatan.
5. Menentukan pokok masalah dan memberikan kode maupun indeks
6. Menyiapkan sekat dan folder sekaligus menulis kode pada tab sekat
maupun kode dan indeks pada folder.

67
Boedi Martono, Penata Berkas Dalam Manjemen Kearsipan (Jakarta : Pustaka Sinar),1992. hlm. 21.

56
7. Menuliskan ringkasan, kandungan berkas, awal dan akhir
terciptanya arsip maupun penilaian arsip.
8. Sekat dan folder dimasukkan dalam laci filing cabinet dan disusun
berdasarkan kode masalah.
Pada dasarnya sistem penataan arsip dapat dibedakan menjadi lima
tipe yaitu :
1) Sistem Arsip Menurut Abjad
adalah arsip-arsip yang disimpan menurut abjad nama-nama orang,
nama organisasi / instansi / lembaga / institusi, nama wilayah, nama
tempat, atau nama pokok soal. Arsip-arsip disimpan menurut abjad
dari huruf A sampai dengan huruf Z. Arsip dikelompokkan menurut
abjad nama yang terdapat dalam arsip. Jenis penataan arsip ini mudah
diatur dan ditemukan kembali jika dibandingkan berdasarkan sistem
angka ataupun masalah.
2) Sistem Arsip Menurut Pokok Soal
adalah arsip yang ditata berdasarkan isi surat / perihal / masalah yang
sama. Dalam sistem ini semua naskah / dokumen disusun dan
dikelompokkan berdasarkan pokok soal / masalah. Satu masalah dapat
dipecah lagi menjadi sub masalah, sub masalah dapat dipecah lagi
menjadi sub-sub masalah dan seterusnya sampai pada masalah
terkecil. Landasan utama penataan arsip sistem ini adalah masalah
yang terkandung dalam arsip. Sistem ini umumnya diterapkan pada
arsip surat, penelitian, arsip kasus dan sebagainya. Untuk menerapkan
sistem masalah ini selain indeks diperlukan juga pola klasifikasi arsip.
Pola klasifikasi arsip adalah penggolongan arsip atas dasar masalah
yang terkandung di dalam arsip, pola klasifikasi digunakan sebagai
pedoman untuk menggolongkan atau mengelompokkan arsip yang
masalahnya sama. Sistem kearsipan di jajaran PEMDA / Depdagri

57
menggunakan pola klasifikasi numeric / decimal, yang dibagi menjadi
10 nomor klasifikasi yaitu :
− 000 Umum
− 100 Pemerintahan
− 200 Politik
− 300 Keamanan
− 400 Kesejahteraan Rakyat
− 500 Perekonomian
− 600 Pekerjaan Umum dan Ketenagaan
− 700 Pengawasan
− 800 Kepegawaian
− 900 Keuangan
3) Sistem Arsip Menurut Wilayah
dalam sistem wilayah arsip-arsip disimpan menurut pembagian
wilayah tertentu, misalnya pulau, provinsi, kabupaten, kotamadya,
kota kecamatan, dan lain-lain. Setelah pembagian wilayah ditentukan,
pada tiap-tiap wilayah / kota akan disusun berasal dari wilayah
masing-masing kemudian disusun secara berurut menurut susunan /
urutan abjad agar penemuan kembali arsip dapat dilakukan dengan
cepat dan tepat.
4) Sistem Arsip Menurut Nomor
adalah arsip yang ditata berdasarkan urutan angka, yang diawali dari
angka terkecil dan seterusnya sampai angka besar, seperti 01, 02, 03,
04, dan seterusnya sampai bilangan yang lebih besar. Sistem nomor
atau angka sering juga disebut kode klasifikasi persepuluhan. Pada
sistem ini yang dijadikan kode surat adalah nomor yang ditetapkan
sendiri oleh unit organisasi yang bersangkutan. Sistem ini umumnya
digunakan untuk penyimpanan cek, slip pembayaran, dan semua tipe

58
arsip yang memiliki nomor-nomor tertentu yang menandai dokumen
yang bersangkutan.
5) Sistem Arsip Menurut Tanggal
dalam sistem ini susunan arsip diatur berdasarkan waktu seperti tahun,
bulan, dan tanggal. Hal yang dijadikan petunjuk pokok adalah tahun,
kemudian bulan dan tanggal. Sistem ini didasarkan pada tanggal surat,
indeks mungkin nama instansi atau masalah yang sama namun
judulnya adalah tanggal. Penulisan indeks harus tanggal-bulan-tahun
atau sebaliknya tahun-bulan-tanggal. Bentuk penulisannya juga harus
dengan angka. Surat-surat yang dihasilkan dan diterima oleh
organisasi dapat disimpan menurut tanggal yang tercantum dalam
surat. Sistem ini lebih tepat dipergunakan untuk menyimpan arsip
yang berhubungan dengan jangka waktu tertentu, misalnya surat-surat
perjanjian kontrak kerja, surat-surat tagihan dan sebagainya. Susunan
arsip di dalam folder mulai dari bawah ke atas, dimulai dari tanggal 1,
2 dan seterusnya. Sedangkan guide dipergunakan untuk nama bulan
dari januari sampai desember.68

C. Fungsi dan Kegunaan Arsip


• Fungsi Arsip
Menurut fungsinya arsip dapat dibedakan menjadi dua yaitu arsip dinamis dan
arsip statis. Menurut Zulkifli Amsyah (1998: 2), Jenis-jenisi arsip sebagai
berikut:
a. Arsip Dinamis
Arsip Dinamis adalah arsip yang dipergunakan secara langsung dalam
perencanaan pelaksanaan, penyelenggaraan kehidupan berbangsa pada
umumnya atau dipergunakan secara langsung dalam penyelenggaraan

68
Ignatius Wursanto, Kearsipan 1 (Yogyakarta : Kanisius), 1991, hlm. 215-218.

59
administrasi negara. Arsip Dinamis di bagi menjadi dua, yaitu : (1) Arsip
Aktif adalah arsip yang secara langsung dan terus menerus diperlukan dan
diperunakan dalam penyelenggaraan administrasi. (2) Arsip Inaktif adalah
arsip dinamis yang yang frekuensi penggunaannya untuk penyelenggaraan
administrasi sudah menurun.
b. Arsip Statis
Arsip Statis adalah arsip yang dipergunakan secara langsung untuk
perencanaan penyelenggaraan kehidupan kebangsaan pada umumnya maupun
untuk penyelangggraan sehari-hari administrasi negara.69
• Kegunaan Arsip
Arsip sebagai dokumen yang dimiliki oleh setiap organisasi atau kantor pasti
akan disimpan dalam suatu tempat teratur, sehingga setiap saat diperlukan
dapat diketemukan kembali dengan cepat. Alasan perlunya arsip disimpan
karena mempunyai suatu nilai kegunaan tertentu. Menurut The Liang Gie
(2000: 117), arsip atau warkat mempunyai enam (6) nilai kegunaan yang
disingkat dengan ALFRED yaitu :
A : Administrative value (nilai administrasi) L : Legal Value (nilai hukum) F
: Fiscal Value (nilai Keuangan) R : Research Value (nilai penelitian) E :
Educational Value (nilai pendidikan) D : Documentary Value (nilai
dokumentasi) Menurut Basir Bartos, nilaiguna arsip mempunyai delapan (8)
nilai kegunaan meliputi :
a. Nilai kegunaan administrasi. b. Nilai kegunaan dokumentasi. c. Nilai
kegunaan hukum. d. Nilai kegunaan fiskal (berkaitan dengan keuangan) e.
Nilai kegunaan perorangan. f. Nilai kegunaan pemeriksaan. g. Nilai kegunaan
penunjang. h. Nilai kegunaan penelitian atau sejarah.70

69
Zulkifli Amansyah, Manajemen Kearsipan (Jakrta : Grandmedia Pustaka Utama), 1998. hlm. 2.
70
Baris Bartos, Manajemen Kearsipan (Jakarta : Bukti Aksara), 2003, hlm. 115.

60
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa
kegunaan arsip adalah sebagai nilaiguna administrasi, nilaiguna hukum,
nilaiguna keuangan, nilaiguna penelitian, nilaiguna pendidikan, nilaiguna
dokumentasi, nilaiguna haluan organisasi, nilaiguna pelaksanaan kegiatan
organisasi.

D. Arsip Aktif
Arsip dinamis adalah arsip yang dapat digunakan secara langsung
dalam perencanaan, pelaksanaan, penyelenggaraan kehidupan organisasi.
Arsip dinamis berdasarkan pada kepentingan penggunaannya dibedakan
menjadi dua yaitu arsip dinamis aktif (active records) dan arsip in aktif
(inactive records). Arsip dinamis aktif merupakan arsip yang secara langsung
dan terus menerus dibutuhkan dan dipergunakan di dalam penyelenggaraan
administrasi sehari-hari serta masih dikelola oleh unit pengolah.71

E. Arsip Inaktif
Arsip inaktif (dinamis inaktif), yaitu arsip yang penggunaannya
tidaklangsung sebagai bahan informasi. Arsip inaktif ini disimpan di unit
kearsipan dan dikeluarkan dari tempat penyimpanan sangat jarang, bahkan
tidak pernah keluar dari tempat penyimpanan dalam jnagka waktu lama. Arsip
inaktif ini hanya kadang-kadang saja diperlukan dalam proses
penyelenggaraan kegiatan. Arsip inaktif setelah jangka waktu
penyimpanannya habis akan segera diproses untuk disusut. Dalam penyusutan
akan ditemukan kelompok arsip yang segera dihapus dan kelompok arsip
yang harus disimpan terus (abadi).72

71
The Liang Gie. Administrasi Perkantoran Modern (Yogyakarta : Nur Cahaya), 1989, hlm. 4.
72
Sularso Mulyono, Ibid, hlm. 20.

61
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Pengertian arsip menurut Dewi Anggrawati (2004: 13), disebutkan
bahwa, “Istilah Arsip diambil dari kata Archief dalam bahasa Belanda atau
Archives dalam bahasa Inggris, sebenarnya istilah tersebut berasal dari bahasa
Yunani yaitu Archivum yang berarti peti untuk menyimpan sesuatu”.yang
terpenting dalam pengelolaan arsip adalah sumberdaya manusia pengelola
arsip atau tenaga arsiparis. Tenaga arsiparis harus cermat dan rajin sehingga
arsip yang semakin bertambah banyak dapat dikelola dengan baik dan tidak
menyebabkan penumpukan arsip. Arsip-arsip yang tertumpuk dan tidak
teratur akan menyebabkan arsip sulit ditemukan ketika sewaktu-waktu
dibutuhkan. Pada kantor ini pengelolaan arsip dinamis terkendala pada
sumber daya pengelola arsip yang masih kurang rajin sehingga terjadi
penumpukan arsip-arsip dinamis yang menyebabkan arsip tidak tertata dengan
baik. Masalah lain yang timbul yaitu tidak berlakunya kartu pinjam arsip
dinamis diantara pengelola arsip yang menyebabkan arsip-arsip dinamis yang
dipinjam terkadang tidak dapat diketahui keberadaannya sehingga arsip dapat
hilang atau terselip.

B. Saran
Adapun harapan penulis, semoga makalah ini dapat bermanfaat dan
memberikan pengetahuan tentang akhlak baik tersebut. Sehingga dengan
memahami materi yang ada di dalam makalah ini semoga memberi semangat
kepada kita agar selalu berbuat baik.

62
DAFTAR PUSTAKA

Basir Bartos. 2003. Manajemen Kearsipan. Jakarta: Bumi Aksara.

Dewi Anggrawati. 2004. Membuat dan Menjaga Sistem Kearsipan untuk Menjamin
Integritas. Bandung: Armaco.

Martono, Boedi. 1992. Penataan Berkas Dalam Manajemen Kearsipan. Jakarta :


Pustaka Sinar

Maulana, M. N. 1996. Administrasi Kearsipan. Jakarta : Bhratara

Mulyono, Sularso. 2003. Dasar-dasar Kearsipan. Yogyakarta : Liberty

The Liang Gie. 1989. Administrasi Perkantoran Modern. Yogyakarta : Nur Cahaya

Widjaja, A.W. 1990. Administrasi Kearsipan Suatu Pengantar. Jakarta : Rajawali


Pers

Wursanto, Ignatius. 1991, Kearsipan 1, Yogyakarta : Kanisius

Zulkifli Amsyah. 1998. Manajemen Kearsipan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

63
KELOMPOK

13

64
MAKALAH

UTS dan UAS Filologi Islam


“Tentang Kearsipan dan Filologi Islam

Disusun Oleh :
Kelompok 13
Hambali
Sopia

DOSEN PENGAMPU :
Rindom Harahap,

PROGRAM STUDI SEJARAH PERADABAN ISLAM


FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI BENGKULU
2020

65
KATA PENGANTAR

Puji syukur terhadap Tuhan yang maha kuasa, karena atas bimbingan dan petunjuk
serta kemudahan yang diberikan oleh-Nya, saya dapat menyelesaikan makalah
individu dengan judul “ Tentang Kearsipan dan Filologi Islam”

Semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman terutama


bagi saya dan para pembaca, sehingga saya dan para pembaca lainnya bisa luas lagi
mengetahui isi makalah ini dan cara menerapkannya di lingkungan hidup
bermasyarakat.

Makalah ini perlu perbaikan dan penyempurnaan, oleh karena itu saya perlu para
pembaca memberika kritik, saran, dan masukan untuk memperbaikan dan
penyempurnaan pada makalah ini. Saya ucapkan terimaksih kepada rekan-rekan yang
telah membantu menyelesaikan makalah ini. Mudah-mudahan kita dapat memberikan
yang terbaik bagi kemajuan makalah ini.

Bengkulu, Juli 2020

Penyusun

66
DAFTRA ISI

Kata Pengatar .................................................................................... ..................


i

Daftar Isi ......................................................................................... ..................


ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ....................................................................................................


4

B. Rumusan Masalah ..............................................................................................


5

C. Tujuan Masalah ..............................................................................................


5

BAB II PEMBAHASAN

A. Teori Arsip dan Kearsipan ................................................................................


6
1. Pengertian Arsip ............................................................................................ .
6
2. Jenis-jenis Arsip ............................................................................................ .
7
B. Sistem Kearsipan ........................................................................................... .
9
1. Pengertian Sistem Kearsipan ......................................................................... .
9
2. Macam- macam Sistem Kearsipan ................................................................
9

67
C. Pemeliharaan Kearsipan ......................................................................................
12
D. Penyusunan Kearsipan ......................................................................................
13
E. Pengelolaan Kearsipan ......................................................................................
13
F. Korespondensi Kearsipan ..................................................................................
15
G. Pengertian Filologi ..........................................................................................
16
1. Tujuan dan Kegunaan Filologi ...................................................................
17
2. Macam- macam Pendekatan Filologi .........................................................
19

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan .......................................................................................................
21

B. Saran ........................................................................................................ ...........


21

DAFTAR PUSTAKA

68
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dari semua aset organisasi yang ada, arsip adalah salah satu aset yang
berharga. Arsip merupakan warisan nasional dari generasi ke generasi yang perlu
dipelihara dan dilestarikan. Tingkat keberadaban suatu bangsa dapat dilihat dari
pemeliharaan dan pelestarian terhadap arsipnya tak terkecuali dalam perusahaan
ataupun kantor. Berkaitan dengan hal tersebut arsip perlu dikelola dengan baik dalam
sebuah kerangka sistem yang benar.
Di dalam sistem kegiatan perkantoran ada proses komunikasi organisasi salah
satunya komunikasi melalui tulisan yang terwujud melalui surat-menyurat
(korespondensi). Kegiatan ini sangat penting dalam sebuah organisasi perkantoran
karena korespondensi atau surat-meyurat merupakan rangkaian aktivitas yang
berkenaan dengan pengiriman informasi secara tertulis mulai dari penyusunan,
penulisan sampai dengan pengiriman informasi hingga sampai kepada pihak yang
dituju. Selain itu, proses korespondensi merupakan sarana untuk mengirim atau
memberi informasi tertulis kepada atasan atau pihak lain, baik sebagai laporan,
pemberitahuan, permintaan ataupun pertanyaan. Dalam penyusunan korespodensi
harus memperhatikan berbagai unsur-unsur dalam pembuatannya yaitu dari segi
tulisan dan pemakaian bahasa yang harus benar dan tepat.
Selain korespondensi yang ada dalam kegiatan kantor, penataan arsip pun
sangat diperlukan dalam suatu organisasi atau kantor. Arsip sebagai salah satu
sumber informasi memiliki fungsi yang sangat penting untuk menunjang proses
kegiatan administrasi. Masalah yang akan timbul nantinya adalah semakin
menumpuknya arsip dari tahun ke tahun secara tidak terkontrol. Agar arsip dapat
berperan sebagaimana fungsinya perlu dikelola dengan baik dan benar, artinya ditata
secara sistematis sehingga jika sewaktu-waktu diperlukan dapat dengan cepat, tepat
dan lengkap disajikan. Dalam pengelolaan arsip, termasuk di dalamnya adalah upaya

69
memelihara arsip baik dari segi fisik maupun kerusakan. Sedangkan memelihara dari
segi infomasi yaitu tidak terjadinya kebocoran informasi.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang menjadi acuan utama penulisan makalah ini adalah :
1. Ada pengertian Arsip dan Kearsipan?
2. Pembagian jenis klasifikasi jenis-jenis Arsip dan Kearsipan?
3. Apakah yan menjadi Pemeliharaan dan Penyususunan Arsip dan Kearsipan?
4. Bagaimana Pengelolaan Kearsipan?
5. Ada Pengertian dan Kegunaan Filologi Islam?

C. Tujuan Makalah
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui pengertian Arsip dan Kearsipan
2. Untuk mengetahui klasifikasi dari Jenis-jenis Arsip dan Kearsipan
3. Untuk mengetahui Pemeliharaan dan Penyususunan Arsip dan Kearsipan
4. Untuk mengetahui bagaimana Pengelolaan Kearsipan
5. Untuk mengetahui Pegertian dan Kegunaan Filologi Islam

70
BAB II
PEMBAHASAN

A. Teori Arsip dan Kearsipan


1. Pengertian Arsip
Secara etimologi kata arsip berasal dari bahasa Yunani (Greek), yaitu
archium yang artinya peti untuk menyimpan sesuatu. Semula pengertian
arsip itu memang menunjukkan tempat atau gedung tempat penyimpanan
arsipnya, tetapi perkembangan terakhir orang lebih cenderung menyebut
arsip sebagai warkat itu sendiri. Schollenberg menggunakan istilah archives
sebagai kumpulan warkat itu sendiri, dan archives instution sebagai gedung
arsip atau lembaga kearsipan.
Kata arsip dalam bahasa Latin disebut felum (bundle) yang artinya tali
atau benang. Dan memang pada zaman dahulu tali atau benang inilah yang
digunakan untuk mengikat kumpulan warkat/surat. Sehingga arsip-arsip itu
mudah digunakan.
Arsip adalah kumpulan warkat yang disimpan secara teratur, terencana,
karena mempunyai nilai sesuatu kegunaan agar setiap kali diperlukan dapat
cepat ditemukan kembali. Jadi sebagai intinya arsip adalah himpunan
lembaranlembaran tulisan. Catatan tertulis yang disebut warkat harus
mempunyai 3 (tiga) syarat yaitu disimpan secara berencana dan teratur,
mempunyai sesuatu kegunaan, dan dapat ditemukan kembali secara tepat.73
Kearsipan berasal dari kata arsip dalam bahasa Inggrisnya file
sedangkan kearsipan disebut filing. File adalah bendanya sedangkan filing
adalah kegiatannya.
Menurut Kamus Administrasi Perkantoran oleh Drs. The Liang Gie :
a. Penyimpanan warkat (filing) merupakan kegiatan menaruh warkat-warkat
dalam suatu tempat penyimpanan secara tertib menurut sistem, susunan
dan tata cara yang telah ditentukan, sehingga pertumbuhan warkat-warkat
itu dapat dikendalikan dan setiap kali diperlukan dapat secara cepat
ditemukan kembali. Lawan dari penyimpanan warkat (filing) adalah
pengambilan warkat (finding).

73
Amin Abdullah “Studi Agama Normativ atau Histori”, Yogyakarta, Pustaka Pelajar , 1996, hal 327

71
b. Sistem penyimpanan warkat (filing system) adalah rangkaian tata cara
yang teratur menurut suatu pedoman untuk menyusun warkat-warkat
sehingga bilamana diperlukan lagi, warkat-warkat itu dapat ditemukan
kembali secara tepat.

2. Jenis – Jenis arsip


Jenis-jenis arsip dapat dibedakan sebagai berikut:
a. Arsip menurut subyek atau isinya dapat dibedakan menjadi 4 yaitu:
1). Arsip kepegawaian, contoh: Daftar riwayat hidup pegawai, surat
lamaran, surat pengangkatan pegawai dan rekaman prestasi.
2). Arsip keuangan, contohnya: laporan keuangan, bukti pembayaran,
daftar gaji, bukti pembelian, dan dan surat perintah bayar
3). Arsip pemasaran, contoh: Surat penawaran, surat pesanan, surat
perjanjian penjualan, daftar pelanggan dan daftar harga.
4) Daftar pendidikan, contohnya: kurikulum, satuan pelajaran, daftar
hadir siswa, raport dan transkip mahasiswa.74
b. Arsip menurut bentuk dan wujud fisiknya. Penggolongan arsip menurut
bentuk dan wujudnya, khususnya lebih didasarkan pada tampilan fisik
media yang digunakan dalam merekam informasi. Menurut bentuk dan
wujud fisiknya, arsip dapat dibedakan menjadi:
1). Surat, contohnya: naskah perjanjian/kontrak, akta pendirian perusahaan,
surat keputusan, notulen rapat, berita acara, laporan dan tabel.
2). Pita rekaman
3). Mikrofilm
4). Disket
5). Compact disk
6). Flast disk75
c. Arsip menurut nilai gunanya. Penggolongan arsip berdasarkan nilai dan
kegunaannya ada 7 macam, yaitu:
1). Arsip bernilai informasi, contohnya : pengumuman, pemberitahuan dan
undangan
2). Arsip bernilai administrasi, contohnya : ketentuan- ketentuan organisasi,
surat, keputusan, prosedur kerja, dan uraian tugas pegawai.

74
Amin Abdullah “Studi Agama Normativ atau Histori”, Yogyakarta, Pustaka Pelajar , 1996, hal 327
75
Baharuddin “Metode Studi Islam”, Bandung: Cita Pustaka Media , 2005, hal 327

72
3). Arsip bernilai hukum, contohnya : akta pendirian perusahaan, akta
kelahiran,akta perkawinan, surat perjanjian, surat kuasa dan keputusan
pengadilan.
4). Arsip bernilai sejarah, contohnya: laporan tahunan, notulen rapat, dan
gambar foto dan peristiwa.
5). Arsip bernilai ilmiah, contoh: hasil penelitian
6). Arsip bernilai keuangan, contoh: kuitansi, bon penjualan, dan laporan
keuangan
7). Arsip bernilai pendidikan, contoh: karya ilmiah para ahli, kurikulum,
satuan pelajaran dan program pelajaran
d. Arsip Menurut Sifat Kepentingannya. Penggolongan arsip menurut
kepentingannya atau urgensinya ada beberapa macam, yaitu:
1). Arsip tak berguna, contohnya surat undangan dan memo
2). Arsip berguna, contohnya: presentasi pegawai, surat permohonan cuti
dan surat pesanan barang
3). Arsip penting, contohnya: surat keputusan, daftar riwayat hidup pegawai,
laporan keuangan, buku kas dan daftar gaji
4). Arsip vital, contohnya: akta pendirian perusahaan, buku induk pegawai,
sertifikat tanah/bangunan dan ijazah
e. Arsip Menurut Fungsinya. Penggolongan arsip berdasarkan fungsi arsip dalam
mendukung kegiatan organisasi ini ada dua, yaitu:
1). Arsip dinamis, yaitu arsip yang masih dipergunakan secara langsung dalam
kegiatan kantor sehari-hari.
2). Arsip statis, yaitu arsip yang sudah tidak dipergunakan secara langsung
dalam kegiatan perkantoran sehari-hari.
f. Arsip Menurut Tempat/Tingkat Pengolahannya. Penggolongan arsip
berdasarkan tempat atau tingkat pengolahannya dan sekaligus siapa
bertanggung jawab, dapat dibedakan menjadi:
1) Arsip pusat, yaitu arsip yang disimpan secara sentralisasi atau berada di
pusat organisasi yang berkaitan dengan lembaga pemerintah dan arsip
nasional pusat di Jakarta.76
2) Arsip unit, yaitu arsip yang berada di unit-unit dalam organisasi yang
berkaitan dengan lembaga pemerintah dan arsip nasional di daerah ibu kota
propinsi.

76
Baharuddin “Metode Studi Islam”, Bandung: Cita Pustaka Media , 2005, hal 24-27

73
g. Arsip Menurut Keasliannya. Penggolongan arsip berdasarkan pada tingkat
keaslian dapat dibedakan menjadi:
1). Arsip asli, yaitu dokumen yang langsung terkena hentakan mesin tik,
cetakan printer, tanda tangan, serta legalisasi asli yang merupakan
dokumen utama.
2). Arsip tembusan, yaitu dokumen kedua, ketiga dan seterusnya yang
dalam proses pembuatannya bersama dokumen asli, tetapi ditujukan
pada pihak selain penerimaan dokumen asli.
3). Arsip salinan, yaitu dokumen yang proses pembuatannya tidak bersama
dengan dokumen asli, tetapi memiliki kesesuaian dengan dokumen
asli.
h. Arsip Menurut Kekuatan Hukum. Penggolongan arsip berdasarkan kekuatan
hukum atau legalitas dari sisi hukum dapat dibedakan menjadi 2 macam:
1). Arsip autentik, yaitu arsip yang di atasnya terdapat tanda tangan asli
dengan tinta (bukan fotokopi atau film) sebagai tanda keabsahan dari isi
arsip bersangkutan. Arsip-arsip autentik dapat digunakan sebagai bukti
hukum yang sah.
2). Arsip tidak autentik, yaitu arsip yang di atasnya tidak terdapat tanda
tangan asli dengan tinta, arsip ini dapat berupa fotokopi, film, mikrofilm
dan hasil print komputer.

B. Sistem Kearsipan
1. Pengertian sistem kearsipan
System kearsipan adalah suatu rangkain kerja yang teratur yang dapat
dijadikan pedoman untuk menyimpan arsip sehingga saat diperlukan arsip
tersebut dapat ditemukan cepat dan tepat.77
kearsipan juga dapat didefinikasikan sebagai kegiatan yang meliputi
penciptaan arsip,penyimpanan arsip (filling),penemuan kembali arsip
(finding) dan penyusutan arsip (pengamanan,pemeliharaan,dan pemusnahan)
sebagai bagian dari kegiatan kearsipan,filling mempunyai peranan yang
sangat penting.
2. Macam – macam sistem kearsipan
Menurut Atmosudirjo dalam Ig.Wursanto (1991 : 22) Mengatakan bahwa
pada pokoknya sistem kearsipan terdiri dari 2 (dua) bagian yaitu sebagai
berikut:

77
Tengku Alfarizi,“Sistem Kearsipan”, Jakarta, Pustaka Pelajar , 1997, hal 78-80

74
1. Sistem pengatur tertiban atau arangement system
a. Sistem klasifikasi numerial (menurut angka)
b. Sistem klifikasi alfabetis (menurut abjad)
2. Sistem perawat simpanan atau safe keeping system
Pendapat G.R.Terry mengenai macam-macam sistem penyimpanan
arsip seperti yang di kutip oleh Sutarto(1992:173)adalah sebagai berikut:
1. Alphabetical arrangement (susunan abjad)
a. Subjet (pokok soal)
b. Phonetic (suara)
2. Numerical arrangement (susunan nomor)
a. Serial (seri)
b. Coded (kode)
2. Geographical arrangement (susunan wilayah)
3. Choronlogical arrangement (susunan tangal)
Menurut zulkifli amsyah (1992 : 71) menyatakan bahwa:
Pada dasarnya sistem penyimpanan arsip atau sistem kearsipan ada
dua(2) jenis urutan abdjad dan angka. Sistem penyimpanan yang
berdasarkan urutan abdjad adalah sistem nama (seing di sebut sistem
abdjad), sistem gaografis, dan sistem subjek. Sedangkan nama yang
berdasrkan urutan angka adalah sistem numeric (sistem subjek dengan kode
no.).
Sedangkan menurut Geoffery Mills dan Oliver Standingford, dalam
sutarto (1992: 171) mengemukakan sistem penyimpanan warkat di
golongkan menjadi enam (6) macam sistem utama,yaitu:
a. alphabetical – sistem abjad
b. Subyek-sistem subjek
c. geographical- sistem wilayah
d. numerical- sistem nomor78
e. choronological of them- sistem tanggal
Dari beberapa pendapat para ahli tersebut di atas mengenai macam-
macam kearsipan dapat peneliti simpulkan, pada dasarnya sistem kearsipan
ada 5 (lima) macam yaitu sebagai berikut:
1. Sistem Abjad
78
M. Abdulizash “Fiologi Islam”, Yogyakarta, Pustaka Pelajar , 1996, hal 35-38

75
Sistem penyimpanan arsip menurut abjad berarti warkat yang di buat
atau yang di terima oleh lembaga atau instansi tertentu yang di dalamnya
memuat nama orang,nama organisasi, nama wilayah, ataupun juga nama
pokok soal di simpan menurut taat urutan abjad mulai dari huruf A sampai
dengan Z. Abjad yang di pergunakan adalah abjad huruf pertama dari suatu
nama setelah nama-nama itu di indeks menurut aturan atau ketentuan yang
berlaku untuk masing-masing nama. Setelah nama-nama tersebut di indeks
barulah di susun menurut susunan abjad. Peraturan atau filling tersebut
merupakan standart peraturan-peraturan yang di tentukan oleh organisasi,
sehingga semua anggota organisasi harus mengikuti prosedur yang telah di
tentukan.
Sistem penyimpanan arsip menurut abjad dapat dilakukan dengan 2 cara:
a. Menurut susunan abjad huruf demi huruf istilah–istilah atau nama–nama
yang terdiri dari 2 ( dua ) kata atau lebih dianggap satu kata. Misal :
1. Gunun Merapi menjadi Gunungmerapi
2. Sinar harapan menjadi Sinarharapan.
b. Menurut susunan abjad kata demi kata. Dalam susunan abjad kata demi
kata, nama- nama yang terdiri dari 2 ( dua ) kata atau lebih, ditulis
menjadi satu. Masing – masing kata berdiri sendiri. Misal :
1. Jakarta Utara
2. Banjar Negara
2. Sistem Subjek
Yang dimaksud dengan subjek ialah judul pokok masalah yang
berhubungan dengan instansi atau organisasi yang bersangkutan.79 Dalam
pelaksanaan penyimpanan arsip ini, seorang arsiparis harus dapat
menentukan lebih dahulu masalah – masalah apa yang menjadi fokus atau
yang dipermasalahkan dalam surat setiap harinya. Masalah – masalah
tersebut dikelompokkan menjadi satu subjek. Misal: masalah – masalah
yang berkenaan dengan keuangan dikelompokkan menjadi satu masalah
pokok ( subjek ) dibawah keuangan, dan seterusnya. Selanjutnya masalah –
masalah itu dijadikan sub subjek dari pokok masalah ( subjek ) misalnya
Keuangan :Bonus, Gaji, Hadiah tahun baru, Lembur, dan seterusnya
3. Sistem Geografis

79
Amin Abdullah “Studi Agama Normativ atau Histori”, Yogyakarta, Pustaka Pelajar , 1996, hal 35-
38

76
Adalah suatu sistem penyimpanan arsip berdasarkan pembagian
wilayah atau daerah tertentu. Dalam hal ini pengelompokkannya didasarkan
atas satuan daerah tertentu, seperti pulau, kepulauan, propinsi, kabupaten,
dan sebagainya.
Dalam pelaksanaannya, yang harus dilakukan adalah menentukan
satuan daerah kemudian disusun menurut abjad agar mempercepat
penemuannya kembali.
Contoh: berdasarkan Ibukota propinsi: Ambon, Banda Aceh, Bandung,
Banjarmasin, Bengkulu, Denpasar, Dili, dan seterusnya
Sehingga pada tiap – tiap satuan tersebut diatas akan tersusun warkat -
warkat yang bersangkutan dengan nama orang, nama poikosoal yang telah di
urutkan menurut urutan abjad pula agar penemuannya kembali dapat dengan
mudah dan cepat.
4. Sistem Nomor
Dalam sistem penyimpana menurut nomor yang dipergunakan sebagai
pedoman mengatur arsip –arsip adalah urutan angka. Sistem nomor
merupakan sistem penyimpanan dan penyusunan arsip dengan mengunakan
urutan angka sebagai pedoman dalam mengaturnya. Seorang arsiparis harus
lebih dahulu menbuat daftar kelompok masalah-masalah seperti sistem
subjek, baru kemudian di berikan nomor di belakangnya.misalnya:
1. Kepegawaian
2. Cuti
3. Kenaikan pangkat
4. Lamran
5. Sistem Tanggal
Sistem ini di gunakan untuk filing bahan-bahan yang di susun menurut
urutan tanggal dari datangnya surat atau bahan-bahan.80 Surat-surat atau
bahan yang datangnya lebih akhir akan di tempatkan pada tempat yang
paling depan, tanpa melihat masalah atau perihal surat. Selanjutnay arsiparis
akan mengelompokan surat-surat atau bahan-bahan yang di file dalam bulan-
bulan setiap tahunya. Dalam penyimpanan sistem tersebut menpunyai
kegunaan tersendiri dan tidak dapat di katakan bahwa sistem yang satu lebih
baik dari sistem yang lain.

80
Amin Abdullah “Studi Agama Normativ atau Histori”, Yogyakarta, Pustaka Pelajar , 1996, hal 19-
22

77
C. Pemeliharaan Kearsipan
1. Pemerintaharaan
Pemeliharaan arsip ini di maksudkan untuk menjaga rasip-arsip tersebut
dari segala kerusakan dan kemusnahan. Kemusnahan dan kerusakan arsip
dapat di sebabkan oleh factor sebagai berikut:
a. Factor dari dalam
seperti kertas yang akan kita pakai sangat berpengaruh pada awet atau
tidaknya tulisan dan dalam pengunaan kertas hendaknya di pilih yang baik
dan kuat, tinta pengunaan tinta yang akan di gunakan hendaknya di
sesuaikan dengan kebutuhan dan sebaiknya yang berkualitas, pasta/lem
pengunaan perekat harus di carikan yang baik jangan mengunakan perekat
yang di buat dari getah arab ataupun selulosa tape dan sejenisnya.
b. Factor dari luar
Seperti kelembapan udara yang tidak terkontrol akan menimbulkan jamur
sehingga kertas menjadi lembab dan rusak, udara yang terlampau kering
yang akan merusak kertas, sinar matahari sangat menbahayakan kertas-
kertas arsip untuk itu tidak boleh ada sinar matahari yang jatuh langsung
pada karats, debu, jamur dan sejenisnya, rayap dan gegat yang biasanya
terdapat pada dinding-dinding yang basah. Bukan hanya kertas tersebut yang
menjadi lembab, tetapi juga di rusak oleh gegat dan juga serangga lain.
D. Penyusutan Arsip
1. Penyusutan
Untuk meningkatkan effisiensi dan effektifnya pengelolaan kearsipan setiap
Satuan kerja wajib melakukan upaya penyusutan arsip sebagai berikut :
b. Penyusutan arsip dilaksanakan oleh pencipta arsip.
c. Penyusutan arsip yang dilaksanakan oleh lembaga negara, pemerintahan daerah,
perguruan tinggi negeri, serta BUMN dan/atau BUMD dilaksanakan berdasarkan
JRA dengan memperhatikan kepentingan pencipta arsip serta kepentingan
masyarakat, bangsa dan negara.
d. Ketentuan lebih lanjut mengenai penyusutan arsip diatur dengan peraturan
pemerintah.

78
Menurut Basir Barthos tahun 1997 menyatakan bahwasanya penyusutan adalah
kegiatan pengurangan arsip dengan cara sebagai berikut :
1). Memindahkan arsip inaraktif dari unit pengolah ke unit kearsipan dalam
lingkungan lembaga-lembaga negara atau badan-badan pemerintah masing-
masing.
2). Memusnahkan arsip sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku.
3). Menyerahkan arsip statis oleh unit kearsipan kepada arsip nasional.
2. Tahap- tahap penyusutan Arsip :
1. Penilaian Arsip
Sebelum melakukan penyusutan arsip diperlukan penilaian terhadap setiap
arsip yang
Akan dipindahkan atau dimusnahkan. Hasil penilaian menentukan berapa lama arsip
disimpan dalam arsip aktif dan inarktif.

dalam arsip aktif dan inaktif, serta menentukan apakah arsip tersebut akan
dimusnahkan atau dikirim untuk menjadi arsip statis.
Ada 4 golongan arsip, yaitu:
a. Arsip vital
Arsip ini penting bagi kehidupan bisnis dan tidak dapat diganti kembali
bilamana dimusnahkan. Arsip ini tergolong arsip statis yang bersifat historis
sehingga tidak dapat dipindahkan atau dimusnahkan dan disimpan abadi
selamanya.
Misalnya akte pendirian perusahaan, sertifikat bangunan atau tanah, Izin
Mendirikan Bangunan (IMB), dan sebagainya.
b. Arsip penting
Arsip ini melengkapi bisnis rutin dan dapat digantikan dengan biaya yang
relatif tinggi dan lama. Arsip ini disimpan di arsip aktif selama 5 tahun dan di arsip
inaktif selama 25 tahun. Misalnya , bukti – bukti keuangan.
c. Arsip berguna
Arsip ini berguna sementara dan dapat diganti dengan biaya rendah. Arsip ini
disimpan di arsip aktif selama 2 tahun dan disimpan di arsip inaktif selama 25
tahun. Misalnya, surat pesanan, neraca dan laporan tahunan.
e. Arsip tidak berguna

79
Arsip ini dapat dimusnahkan seusai pakai untuk sementara waktu. Arsip ini
disimpan paling lama selama 3 bulan di arsip aktif. Misalnya, surat undangan rapat
dan pengumuman.
2. Pemindahan arsip aktif menjadi inaktif atau kemedia lain
Seperti telah diuraikan diatas, peralihan arsip aktif menjadi arsip inaktif dapat
dilakukan setelah suatu periode kegiatan tertentu, dimana suatu arsip sudah tidak
atau jarang digunakan tetapi masih harus disimpan. Pemindahan arsip juga dapat
dilakukan melalui tempat penyimpanan atau pemindahan ke media lain, seperti:
micro film, CDROM atau CD- WROM.
3. Pemusnahan arsip
Tidak semua arsip aktif yang telah dipindahkan akan disimpan sebagaiarsip
inaktif untuk selamanya. Ada beberapa jenis arsip yang dapat dimusnahkan setelah
jangka waktu tertentu. Tetapi ada pula arsip inaktif yang dialihkan statusnya menjadi
arsip statis karena alasan historis.
4. Pencatatan pemindahan atau pemusnahan
Arsip inaktif kemudian disimpan pada tempat penyimpanan khusus yang
dibedakan dengan arsip aktif, misalnya gudang khusus untuk arsip inaktif.
Pemindahan dapat dilakukan melalui tempat penyimpanan atau pemindahan ke
media lain. Kemajuan teknologi memungkinkan dokumen perusahaan yang dibuat
dari kertas dialihkan ke dalam micro film atau media yang lain atau dibuat secara
langsung dalam media elektronik.
Setiap pemindahan yangmmenyebabkan perubahan pihak penanggungjawab
perlu dilengkapi dengan berita acara. Berita acara memuat daftar subjek arsip yang
akan dipindahkan, indeks arsip yang baru, tanggal pemindahan, lokasi dan tempat
pemindahan yang baru serta bukti tanda terima yang ditandatangani oleh orang yang
menyerahkan arsip dan orang yang menerima arsip sebagai penanggungjawab arsip.
Cara pemindahan arsip atau pemusnahan arsip dapat dilakukan berdasarkan :
a. Pemindahan secara terus – menerus
Arsip dipindahkan menjadi inarktif setelah arsip tersebut selesai digunakan.
Pemindahan ini tidak tentu. Pemindahan arsip umumnya dilakukan pada perusahaan
seperti kantor pengacara, pelaksana proyek, kantor arsitek, konsultan dan sebagainya,
dimana seluruh dokumen menjadi inaktif setelah suatu proyek atau kegiatan selesai.
b. Pemindahan secara periodik

80
Arsip dipindahkan menjadi inaktif setelah satu periode atau jangka waktu
tertentu.Umumnya dilakukan setiap satu tahun sekali. Misalnya, bukti – bukti
keuangan dipindahkan menjadi inaktif setelah perusahaan melakukan tutp buku pada
akhir periode akutansi.
E. Pengelolaan Kearsipan
Pengelolaan arsip sebenarnya telah dimulai sejak suatu surat (naskah, warkat)
dibuat atau diterima oleh suatu kantor atau organisasi sampai kemudian ditetapkan
untuk disimpan, selanjutnya disusutkan (retensi) dan atau dimusnahkan. Oleh karena
itu, didalam kearsipan terkandung unsur – unsur kegiatan penerimaan, penyimpanan,
temu balik, dan penyusutan arsip. Arsip disimpan karena mempunyai nilai atau
kegunaan tertentu.
Oleh karena itu, hal yang perlu diperhatikan dalam hal ini ialah bagaimana
prosedurnya, bagaimana cara penyimpanan yang baik, cepat, dan tepat, sehingga
mudah ditemu – balikkan atau ditemukan kembali sewaktu – waktu diperlukan, serta
langkah – langkah apa yang perlu diikuti/dipedomani dalam penyimpanan arsip
tersebut. Untuk menyelenggarakan penyimpanan arsip secara aman, awet, efisien dan
luwes (fleksibel) perlu ditetapkan asas penyimpanan yang disesuaikan dengan
kebutuhan dan kondisi masing – masing kantor/instansi yang bersangkutan.

F. Korespondensi kearsipan (surat – menyurat)


1. Pengertian Surat-Menyurat
Surat adalah suatu alat untuk menyampaikan informasi atau pernyataan secara
tertulis yang dibuat oleh seseorang atau penjabat kepada pihak lain baik atas nama
sendiri maupun jabatan dalam organisasi. Isi surat dapat berupa berita yang berwujud
pemberitahuan, pernyataan, pertanyaan, permintaan, laporan, catatan aktiitas pribadi
atau organisasi seperti perjanjian, keputusan, tanda bukti dan sebagainya.
Menurut pendapat Drs. I.G Wursanto dalam bukunya Teknologi Perkantoran
menyatakan bahwa surat dapat diartikan dengan berbagai cara, antara lain:

81
a. Surat merupakan helai kertas dalam bentuk maupun dalam wujud apa pun yang
berisi keterangan-keterangan tertulis untuk disampaikan kepada pihak lain yang
membutuhkannya.
b. Surat adalah media komunikasi secara tertulis untuk disampaikan kepada pihak
lain dalam rangka mendapatkan pengertian dan kerja sama antara kedua belah
pihak.
c. Surat ialah suatu pernyataan bahasa secara tertulis, untuk menyampaikan suatu
informasi atau keterangan dari satu pihak kepada pihak lain.
Dari pengertian tersebut terdapat dua pihak yang terlibat dengan surat, yaitu
pengirim dan penerima. Apabila terjadi hubungan terus-menerus dan
berkesinambungan antara dua pihak yaitu pengirim dan penerima dengan saling
berkiriman surat, maka terjadilah surat-menyurat atau koresponden. Secara sederhana
surat menyurat dapat diartikan sebagai suatu kegiatan pengendalian arus berita
tertulis yang timbul dari adanya sutau pencatatan, laporan atau keputusan yang
memungkinkan terjadinya permintaan, pemberitahuan, dan sebagainya.
G. Pengertian Filologi
Secara etimologis, filologi berasal dari dua kata dalam bahasa Yunani, yaitu
philos yang berarti cinta dan logos yang berarti "kata'. Dengan demikian, kata filologi
membentuk arti "cinta kata atau 'senang bertutur'. Arti tersebut kemudian berkembang
menjadi 'senang belajar’, dan 'senangkasustraan atau senang kebudayaan.81
Pendekatan filologi islam dikenal cukup lama. Pendekatan ini sangat populer
bagi para pengkaji agama terutama ketika mengkaji naskah-naskah kuno peninggalan
masa lalu. Karena obyek dari pendekatan filologi ini adalah warisan-warisan
keagamaan, berupa naskah-naskah klasik dalam bentuk manuskrip. Naskah-naskah
klasik itu meliputi berbagai disiplin ilmu sejarah, teologi, hukum, mistisme dan lain-
lainnya yang belum diterjemahkan ke dalam bahasa Eropa dan belum dimanfaatkan
di negar-negara muslim. Alat untuk mengetahui warisan-warisan intelektual Islam itu
adalah bahasa, seperti bahasa Arab, Persia, dan Urdu.
Filologi selama ini dikenal sebagai ilmu yang berhubungan dengan karya masa
lampau yang berupa tulisan. Dalam menerapkan pendekatanpendekatan ini juga

81
M. Abdulizash “Fiologi Islam”, Yogyakarta, Pustaka Pelajar , 1996, hal 100-102

82
membutuhkan pendekatan atau metode lain sesuai dengan disiplinnya, seperti sastra,
dan filosofis.
Ditinjau dari sisi etimologi, kata sejarah berasal dari bahasa Arab syajarah
(pohon) dan dari kata history dalam bahasa Inggris yang berarti cerita atau kisah.
Kata history sendiri lebih populer untuk menyebut sejarah dalam ilmu
pengetahuan. Jika dilacak dari asalnya, kata history berasal dari bahasa Yunani istoria
yang berarti pengetahuan tentang gejala-gejala alam, khususnya manusia. Melalui
pendekatan ini, seseorang diajak untuk memasuki keadaan yang sebenarnya
berkenaan dengan penerapan suatu peristiwa. Pendekatan sejarah ini amat diperlukan
dalam memahami agama karena agama itu turun dalam situasi konkrit, bahkan
berkaitan dengan kondisi sosial kemasyarakatan. Dalam hubungan ini, Kuntowijoyo
telah melakukan studi yang mendalam terhadap agama yang dalam, hal ini Islam
menurut pendekatan sejarah ketika ia mempelajari Al Qur'an sampai pada kesimpulan
bahwa pada dasarnya kandungan Al Qur'an itu terbagi menjadi bagian, yaitu konsep
dan kisah sejarah.
a. Tujuan dan Kegunaan Filologi

Secara umum filologi bertujuan untuk menertibkan menyunting dan


menganalisis suatu naskah kuno. Tentu dalam hal ini sangat memerlukan
disiplindisiplin ilmu lainnya, seperti sejarah, filsafat, sosiologi, antropologi, sejarah
agama, dan sejarah perkembangan hukum (terutama hukum adat). Maka dapat
dikatakan bahwa secara praktis penelitian filologi dilakukan untuk tujuan menunjang
ilmu-ilmu lain. Sedangkan secara metodologis dilakukan karena banyaknya naskah
kuno yang masih harus diuji otentisitas isi kandungan atau teksnya, Pengujian
otentisitas atau kemurnian suatu teks harus dilakukan secara cermat dan kritis
terhadap semua varian yang terdapat dalam teks, yang dimaksudkan agar dapat
menghasilkan suatu teks yang mendekati aslinya.

Kemungkinan varian teks dalam berbagai naskah dapat dilihat dari riwayat
kemunculan teks itu sendiri. De Haan berpendapat bahwa proses terjadinya teks ada
beberapa kemungkinan, sebagai berikut:

1. Aslinya ada dalam ingatan pengarang, dan apabila seseorang ingin memiliki teks
itu dapat menulisnya melalui dikte. Maka setiap teks diturunkan (ditulis) dapat
bervariasi, dan perbedaan teks adalah bukti dari berbagai pelaksanaan penurunan
dan perkembangan cerita sepanjang hidup pengarang.

83
2. Aslinya adalah teks tertuliskurang lebih merupakan kerangka yang masih
memungkinkan atau memerlukan kebebasan seni.

3. Aslinya merupakan teks yang tidak memungkinkan untuk diadakan


penyempurnaan karena pengarangnya telah menentukan pilihan kata yang ketat
dalam bentuk literer. Hal ini pada zaman sekarang yang sudah ada mesin fotocopi
tidak begitu merupan kendala, tetapi pada zaman dulu sebuah naskah diperbanyak
dengan cara menulis ulang dengan tangan dan resiko kesalahan sangat
dimungkinkan. Beberapa kesalahan disebabkan antara lain; penyalin kurang
memahami bahasa atau pokok persoalan naskah yang disalin, atau mungkin karena
tulisannya kurang jelas (kabur buram), atau karena ketidak telitian penyalin
sehingga beberapa huruf hilang (haplografi).82

Sedangkan secara rinci dapat dikatakan bahwa filologi mempunyai tujuan


umum dan tujuan khusus, diantaranya adalah:

1. Tujuan umum:

a. Memahami sejauh mana perkembangan suatu bangsa melalui sastranya, baik


tulisan maupun lisan.

b. Memahami makna dan fungsi teks bagi masyarakat penciptanya.

c. Mengungkapkan nilai-nilai budaya lama sebagai alternatif pengembangan


kebudayaan.

2.Tujuan khusus:

a. Menyunting sebuah teks yang dipandang dekat dengan teks aslinya

b. Mengungkapkan sejarah terjadinya teks dan sejarah perkembangannya.

Sedangkan kegunaan dari hasil penelitian filologi adalah sebagai suatu informasi
yang sangat berharga bagi khalayak umum dan dapat digunakan oleh cabangcabang
ilmu lain, seperti sejarah, hukum, agama, kebahasaan, kebudayaan. Nabilah Lubis
yang mengutip perkataan Haryati Soebadio bahwa filologi adalah pekerjaan kasar
yang menyiapkan suatu naskah untuk bisa dipergunakan oleh orang lain dalam
berbagai disiplin ilmu. Jadi hasil dari penelitian naskah merupakan sumbangan

82
Adurahman Sahhid“Fiologi Peradaban Islam”, Bandung, PT. CV Pustaka , 2005, hal 86-89

84
pemikiran yang sangat berarti, terlebih dalam rangka memperkenalkan buah pikiran
para pendahulu, sehingga dapat dikenal dan diketahui oleh generasi berikutnya.

b. Pendekatan Sejarah dalam Institusi Keislaman

Islam berkembang sebagai agama yang memiliki kandungan nilai-nilai ilmiah,


rasional dan mistik. Hal tersebut karena perkembangan ini membawa dampak pada
aspek lain, di antaranya pada pembentukan institusi-institusi Islam. Secara politis,
pada masa awal Islam telah muncul system khilafah sebagai institusi Islam dalam
wilayah pengaturan kekuasaan politik. Kepemimpinan Islam merupakan
kepemimpinan yang dipilih melalui primus interpares, bukan kekuasaan turun
temurun seperti kerajaan.

Secara antropologis, dalam pengaturan untuk memenuhi kebutuhan akan


pemuas seksual, masyarakat Muslim membentuk lembaga pernikahan. Dalam ajaran
Islam, pernikahan merupakan institusi yang sakral, tidak hanya dianggap sebagai
upacara rutinitas, namun memiliki nilai ibadah sehingga seorang Muslim menikah
bukan karena semata-mata memenuhi kebutuhan seksual, melainkan beribadah juga.
Dalam aspek ritual, haji muncul sebagai institusi Islam yang cukup spektakuler
memiliki dampak kegiatan yang luas, Begitu juga, shalat merupakan kegiatan yang
dapat dilihat pubklik dunia, sebab dimana ada umat Islam di situ akan ada tempat
ibadah. Puasa, sebagai ibadah yang telah diwajibkan kepada umat-umat sebelum
Islam, menjadi institusi yang mewarnai aktivitas tahunan umat Islam selama satu
bulan. Zakat sebagai lembaga ekonomi dalam Islam merupakan karakteristik khas
institusi dalam Islam sekalipun belum secara optimal pemanfaatannya bagi umat
Islam.

c. Pendekatan Sejarah dalam Kacamata Kitab Suci

Salah satu pedoman hidup dalam beragama adalah kitab suci, kitab suci agama
Islam adalah Al-Qur'an. Sebagai simbol keabsahan suatu agama dan pedoman bagi
para penganutnya, Islam memiliki nilai yang tinggi bagi para penganutnya.
Keyakinan ini sepertinya masih salah dipahami oleh orang-orang Barat, terutama
mereka yang masih terpengaruh oleh doktrin lama agama mereka, yakni agama
Yahudi dan Agama Nasrani.

Pada awalnya, Yahudi dan Nasrani tidak mengakui Al-Qur’an sebagai wahyu
Allah swt. Penolakan ini terjadi dan dilakukan oleh sarjana-sarjana Barat terhadap

85
sikap Maurice Bucaile disaat memperlakukan sama dan sejajarantara Al-Qur'an
dengan kitabkitab terdahulu sebagai wahyu yang tertulis. Studi al-Qur'an yang
dilakukan sarjana Barat pada dasarnya terfokus pada persoalan-persoalan kritis yang
mengelilingi kitab suci orang Islam ini.
Persoalan-persoalan tersebut seperti pembentukan teks al-Qur’an kronologis
turunnya al-Qur'an, sejarah teks, variasi bacaan, hubungan antara al-Qur’an dengan
kitab sebelumnya, dan isu-isu lain seputar itu. Kesalahpahaman orang-orang Barat
terhadap Islam memiliki dasar sentiment, fanatisme dan sikap ketidakadilan. Hal ini
terungkap saat dibukanya dokumen "Orientasi untuk dialog antara umat Kristen
danUmat Islam. Manfaat Sejarah dalam Studi Islam.

Sejarah dalam studi Islam sangat dibutuhkan dalam memahami agama, karena
agama itu sendiri turun dari situasi dan kondisi sosial kemasyarakatan, yaitu
bagaimana mmelakukan pengkajian terhadap berbagai studi keislaman dengan
menggunakan sejarah sebagai salah satu alat untuk menyatakan kebenaran dari objek
kajian itu.

Pentingnya pendekatan ini, mengingat karena rata-rata disiplin keilmuan dalam


Islam tidak terlepas dari berbagai peristiwa atau sejarah. Baik yang berhubungan
dengan waktu, lokasi dan format peristiwa yang terjadi Melalui sejarah dalam studi
Islam dikemukakan berbagai manfaat yang amat berharga, guna merumuskan secara
benar berbagai kajian keislaman dengan tepat berkenaan dengan suatu peristiwa. Dari
sini, maka seseorang tidak akan memahami agama keluar dari konteks historisnya.
Seorang yang ingin memahami Al-Qur'an secara benar maka ia harus mempelajari
turunnya AlQur'an (Asbab-Nuzul) dengan demikian ia akan dapat mengetahui
hikmah yang terkandung dalam suatu ayat yang berkenaan dengan hukum tertentu
dan ditujukan untuk memelihara syari’at dari kekeliruan memahaminya.

Mengingat begitu besarnya peranan sejarah ini, diharapkan dapat melahirkan


semangat keilmuan untuk meneliti lebih lanjut beberapa peristiwa yang ada
diharapkan dari penemu-penemuan ini akan lebih membuks tabir kedinamisan dalam
mengamalkan ajaran Islam dalam kehidupan yang lebih layak sesuai dengan
kehendak syara", sejara memiliki cara tersendiri dalam melihat masa lalu guna
menata masa sekaran dgan akan datang.

86
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa, filologi berasal dari dua kata
dalam bahasa Yunani, yaitu philos yang berarti cinta dan logos yang berarti kata",
Dengan demikian, kata filologi membentuk arti "cinta kata atau 'senang bertutur. Arti
tersebut kemudian berkembang menjadi 'senang belajar, dan 'senang kasustraan atau
senang kebudayaan. Ditinjau dari sisi etimologi, kata sejarah berasal dari bahasa Arab
syajarah (pohon) dan dari kata history dalam bahasa Inggris yang berarti cerita atau
kisah. Kata history sendiri lebih populer untuk menyebut sejarah dalam ilmu
pengetahuan. Jika dilacak dari asalnya, kata history berasal dari bahasa Yunani istoria
yang berarti pengetahuan tentang gejala-gejala alam, khususnya manusia.

B. Saran
Penulis akan menerima kritik dan saran tersebut sebagai bahan pertimbangan
yang memeprbaiki makalah ini di kemudian hari. Semoga makalah berikutnya dapat
penulis selesaikan dengan hasil yang lebih baik.

87
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Amin. 1996. Studi Agama Normativ atau Histori.Yogyakarta: Pustaka


Pelajar.
Baharuddin. 2005. Metode Studi Islam. Bandung : Cita Pustaka Media.
Daradjat, Zakiah. 1996. Metodologi Pengajaran Agama Islam. Jakarta: Bulan
Bintang.
Husaini Adian. 2005. Wajah Peradaban Barat dari Hegemoni Kristen ke Dominasi
Sekuler Liberal, Jakarta: Kencana.
Lubis, Nabillah. 2007. Teks dan Metode Penelitian Filologi Jakarta. Jakarta:.
Puslitbang Lektur Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Departemen Agama RI.
Jamali, Sahrodi .2008. Metodelogi Studi Islam. Bandung: CV. Pustaka Setia.
.

88
KELOMPOK

14

89
MAKALAH

“Penelitian Sejarah dan Kebudayaan Menggunakan Arsip”

DISUSUN OLEH: Kelompok - 14

Fitri Melania

Zulfikar Tri Mulyono

Malinda Ayun Sundari

DOSEN PENGAMPUH:

Dra. Rindom Harahap, M.Ag

FAKULTAS USHULUDDIN,ADAB,DAN,DAKWAH

PROGRAM STUDI SEJARAH PERADABAN ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

TAHUN 2020

90
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadiran Allah swt yang telah memberikan
rahmat serta karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Penelitian Sejarah Dan Kebudayaan menggunakan Arsip”

Makalah ini berisikan tentang, penelitian sejarah dan kebudayaan


menggunakan arsip. saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari kalian yang bersifat membangun
selalu saya harapkan. Akhir kata saya sampaikan terima kasih semoga senantiasa
Allah swt selalu meridhai segala usaha kita Aamiin.

Bengkulu, 8 Juli 2020

penyusun

91
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................... i

DAFTAR ISI .................................................................................................... ii

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar belakang ......................................................................................


B. Rumusam masalah ................................................................................
C. Tujuan ...................................................................................................

BAB 11 PEMBAHASAN

A. Penelitian Sejarah ................................................................................. 1


B. Jenis-jenis Pengertian Penelitian Sejarah Menurut Para Ahli .............. 6
C. Penelitian Kebudayaan.........................................................................10

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ...........................................................................................
B. Saran .....................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................

92
BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Secara umum dapat dimengerti bahwa penelitian sejarah merupakan
penelaah serta sumber-sumber lain yang berisi informasi mengenai masa
lampau dan dilaksanakan secara sistematis. Dengan kata lain yaitu penelitian
yang bertugas mendeskripsikan gejala, tetapi bukan yang terjadi pada waktu
penelitian dilakukan. Penelitian sejarah dimaksudkan membuat rekontruksi
masa latihan secara sistematis dan objektif, dengan cara mengumpulkan,
evaluasi, mengverifkasi, serta mensintesiskan bukti-bukti untuk mendukung
fakta, memperoleh kesimpulan yang kuat. Dimana terdapat hubungan yang
benar-benar utuh antara manusi, peritiwa, waktu dan tempat secara kronologis
dengan tidak memandang sepotong-sepotong objek-objek yang di observasi.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana Penelitian Sejarah ?
2. Bagaimana Penelitian Kebudayaan?

C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui penelitian sejarah
2. Untuk mengetahui penelitian kebudayaan

93
BAB II

PEMBAHASAN

A. Penelitian Sejarah
penelitian sejarah adalah metode/cara yang digunakan sebagai
pedoman atau cara yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan
penelitian peristiwa sejarah dan permasalahannya. Dengan kata lain, metode
penelitian sejarah adalah instrumen untuk merekontruksi peristiwa sejarah
(history as past actuality) menjadi sejarah sebagai kisah lingkup ilmu sejarah,
metode penelitian itu disebut metode sejarah.
sejarah digunakan sebagai metode penelitian, pada prinsipnya
bertujuan untuk menjawab enam pertanyaan (5Wdan1H) yang merupakan
elemen pada penulisan sejarah. Dalam proses penulisan sejarah sebagai kisah,
pertanyaan-pertanyaan dasar itu dikembangkan sesuai dengan permasalahan
yang perlu diungkap dan dibahas.

Secara umum dapat dimengerti bahwa penelitian sejarah merupakan


penelaah serta sumber-sumber lain yang berisi informasi mengenai masa
lampau dan dilaksanakan secara sistematis. Dengan kata lain yaitu penelitian
yang bertugas mendeskripsikan gejala, tetapi bukan yang terjadi pada waktu
penelitian dilakukan. Penelitian sejarah dimaksudkan membuat rekontruksi
masa latihan secara sistematis dan objektif, dengan cara mengumpulkan,
evaluasi, mengverifkasi, serta mensintesiskan bukti-bukti untuk mendukung
83
fakta, memperoleh kesimpulan yang kuat. Dimana terdapat hubungan yang
benar-benar utuh antara manusi, peritiwa, waktu dan tempat secara kronologis
dengan tidak memandang sepotong-sepotong objek-objek yang di observasi.

83
Imam Gunawan, Penelitian Sejarah,(Universitas Negeri Malang:The Learning University,2015)hal
3-12

94
Arsip sebagai sumber sejarah, Profesor Sartono Kartodirjo,
mengungkapkan bahwa kunci untuk memasuki wilayah sejarah ialah sumber-
sumber seperti legenda, foklor, prasasti, monumen sehingga dokumen-
dokumen, surat kabar, dan surat-surat karena itu semua merupakan kesemuaan
yang sisebutkan di atas merupakan rekaman aktivitas manusia. Yang bisa di
jadikan bahan bukti sejarah.84

B. Pengertian Penelitian sejarah Menurut Para Ahli


a. Menurut Jack. R. Fraenkel dan Norman E. Wallen
Penelitian sejarah adalah penelitian yang yang secara ekslusif
menfokuskan kepada masa lalu selengkap dan seakurat mungkin, dan
biasanya menjelaskan mengapa hal itu terjadi.
b. Menurut E.H Carr penelitian sejarah sebagai proses sistematis dalam
mencari data agar dapat menjawab pertanyaan tentang fenomena dari
masa lalu untuk mrndapatkan pemahaman yang lebih baik dari suatu
institusi, praktik, tren, keyakinan, dan isu-isu dalam pendidikan.
c. Menurut Donald Ary dkk, menyatakan bahwa penelitian sejarah adalah
untuk menetapkan fakta dan mencapai simpulan mengenai hal-hal yang
telah lalu., yang dilakukan secara sistematis dan objektif oleh ahli sejarah
dalam mencari, mengevaluasi dan menafsirkan bukti-bukti untuk
mempelajari masalah baru tersebut.

Berdasarkan pandangan yang disampaikan oleh beberapa ahli


diatas, dapat disimpulkan bahwa pengertian sejarah mengandung beberapa
unsur pokok:

84
Sulistyo Basuki, Manajemen Arsip Dinamis. Pengantar Memahami dan Mengelola Informasi dan
Dokumen,(Jakarta:Gramedia, 2003), hal, 4-6

95
1. Adanya proses pengkajian peristiwa
2. Usaha dilakukan secara sistematis dan obyektif
3. Merupakan serentetan gambaran masa lalu yang integrative antara manusia,
peristiwa, ruang dan waktu.
4. Dilakukan secara interaktif dengan gagasan, gerakan dan intuisi.

C. Rencana Penelitian dan Pemilihan Topik


Rencana penelitian harus dilandasi oleh wawasan mengenai permasalahan
penelitian, baik permasalahan umum maupun permasalahan khusus.
a. Permasalahan

Penelitian sejarah untuk menghasilkan tulisan berupa skripsi, tesis,


disertai atau buku sejarah, adalah penelitian ilmiah yang harus dimulai oleh
perencanaan yang seksama. Perencanaan dalam bidang ilmiah harus
mengikuti logika, karena pada dasarnya suatu perencanaan merupakan
serentetan petunjuk yang didusun secara logis dan sistematis. Petunjuk
dimaksud tercakup dalam prosedur penelitian yang harus dipenuhi. 85

Hal-hal tersebut penting dipahami dalam membuat rencana penelitian,


Khususnya penelitian dalam rangka menulis skripsi, tesis, dan disertai, karena
diterima-tidaknya rencana penelitian dan baik-tidaknya hasil penelitian, pada
dasarnya tergantung pada perencanaannya. Perlu dikemukakan bahwa
kelemahan penelitian pada prinsipnya akibat kurang dukungan metode
penelitian. Penelitian tidak akan berhasil dengan baik, apabila peneliti tidak
menguasai metode penelitian dalam arti mampu megaplikasikan metode itu.
Bila penelitian tidak diterapkan dengan baik, akan terjadi kelemahan dalam
heuristik (perencanaan dan penemuan sumber), kelemahan dalam mengolah

85
Imam Gunawan, Penelitian Sejarah,(Universitas Negeri Malang:The Learning University,2015)hal
7

96
sumber dan data, sehingga fakta yang diperoleh tidak memadai. Bila hal itu
terjadi, dalam penulisan akan mengalami kelemahan, bahkan kesalahan,
antara lain kelemahan atau kesalahan interprestasi dan verifikasi
(pembuktian).

Penelitian sejarah mempunyai 5 tahapan, yaitu:

1. Pemilihan Topik

Pemilihan Topik hal pertama yang harus dilakukan oleh peneliti yakni
menetukan topik yang akan menjadi objek penelitian penilihan topik
bertujuan agar dalam melakukan pencarian sumber-sumber sejarah dapat
terarah dan tepar sasaran. Pemilihan Topik Penelitian dapat didasarkan pada
unsur-unsur berikut ini sbb:

a. Bernilai peritiwa sejarah yang diungkap tersebut harus bersifat unik, kekal,
abadi.
b. Keaslian (orisinalitas) peristiwa sejarah yang diungkap hendaknya berupa
upaya pembuktian baru atau ada pandangan baru akibat munculnya terori dan
metode baru.
c. Praktis dan efisien, peritiwa sejarah yang diungkap terjangkau dalam mencari
sumbernya dan mempunyai hubungan yang erat dengan peristiwa itu.
d. Kesatuan, unsur yang dijadikan bahan penelitian itu mempunyai satu kesatuan
ide.
2. Heuristik

Heuristik adalah kegiatan mencari dan menemukan sumber yang


86
diperlukan. Berhasil-tidaknya pencarian sumber, pada dasarnya tergantung

86
Imam Gunawan, Penelitian Sejarah,(Universitas Negeri Malang:The Learning University,2015)hal
8

97
dari wawasan peneliti mengenai sumber yang diperlukan dan keterampilan
teknis penelusuran sumber. Berdasarkan bentuk penyajiannya, sumber-sumber
sejarah terdiri atas arsip, dokumen, buku, majalah/jurnal, surat kabar, dan lain-
lain. Berdasarkan sifatnya, sumber sejarah terdiri atas sumber primer dan
sumber sekunder:

a. Sumber primer

adalah sumber yang waktu pembuatannya tidak jauh dari waktu


peristiwa terjadi. Sumber sekunder adalah sumber yang waktu pembuatannya
jauh dari waktu terjadinya peristiwa. Sedangkan sumber itu dibagi dua juga
yaitu

b. Sumber tertulis yaitu

sumber tertulis bisa berupa surat, notulen, kontrak kerja, bon-bon dan
sebagainya. Dan Sumber lisan yaitu, pemilihan sumber didasarkan pada
pelaku atau saksi mata paad peristiwa.

3. Verifikasi

Adalah penilaian terhadap sumber-sumber sejarah berarti pemeriksaan


terhadap kebenaran laporan tentang suatu peristiwa sejarah.

Sedangkan Interprestasi Adalah berati Penafsiran atau menafsirkan


fakta sejarah dan merangkai fakta tersebut menjadi satu kesatuan yang
harmonis dan masuk akal. Interprestasi dalam sejarah juga berarti penafsiran
suatu peristiwa. Proses interprestasi juga harus bersifat selektif. Interprestasi
itu ada dua macam, yaitu analisis dan sintesis.

Penulisan

98
Adalah penulisan sejarah atau historiografi merupakan tahap terakhir
dalam penulisan sejarah. Untuk memenuhi penulisan sejarah memerlukan
kecakapan dan kemahiran.

D. Jenis-jenis penelitian sejarah


a. Penelitian sejarah komparatif penelitian sejarah dikerjakan untuk
membandingkan faktor-faktor dari fenomena-fenomena sejenis pada suatu
periode masa lampau.
b. Penelitian yuridis atau legal
Penelitian sejarah dikerjakan untuk menyelidiki hal-hal yang
menyangkut dengan hukum, baik hukum formal ataupun hukum
nonformal dalam masa lalu
c. Penelitian biografis
Dilakukan untuk meneliti kehidupan seseorang hubungan dengan
masyarakat.
d. Penelitian Bibliografis
Penelitian sejarah dilakukan untuk mencari, menganalisis, dari fakta-
fakta yang merupakan pendapat para ahli dalam suatu masalah atau
suatu organisasi dikelompokkan dalam penelitian bibliografis.

Tujuan penelitian sejarah

Menurut Jhon W. Best adalah untuk memahami masa lalu, dan


mencoba memahami masa kini atas dasar peristiwa atau
perkembangan dimasa lalu.

Menurut, Donald Ary tujuannya memperkaya pengetahuan


peneliti tentang bagaimana dan mengapa suatu kejadian masa lalu
dapat terjadi serta proses dalam masa lalu itu menjadi masa kini.

Penelitian kebudayaan

99
Penelitian (research), merupakan usaha memahami fakta secara
rasional empiris yang ditempuh melalui prosedur kegiatan tertentu sesuai
dengan cara yang ditentukan peneliti. Penelitian kebudayaan juga
termasuk suatu usaha memahami fakta yang keberadaannya diwakili oleh
suatu yang lain. Meneliti kebudayaan, peneliti harus berfikir secara
reflektif. Maksudnya harus dalam menggambarkan fakta peneliti harus
melakukan penggambaran ulang berdasarkan kenyataan langsung yang
bisa diindrakan.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dalam proses penulisan sejarah sebagai kisah, pertanyaan-pertanyaan
dasar itu dikembangkan sesuai dengan permasalahan yang perlu diungkap dan
dibahas. Sedangkan Penelitian kebudayaan juga termasuk suatu usaha
memahami fakta yang keberadannya diwakili oleh suatu yang lain. Meneliti
kebudayaan, peneliti harus berfikir secara reflektif. Maksudnya harus dalam
menggambarkan fakta peneliti harus melakukan penggambaran ulang
berdasarkan kenyataan langsung yang bisa diindrakan.
B. Saran
Penulis menyadari makalah ini masih banyak kekurangan, maka dari
itu masukan yang bersifat membangun sangat penulis perlukan demi
perbaikan makalah ini. Penulis berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat
bagi para pembaca dan juga penulis khususnya.

100
DAFTAR PUSTAKA

Gunawan Imam. 2015 Penelitian Sejarah, Universitas Negeri Malang:The Learning


University
Basuki Sulistyo. 2003 Manajemen Arsip Dinamis. Pengantar Memahami dan
Mengelola Informasi dan Dokumen, Jakarta:Gramedia.

101

Anda mungkin juga menyukai