TAHQIQ AN-NUSUS
DISUSUN OLEH:
MAKASSAR 2011
1
BAB I
STUDI FILOLOGI
1.1 PENGANTAR
Filologi selama ini dikenal sebagai ilmu yang berhubungan dengan karya masa
lampau yang berupa tulisan. Studi terhadap karya tulis masa lampau dilakukan karena
adanya anggapan bahwa dalam peninggalan tulisan terkandung nilai-nilai yang masih
Berbeda dengan produk masa kini, hasil cipta masa lampau pada saat ini berada dalam
kondisi yang tidak selalu dapat diterima dengan jelas dan sering dikatakan “gelap” atau
“tidak jelas” oleh pembaca masa sekarang. Sebagai akibatnya banyak karya tulisan masa
menginformasikan buah pikiran, buah perasaan, dan informasi mengenai berbagai segi
kehidupan yang pernah ada. Karya-karya dengan kandungan informasi mengenai masa
lampau itu tercipta dari latar sosial budaya yang tidak ada lagi atau yang tidak sama
dengan latar sosial budaya masyarakat pembaca masa kini. Dalam pada itu, peninggalan
tulisan yang berasal dari kurun waktu beberapa puluh atau ratus tahun yang lalu pada saat
ini sudah mengalami kerusakan, atau berwujud sebagai hasil dari suatu proses penyalinan
yang telah berjalan dalam kurun waktu yang lama. Di samping itu sebagai produk masa
lampau, bahan yang berupa kertas dan tinta serta bentuk tulisan, dalam perjalanan waktu,
semenjak diciptakan sampai pada saat ini telah mengalami kerusakan atau perubahan,
baik karena faktor waktu maupun karena faktor kesengajaan dan penyalinannya. Gejala
demikian terbaca pada munculnya variasi bacaan dalam karya tulisan masa lampau.
menuntut cara untuk mendekatinya. Sebagai akibat, upaya untuk menggali informasi
yang tersimpan dalam karya tulisan yang berupa produk masa lampau itu harus
berhadapan dengan kondisi karya yang selain materi yang diinformasikan tidak lagi
dipahami oleh pembaca masa kini, juga dengan kondisi fisiknya yang sudah tidak
pendekatan yang memadai. Untuk membaca karya-karya tersebut diperlukan ilmu yang
2
mampu menyiangi kesulitan-kesulitan akibat kondisinya sebagai produk masa lampau.
Dalam hal inilah, ilmu filologi diperlukan. Jadi filologi merupakan satu disiplin yang
diperlukan untuk satu upaya yang dilakukan terhadap peninggalan tulisan masa Iampau
Kandungan yang tersimpan dalam karya-karya tulisan masa lampau tersebut pada
dengan demikian, merupakan satu disiplin yang berhubungan dengan studi terhadap hasil
budaya manusia pada masa lampau. Pengertian hasil budaya di sini dipakai untuk
menyebut antara lain buah pikiran, perasaan, kepercayaan, adat kebiasaan, dan nilai-nilai
yang berlaku dalam suatu masyarakat. Jadi, filologi merupakan disiplin yang tergolong
2) Anggapan adanya nilai-nilai yang terkandung dalam peninggalan tulisan masa lampu
3) Kondisi fisik dan substansi materi informasi akibat rentang waktu yang panjang.
lampau yang tidak ada lagi atau tidak sama dengan latar sosial budaya pembaca masa
kini.
bidang bahasa, sastra, dan kebudayaan. Penelitian filologi merupakan salah satu cara
ucapan, cara membuat kalimat, dan lain-lain yang tercakup dalam pengertian “tata
2) Filologi berkepentingan dengan makna kata secara khusus, karena tujuannya adalah
kejelasan kata secara menyeluruh dan sesuai kata demi kata, baik yang tertulis maupun
lisan.
3
3) Ilmu sastra (kesusasteraan) yang berkepentingan dengan penilaian atau ungkapan
bahasa jika di lihat dan sudut estetika. Filologi juga dipandang sebagai ilmu yang
kata dan berusaha untuk memurnikan teks dan kesalahan-kesalahan yang terjadi dalam
proses penyalinan.
diketahui apa yang dimaksud dengan naskah. Yang dimaksud dengan naskah di sini ialah
semua bahan tulisan tangan peninggalan nenek moyang kita pada kertas, lontar, kulit
kayu, dan rotan.Tulisan tangan pada kertas itu biasanya dipakai pada naskah- naskah
berbahasa Melayu dan berbahasa Jawa, lontar banyak dipakai pada naskah- naskah
berbahasa Jawa dan Bali, kulit kayu dan rotan biasa dipakai pada naskah-naskah
berbahasa Batak. Dalam bahasa latin naskah disebut dengan codex, dalam bahasa
lnggeris disebut dengan manuscript, dan dalam bahasa Belanda disebut dengan
handschrift. Hal ini perlu dijelaskan untuk membedakan peninggalan tertulis pada batu.
Batu yang mempunyai tulisan itu disebut piagam, batu bersurat, atau inskripsi. Dan ilmu
dalam bidang tulisan pada batu disebut efigrafi. Efigrafi merupakan bagian dari
arkeologi.
Kata filologi berasal dari bahasa Yunani philologia yang berupa gabungan kata
dan kata philos yang berarti “teman” dan Logos berarti “pembicaraan” atau i1mu”. Dalam
belajar”, “senang kepada ilmu”, “senang kepada tulisan-tulisan” dan kemudian “senang
kepada tulisan-tulisan yang bernilai tinggi” seperti “karya-karya sastra” Dalam bahasa
“Tahqiq sebuah teks atau nash, melihat sejauh mana hakekat sesungguhnya
yang terkandung dalam teks. Mengetahui suatu berita dan yakin akan
kebenarannya. Oleh sebab itu yang dimaksud dengan “tahqiq” dalam bahasa
ialah pengetahuan yang sesungguhnya dan berarti juga mengetahui hakekat
suatu tulisan”
4
Oleh sebab itu, sebagaian ahli filologi mengadakan tahqiq pada suatu teks tidak
menyebutkan dirinya muhaqiq, yang mentahqiq teks. Mereka cenderung memakai kata
sahahhahu yang berarti telah diperiksa atau dikoreksi qura ‘uhu, telah dibaca oleh
qaranuhu, artinya telah diperbandingkan dengan naskah aslinya, atau I ‘tuna bihi, artinya
dipelihara dan dijernihkan oleh ...... sekarang istilah yang paling populer dan umum
dipakai di kalangan para ahli tahqiq adalah kata haqquhu atau tahqiq fulan yang berarti
Tahqiq adalah penelitian yang cermat terhadap suatu karya yang mencakup :
• Apakah benar karya yang diteliti /ditahqiq merupakan karangan asli pengarangnya
• Mentahqiq dan mentakhrij semua ayat-ayat al-Qur’an dan sunnah serta menyebut
• Memberi penjelasan tentang hal-hal yang kurang jelas, seperti nama orang, tanggal
Dengan demikian tahqiq merupakan usaha keras untuk menampilkan karya klasik
berupa karya-karya besar yang sangat berarti bagi umat Islam, yaitu mulai dari
pengumpulan nash-nash Al-Qur’an, sunnah Nabi saw, dan karangan para ulama terdahulu
dalam berbagai ilmu keislaman. Ketelitian dalam menelusuri dan mengumpulkan nusus
Al-AQur’an yang tertulis dalam berbagai materi pada tahap Islam sampai dapat
terkumpul pada mushaf Usman ra adalah bukti pertama atas ketelitian. Meskipun
demikian Al Qur’an telah dijamin oleh Allah swt. Namun dalam menelusuri dan
rnengkodifikasi Al Qur’an sesuai dengan bunyi aslinya sampai kepada kita dalam
keadaan sempurna. Berkat ketelitian itu pula dapat diketahui perubahan-perubahan yang
dilakukan oleh oknum-oknum yang berusaha mengacau kitab suci Al Qur’an setiap
zaman. Hal yang sama terjadi pula pada pengumpulan hadis Rasulullah saw. Para ulama
meneliti dan mencari hadis-hadis di pelosok kerajaan Islam. Mereka sangat hati-hati
5
dalam mencari suatu periwayatan yang mencakup dua sisi: perawi atau orang yang
meriwayatkan isi hadis dalam istilah ilmu hadis disebut sanad dan teks hadis itu sendiri
sumber dalam segala bidang, seperti tafsir, yang menggunakan riwayat, sehingga
dinamakan tafsir bil Ma’sur, juga di bidang fiqih dan akidah. Melalui tahqiq dan
penerbitan-penerbitan awal yang sangat teliti ilmu-ilmu itu telah sampai dengan
zaman pra Islam, seperti di Jazirah Arab. Syair-syair zaman Jahiliah, silsilah keturunan
yang terkenal dihapal dan disampaikan dengan lisan secara turun temurun. Mereka
mengetahui siapa penyair yang pernah mengucapkan walaupun satu bait. Demikian pula
halnya dalam ilmu bahasa. Sebagai contoh upaya mentahqiq kitab mu’jam al A’in, karya
al Khalil bin Ahmad. Buku itu mendapat perhatian dan diteliti secara mendalam dari para
ulama bahasa Arab melalui penelitian terhadap materi buku, perawinya, tanggal
ditulisnya, masa hidup para gurunya, dan tempat pertama diluncurkan bukunya. Semua
itu dilakukan untuk meyakini kebenaran nisbah buku kepada al KhaliI bin Ahmad. di
tempat tinggalnya. Mengenai zamannya ternyata jauh setelah wafatnya al Khalil. Kitab
itu keluar pada abad ke-3 H, berarti 80 tahun setelah wafatnya. Melalui penelitian dan
tahqiq yang cermat ternyata buku itu mengandung banyak riwayat yang berasal dari al
asmo dan Ibnu al-Arabi, sedangkan keduanya termasuk dalam generasi yang berikut al
KhaIil, sehingga tidak mungkin bila al Khalil mengambil riwayat dari mereka. Bukan
hanya itu, para ulama ahli bahasa meneliti lebih jauh tentang materi Mu’jam al-Ain,
buku itu. Perbedaan dan kerusakan urutan buku menjadikan para ulama untuk waktu yang
cukup lama tidak mau merujuk pada buku itu dan meragukan bahwa al khalil adalah
pengarangnya.
6
1.2.2 Filologi Secara Istilah
Istilah kata “filologi” mulai dipakai kira-kira abad ke-3 SM oleh sekelompok ahli
dari Iskandariyah yaitu untuk meyebut keahlian yang diperlukan untuk mengkaji
peninggalan tulisan yang berasal dari kurun waktu beratus-ratus tahun sebelumnya. Ahli
dari Iskandariyah yang pertama kali melontarkan istilah “filologi” bernama Eratosthenes.
Informasi mengenai masa lampau suatu masyarakat, yang meliputi berbagai segi
baik yang berupa benda-benda budaya maupun karya-karya tulisan. Karya tulisan pada
informasi secara terurai. Apabila informasi yang terkandung dalam karya-karya tulisan
mempunyai cakupan informasi yang luas, menjangkau berbagai segi kehidupan masa
lampau, maka pengetahuan yang dipandang mampu mengangkat informasi yang luas dan
menyeluruh itu dipahami sebagai kunci pembuka pengetahuan. Oleh karena itulah,
kemudian filologi mempunyai arti ilmu pengetahuan tentang segala sesuatu yang pernah
diketahui orang, sebagaimana yang dikemukakan oleh Philip August Boekh. Dan
tulisan masa lampau disebut sebagai pintu gerbang untuk mengungkapkan khasanah masa
Sebagai hasil budaya masa lampau, peninggalan tulisan perlu dipahami dalam
besar bagi upaya memahami kandungan isinya. Mengingat bahwa lapis awal dari karya
tulisan masa lampau berupa bahasa, maka pekerja filologi pertama-tama dituntut untuk
memiliki bekal pengetahuan tentang bahasa yang dipakai dalam karya tulisan lama
tersebut. Hal ini juga berarti pengetahuan kebahasaan secara luas diperlukan untuk
membongkar kandungan isi karya tulisan masa lampau. Dengan demikian, seorang
pekerja filologi, harus pula ahli bahasa. Dari situasi inilah kemudian filologi dipandang
7
Dalam konsep ini, filologi dipandang sebagai ilmu dan studi bahasa yang ilmiah,
seperti pada saat ini yang dilakukan linguistik. Apabila studinya dikhususkan terhadap
teks-teks masa lampau, filologi memperoleh makna sebagaimana yang terdapat pada
filologi berupa karya-karya yang mempunyai nilai yang tinggi di dalam masyarakat.
pengertian tentang istilah filologi sebagai studi sastra atau ilmu sastra. Filologi dengan
Filologi dipakai juga untuk menyebut ilmu yang berhubungan dengan studi teks,
yaitu studi yang dilakukan dalam rangka mengungkapkan hasil budaya yang tersimpan di
dalamnya. Pengertian demikian dijumpai pada filologi di negeri Belanda. Sejalan dengan
pengertian ini, di Prancis filologi mendapatkan pengertian sebagai “studi suatu bahasa
melalui dokumen tertulis dan studi mengenai teks lama beserta penurunan (transmisi
)nya.
sebagaimana yang terungkap dalam teks aslinya. Studinya menitikberatkan pada teks
merupakan suatu disiplin yang ditujukan pada studi tentang teks yang tersimpan dalam
peninggalan tulisan masa lampau. Studi teks ini didasari oleh adanya informasi tentang
hasil budaya manusia pada masa lampau yang tersimpan di dalamnya. Oleh karena itu,
sebagai suatu disiplin, filologi tergolong dalam ilmu-ilmu kemanusiaan yang bertujuan
untuk mengungkapkan hasil budaya masa lampau yang tersimpan dalam peninggalan
yang berupa karya tulisan. Konsep tentang “kebudayaan” disini dihubungkan antara lain
dengan buah pikiran , perasaan, kepercayaan, adat kebiasaan, dan nilai-nilai yang berlaku
di dalam masyarakat.
8
Studi filologi di Indonesia, sampai kira-kira permualaan abad ke-20, masih
mengikuti konsep filologi dalam pengertian studi teks dengan tujuan melacak bentuk
mula teks. Mulai akhir abad ke-20 studi filologi di Indonesia berkembang dengan
mempertimbangkan kondisi teks dan naskah yang ada yang disadari tidak sama dengan
kondisi teks dan naskah yang melahirkan disiplin filologi serta kehidupan pernaskahan
yang ada dalam masyarakat pada waktu itu. Sebagai akibatnya, tujuan studi sebagai
Setiap ilmu mempunyai obyek penelitian tidak terkecuali filologi yang tertumpu
pada kajian naskah dan teks klasik. Naskah-naskah peninggalan dalam bentuk tulisan
yang ditulis pada kulit kayu bambu, lontar, rotan, dan kertas. ini artinya bahwa
perjanjian-perjanjian, ukiran, tulisan pada batu nisan di luar pembahasan filologi. Naskah
ditekankan kepada masalah waktu dan periode masa lampau yang disebut di Indonesia
dengan “pramoderen”yaitu suatu kondisi waktu itu pengaruh Eropa belum masuk secara
intensif
1.4. TUJUAN
Sejarah asal mula lahirnya sebagai suatu istilah menunjukkan bahwa filologi
diperlukan dalam rangka upaya mengungkap informasi tentang masa lampau suatu
bermacam-macam pula. Munculnya variasi akibat dan salinan yang tidak setia akan
melahirkan informasi yang bermacam-macam. Lain daripada itu, kondisi fisik sebagai
peninggalan masa lampau tidak sempurna lagi: tulisannya rusak, bahasanya tidak lagi
dipakai, dan faktor-faktor sosial budaya yang melatarbelakangi lahirnya kandungan teks
berbeda.
9
Kondisi peninggalan tulisan penyimpan informasi masa lampau seperti
dikemukakan di atas memperlihatkan bahwa teksnya telah disalin berkali-kali dan dalam
penyalinan itu teksnya telah mengalami perubahan. Perubahan dapat terjadi karena
beberapa faktor ialah faktor usia, yaitu kerusakan akibat dimakan waktu, faktor
Dari sikap-sikap memandang gejala variasi dalam teks-teks yang tersimpan dalam
naskah lama, muncul tugas kerja studi filologi yang bermacam-macam. Filologi yang
memandang variasi sebagai bentuk korup kerjanya bertujuan menemukan bentuk mula
teks atau yang paling dekat dengan bentuk mula teks. Gejala yang terlihat pada bacaan
yang berbeda-beda untuk suatu informasi dan terlihat pada sejumlah kerusakan dan
teks yang asli yaitu seperti yang dihasilkan pertama kali yaitu kandungan teks yang
belum mengalami perubahan dalam proses transmisinya itu. Motivasi yang melahirkan
kerja filologi pada awal mulanya ini melahirkan tujuan yang berupa menemukan bentuk
menemukan makna kreasi yang muncul dalam bentuk kreasi. Kerja filologi ini
memandang penyalin adalah manusia penyambut teks yang kreatif. Kreatifitas si penyalin
didukung selain oleh subyektifitasnya selaku manusia pembaca teks yang akan disalin,
juga pada beberapa produk tulisan masa lampau disebabkan oleh kondisi pernaskahan
suatu masyarakat, sebagaimana yang ada di nusantara. Pandangan tentang studi filologi
demikian banyak dan berkaitan dengan konsep estetika resepsi dalam ilmu sastra.
Penyalinan itu teksnya telah mengalami perubahan. Perubahan dapat terjadi karena
beberapa faktor ialah faktor usia, yaitu kerusakan akibat dimakan waktu, faktor
dan faktor subyektifdari penyalin. Tujuan kerja filologi dapat dirinci sebagai berikut:
Tujuan Umum
10
• Mengungkapkan nilai-nilai budaya masa lampau
Tujuan Khusus
• Mengungkapkan bentuk mula teks yang tersimpan dalam peninggalan tulisan masa
lampau
• Menyajikan teks dalam bentuk yang terbaca oleh masyarakat masa kini yaitu dalam
bentuk suntingan.
Indonesia memiliki nilai yang tinggi, apapun itu, kita sekaligus harus mengakui bahwa
nilai itu tidak selalu jelas, sesuatu yang mencengangkan pembaca dalam menghadapi
halaman yang tercetak rapi. Pertama-tama, sedikit sekali teks dalam hentuk cetakan.
Salah satu keuntungan percetakan, selain dapat didistribusi dalam jumlah yang sebanyak
mungkin, ialah bahwa pencetakan mendorong konsumsi. Bentuk fisik dan penampilan
buku, yang merupakan wahana untuk menyajikan isi kepada pembaca, memang
mempunyai pengaruh pada sikap (mungkin secara tidak sadar) terhadap buku itu,
tergantung pada harapan kita dalam hubungan dengan buku itu. Di dalam tradisi Barat
dalam hal buku cetakan, berapa sering orang tidak jadi membuka buku dan membacanya
karena penampilannya yang membosankan dan kuno? Atau, sebaliknya, orang tertarik
pada sampul yang cerah, cetakan yang terang, dan kertas bermutu?
Begitu pula, jika karya sastra untuk masyarakat umum hanya tersedia dalam
sebuah atau sejumlah kecil naskah masing-masing ditandai oleh keunikan tersendiri dan
ditulis dengan tangan yang khas --maka dalam menghadapi kesulitan ini, kesempatan
untuk mengikuti alur cerita atau menangkap amanatnya, apalagi menikmati manfaat
sastranya, relatif lebih keci1. Begitu pula, jika seseorang telah membantu kita membuat
transliterasi dari tulisan asli ke tulisan yang lebih kita kenal, dan mengetiknya, maka kita
selangkah lebih maju. Namun, kita masih menghadapi masalah lain: teks itu mungkin
ditulis dalam bahasa atau idiom yang tidak kita kenal, dengan hasil yng sama--apresiasi
yang semestinya terhadap gagasan penulis masih sulit dicapai. Bagi mahasiswa bahasa
dan sastra Indonesia, ini adalah kenyataan yang sudah mereka kenal, yang di satu pihak
11
disebabkan latar belakang mereka yang sangat berbeda dalam hal waktu dan tempat dan
latar asli, dan dilain pihak disebabkan kondisi terbelakang dan studinya, yang kekurangan
tidak saja teks yang bagus tetapi juga sering alat bantu dasar seperti buku gramatika dan
kamus yang memadai, belum lagi sejarah kesusastraan, yang sudah dimengerti di daerah
Di sinilah letak tugas filolog. Makna istilah ini, secara harfiah ’‘pençinta kata-
kata’, sebagaimana lazimnya digunakan dalam bidang studi bahasa Indonesia, akan
dijelaskan di bawah ini. Di situ akan diperlihatkan bahwa filologi mencakup jauh lebih
banyak daripada sekadar ‘kritik teks”.di satu pihak juga berbeda, walaupun berkaitan
dengan, teori sastra. Di lain pihak linguistik. Kita akan melihat bahwa untuk
proses perlu dilibatkan. Dan semua tugas filolog ini dapat diringkas dalam membuat teks
terbaca dimengerti”.
Agar sebuah karya sastra klasik terbaca/dimengerti, pada dasarnya, ada dua hal
yang harus dilakukan: menyajikan dan menafsirkan. Salah satu aktivitas tidak akan
lengkap tanpa aktivitas yang lain. Konsepsi tentang tugas filolog ini lebih lüas daripada
yang dikenal dari. buku klasik Eropa atau studi al-Kitab di Eropa, yang menekankan
kritik teks secara tradisional. Kita menganggap tugas ini hanya membandingkan berbagai
bacaan dan naskah yang berbeda-beda, membuat stemma, dan dengan demikian membuat
edisi kritik teks dan bahasa Yunani dan Latin, warisan yang dikenal baik oleh sarjana di
Kedua aktivitas filolog adalah penyajian dan interpretasi, jika mungkin, harus
ditempatkan dalam satu jilid yang sama, yang disebut “edisi teks”. Inti dari edisi itu
adalah edisi teks itu sendiri yang apabila sesuai, disertai pembahasan tentang sumbernya,
bacaan-bacaan varian, catatan tempat yang tidak jelas. Namun, semua ini masih tidak
lengkap tanpa pengantar. Di sini orang berharap akan menemukan tanggal atau periode
karyá terrsebut; beberapa petunjuk tentang latar sosialnya--misalnya apakah karya itu
dibuat oleh orang-orang istana, rakyat biasa, atau mungkin kelompok agamatertentu?;
daerah dan kelompok etnik yang menghasilkannya; acuan pada aliran sastra dan karya-
karya sejenis, baik yang lebih awal maupun yang belakangan; dan terakhir informasi
tentang bagaimana karya itu digunakan dahulu dan sekarang--dalam upacara keagamaan,
12
misalnya, untuk menghibur, dan apakah karya itu dimaksudkan untuk dibaca dalam hati
atau dibaca dengan mengeluarkan suara? Dan seterusnya. Rincian pertanyaan ini
membuat kita dapat melihat teks itu dengan pengertian yang benar dan menambahkan
dimensi baru dalam hal makna yang sering dapat membantu kita membuat interpretasi
yang benar. Sebagai langkah lebih lanjut, ada juga alasan yang bagus untuk menawarkan
terjemahan. yairu terjemahan adalah cara merekam interpretasi yang dianggap terbaik
oleh penyunting, sebagai hasil dan studi yang lama dan cermat. Tidak ada yang
menyatakan bahwa hanya ada satu cara untuk menafsirkan, demikian juga
menerjemahkan teks, tetapi sebaliknya jumlah interpretasi yang sah bukan tidak terbatas.
Tafsiran itu mungkin relatif lebih, atau kurang, tepat, dan dapat dinilai menurut norma-
norma gramatika, idiom, dan leksikon yang dapat diterima. Bersamaan dengan
misalnya yang berkaitan dengan latar belakang budaya, yang mungkin tidak akan jelas
atau membingungkan bagi pembaca yang menjadi sasaran terjemahan itu. Semua
aktivitas mi termasuk tugas filolog yang rajin dan dimasukkan dalam istilah penyajian
dan interpretasi yang merupakan aspek untuk membuat teks itu dapat dimengerti
(Robson, 9-11)
naskah. Penyunting teks yang baik, menafsirkan, menjelaskan latar belakang sosiobudaya
dari teks yang diterbitkan. Sementara itu, Harjati Soebadio mengatakan bahwa tugas
filolog ialah untuk mendapatkan kembali naskah yang bersih dari kesalahan-kesalahan.
Hal ini berarti filolog memberikan pengertian yang sebaik-baiknya dan bisa
dipertanggungjawabkan sehingga kita dapat mengetahui naskah yang paling dekat dengan
aslinya.
Naskah yang sebelumnya telah mengalami penyalinan ulang serta sesuai dengan
waktu penyalinan tersebut. Hal ini penting sebab menurut Harjati jika teks telah bensih,
maka akan terhindar dari interprestasi yang salah. Kalaulah demikian, telah jelas bahwa
suatu nankah. harus diteliti terlebih dahulu secara cermat. Bila teks hanya terdapat dalam
satu naskah yang lazim disebut naskah tunggal atau codex unicus, maka peneliti
13
mengadakan penelitian secermat mungkin terhadap teks itu. Akan tetapi, bila teks
terdapat dalam beberapa naskah dan terdiri atas berbagai varian serta banyak kopinya,
14
BAB II
2.1 PENGANTAR
Kedudukan filologi di atara ilmu lain erat kaitannya dengan obyek penelitian
filologi. Disini akan nampak hubungan timbal balik, saling membutuhkan. Untuk
kepantingan tertentu filologi memandang ilmu lain sebagai ilmu bantunya, demikian pula
ilmu lain untuk kepentingan tertentu menganggap filologi sebagai ilmu bantunya.
Filologi merupakan suatu cara bekerja untuk memahami menelaah suatu naskah.
Hasil telaah itu dapat dipergunakan untuk memahami perkembangan cara berpikir, adat-
istiadat pada waktu itu bahkan dapat dipergunakan oleh ilmu lain dalam mengkaji
bidangnya. Sebaliknya untuk memahami filologi diperlukan ilmu lain. Misalnya, untuk
memahami kesusastraan Melayu lama, sebagian besar adalah warisan zaman Melayu
Sriwijaya, Pasai, Malaka, Aceh, Johor dan Riau.. Maka untuk dapat memahaminya,
masyarakat budaya yang melahirkan naskah, dan ilmu sastra untuk mengungkapkan nilai-
nilai sastra yang terkandung di dalamnya. Diperlukan pula ilmu bantu yang dapat
teks. Sebab itu ahli filologi memerlukan ilmu-ilmu bantu seperti: Iinguistik, pengetahuan
bahasa, paleografi, ilmu sastra, ilmu agama sejarah kebudayaan, antropologi, dan folklor.
1. Linguistik.
Bantuan linguistik kepada filologi sudah terlihat sejak awal perkembangan. Linguistik
sangat mengutamakan bahasa tulis, termasuk di dalamnya bahasa naskah, bahkan studi
bahasa sampal abad ke-19 dikenal dengan nama filologi. Dalam perkembangan akhir,
Ada beberapa cabang linguistik yang dipandang dapat membantu filologi, antara
lain, etimolog, sosiolinguistik, dan stylistik. Etimologi, yaitu ilmu yang mempelajari asal-
usul dan sejarah kata, telah lama menarik perhatian ahli filologi. Hampir dapat dikatakan
bahwa pada setiap pengkajian bahasa teks, selalu ada yang bersifat etimologis. Hal ini
15
disebabkan oleh karena bahasa-bahasa naskah Nusantara banyak yang mengandung kata
serapan dan bahasa asing, yang dalam perkembangan sejarahnya perubahan bentuk dan
kadang-kadang juga perubahan arti. Maka untuk pengkajian teks klasik dan
perubahan bentuk dan makna kata menuntut pengetahuan tentang fonologi, morfologi,
dan semantik, yaitu ilmu-ilmu yang mempelajari bunyi bahasa, pembentukan kata, dan
makna kata. Ketiganya juga termasuk linguistik. Sebagai contoh timbulnya kata
fonologi dan morfologi dalam pengkajian etimologis. Kedua kata ni secara etimologis
bentuknya yang benar ialah “mungkir’, diserap dari bahasa Arab “mungkir”.
untuk menekuni bahasa teks. Melalui ilmu ini dapat diketahui ada tidaknya ragam bahasa
atau alih kode yang erat kaitannya dengan konvensi masyarakat. Hasil kajian seperti ini
dalam naskah.
Stylistika, yaitu cabang linguistk yang menyelidiki bahasa sastra, khususny gaya bahasa,
dan diharapkan dapat membantu filologi dalam menemukan teks ash atau yang paling
Sansekerta, Tamil, Arab, Persia, dan bahasa daerah yang serumpun dengan bahasa
khususnya Jawa Kuno. Dalam naskah Jawa Kuno tampak jelas pengaruh bahasa ini,
seperti penyerapan kosa-kata dan frase. Di samping itu, akan terdapat banyak
cuplikan yang kadang-kadang tanpa terjemahan. Pengaruh semacam ini tampak jelas
b. Bahasa Arab, penggunaan bahasa Arab diperlukan terutama untuk mengkaji naskah-
naskah pengaruh Islam, khususnya yang berisi ajaran tasawuf atau suluk. Dalam
naskah yang demikian banyak jumlahnya, terlihat kata-kata, frase, kalimat, ungkapan,
16
dan nukilan-nukilan dari bahasa Arab. Kadang-kadang bagian pendahuluan teks
yang besar pengaruhnya seperti yang disebut di atas, maka untuk penggarapan
3. Ilmu Sastra,
Ilmu sastra diperlukan bila menangani teks yang berisi cerita rekaan (fiksi).
Sebagai contoh, antara lain teks-teks Melayu yang tergolong cerita pelipur lara, cerita
jenaka, cerita wayang, cerita panji, dan cerita pahlawan Islam. Untuk menangani teks-
teks sastra, filologi memerlukan cara-cara pendekatan yang sesuai dengan sifat objeknya,
Ilmu sastra telah dipelajari sejak zaman Aristoteles. Indikasi ciri terdapat dalam
buku politika, hasil karya Aristoteles yang dipandang sebagai karya besar tentang teori
sastra yang paling awam. Sebuah karya sastra mempunyai unsur-unsur, antara lain, alur,
latar, perwatakan, pusat pengisahan, dan gaya, yang kesemuannya terjalin menjadi satu
struktur atau satu kesatuan organis. Pembahasan mengenai unsur-unsur ini termasuk
karya sastra dengan tehnik dan metode yang diarahkan kepada dan berasal dari karya itu
sendiri. Sampai sekarang para ahli filologi lebih banyak melakukan pendekatan intrinsik,
dilakukan Sulastin Sutrisno terhadap naskah Hikayat Hang Tuah, pada 1979. Baru-baru
inii terdapat pula pendekatan reseptif yaitu suatu pendekatan yang menitikberatkan
Nusantara, mengingat adanya tradisi penyalinan naskah yang tampak berbeda-beda, dan
Di samping hal-hal yang telah disebut di atas, dalam ilmu sastra muncul suatu
cabang yang relatif baru, yaitu sosiologi sastra yang mempermasalahkan 3 hal:
17
masyarakat terhadap karyanya, masyarakat mana yang dituju dalam karangannya
itu;
3. Fungsi sastra dalam masyarakat. Pendekatan ini lebih bersifat ekstrinsik sehingga
akan terlihat betapa pengaruh yang ditinggalkan oleh agama- agama Hindu, Budha, dan
terakhir Islam. Dalam naskah Jawa Kuno misalnya, akan tampak jelas pengaruh agama
Hindu dan Budha. Terdapat sejumlah besar naskah Jawa berisi ajaran agama, seperti,
Kamahayanikam dan Kunjarakama untuk agama Budha. Dalam naskah / Melayu baru
tampak pengaruh agama Islam. Dapat disimpulkan antara lain; penulisan syair Hamzah
Sumatrani, Nuruddin ar-Raniri, dan AbdurRauf Singkel. Naskah Islam baru dapat
dipahami oleh pembaca yang memiliki pengetahuan sejarah Islam yang luas dan ajaran
Budha dan Islam. Melalui sejarah kebudayaan akan diketahui pertumbuhan dan
dengan pendekatan historis karya- karya lama, antara lain; sistem masyarakat. kesenian,
ilmu pengetahuan, dan agama. Tanpa menguasai latar belakang pengetahuan tersebut,
misalnya, orang tidak akan dapat menilai dengan tepat suatu episode yang melukiskan
seorang istri terjun ke dalam api pembakaran mayat suaminya dengan disaksikan oleh
Jawa Kuno seperti Samaradahana dan Kunjarakama. Begitu pula halnya dengan sastra
Metayu, yang selalu menggambarkan garis keturunan raja-raja yang ditarik ke atas
sampai kepada nenek moyangnya yang kelahirannya tidak wajar, misalnya dan buih,
bambu, atau turun dan langit, atau lahir dan peristiwa yang ada kaitannya dengan air.
Sebagai contoh, Hikayat Raja- Raja Pasai, (putri Betung lahir dan bambu; Merah Gajah:
18
ditemukan di atas kepala gajah yang m mandikannya di sungai), Hikayat Aceh, (putri
Dewi Indra: keluar dan bambu), Hikayat Bandjar (putri Junjung Buih: keluar dan buih;
Raden Putra: di pangkuan Raja Majapahit yang sedang bertapa), dan Hikayat Iskandar
6. Antropologi
Ahli filologi dapat memanfaatkan hasil kajian antropologi sebagai suatu ilmu
yang berobyek penelitian manusia. Hal ini disebabkan oleh penggarap l naskah tersebut
yang tidak dapat dilepaskan dan konteks budaya masyarakat yang melahirkannya.
7. Folklor,
Folklor sebagai bagian dan ilmu antropologi, hampir menyentuh setiap aspek
kehidupan masyarakat tradisional. Folklor telah ada sejak abad ke-19. Unsur budaya yang
dirangkumnya secara garis besar dapat digolongkan menjadi dua yaitu golongan unsur
budaya yang materinya berifat lisan dan golongan unsur budaya yang bersifat upacara-
upacara. Termasuk golongan pertama, antara lain; mitologi, legenda, cerita asal-usul
(penciptaan dunia, nama terrpat, binatang, tanaman dsb.), cerita pelipur lara, dongeng,
mantra, tahyul, teka teki, peribahasa, dan drama tradisional Termasuk kelompok kedua,
Peristiwa kelahiran sastra lama atau tradisionil berbeda dengan kelahiran suatu
cipta karya sastra modern. Dalam dunia tradisional hubungan antara sastra dan
masyarakat tempat sastra tersebut lahir sangan erat. Sastra beredar dalam masyarakat dan
menjadi miliknya selama beberapa waktu sebelum dicatat. Sehingga jelas batas antara
sastra lisan dan tulisan sangat samar. Jika pada suatu saat ada seorang penulis
sebagai penciptanya. Oleh sebab itulah, sebagian besar sastra tradisional seperti sastra
Melayu Lama, sastra Jawa Tengah, dan Jawa Baru, bersifat anonim. Bahkan, Tun Sri
Lanang yang dianggap sebagai pengarang Sejarah Melayu sebenarnya menyusun buku itu
berdasarkan tradisi lisan dan tulisan yang beredar pada masa itu, karena dikhawatirkan
19
2.3 Filologi sebagai ilmu bantu ilmu lain
Obyek filologi adalah terutama teks atau naskah lama. Sedangkan hasil
kegiatannya antara lain berupa suntingan naskah. Ada beberapa suntingan, menurut
metode yang digunakan, misalnya suntingan diplomatis, fotografis, populer. kritis atau
ilmiah. Suntingan naskah biasanya disertai catatan berupa aparat kritik, kajian bahasa
naskah, singkatan naskah, bahasa teks, dan terjemahan teks ke dalam bahasa nasional
apabila teks dalam bahasa daerah dan ke dalam bahasa internasional apabila suntingan
Dalam pengertian penyajian teks seperti tersebut di atas itulah filologi bertindak
sebagai ilmu bantu bagi ilmu-ilmu yang menggunakan naskah larna scbagai objek
penelitian. Mengingat bahwa kandungan naskah lama itu beraneka ragam, maka fiologi
akan membantu berbagal ragam ilmu. Beberapa di antaranya ialah linguistik, ilmu sastra,
ilmu sejarah, sejarah kebudayaan. ilmu hukum adat, ilmu agama, ilmu filsafat.
lama hasil kerja filologi mungkin juga membutuhkan hasil kajian bahasa teks lama oleh
ahli filologi. Pada umumnya ahli linguistik mempercayakan pembacaan teks-teks lama
kepada para ahli filologi. Dengan demikian terdapat hubungan timbal balik antara filologi
sastra. Sebaliknya sekarang ini karena pesatnya kemajuan ilmu sastra, maka filologi
dipandang sebagai cabang ilmu sastra. Bantuan filologi kepada ilmu sastra terutama
berupa penyediaan suntingan naskah lama dan hasil pembahasan teks yang mungkin
dapat dimanfaatkan sebagai bahan penyusunan sejarah sastra maupun teori sastra
moyang, misalnya kepercayaan, adat istiadat, kesenian. dan lain-lain. Lewat pernbacaan
20
naskah-naskah lama, banyak dijurnpai penvbutari atau pemberitahuan adanya unsur-
unsur budava van selcarang telah punah, misalnva isti1ah-isti Iah untuk unsur-unsur
budava bidang musik. takaran, timbangan, ukuran. mata uang, dan sebagainva.
Tanah Jawi. babad Dipanegara (Jawa Baru), Sejarah Melayu. Hikayat Raja-Raja Pasai,
Hikayat Aceh, Suntingan naskah-naskah jenis ini terutama yang proses pcngkajian
filologis. dapat dimanfaatkan sebagat sumber sejarah setelah diuji berdasarkan sumber-
sumber lain (sumber asing, prasasti, dsh.) atau setelah diketahul sifat-sifatnya. Biasanya
peristiwa yang sezaman dengan penulisnva. Itupun banyak yang penyajiannya diperhalus,
yaitu apabila peristiwanya dipandang dapat mengurangi nama baik raja yang sedang
melengkapi informasi sejarah yang lerdapat di dalam sumber-sumber lain, misalnya batu
nisan, prasasti, dan candi. Informasi scjarah dalam batu nisan Sultan Malikus Salih di
Samudra (Aceh tidak akan berbicara banyak sekiranya tidak ditemukan naskah Hikayat
Kecuali yang telah tersebut di atas, ilmu sejarah dapat juga memanfaatkan
suntingan teks jenis lain, bukan jenis sastra sejarah, khususnya teks-teks lama yang dapat
sumber-sumber sejarab di luar sastra. Dalam sastra Melayu misalnya. Hikayat Abdullah
Manfaat Filologi bagi hukum Adat, seperti bagi ilmu terutama pada penyediaan
teks. Banyak naskah nusantara yang merekam adat istiadat seperti yang dikemukakan
sebelumnya. Kecuali itu dalam khasanah sastra nusantara terdapat teks yang
Apa yang disebut undang-undang dalam sastra Melayu lama berbeda dengan apa yang
sebetulnya merupakan adat yang terbentuk dalam masyarakat selama peredaran masa,
21
bukan peraturan seluruhnya yang dibuat oleh raja sebagai penguasa. Penulisannya baru
dilakukan kemudian setelah dirasakan perlunya kepastian peraturan hukum oleh raja atau
setelah ada pengaruh dunia Barat. Contoh undang-undang dalam sastra Melayu: Undang-
Undang Negeri Malaka, (dikenal juga dengan nama Risalah Hukum Kanun. atau Hukum
Kanon) dan Undang-Undang Minangkabau dalam sastra Jawa: Rala Niti. Paniti Raja,
Kapa-Kapa, Surya Ngalam, Nawala Pradata. Angger Sadasa. Kecuali sastra undang-
undang, dalam sastra lama Melayu terdapat teks yang disebut dengan istilah adat,
beberapa kali dikemukakan dalam pembicaraan yang lalu. Juga telah dikemukakan bahwa
naskah-naskah Jawa Kuna banyak diwarnai agama Hindu dan Budha, sedangkan naskah-
naskah Melayu banyak dipengaruhi agama Islam. Pengaruh sastra Islam dalam sastra
Jawa Baru pada umumnya lewat sastra Melayu. Beberapa contoh naskah yang
agama yang sangat berguna. Dari teks-teks semacam itu akan diperoleh gambaran antara
lain: perwujudan penghayatan agama, percampuran agama Hindu, Buddha, dan Islam
Banyak definisi filsafat. tetapi inti sarinya adalah cara berfikir menurut logika
dengan bebas, sedalam-dalamnya hingga sampai ke dasar persoalan. Dilihat dari bidang
objek pemikiran. filsafat dapat dibagi menjadi bebeapa cabang: metafisika (ontologi),
epistemologi, logika. etika. estetika, dan sehagainya. Ada juga yang membaginya
Renungan yang bersifat filsafat yang pernah terjadi pada masa lampau antara lain
dapat digali lewat warisan budaya lama yang berwujud naskah atau teks sastra.
Kehidupan masyarakat tradisional nusantara nampak didominasi oleh nilai-nilai seni dan
22
agama, bahkan menurut Al-Attas (1972) pandangan hidup asli”Melavu-Indonesia” adalah
berdasarkan seni. Kedatangan kebudayaan Hindu tidak mengubah dasar ini. Pemikiran
yang rasional yang olehnva disebut filsafat baru muncul setelah kena pengaruh Islam.
Mengingat hal- hal tersebut, maka renungan-renungan filsalat yang digali dari naskah-
naskah atau teks-teks sastra lama nusantara terutama adalah renungan-renungan filsafat
yang erat kaitannya dengan seni dan agama. yaitu estetika, etika, dan metafisika.
Pada hakikatriva semua karya sastra mengandung pandangan hidup tertentu yang
disajikan secara jelas atau sedikit samar-samar karena pengungkapan batin selalu didasari
naskah atau teks-teks sastrawi, secara teoretis dapat dikaitkan dengan Roman Ingarden
tentang lapis-lapis suatu karya sastra. Ia memperlihatkan beberapa lapis karya sastra,
antara lain terdapat lapis yang disebutnya ‘sifat-sifat metafisika’, yaitu suatu lapis yang
kedahsyatan, suatu karya sastra misalnya menyebabkan kita untuk memikirkannya. lnilah
yang melahirkan makna filsafat suatu karya sastra. Menurut orang Yunani. filsuf-filsuf
dalam sastra hikayat sebagai berikut. Teks-teks sastra hikayat banyak mengandung
keselamatan moralitas yang dijunjung oleh masyarakat pada umumnya. Moralitas yang
demikian bersumber pada keyakinan yang bersifat filsafat atau pemikiran keagamaan.
Lukisan tokoh-tokoh dalam hikayat yang pada umumnya berupa tokoh baik dan tokoh
jahat mencerminkan filsafat yang berdasarkan pandangan hidup sederhana, yakni bahwa
hidup ini pada intinya berupa peperangan antara yang baik dan yang buruk, yang menurut
moralitas umum berakhir dengan kemenangan di pihak yang baik. Dalam sastra
tradisional moralitas umum ini berlaku secara mutlak meskipun disana sini ada
pengecualian.
filsafat yang meliputi aspek-aspek ontologi, kosmologi dan psikologi. Ilmu tasawuf
23
Penggalian filsafat dan teks-teks sastra Nusantara agaknya secara mendalam belum
banyak dilakukan, meskipun jumlah suntingan naskah cukup tersedia. Dengan demikian,
sumbangan filologi kepada filsafat terutama berupa suntingan naskah disertai transliterasi
dan terjemahan ke dalarn bahasa nasional. yang selanjutnya dapat dimanfaatkan oleh para
ahli filsafat. Sebagal contoh dapat disebutkan beberapa suntingan naskab: Sang Hyang
Hikayat Sri Rama. Hikayat Andaken Penurat, Hikayat Banjar, Hikayat Merong
24
BAB IV
Iskandaria di benua Afrika Utara yang kemudian berkembang di Eropa daratan, sampai
Kegiatan filologi di kota Iskandaria dilakukan oleh bangsa Yunani pada Abad ke-
3 S.M. Bangsa ini berhasil membaca naskah Yunani lama yang ditulis pada abad ke-8
dalam huruf Yunani kuno. Huruf ini berasal dari bangsa Funisia. Naskah-naskah itu
ditulis pada daun papirus dan merekam tradisi lisan yang mereka miliki berabad-abad
sebelumnya. Mulai abad S.M 8 sampai 3 S.M. naskah itu berkali-kali disalin, maka
wajarlah kalau mengalami perubahan dari bentuk aslinya. Di kota Iskandariyah pada abad
ke-3 S.M. terdapat pusat ilmu pengetahuan, karena di tempat itu banyak dilakukan telaah
naskah-naskah lama oleh para ahli yang bekerja di tempat tersebut. Mereka berasal dari
daerah sekitarLaut Tengah, terutama bangsaYunani sendiri dari daratan Eropa Selatan.
Pusat studi itu lalu seperti perpustakaan yang menyimpan sejumlah besar naskah, berupa
papirus yang bergulung, berisi berbagai ilmu pengetahuan, seperti ilmu filsafat,
kedokteran, perbintangan, ilmu sastra dan karya sastra, ilmu hukum, dan lain sebagainya
milik bangsa Yunani lama. Perpustakaan itu menempati bangunan pada waktu itu
dinamakan museum. aslinya sebuah kuil untük memuja 9 orang dewi Muses dalam
mitologi Yunani. Para penggarap naskah-naskah itu kemudian dikenal dengan ahli
filologi, dan yang pertama-tarna memakai nama itu ialah Eraiosthenes. Para ahli fiiologi
pada waktu itu benar-benar memiliki ilmu yang luas, karena untuk memahami isi naskah
itu orang harus mengenal hurufnya, bahasanya, dan yang dikandungnya. Setelah dapat
membaca dan memahamiisinya, mereka lalu menulisnya kembali dalam huruf yang
digunakan pada waktu itu dan bahasa yang dipakai waktu itu juga. Dengan demikian
kebudayaan Yunani lama yang memiiiki nilai luhur itu dapat dikenal oleh masyarakat
25
Metode yang mereka.gunakan untuk menelaah naskah-naskah itu kemudian
dikenal dengan ilmu filologi. Metode awal itu dilakukan demikian; pertama-tama mereka
komentar atau tafsiran serta penjelasan secukupnya. Para ahli filologi pada taraf awal ini
menguasal ilmu dan kebudavaan Yunani lama sehingga dikenal dengan nama aliran atau
mazhab Iskandariyah.
fiologi juga sebagai kegiatan perdagangan? Untuk tujuan ini penyalinan naskah biasanya
dilakukan oleh para budak yang pada waktu masih banyak dan mudah
terjadilah sermakin banvak naskah yang menyimpang dari teks aslinya. Salin menyalin
naskah dengan tangan mudah menimbulkan bacaan yang rusak korup (corrupt). karena
kelidaksengajaan. atau karena penyalin bukan ahlinya, mungkin juga karena keteledoran
penyalin. Bahan-bahan yang ditelaah pada awal pertumbuhan ilmu filologi seperti
Humerus, Plato, Menander, Herodotus, Hipocrates, Socrates, dan Aristoteles yang isinya
ber bagai ilmu pengetahuan dan filsafat, serta karya sastra yang tinggi mutunya.
ke selatan, berpusat di kota Roma dan melanjutkan tradisi filologi Yunani mashab
Iskandariyah.
dalam bahasa Latin yang sejak abad ke-3 S.M. telah digarap secara filologi. Naskah-
naskah Latin itu berupa prosa, antara lain tulisan Cicero dan Varro. Kegiatan ini mungkin
mengikuti kegiafiologi Yunani pada abad ke-3 S.M. di Iskaridariyah, dan isi naskah-
naskah itu banyak mewarnai dunia pendidikan di Eropa pada abad-abad selanjutnya.
26
Tradisi Latin inilah yang dikembangkan di kerajaan Romawi Barat, dan bahasa Latin
kegiatan filologi di Romawi Barat dilakukan juga untuk telaah naskah-naskah keagamaan
yang dilakukan oleh para pendeta. akibatnya. banyak naskah-naskah yang ditinggalkan,
bahkan kadang-kadang dipandang tulisan yang berisi paham jahiliyah dan berisi ilmu
yang berkaitan dengan paham itu. Maka telaah teks Yunani menjadi mundur dan
kandungan isinya menjadi tidak banyak dikenal lagi. Sejak abad ke-4 teks sudah ditulis
dalam bentuk buku yang disebut codex dan menggunakan bahan kulit binatang, terutarna
Pada vaktu telaah teks Yunani l mundur di Romawi Barat maka di Romawi Timur
mulal muncul pusat-pusat studi teks Yunani, misalnya di Antioch, Athena, Iskadniyah,
Beirut,. Konstantinopel. dan Gaza. Iskandaniyah menjadi pusat studi bidang filsafat
Aristoteles. Beirut pada bidang hukum. Pusat-pusat studi ini selanjutnya berkembang
menjadi perguruan tinggi. Dalam periode ini muncul kebiasaun menulis tafsir tenhadap
isi naskah pada tepi halaman. Catatan ini dinamakan Sholia (Baried 32-37)
Sejak abad ke-4 M. beberapa kota di Timur Tengah memiliki perguruan tinggi.
Berbagai pusat studi ilmu pengetahuan yang berasal dan Yunani, seperti: Gaza sebagai
pusat ilmu oratori, Beirut dalam bidang hukum, Edessa dalam kebudayaan Yunani
Pada abad ke-5 M. terjadi perpecahan di kalangan kerajaan di kota Edessa yang
menyebabkan banyak para ahl filologi pindah ke wilayah Persia. Mereka inilah yang
lembaga ini banyak dihasilkan naskah terjemahan Yunani ke dalam bahasa Siria, yang
Harun al-Rasyid, dan Al Makmun studi naskah ilmu pengetahuan Yunani makin
berkembang, dan mengalami puncak kejayaannya pada masa khalifah al Makmun. Dalam
istananya berkumpul sejumlah ilmuwan dari negara lain. Pada waktu itu dikenal ada tiga
27
penerjemah kenamaan, yaitu; Qusta bin Luqa, Hunain bi Ishak, dan Al Hubaisyi, yang
Di samping melakukan studi naskah Yunani, para ahli filologi di kawasan Timur
Tengah juga menerapkan teori filologi terhadap naskah-naskah yang dihasilkan para
penulis daerah setempat, yang tertihat dan kumpulan naskah di Bait aI-Hikmah. Naskah-
naskah itu mengandung nilai-nilai yang tinggi, seperti karya tulis yang dihasilkan oleh
bangsa Arab dan Persia. Sebagaimana diketahui, bahwa pra Islam bangsa Arab sangat
terkenal dengan karya-karya sastra prosa maupun syair (puisi). Dapat disebutkan sebagal
contoh ialah karya sastra syair (puisi) yang mengandung unsur keindahan dan panjang
yang dikenal dengan “Muallaqat”. Qasidah-qasidah yang panjang dan bagus itu
diganlung pada dinding Ka’bah dengan tujuan agar dibaca masyarakat Arab pada hari-
hari pasar dan keramaian lainnya. Atas dasar nilah kenapa qasidah-qasidah itu disebut
Setelah Islam tumbuh dan berkembang di Spanyol hampir 700 tahun dan abad ke-
8 M. sampai abad ke-15 M. zaman Dinasti Bani Umayyah memberi dimensi baru
hubungan Timur dan Barat. Ilmu pengetahuan Yunani yang telah di terima bangsa Arab
kemudian kembali ke daratan Eropa dengan epistimologi Islam. Puncak kemajuan karya
sastra Islam ini mengalami kejayaannya pada peniode Dinasti Abasiyah. Karya tulis Al
Ghazali, Fariduddin al-Atta, dan lain-lain yang bernuansa mistik berkembang maju di
wilayah Persia dan dunia Islam. Karya Ibnu Rusyd, Ibnu Sina dan yang lain menjadi
buku rujukan wajib mahasiswa dan merupakan lapangan penelitian yang menarik pelajar
di Eropa. Orientalis yang terkenal pada waktu itu adalah Albertus Maknus. Pada abad ke-
Pada abad ke-17 Masehi studi teks klasik Arab dan Persi di Eropa sudah
dipandang mañtap. Selain naskah Arab dan Persi, ditelaah pula naskah Turki, lbrani dan
Syiria. Di penghujung abad ke-18 Masehi di Paris, Perancis, banyak didirikan pusat studi
ketimuran oleh Sitverter de Sacy, di sana banyak dipelajarI naskah-naskah dan Timur
Tengah oleh para ahli dan kawasan Eropa. De Sacy dianggap sebagai bapak para
orientalts Eropa karena dari pusat studi Ecoledes Orientalis Vivantes yang ia dirikan itu
28
banyak melahirkan orentalis Eropa yang menekuni pengkajian karya tulis kawasan Timur
Tengah.
kedatangan bangsa Barat pada abad ke-16 Masehi. Pertama kali yang mengetahui adanya
naskah-naskah itu adalah para pedagang. Mereka menilai naskah-naskah tersebut sebagai
komoditi dagangan yang menguntungkan, seperti yang mereka ketahui di Eropa dan
sekitar Laut Tengah tentang jual be1i naskah-naskah kuno. Salah seorang yang dikenal
bergerak dalam bidang usaha pedagangan naskah-naskah klasik adalah Peter Foros atau
Pietr William. Kolektor naskah-naskah nusantara dan para pedagang adalah Edward
Picocke, pemilik naskah Hikayat Sri Rama (tertua) dan William Laud.
berbahasa Melayu). mengarang satu buku yang berjudul “Spraeck ende Woordboeck,
bahasa Melayu, sebagai bahasa komunikasi dengan bangsa pribumi dan orang asing yang
datang ke kawasan ini. Peranan pedagang sebagai pangamat bahasa, melalui pembacaan
naskah-naskah dilanjutkan oleh para penginjil, yang dikirim VOC ke Nusantara selama
Pada tahun 1629, di kepulauan Nusantara terbit terjemahan Alkitab yang pertama
dalam bahasa Melayu. Nama penerbitnya ialah Jan Jacobsz Palestein dan
penerjemahannya Albert Cornelisz Ruil. Seorang penginjil terkenal yang menaruh minat
yang cukup besar kepada naskah-naskah Melayu adalah Dr. Meichior Leijdecker.
penyempurnaan dan revisi yang cukup. Ia menyusun terjemahan tersebut dalam bahasa
29
Melayu tinggi. Terjemahan dilanjutkan oleh penginjil lain, vaitu Petrus Van den Vorm,
Francois Valentijn, salah seorang pendeta dan Belanda yang datang ke Indonesia
menerjemahkan Beibel dalam bahasa Melayu. Dia banyak menulis tentang kebudayaan
Nusantara, menyusun kamus dan buku tata bahasa Melayu dan penginjil lain yang
dikenal akrab dengan bahasa dan kesusastraan Melayu adalah G.H. Werndly. Dia
menyusun daftar naskah Melayu sebanyak 69 buah termuat dalam karangannya yang
Ketika VOC menjadi lemah dan berakibat pada dorongan untuk mempelajari
bahasa dan naskah Nusantara menjadi berkurang. Kemudian usaha pengajaran dan
Pada tahun 1814 lembaga ini mengirim seorang penginjil protestan benama G. Bruckner
masyarakat Jawa. Di samping menerjemahkan Alkitab dalam huruf Jawa, ia juga menulis
buku tata bahasa Jawa yang di dalamnya terdapat teks dan terjemahan bahasa Jawa.
Bruckner dan berpendapat bahwa untuk menerjemahkan Alkitab dalam bàhasa- bahasa
Indonesia seorang harus memiliki bekal ilmiah yang cukup dalam bidang bahasa. Dan
lembaga in menetapkan kepada para penginjl (zending) penyiar penerjemah yang dikirim
pemerintah dalam mempelajari pelajaran bahasa secara ilmiah kepada para pegawai sipil
mengajar dalam bidang bahasa Jawa kepada pegawai sipil Belanda dan masih banyak lagi
para penginjil yang dikirim NBG ke Indonesia, yang umumnya tidak melakukan telaah
30
naskah berbagai daerah.nusantara. Pada mulanya mereka mempelajari naskah untuk
mengetahui bahasanya, tetapi ada juga yang berminat mengkaji naskah untuk memahami
isinya dan menyuntingnya agar naskah itu dapat diketahui masyarakat luas. Minat
mengkaji naskah Nusantara itu timbul pada para tenaga pengajar Belanda yang memberi
pelajaran bahasa-bahasa Nusantara kepada calon pegawai sipil sebelum mereka dikirim
ke Indonesia. Selain tenaga peneliti dan Belanda ada beberapa tenaga peneliti dalam
Marsden, J. Crawfurd dan peneliti asal Jerrnan yang terkenal ialah Hans Overbeck.
membahas serta menganalisisnya, karena tenaga penyunting pada waktu itu masih sangat
terbatas, maka kegiatannya diarahkan untuk menyunting naskah yang berbahasa Jawa dan
Melayu. Hasil penyuntingan pada umumnya berupa penyajian teks dalam huruf Jawa,
dengan disertai pengantar yang sangat singkat misalnya: ‘Ramayana Kakawin’ oleh H.
Kern, ‘Syair Bidasari’ Van Hoevel. Suntingan pada tahap awal ini umumnya
disunting dalam bentuk transliterasi dalam huruf Latin. Misalnya: dapat disebutkan antara
naskah Jawa kuno disunting oleh A. TH. .Friederick. Setelah itu suntingan naskah disertai
naskah yang diterbitkan pada abad ke-20 umumnya disertai terjemahan dalam bahasa
lnggris dan Belanda, bahkan ada yang diterbitkan hanya terjemahannya saja seperti
Suntingan naskah dengan metode kritik teks, banyak dilakukan pada abad ke-20,
Suntingan berdasarkan filologi tradisional, ini antara lain: Syair Ken Tambunan oleh
Teeuw, Arjuna Wiwaha oleh S. Supomo. Pada periode mi pula muncu terbitan ulangan
dan naskah yang pernah disunting sebelunmya dengan maksud untuk penyempurnaan,
misalnya: “Terbitan sebuah Primbon Jawa dan abad ke-16” yang dikerjakn oleh H.
Kraemer dan diterbitkan lagi oleh G.W.J. Drewes. Naskah Sunan Bonang” pada tahun
31
1916 disunting oleh G.J.O. Scineke dengan judul Het Boek Van Bonang” pada tahun
1969 derbitkan lags oleh Drewes dengan judul ‘The Admonitions of Syekh Bari’.
Pada abad ke-20 di samping muncul naskah terbitan ulang, banyak pula
diterbitkan Naskah keagamaan dan sejarah. Pada naSkah keagamaan, banyak naskah
Melayu maupun naskah Jawa kandungan isinya dapat dikaji oleh para ahli teologi dan
mereka dapat menghasilkan karya ilmiah dalam bidang tersebut. Naskah keagamaan itu
lazim disebut dengan “kesastraan kitab”, yang suntingan naskahnya antara lain diteliti
oleh Naguib AlAttas karya Hamzah Fansun berjudul “The Myticism of Hmzah Fansuri”
dengan metode kritik oleh P. Voorhoeve berdasarkan tulisan Nuruddin Ar-Raniri dengan
kritik teks dalam bentuk faksimile. Sedangkan naskah sejarah yang telah banyak
disunting dapat dimanfaatkan oleh ahli sejarah, ditelaah, antara lain Teuku Iskandar
degan judul “De Hikayat Aceh” berdasarkah naskah hikayat Aceh; oeh J.J Ras berjudul
telaah naskah untuk tujuan pembahasan isinya yang dilihat dari berbagai pendekatan ilmu
disiplin. Hasil karya kajian tersebut antara !ain: ditulis oleh; Ph. S. Van Roakel berjudul
“De Roman Amir Harnzah berdasarkan naskah hikayat Amir Hamzah; W.H. Rassers
berjudul “De Panji Anom” berdasarkan berbagai naskah cerita panji dan kesastraan
Nusantara.
analisis berdasarkan ilmu sastra (Barat), misalnya analisis struktur dan amanat terhadap
naskah Hikayat Sri Rama, yang diteliti oleh Achadiati Ikram berjudul “Hikayat Sri
Rama”. Suntingan naskah Disertasi Telaah Amanat dan Struktur berdasarlan analisis
struktur dan fungsi terhadap teks Hikayat Hang Tuah” dilakukan Sulastin Sutrisno
Nusantara, atau Kesastraan Daerah dan ke duanya telah mendorong minat untuk
menyusun kamus bahasabahasa Nusantara. Sebagai salah satu contoh ialah terbitan
kamus bahasa Jawa Kuno yang sudah banyak yang disusun oleh Van Der Tuuk berjudul
Kawi-Ballneesch-Nederlandsch Woordenboek”.
32
Kegiatan filologi terhadap naskah-naskah Nusantara, telah mendorong berbagai
kegiatan ilmiah yang hasilnya bisa dimanfaatkan berbagai disiplin ilmu, terutama disiplin
ilmu humaniora dan ilmu-ilmu sosiaL Semua kegiatan itu telah memenuhi tujuan ilmu
filologi, yaitu melalui telaah naskah-naskah dapat membuka kebudayaan bangsa dan
Bidang studi naskah dikenal dalam bahasa Arab dengan Tahqiq an-nushush
seperti bidang studi lainnya. Penelitian naskah Arab, juga telah lama dimulai, terlebih
pada zaman khalifah Abubakar As-Siddiq, ketika Nash al-Qur’an mulai dikumpukan
dalam satu mushaf, ini memerlukan ketelitian untuk menyalin teks-teks al- Qur’an ke
dalam mushaf itu. Pengumpulan ayat-ayat Al-Qur’an yang tertulis pada tulang-tulang,
batubatu, kulit binatang, daun-daun pohon yang agak lebar, dan sebagainya. Semuanya
disalin ke dalam Mushab yang menggunakan kertas, seperti halnya Mushab Al-Qur’an.
Muncul dan berkembangnya materi ini sebenarnya tidak berbeda dengan bidang
ilmu-ilmu lain. Bidang Tahqiq an-nushush dimuai dengan berbagai tahapan dan akhimya
menjadi suatu bidang studi yang mempunyai metode, dan saling membantu dengan ilmu-
3. Para sarjana yang berkecimpung di bidang studi naskah dan mentahqiq teks klasik
kepada masyarakat banyak agar diketahui dan dihargai sebagai warisan nenek
Dengan demikian, masuklah bidang editing teks klasik atau Tahqiq an-nushush dalam
Pada mulanya, pekerjaan mentahqiq atau mengedit naskah yang kemudian akan
menggunakan metode filologi, tidak melebihi penerbitan biasa, berdasarkan suatu naskah
33
tanpa mengadakan penjernihan apapun. Lama-kelamaan dengan perkembangan ilmu
sastra Eropa, berkembang pula cara bekerja ahli filologi, sehingga mereka mengadakan
2. Mereka mulai mengadakan perbandingan teks dan kritik teks. Kritik teks
kepada bentuknya yang paling mendekati teks aslinya. Pada tahap pertama, masih
teks dengan satu naskah. yang biasanya disebut naskah tunggal, namun pada
bidang ini menjadi suatu ilmu yang diberi nama 1lmu Ihya al-Turats atau Ilmu an-
N ushush.
metode kritik teks. Buku pertama yang dimuIa dibidang ini adalah karya P.
Collomp La Critique de Texts, Paris, 1931. Pada abad ke-15 setelah ada seni
cetak. buku pertama berbahasa Arab yang dicetak adalah sebuan buku yang diedit
di kota Vano, di talia pada tahun 1514 M-920 H. Ketika itu belum ada percetakan
al-Qur’an pada tahun 1530 merupakan teks a-Qur’an cetakan pertama kali.
Eropa, sejak abad ke-12 M, ketika penelitian teks terjemahan makna al-Qur’an ke
dalam bahasa Latin, dengan pengarahan dan pendeta Petrus Venir, di Spanyol. Di
34
BAB IV
Kata ‘naskah’ di sini dimaksudkan sebagai karya tulisan produk masa lampau
sehingga dapat disebut sebagai naskah lama. Dalam pembicaraan di sini, kata naskah
diikuti juga oleh atribut ‘lama’ Pemberian atribut ‘lama’ di sini untuk menandai kejelasan
pembatasan konsep naskah. Dalan pembicaraan di sini, kata ‘naskah’ dilihat dalam
konteks Indonesia berarti naskah lama merupakan ciptaan yang terwujud dalam bahasa-
bahasa yang dipakai di Indonesia pada masa lampau --dan atau terus dipakai pada masa
kini. Termasuk karya-karya yang menggunakan bahasa Melayu, Jawa, Sunda, Bugis,
Beraneka macamnya naskah Indonesia dapat dilihat juga dan bahan yang
dipergunakan, yaitu kertas Eropa, daluwang (kertas Jawa) lontar atau lontara, daun nipah
ada yang untuk naskah-naskah Sunda, kulit kayu (pustaha) untuk naskah-naskah Batak
berbagai aspek kehidupan masyarakat masa lampau, seperti politik, ekonomi, sosial, dan
budaya. Informasi yang diangkat dari katalog dan tempat-tempat penyimpan naskah lama
Indonesia tersebut. Sebagai contoh dapat dikemukakan di sini kandungannya antara lain,
berupa ajaran agama, sejarah, hukum, adat istiadat, filsafat, politik, sastra, astronomi,
ajaran moral, mantra, doa, obat-obatan, mistik, bahasa, bangunan, tumbuh tumbuhan, dsb.
Sementara itu, dalam pemakaian sehari-hari, di luar konteks filologi, naskah yang
akan diterbitkan atau diperbanyak pada umumnya tidak lagi ditulis dengan tangan. Dalam
hal ini naskah merupakan kopi atau teks bersih yang ditulis oleh pengarangnya sendiri,
misalnya naskah disertasi dan naskah makalah. Di samping itu, istilah naskah dan teks
dipakai dengan pengertian yang: sama, misalnya, naskah pidato dan teks pidato.
Naskah dan prasasti kedua-duanya ditulis dengan tangan. Akan tetapi. antara keduanya
35
1). Naskah pada umumnya berupa buku atau bahan tulisan tangan seperti diterangkan di
atas. Prasasti berupa tulisan tangan pada batu (andesit, berporus. batu putib), batu
bata, logam (emas, perak, tembaga), gerabah, marmer. kayu. dan lontar.
2). Naskah pada umumnya panjang. karena memuat cerita lengkap. Prasasti pada
rintangan karma dan segala kejahatan, ketentuan dan penyelesaian hukum, asal-usul
raja dan dewa (Airlangga dari dewa Wisnu dalam prasasti Kalkuta), asal-usul suatu
dinasti, misalnya prasasti Kutai memuat hal Raja Kundugga mempunyai anak
bernama Sang Acwawarman, yang mempunyal anak tiga orang, yang sulung bernama
Sang Raja Mulawarman. Ada kalanya prasasti hanya memuat nama orang atau nama
jabatan saja.
3). Naskah pada umumnya anonim dan tidak berangka tahun. Prasasti sering menyebut
nama penulisnya dan ada kalanya memuat angka tahun yang ditulis dngan angka atau
sengkalan.
4). Naskah berjumlah banyak karena disalin. Prasasti tldak disalin sehlngga jumlahnya
5). Naskah yang paling tua Tjandra-karana (dalam bahasa Jawa Kuna) berasal kira-kira
dan abad ke-8. Prasasti yang paling tua berasal kira-kira dan abad ke-4 (prasasti
Kutai).
5.1.3 Kodikologi
Kodikologi adalah ilmu kodeks. Kodeks adalah bahan tulisan tangan atau menurut
The New Oxford Dictionary Manuscript volume. esp of ancient texts gulungan atau buku
tulisan tangan, terutama dan teks-teks klasik’. Kodiko1ogi rnempelajari seluk beluk atau
semua aspek naskah, antara lain bahan. umur, tempat penulisan, dan perkiraan penulis
naskah.
Setelah seni cetak ditemukan, kodeks berubah arti menjadi buku tertulis. Kodeks
pada hakikatnya berbeda dengan naskah. Kodeks adalah buku yang tersedia untuk umum
yang hampir selalu didahului oleh sebuai-i naskah. Kodeks mempunyal nilai dan fungsi
36
5.1.4 Pengertian Teks
Teks artinya kandungan atau muatan naskah, sesuatu yang absastrak yang hanya
dapat dibayangkan saja. Perbedaan antara naskah dan teks menjadi jelas apabila terdapat
naskah yang muda tetapi mengandung teks yang tua. Teks terdiri atas isi yaitu ide-ide
atau amanat yang hendak disampaikan pengarang kepada pembaca dan bentuk. yaitu
cerita dalam teks yang dapat dibaca dan dipelajari menurut berbagai pcndekatan melalui
5.1.5 Tekstologi
penjelmaan dan penurunan teks sebuah karya sastra, penafsiran. dan pemahamannya.
Sebagai pegangan yang berguna sekali adalah sepuluh prinsip lichacev untuk penelitian
tekstologis karya-karya monumental sastra S1avia lama. Dalam ruang lingkup terbatas
penulisan pengantar teori filologi ini sekedar sebagai pedoman menyeluruh prinsip-
prinsip tersebut hanyalah disebutkan saja (dari terjemahan) tanpa keterangan lebih lanjut
sebagai berikut:.
1). Tekstologi adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki sejarah teks suatu karya.
Salah satu di antara penerapannya yang praktis adalah edisi ilmiah teks yang
bersangkutan.
5). Secara metodis perubahan yang diadakan secara sadar dalarn sebuah teks
penyalin.
6). Teks harus diteliti sebagai keseluruhan (prinsip kekompleksan pada penelitian
teks)
7). Bahan-bahan yang mengiringi sebuah teks (dalam naskah antara lain kolofon)
8). Perlu diteliti pemantulan sejarah teks sebuah karya dalam tek-teks dan monumen
sastra lain.
37
9).Pekerjaan seorang penyalin dan kegiatan skriptoria-skriptoria (sanggar
10). Rekonstruksi suatu teks tidak dapat menggantikan teks yang diturunkan dalam
Dalam penjelasan dan penurunannya dapat dibedakan tiga macam teks yaitu:
1. teks lisan yang pada tradisi sastra rakyat disampaikan secara lisan dari mulut ke
mulut.
Dalam tradisi penyampaiannya variasi bentuk dapat terjadi ketiga jenis teks. Oleh
karena itu, dibedakan pula tiga macam teks-tologi, yang masing-masing meneliti sejarah
Dengan kata lain tekstologi itu studi sejarah teks. Oleh karena istilah filologi
mempunyai banyak arti yang jauh berbeda yang satu dengan yang lainnya
Jarang ada teks yang bentuk aslinya atau bentuk sempurna sekaligus jelas dan
tersedia. Menurut De Haan (1973) mengenai terjadinya teks ada beberapa kemungkinan
1). Aslinya hanya ada dalam ingatan pengarang atau pembawa Turun-temurun terjadi
secara terpisah yang satu dari yang lain melalui dikte apabila orang ingin memiliki
teks itu sendiri. Tiap kali teks akan diturunkan dapat terjadi variasi. Perbedaan teks
hidup pengarang.
2). Aslinya adalah teks tertulis, yang lebih kurang merupakan rangka yang masih
memungkinkan atau memerlukan kebebasan seni. Dalam hal ini. ada kemungkinan
bahwa asllnya disalin begitu saja dengan tambahan seperlunya. Kemungkinan lain
adalah aslinya disalin, dipinjam, diwarisi atau dicuri. Terjadilah cabang tradisi kedua
atau ketiga di samping yang telah ada karena varian-varian pembawa cerita
dimasukkan.
3). Aslinya merupakan teks yang tidak mengisinkan kebebasan dalam pembawaannya
karena pengarang telah menentukan pilihan kata, urutan kata, dan komposisi untuk
38
memenuhi maksud tertentu yang ketat, dan komposisi untuk memenuhi maksud
5.3 PENYALINAN
Sebagai karya masa lampau yang sampai saat ini sudah menjalani beratus-ratus
proses penyalinan pada tradisi di Indonesia memberi kebebasan yang besar pada
penyalinnya, maka dapat dijumpai pada saat ini satu teks muncul dalam beberapa buah
naskah salinan. Munculnya suatu teks dalam sejumlah naskah dan sejumlah bentuk
Penuturan teks yang turun temurun disebut dengan tradisi. Adapun naskah yang
diperbanyak barangkali karena faktor orang ingin memilikinya, naskah asli sudah rusak
dimakan zaman, terbakar, terkena tumpuklan benda cair, ataupun untuk keperluan magis.
Akibatnya terjadi beberapa penyalinan naskah mengenai satu teks. Apakah itu
berkaitan dengan cerita atau teks keagamaan. Dalam proses penyalinan tersebut tidak
penyalin kurang memahami bahasa atau pokok persoalan naskah yang disalin, mungkin
pula karena tulisannya kurang jelas (kabur/buram), karena kesalahan pembacanya, atau
disebabkan oleh ketidaktelitian penyalin sehingga beberapa huruf hilang (haplografi). Hal
lain yang menyebabkan kesalahan dalam penulisan, yaitu penyalinan terlalu maju dari
perkataan ke perkataan yang berikutnya. atau melewati satu baris. Ada kalanya huruf
terbalik, satu bait syair terlewatkan dan sebaliknya, atau tertulis dua kali (ditograf). Bisa
juga perubahan dalam teks atas kemauan pengarang di masa hidupnya, seperti menambah
atau menghilangkan bagian teks dan teks. Dengan demikian dua tradisi itu akan berjalan
seiring dan masing-masing disalin dari aslinya, selain kesalahan terjadi dan penyalin
berikutnya.
penulis (penyaliun) bebas untuk menambah, mengurangi. dan mengubab naskah menurut
seleranya disesuaikan dengan kondisi dan situasi penyalin. Sebab itu terhadap teks
modernpun perlu diadakan penelitian secara filologis. Dengan demikian, naskah salinan
belum tentu merupakan copy yang sempurna dari naskah yang disalin. Ada kalanya
39
perbedaan itu kecil dan ada pula yang besar sehingga timbul naskah-naskah yang berbeda
Di sinilah tugas utama filolog yang hendak memurnikan teks dengan mengadakan
penelitian yang cermat dan kritis terhadap semua varian yang terdapat dalam suatu teks.
Tujuannya adalah agar menghasilkan suatu teks yang paling mendekati aslinya. Teks
yang terpilih di antara beberapa varian itu dan telah tersusun kembali seperti semula
40
BAB V
5.1 PENGANTAR
Metode sebagairnana dipahami adalah cara atau sistem kerja. Metodoogi dapat
dikatakan pula sebagai pengetahuan tentang apa saja yakni merupakan cara untuk
bersangkutan dan mencari konsep tersebut secara empiris. Untuk itu metode filologi
berarti pengetahuan tentang cara, teknik, atau instrumen yang dilakukan dalam penelitian
filologi.
Seperti dikatakan oleh Harjati Soebadio, pekerjaan utama seorang filolog adalah
mendapatkan kembali naskah yang bersih dari kesalahan dan memberi pengertian yang
dengan aslinya.
Tendapat beberapa metode untuk mengedit atau menyuntng naskah klasik agar
sampai pada tugas tersebut. Penetapan pilihan naskah mana yang paling tepat ada di
tangan penyunting sendiri, dan memilih metode yang akan digunakan Para sarjana
terdahulu telah meletakkan dasar dan rnernuat berbagai pedoman yang dapat diikuti oleh
ahli filologi belakangan, sehingga dapat menurunkan edisi ilmiah yang baik. Ada
beberapa langkah yang harus ditempuh untuk mengawali proses penelitian filologi adalah
sebagai berikut :
pilihannya terhadap naskah yang ingin disunting ialah menginventarisasi sejumlah naskah
dengan judul yang sama dimanapun berada., di dalam maupun di luar negeri. Naskah
dapat dicari melalui katatogus perpustakaan besar yang menyimpan koIeksi naskah,
menghubungi tempat penyimpanan naskah itu dan meminta kopinya serta semua
informasi tentang naskah itu. Misalnya, menanyakan kapan naskah itu mulai masuk
koieksi perpustakaan ini. apakah asalnya dari pembelian atau hadiah, berasal dari mana,
dan sebagainya. Sebagai contoh, seorang peneliti yang berminat mengadakan studi
naskah Melayu, maka ia harus mencari judul naskah dalam katalogus naskah-naskah
41
Melayu. Peneliti harus mencari varian-vanian lain dari naskah itu, yaitu kopi naskah yang
mengandung judul dan isi yang sama. Katalagus terkenal dan tertua untuk naskah Melayu
adalah yang disusun oleh Van Ronkel benjudul Malay Manuskripts. Dalam katalog itu
terdapat sejumlah judul naskah-naskah MeIayu disebut juga nama pengarangnya, dan
tempat di mana berada naskah itu di beberapa kota besar. seperti di Muenchen London,
Naskah yang diperlukan dapat dipesan melalui daftar pesanan naskah di mana
semua informasi tentang naskah itu ada, seperti nomor naskah, ukuran, tulisan. tempat
dan tanggal penyalinan termasuk tempat penyimpanannya. Katalog naskah Arab pun
demikian. Sebagai contoh, untuk mengetahui ada tidaknya naskah lain yang mengandung
teks yang sama berjudul Zubdatul Asrar fi Tahqiq Ba‘d Ma.syarib al-akhyar, karya Syekh
Yusuf Makasar, dicari dalam kalalog naskah Arab, karya L.W.C. Van Den Berg, berjudul
ZubdatulAsrar pada halaman 91 Keteranganya tertulis dalam bahasa Latin, namun judul
naskah tetap dalam bahasa Arab. Terdapat pula beberapa keterangan seerti nama
pengarang dan zaman penulisannya. Naskah Zubdatul Asrar tertulis di zaman Abdul-
Ma’ali Abul-Mafakhir Tirtayasa, sultan Banten, pada tahun 1086 H, Terdapat pula
salinan lian dari naskah ini yang tertulis pada tahun 1186 H. Naskah Zubdatul Asrar
terdapat juga dalam katalogus voorhoeve, Handlist of Arabic Manuscripts in The Library
of The University of Leiden and Other Collection in The Netherlands. Dalam Ha’dlist itu,
terdapat nama pengarang dan karangannya berjudul Zubdatul Asrar. Selain itu harus
diketahui bahwa semua usaha telah dilakukan untuk mencari varian sebelum mulai
mengadakan penelitian, tempat semua varian atau salinan dan naskah itu berada.
Meskipun demikian masih banyak naskah yang terdapat dalam bentuk naskah tunggal
(Codex Unicus)
Setelah selesai menyusun daftar naskah dan diminta salinannya dan tempat
penyimpanannya berupa mikrofis, atau cetakan fotografis lain. Hal ni diadakan agar
filolog dapat bekerja di tempat yang diminati, dan tidak harus berada di perpustakaan
42
masing-masing naskah. Setiap naskah yang diperoleh diuraikan dengan cara terinci,
lnformasi yang dicatat itu selain yang telah ada dalam katalogus, ditambah lagi dengan
gambaran tentang keadaan fisik naskah, kertasnya, apakah terdapat tanda pabrik pembuat
lnformasi seperti ini sangat diperlukan dan dapat membantu menentukan naskah
mana yang akan dipilih untuk dijadikan dasar edisi. Misalnya, ada naskah yang kertasnya
rusak, sedangkan yang lain keadaannya lebih baik. Kelengkapan informasi yang terdapat
dalam bagian akhir, seperti keterangan nama penyalin dan tempat penyalinannya, serta
tanggalnya. Keterangan semacam ini dinamakan “kolofon”. Informasi yang perlu dicatat,
antara lain halaman depan kurang atau halaman terakhir hilang sebagian, sedangkan pada
naskah yang lain halaman itu ada. Bila terdapat catatan-catatan pinggir atau catatan
dengan tulisan lain atau warna tinta lain, semua keterangan itu penting dicatat. Sebagai
contoh naskah “ZubdatulAsrar”, karya syekh Yusuf Malcassar, terdapat 4 buah naskah
untuk teks yang sama diberi kode untuk masing-masing naskah. Deskripsinya sebagai
berikut:
di Museum Jakarta). Ukuran naskah 10x15 cm terdiri dari 22 halaman. Setiap halaman
berisi lima baris bertuliskan bahasa Arab dan lima baris berbahasa Jawa, terjemahan baris
demi baris, Tulisan Arabnya bagus dan jelas. Hurufnya besar dan memakai tanda baca.
Pemakaian tanda baca sering salah. Keadaan naskah masih baik, kertasnya tebai, dan
sudah mulai lepas beberapa halaman, serta tidak terdapat tanda atau ‘watermark pada
kertasnya. Isi teks ialah rnasalah ajaran tasawuf dan tari8kat. Pada bagian akhir naskah,
terdapat keteranaan tempat dan tanggal penulisannya “ko/ofon”. Naskah ditulis pada
19x22,5 cm., terdiri dari 21 halaman. Setiap halaman berisi 21 baris dan semuanya
bertuliskan Arab. Hurufnya kecil, bagus dan jelas. Tidak terdapat catatan pinggir dan
tidak memakai tanda baca. Kertasnya agak tipis, tetapi masih dalam keadaan baik, dan
tidak terdapat tanda pada kertasnya “watermark”. Naskah ini dapat kita temukan bersama
koleksi naskah karangan-karangan Syehk Yusuf yang lain, berjumlah 22 buah. Kopinya
43
berada di Perpustakaan Universitas Leiden. lsinya sama persis seperti naskah A dari awal
sampai akhir. Terdapat keterangan “kolofon”. Tulisan naskah berangka tahun 1186 H
(1776 M).
17,5 cm., terdri dari 37 halaman. Setiap halaman berisi 17 baris. Bertuliskan Arab semua
dan hurufnya kecil.. Keadaan naskah kurang begitu baik. Kertasnya sangat tipis dan
bolong-bolong pula, tetapi tulisan Arabnya cukup bagus. Hanya saja naskah ini tidak
memakai tanda baca, dan tidak terlihat tanda-tanda dalam kertasnya. Isinya sama dengan
naskah A dan B. Dengan kondisi fisik seperti itu terdapattempat-tempat yang sulit
dibaca, sehingga naskah itu hanya dijadikan bahan pelengkap dan sebagai perbandingan
saja. Nama pemilik naskah yaitu sultan Bone. dan nama penulisnya adalah Qodli
Kesultanan Bone, bernama Harun. Naskah disalin pada tahun 1221 H (1810 M)
Ukurannya 12,5 X 18,5 cm terdiri dan 46 halaman. Setiap halaman berisi 13 baris.
Bertuliskan Arab yang bagus dan jelas serta memakai tanda baca. Isinya ada perbedaan
yang tidak ada pada ketiga naskah yang lain. Keterangan kolofon tidak ada dan juga tidak
disebut pada bagian awal bahwa karangan ini adalah karya Syekh Yusuf Makasar,
ernpat teks itu, maka dapat dikelompokkan dan kemudian diperbandingkan sehingga
rnemudahkan menentukan pilihan terhadap naskah yang menjadi dasar atau landasan
untuk edisi naskah “Zubdatul Asrar. Pada akhirnya, pilihan jatuh pada naskah berkode B,
karena keadaannya masih bagus dan informasinya lengkap; terdapat nama siapa
pengarang, tempat serta tanggal penulisannya, Isinyapun lengkap mulai awal sampai
Seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa pada umumnya suatu teks diwakili
oleh lebih dari satu naskah yang tidak selalu sama bacaannya atau yang berbeda dalam
berbagai hal. Untuk menentukan teks yang paling dapat dipertanggungjawabkan sebagai
44
Langkah pertarna yang harus dilakukan ialah membaca dan menilal (resensi) semua
naskah yang ada, mana yang dapat dipandang sebagai naskah dan mana yang tidak.
Apabila jelas diketahui diberbagai keterangan yang terdapat di dalam dan di luar suatu
teks bahwa teks itu disalin dari teks lain dan tidak menunjukkan kekhususan apapun
maka teks ini dapat disisihkan karena dipandang tidak ada gunanya dalam penentuan teks
dasar suntingan. Penyisihan teks kopi ini disebut eliminas. Teks-teks yang telah dapat
tempat yang korup, apakah ada bagian dari teks yang ditanggalkan (Lakuna), apakah ada
Di samping itu, dari bacaan teks-teks lain dicatat semua tempat yang berbeda, bacaan
yang berbeda disebut varian. Untuk mencatat apakah varian itu berasal dari teks asli
kecocokan metrum dalarn teks puisi, kesesuaian dengan teks cerita, gaya bahasa, latar
belakang budaya, atau sejarah. Pada varian kata perlu diamati apakahi kata itu hanya
terdapat di tempat lain atau merupakan gejala tersendiri. Artinya kata itu hanya terdapat
pada ternpat itu saja (hapax). Varian yang tidak memenuhi kriteria di atas dapat dianggap
Dalam menghadapi naskah dalam jurnlah besar, maka langkah berikut setelah
kelompok dan kelompok yang lain untuk memperoleh gambaran garis keturunan versi-
versi dan naskah-naskah. Selanjutnya, ditentukan metode kritik teks yang paling sesuai
Ada beberapa cara yang dapat dilakukan dalam perbandingan teks, antara lain:
b. Perbandingan susunan kalimat atau gaya bahasa untuk mengelompokkan cerita atau
c Perbandingan isi cerita yaitu uraian teks untuk mendapatkan naskah yang isinya
Iengkap dan tidak menyimpang serta untuk menentukan hubungan antar naskah yang
45
teks yang asli dan mana teks yang ada unsur tambahan dari penyalin. Kita mengambil
naskah. Dari hasil kritik teks yang dilakukan peneliti. ternyata 3 di antaranya
memiliki kesamaan, sehingga kuat dugaan bahwa ketiga naskah itu turun dari teks
asal yang sama. Naskah ke-4 sangat berbeda, selain mengandung banyak interpolasi.
dan juga tidak terdapat informasi ‘kolofon” Maka naskah nomor 4 atau yang diberi
kode D berasal dan perpustakaan Leiden University itulah yang berbeda sendir
Di antara tiga naskah yang tergolong dalam kelompok pertama, rnasih ada saja
perbedaan-perbedaan sehingga harus diadakan seleksi agar naskah mana yang harus
dipilih yang rusak dan sulit dibaca pada beberapa bagian, maka tidak dapat dipilih untuk
edisi. Naskah berkode B merupakan naskah yang paling baik dan lengkap dan dipandang
mewakili kelompok terbanyak, serta memiliki bacaan yang baik. Untuk sampai kepada
kesimpulan seperti itu, paling tidak telah diadakan perbandingan teks yang sangat cermat
yaitu satu kata derni satu kata sehingga jelas perbedaan dan keistimewaan dari masing-
masing teks. Sernua perbedaan atau kesamaan harus dicatat, akhirnya diperoleb suatu
meneliti memilih salah satu naskah yang telah diperiksa dan diperbandingkan dijadikan
sebagal landasan untuk edisi. Persoalannya adalah bagaimana cara menentukan kriteria
naskah yang baik untuk edisi? Untuk menjawab pertayaan ini peneliti harus terlebih
dahulu menetapkan tujuannya apa, bentuk edisinya bagaimana. Jadi editor atau filolog
sendirilah yang menentukan naskah yang akan dipilihnya. Kriteria yang dapat membantu
a. lsinya lengkap dan tidak menyimpang dan kebanyakan si naskah-naskah yang lain
46
Naskah yang sudah memenuhi persyaratan merupakan pilihan utama yang harus
dijadikan sebagai dasar edis. Dan naskah-naskah yang terpilih itu digunakan untuk
naskah yang dipakai sebagai dasar sebelumnya. Dengan demikian, terpenuhilah tujuan
penelitian untuk memilih salah satu naskah yang lengkap isinya dan baik bahasanya serta
kondisinya.
5.1.4 Transliterasi
ditulis dengan huruf bahasa daerah atau huruf Arab-Melayu. Naskah lama dalam sastra
Indonesia dan sastra daerah sebagian besar ditulis dengan huruf Arab (Arab Melayu atau
Pegon) atau huruf daerah. Dalam rangka penyuntingan teks yang ditulis dengan huruf
Arab atau huruf daerah itu perlu terlebih dahulu teks itu ditransliterasikan ke huruf Latin.
Transliterasi adalah penggantian atau pengalihan huruf demi hurut dan abjad yang
satu ke abjad yang lain. Misalnya, pengalihan huruf dari huruf Arab-Melayu ke huruf
Latin atau dari huruf Jawa atau huruf Bugis ke huruf Latin. atau sebaliknya. Di samping
istilah transliterasi, ada istilah lain yang hampir sama, yaitu transkripsi. Dalam hal ini,
transkripsi dimaksudkan pengubahan teks dari satu ejaan ke ejaan lain. Misalnya. naskah
lama yang ditulis dengan huruf Latin ejaan lama. diubah ke ejaan yang baru yang berlaku
Huruf Arab yang digunakan untuk menuliskan teks herhahasa Melayu biasanya
disebut huruf Arab-Melayu atau huruf Jawi sedangkan huruf Arab yang digunakan untuk
menuliskan teks berhahasa daerah seperti bahasa Jawa dan bahasa Sunda biasa disehut
huruf Pegon. Naskah yang ditulis dengan huruf Arab dan huruf hahasa daerah itu tidak
disertai huruf kapital, tanda-tanda baca, seperti titik. korna, tanda kutip, dan tanda
hubung, serta tidak tersusun dengan alinea dan bagian-bagian teks sehingga sukar
5.1.5 Terjemahan
Salah satu cara untuk menerbitkan naskah ialah melalui terjemahan teks. Dan
menerjemahkan teks itu dikategorikan sebagai pekerja seni, seperti seni melukis, musik
dan menyair yang masing-masing mempunyai dasar dan kaedah yang harus diikuti
47
Dengan ungkapan lain seni penerjemahan merupakan karunia Tuhan, yang diberikan-Nya
kepada orang yang berbakat. Sebab itu dikatakan bahwa penerjemah yang baik apabila
orang tersebut mampu melihat alam sekitarnya dan memperhatikan hasil tulisan dan
pemikiran yang ada, lalu menuangkannya ke dalam kalimat-kalimat yang tepat dan indah.
Dengan kalimat yang ringkas dikatakan bahwa terjemahan yang baik ialah terjemahan
yang mampu melukiskan apa yang ingin dikatakan oleh teks yang diterjemahkan ke
dalam kalimat yang indah dan mampu mengekspresikan substansi teks sebagaimana
bahasa aslinya. Ada beberapa cara untuk menerjemahkan teks, antara lain:
meliputi kata demikata. Metode ini terikat dengan teks dan urutan kata-katanya
dengan tujuan menyampaikan arti teks secara tepat dan jujur. Sungguhpun caranya
baik akan tetapi hasilnya belum tentu baik. Karena sering tidak terdapat arti kata yang
b.Terjemahan Agak Bebas, Salah seorang penerjemah diberi kebebasan dalam proses
menerjemahkan ide tulisan dengan tidak terlalu terikat dengan susunan kata demi
kata. Karena itu, penerjemah harus menguasai ke dua bahasa tersebut, baik bahasa
pendapat lain dalam terjemahannya. Cara ini dianggap bisa menyampaikan isi teks
sesuai dengan apa yang diharapkan oleh suatu terjemahan yang baik dan
Abbasiyyah, yaitu Hunain bin Ishak’ Ia memakai metode ini ketika menerjemahkan
c. Terjemahan yang sangat bebas, yakni penerjemah bebas melakukan perubahan, baik
menghilangkan bagian, rnenambah atau meringkas teks. Cara ini tidak dapat digunakan
dalam menangani teks klasik yang memerlukan tingkat kejujuran dan ketelitian yang
tinggi. Kesimpulan para ahli filologi bahwa cara kedualah yang paling sesuai untuk
sebuah teks dalam lingkungannya, dan memberi informasi yang relevan untuk
48
pengetahuan mengenai sejarah masa itu. Dalam hubungan ini Teeuw, ahli pernaskahan
asal Belanda, memberikan contoh terjemahan yang menghilangkan persepsi teks. Dalam
naskah Hikayat Muhammad Hanafiyyah yang diedit dan diterjemahkan oleh BrakeL
Menuru: Teeuw, Brakel telah membuktikan bahwa asal Hikayat Muharnmad Hanafiyyah
adalah terjemahan langsung dan teks Parsi, ini artinya bahwa teks asli tersebut sudah
beraliran Syiah.
Akan tetapi dalam salinan naskah Melayu yang sudah berkali-kali ditenjemankan,
cerita ini makin disesuaikan dengan mazhab agama Islam yang berlaku di Indonesia yang
umumnya beraliran Syafi’i. Dengan demikian aspek Syia’ahnya makin samar, dan naskah
yang hebih baru hampir sama sekali kehilangan warna Syiah-nya. Menurut Teeuw,
contoh semacam ini pasti banyak namun yang harus diingat bahwa penyalin, atau
penerjemah tidak mempunyai hak untuk mengubah apapun dalam teks. Dengan
pengetahuan ilmu Fibologi yang dimiliki, ía harus menjaga secara utuh dan memahami
secara intens kandungan is teks. lalu penyampaiannya harus memelihara bentuk yang
Secara umum penyuntingan teks dapat dibedakan dalarn dua hal, pertarna
penyuntingan naskah tunggal, dan kedua penyuntingan naskah jamak, lehih dari satu
Metode standar adalah metode yang biasa digunakan dalam penyuntingan teks
naskah tunggal. Metode standar itu digunakan apabila isi naskah itu dianggap sebagai
cerita biasa, bukan cerita yang dianggap suci atau penting dari sudut agama atau sejarah,
Hal-hal yang perlu dilakukan dalam edisi standar antara lain. Yaitu:
49
d) memberi komentar, tafsiran (informasi di luar teks)
Tujuan metode standar ini untuk memudahkan pembaca atau peneliti memahami
teks
penyuntingan naskah. Metode diplomatik digunakan ababila isi cerita dalarn naskah itu
dianggap suci atau dianggap penting dari segi sejarah, kepercayaan atau bahasa sehingga
diperlukan perlakuan khusus atau istimewa. Dalam suntingan teks yang menggunakan
metode ini, teks disajikan seteliti-telitinya tanpa perubahan, teks disajikan sebagaimana
adanya.
Hal-hal yang biasa dilakukan dalam edisi diplomatik itu, sebagai berikut.
a) Teks diproduksi persis seperti terdapat dalam naskah, satu halpun tidak boleh diubah,
seperti ejaan, tanda baca. atau pembagian teks. Dalam bentuk yang paling sempurna
metode diplomatik ini adalah reproduksi fotografis. Hasil reproduksi fotografis ini
kemurnian teks.
Penyuntingan teks yang terdapat dua naskah atau lebih dapat dilakukan dalam dua
1) Metode Gabungan
Metode gabungan ini dipakai apabila menurut tafsiran nilai naskah semuanya
hampir sama, yang satu tidak lebih dari pada yang laian. Sebagian besar bacaan naskah
sama saja. Pada umumnya bacaan yang dipilih dalam suntingan ini adalah bacaan
50
merupakan saksi bacaan yang betul. Bacaan minoritas dicatat dalam apparatus criticus
(kritik aparat). Bila ada pertimbangan khusus bacaan minoritas boleh dipilih untuk
dimasukkan dalamn suntingan. Jadi bacaan mayoritas dicatat dalam apparatus criticus.
Dalam hal ada bacaan yang meragukan karena jumlah naskah yang mewakili
bacaan tertentu sama, maka. dipakai pertimbangan lain, di antaranya kesesuaian dengan
norma tata bahasa, sumber lain yang relevan, seperti buku sejarah, agama. atau
kebudayaan. serta faktor-faktor lain yang mendukung pilihan bacaan yang digunakan.
Kelemahan menggunakan metode ini adalah teks yang disajikan merupakan teks
baru yang menggabung bacaan dari semua naskah yang ada sehingga dari segi ilmiah
agak sukar dipertanggungjawabkan. Dari segi praktis, khususnya dari segi pemahaman,
suntingan teks gabungan ini lebih mudah dipahami dan lebih lengkap dari semua naskah
yang ada.
2) Metode Landasan
Metode landasan dipakai apabila menurut tafsiran nilai naskah jelas berbeda
sehingga ada satu atau sekelompok naskah yang menonjol kualitasnya. Kalau semua
uraian sudah diperiksa dari sudut bahasa, sastra. sejarah. atau yang lain. naskah yang
mempunyai bacaan yang baik dengan jumlah yang besar. dapar dianggap naskah yang
terbaik dan dapat dijadikan landasan atau teks dasar ( Robson, 1978; 36)
teks yang autoritatif dan untuk. membebaskan teks itu dari segala macam kesalahan yang
tenjadi pada waktu penyalinan sehingga teks itu dapat dipahami sebaik-baiknya Cara
yang ditempuh untuk mencapai tujuan itu adalah membetulkan segala macam kesalahan,
rnengganti bacaan yang tidak sesuai; menambah bacaan yang ketinggalan; dan
Setelah sifat-sifat naskah diketahui naskah itu tidak luput dari kesalahan, bacaan
yang tidak jelas, bacaan yang ketinggalan, bagian rusak. atau bacaan yang dtambahkan
yang tidak sesuai dengan konteksnya.dalam rangka penyutingan teks ini dipilih bacaan
yang lebih sesuai di antana semua varian yang ditemui dari kedua. ketiga, atau keempat
naskah; ditambah bacaan teks dasar yang ketinggalan. dan dikurangi bacaan teks dasar
yang kelebihan. Tujuan penyuntingan teks ini yaitu berusaha membebaskan teks ini dari
51
segala macam kesalahan yang diperkirakan di atas supaya teks itu dapat dipahami sejelas-
jelasnya. Semua itu didasarkan pada kesesuaian dengan norma-norma tata bahasa lama.
sebagai arketip atau induk dan ada yang sebagai hiparketip atau sub induk. Arketip
adalah nenek moyang naskah-naskah yang tersimpan, dapat dipandang sebagai pembagi
naskah seversi. Arketip kadang-kadang diberi nama dengan huruf Yunani omega dan
52
yang paling baik dengan memakal lebih dari satu naskah dalam salinannya. Dengan
demiikian, terjadi penularan secara ‘horisontal” antara beberapa naskah atau terjadi
dalam teks setelah teks itu selesai disalin. Dengan demikian, terjadi percampuran yang
mengakibatkan timbulnya versi baru. Penurunan naskah yang tidak terbatas pada satu
Metode stema tidak bebas dari berbagai masalah dan keberatan, Sebagai contoh
1) Metode ini pada dasarnya berdasarkan pilihan antara bacaan yang benar dan
2) Pilihan antara dua hiparketip sering juga tidak mungkin karena keduanya
dianggap baik.
3) Dua anggota dari satu hiparketip mungkin mewakili dialek atau tahap bahasa yang
5) Teks asli juga sering dipersoalkan, mungkin tidak pernah ada satu versi asli
6) Hubungan antara tradisi lisan dan tradisi naskah tuiisan tangan di Indonesia perlu
diperhatikan, mana yang lebih asli dan otentik karena ada interaksi yang kuat
antara keduanya.
emendasi. Berdasarkan pengertian bahwa salah satu bacaan salah maka yang salah
dibetulkan menurut bacaan yang benar yang terdapat dalam naskah-naskah lain. Apabila
terdapat perbedaan bacaan dalam jumlah naskah yang sama sehinggaa tidak ada bacaan
sumber lain sehingga bacaan yang satu dibetulkan dengan mengikuti bacaan yang lain.
53
Bacaan yang terdapat dalam semua naskah dipandang sebagai bacaan arketip
Akan tetapi, bacaan boleh dibetulkan berdasarkan pengetahuan dari sumber lain supaya
mendekati bacaan asli yang ‘hipotetis. Teks yang sudah direkonstruksi atau dipugar
Salah satu tujuan penyuntingan teks adalah agar teks dapat dibaca dengan mudah
oleh kalangan yang lebih luas. Oleh sebab itu, diusahakan agar susunannya mudah dibaca
untuk memudahkan kita mengetahui isinya secara keseluruhan, suntingan teks itu dibagi
dalam bagian-bagian yang disebut episode. Tiap episode diberi nomor angka Arab atau
abjad huruf kecil disertai dengan judul yang sesuai dengan isi episode atau bagian cerita
itu. Judul episode atau judul bagian cerita itu hendaklah ditandai dengan mengapit judul-
judul dengan tanda kurung siku [....]. Hal ini diperlukan untuk memberitahu pembaca
bahwa judul-judul itu sesunguhnya dalam naskah asli tidak ada. Judul-judul itu adalah
Samping kiri teksdiberi angka petunjuk jumlah baris untuk memudahkan perujukan teks.
Untuk memudahkan pembacaan teks, teks dibagi dalam paragraf dan disertai pemakaian
tanda-tanda baca dengan seksama. Tanda atau lambang yang digunakan dalam suntingan
(....) penambahan
Bacaan yang terdapat di antara dua tanda kurung adalah tambahan dari
naskah pembantu V
Bacaan yang terdapat di antara dua tanda kurung siku adalah tambahan
54