Anda di halaman 1dari 13

FILOLOGI

(Filologi, Etimologi istilah filologi, Macam macam filologi dan sejarahnya, Dasar kerja filologi,
Kodikologi, Tekstologi )

FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN HUMANIORA UIN KHAS KH ACHMAD SIDDIQ


JEMBER

MOCH FAHREZA ALI SUBANDI

( 214104010001 / IAT 3 21 )

Abstrak

Peradaban Islam dikenal memiliki karya tulis yang melimpah tanpa terkecuali di bidang
naskah. Banyaknya naskah (karya tulis) di bidang ini memberi konsekuensi kepada para
peneliti untuk berinteraksi secara utuh dengan naskah-naskah tersebut, yang mencakup
penelitian, pengolahan dan penerapan (tahqīq, dirāsah dan tathbīq). Namun yang perlu
disadari bahwa manuskrip ilmu falak atau manuskrip-manuskrip bernuansa sains sangatlah
berbeda dengan manuskrip yang bergenre sastra dan agama. Selain kemampuan bahasa,
sejarah dan kondisi sosial manuskrip dan pengarangnya, seorang peneliti juga dituntut
memahami istilah-istilah dan karakter ilmu yang ada dalam sebuah manuskrip, karena
sejatinya istilah-istilah dan karakter-karakter tersebut sangat berbeda antara satu dengan
yang lain.

Jember, 10 juni 2023

1
PEMBAHASAN

A. Filologi

Istilah Filologi secara umum diartikan sebagai ilmu yang mempelajari kehidupan, pranata, dan
sejarah suatu bangsa yang terdapat dalam naskah-naskah lama (Sudjiman, 1 995; 9, lihat juga Baried,
1983; I). Dalam arti yang sempit filologi mempunyai arti ilmu yang mempelajari teks-teks lama dalam
bentuk salinan berupa naskah yang sampai kepada kita untuk mengetahui maksud penyusunan teks itu
(Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1994; 227). Dengan demikian kerja filologi lebih ditekankan
pada upaya meneliti naskah lama dan penyebarannya. Sementara itu kerja historiografi adalah
merekonstruksi beberapa sumber naskah termasuk karya sastra sejarah dan mengkritik serta
membandingkannya dengan sumber-sumber lain. Pengkajian hubungan antara filologi dan sejarah di
Nusantara telah dilakukan oleh para ahli sejak lebih dari satu abad yang lalu. Beberapa ahli yang pernah
mengadakan kajian antara filologi dan sejarah Nusantara adalah Sir Thomas Stamford Raffles, J.
Hageman, PJ. Veth, Pegeaud, Robson, Ras, Worsley, Rassers, Josselin de Jong, J.L.A. Brandes, Husein
Djajadiningrat, HJ De Geaaf, NJ Krom dan Riklefs. Dari sekian banyak ahli yang mengkaji hubungan
antara filologi dan sejarah Nusanatara, ada dua orang sarjana yang mempunyai sumbangan besar dalam
kajian kedua ilmu tersebut yaitu Husein Djajadiningrat dan J.L.A. Brandes. Kedua ahli tersebut banyak
meletakkan landasan bagi pengakajian naskah-naskah lama Nusantara dalam penelitian sejarah.

B. Etimologi istilah Filologi

2
Kata filologi berasal dari bahasa Yunani philologia yang berupa gabungan kata dari philos yang
berarti ‘teman’ dan logos yang berarti ‘pembicaraan’, ‘kata’ atau ‘ilmu’. Secara harfiah, kata filologi
berarti ‘cinta kata-kata’. Dalam perkembangannya philologia berarti ‘senang berbicara’ yang kemudian
berkembang menjadi ‘senang belajar’, senang kepada ilmu’, ‘senang kepada tulisan-tulisan’, dan
kemudian senang kepada tulisan-tulisan yang bernilai tinggi’ seperti ‘karya-karya sastra’.

Sebagai istilah, kata ‘filologi’ mulai dipakai pada kira-kira abad ke-3 sebelum masehi oleh sekelompok
ilmuwan dari Iskandariah, yaitu untuk menyebut keahlian yang diperlukan untuk mengkaji peninggalan
tulisan yang berasal dari kurun waktu beratus-ratus tahun sebelumnya. Pada waktu itu banyak naskah
berupa gulungan papirus masuk dari beberapa wilayah di sekitarnya ke perpustakaan Iskandariah, yang
fisik peninggalan tulisan itu mengandung sejumlah bacaan yang rusak atau korup. Beberapa di
antaranya adalah naskah-naskah Alkitab yang muncul dalam beberapa versi. Gejala itu merangsang
para ilmuwan untuk mengetahui firman Tuhan yang dianggap paling asli. Mereka membaca dan
membandingkan berbagai versi Alkitab tersebut segi isi melalui perbandingan kata per kata. Dari situlah
lahir istilah “cinta kata” atau filologi. Ilmuwan yang pertama kali melontarkan istilah ‘filologi’ bernama
Eratosthenes, seorang ahli astronomi. Di luar istilah dari Aristothenes, orang menyebut keahlian seperti
itu sebagai gramata atau keahlian berbicara atau retorika. Ahlinya disebut gramaticus atau gramatici.1

C. Macam Macam Filologi dalam sejarah perkembangannya

Dalam sejarah pertumbuhannya, penger an is lah filologi mengalami perkembangan sesuai


dengan kondisi dan situasi wilayah pemakaiannya. Di antara penger an yang dapat disampaikan dalam
buku ini adalah penger an is lah filologi sebagai:

 Ilmu tentang pengetahuan yang pernah ada,


 Ilmu bahasa
 Ilmu sastra, dan
 Studi teks.

1. Filologi sebagai ilmu pengetahuan yang pernah ada

Informasi mengenai masa lampau suatu masyarakat, yang meliputi berbagai segi kehidupan
dapat diketahui oleh masyarakat masa kini melalui peninggalan-peninggalan, baik yang berupa benda-
benda budaya maupun karya-karya tulis. Karya tulis pada umumnya menyimpan kandungan berita masa
lampau yang mampu memberikan informasi secara lebih terurai. Apabila informasi yang terkandung
dalam karya-karya tulis mempunyai cakupan informasi yang luas, menjangkau berbagai segi kehidupan
masa lampau, maka pengetahuan yang dipandang mampu mengangkat informasi yang luas dan

1
Buku moodul Dr. Kun Zachrun Istan , S.U
3
menyeluruh itu dipahami sebagai kunci pembuka pengetahuan. Oleh karena itulah, kemudian filologi
memperoleh arti ‘ilmu pengetahuan tentang segala sesuatu yang pernah diketahui orang’, sebagaimana
yang dikemukakan oleh Philip August Boekh. Dari pandangan inilah pengkajian terhadap teks-teks
yang tersimpan dalam peninggalan tulisan masa lampau tersebut disebut sebagai pintu gerbang untuk
mengungkapkan khazanah masa lampau. Dari pengertian inilah filologi disebut juga sebagai l’etalage
de savoir.

2. Filologi sebagai ilmu Bahasa

Sebagai hasil budaya masa lampau, peninggalan tulisan perlu dipahami dalam konteks
masyarakat yang melahirkannya. Pengetahuan tentang berbagai konvensi yang hidup dalam masyarakat
yang melatarbelakangi penciptaannya mempunyai peran yang besar bagi upaya memahami kandungan
isinya. Mengingat bahwa lapis awal dari karya tulis masa lampau berupa bahasa, maka pekerja filologi
pertama-tama dituntut untuk memiliki bekal pengetahuan tentang bahasa yang dipakai dalam karya tulis
lama tersebut. Hal ini berarti juga bahwa pengetahuan kebahasaan secara luas diperlukan untuk
membongkar kandungan isi karya tulis masa lampau. Dengan demikian, seorang filolog harus pula ahli
bahasa. Misalnya, seorang yang akan meneliti naskah-naskah Arab, harus menguasai bahasa Arab;
ilmuwan yang akan meneliti naskah-naskah Jawa, harus menguasai bahasa Jawa; filolog yang akan
meneliti naskah Melayu, harus menguasai bahasa Melayu, ilmuwan yang akan meneliti naskah Sunda,
harus menguasai bahasa Sunda. Dari situasi inilah kemudian filologi dipandang sebagai ilmu tentang
bahasa.

Dalam konsep ini, filologi dipandang sebagai ilmu dan studi bahasa yang ilmiah dan beraspek
masa lampau, seperti yang pada saat ini dilakukan oleh linguistik dalam hal etimologi, perbandingan
bahasa, dan ilmu bahasa diakronis. Apabila studinya dikhususkan terhadap teks-teks masa lampau,
filologi memperoleh makna sebagaimana yang terdapat pada linguistik diakronis. Filologi dengan
pengertian ini antara lain dapat dijumpai di India, Inggris, dan Amerika. Di Arab, filologi demikian
disebut dengan fighullughah.

3. Fililogi sebagai ilmu Sastra

Dalam perkembangannya, karya-karya tulis masa lampau yang didekati dengan ilmu filologi
berupa karya-karya yang mempunyai nilai yang tinggi di dalam masyarakat. Karya-karya itu pada
umumnya dipandang sebagai karyakarya sastra bermutu tinggi, misalnya karya Homerus (Illiat
Oddyse), Viyasa (Mahabarata), Valmiki (Ramayana). Perkembangan sasaran kerja ini kemudian
melahirkan pengertian tentang istilah filologi sebagai studi sastra atau ilmu sastra yang mempunyai nilai
yang tinggi.

4. Filologi sebagai Studi teks

4
Filologi dipakai juga untuk menyebut ‘ilmu yang berhubungan dengan teks-teks klasik’. Studi
terhadap karya tulis masa lampau dilakukan karena adanya anggapan bahwa di dalam peninggalan
tulisan mempunyai kandungan isi (disebut ‘teks’) tentang masa lampau suatu masyarakat. Filologi
disebut sebagai studi teks karena studi yang dilakukan itu dalam rangka mengungkapkan hasil budaya
yang tersimpan di dalamnya. Studi ini dilakukan baik untuk aspek kebahasaannya maupun untuk aspek
pernaskahan dan perteksan. Sasaran studi filologi adalah karya tulisan masa lampau yang ada pada
kertas, lontar, kulit kayu, papyrus, kulit binatang, bambu, dan sebagainya. Bahan yang menjadi media
menyajikan teks tersebut disebut ‘naskah’ atau ‘manuskrip’ dalam bahasa Indonesia manuscript dalam
bahasa Inggris, manuscrit dalam bahasa Prancis, atau handschrift dalam bahasa Belanda. Pengertian
filologi sebagai studi teks antara lain dapat dijumpai pada filologi di Negeri Belanda. Sejalan dengan
pengertian ini, di Prancis, filologi mendapat pengertian sebagai “studi suatu bahasa melalui dokumen
tertulis dan studi mengenai teks lama beserta penurunan (transmisi)nya.

Melalui studi bahasa dalam teks-teks, filologi bertujuan untuk mengenal teks-teks sesempurna
sempurnanya dan menempatkan dalam keseluruhan sejarah kebudayaan dan sastra suatu bangsa.
Konsep filologi demikian bertujuan mengungkapkan hasil budaya masa lampau suatu bangsa
sebagaimana yang terungkap dalam teks aslinya. Studinya menitikberatkan pada teks yang tersimpan
dalam karya tulis masa lampau. Dari pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa sebagai
istilah, filologi merupakan satu disiplin yang ditujukan pada studi tentang teks yang tersimpan dalam
peninggalan tulisan masa lampau. Studi teks ini didasari oleh adanya informasi tentang hasil budaya
manusia pada masa lampau yang tersimpan di dalamnya. Di dalam karya sastra masa lampau tercermin
pengalaman hidup dan keadaan masyarakat pendukungnya sepanjang masa, di dalamnya tergambar
keadaan geografisnya, manusia dan pemukimannya serta kesibukan sehari-harinya, perjalanan sejarah
kaum dan bangsanya, pengalaman emosional yang dilaluinya, serta pemikiran dan falsafah hidupnya.
Karya sastra itu membukakan dunia suatu bangsa kepada kita tentang gambaran alam pikiran, adat-
istiadat, kepercayaan, keadaan sosial masyarakat, kepribadian individu, hubungan antarindividu di
dalam masyarakat, dan sistem nilai yang berlaku di dalam masyarakat/bangsa tersebut.

Dalam karya tulis masa lampau terkandung nilai-nilai kehidupan yang bagi masyarakat masa
kini masih relevan. Jadi, filologi dalam masa kini dapat diartikan sebagai satu kajian tentang naskah
lama yang menyangkut keasliannya, bentuk dan asalnya, makna isinya, bahasa dan kebudayaannya.
Oleh karena itu, sebagai satu disiplin ilmu filologi tergolong dalam ilmuilmu kemanusiaan yang
bertujuan untuk mengungkapkan hasil budaya masa lampau yang tersimpan dalam peninggalan yang
berupa karya tulis/karya sastra. Konsep tentang ‘kebudayaan’ di sini dihubungkan antara lain dengan
buah pikiran, perasaan, kepercayaan, adat kebiasaan, dan nilai-nilai yang berlaku di dalam masyarakat.

5. Studi filologi di Indonesia

5
Studi filologi di Indonesia, sampai kira-kira permulaan abad ke-20 ini masih mengikuti konsep
filologi dalam pengertian studi teks dengan tujuan melacak bentuk mula teks. Mulai akhir abad ke-20,
studi filologi di Indonesia berkembang dengan mempertimbangkan kondisi teks dan naskah yang ada
yang disadari tidak sama dengan kondisi teks dan naskah yang melahirkan disiplin filologi serta
kehidupan pernaskahan yang ada dalam masyarakat pada waktu itu. Sebagai akibatnya, tujuan studi
yang berupa pelacakan bentuk mula teks tidak lagi menjadi tujuan satu-satunya. 2

D. Dasar kerja Filologi

1) Tujuan Filologi

Merujuk pada dasarkerja di atas,filologi sebagai ilmu pada umumnya mempunyai sasaran kerja
berupa khazanah peninggalan masa lampau yang terdapat dalam naskah. Sebagaimana literatur filologi
lainnya, ada pula sasarannya pada sastra lisan. Namun, disini penulis lebih mengutamakan pembahasan
dalam filologi tulisan yang lebih khusus filologi tradisional (Kosasih, 2014:12). Bila dilihat dari sejarah
lahirnya dan perkembangannya, memang arti filologi tersebut berada dalam arti luas, yakni filologi
sebagai pengkajian menyeluruh terhadap apa-apa yang ada dalam naskah. Baik itu bahasanya,
sastranya, sejarahnya, dan sebagainya. Diperlukan kemampuan yang banyak dari seorang peneliti untuk
mengkaji naskah (Kosasih, 2014:14). Berikut tujuan filologi yang umumya terdapat dalam beberapa
literatur.

Menurut Baried dkk. (dalam Kosasih,2014:14) ,tujuan kerja filologi dapat dirinci sebagai berikut :

1. Tujuan umum
 Mengungkapkan produk masa lampau melalui peninggalan tulisan.
 Mengungkapkan fungsi peninggalan tulisan pada masyarakat penerimanya, baik pada masa
lampau maupun masa kini.
 Mengungkapkan nilai-nilai budaya masa lampau.
2. Tujuan khusus
 Mengungkapkan bentuk pola teks yang tersimpan dalam peninggalan tulisan masa lampau.
 Mengungkapkan sejarah perkembangan teks.
 mengungkapkan sambutan masyarakat terhadap suatu teks sepanjang penerimanya.
 Menyajikan teks dalam bentuk yang terbaca oleh masyarakat masa kini yaitu dalam bentuk
suntingan

2
Ibid,6
6
E. Kodikologi

Kodikologi adalah ilmu kodeks. Kodeks merupakan bahan tulisan tangan atau gulungan atau buku
tulisan tangan, terutama dari teks-teks klasik. Kodikologi mempelajari seluk-beluk atau semua aspek
naskah, antara lain; bahan, umur, tempat, penulisan, dan perkiraan penulisan naskah3

Kodikologi merupakan ilmu mengenai naskah-naskah dan bukan mempelajari apa yang tertulis di
dalam naskah. Tugas dan daerah kerja kodikologi antara lain ialah sejarah naskah, sejarah koleksi
naskah, penelitian mengenai tempat naskah-naskah yang sebenarnya, masalah penyusunan katalog,
penyusunan daftar katalog, perdagangan naskah, dan pengguna-pengguna naskah itu. Kodikologi atau
ilmu pernaskahan bertujuan mengetahui segala aspek naskah yang diteliti. Aspek-aspek tersebut adalah
aspek di luar isi kandungan naskah.4

F. Tekstologi

Sama halnya dengan kodikologi yang mempelajari seluk-beluk naskah (kodeks), tekstologi
juga merupakan bagian dari ilmu filologi yang mempelajari seluk-beluk teks, terutama menelaah yang
berhubungan dengan penjelmaan dan penurunan sebuah teks sebagai sebuah teks karya sastra, dari
mulai naskah otograf (teks bersih yang ditulis pengarang) sampai pada naskah apograf (teks salinan
bersih oleh orang-orang lain), proses terjadinya teks, penafsiran, dan pemahamannya.5

Dalam penjelmaan dan penurunannya, secara garis besar dapat disebutkan adanya tiga macam teks,
yaitu:

 teks lisan (tidak tertulis)


 teks naskah tulisan tangan
 teks cetakan (Baried, 1985:56)

Kalau kita lihat berdasarkan masa perkembangannya, teks yang pertama ada adalah teks lisan, teks lisan
lahir dari cerita-cerita rakyat yang diturunkan secara turun-temurun dari generasi ke generasi melalui
tradisi mendongeng. Teks lisan berkembang menjadi teks naskah tulisan tangan yang merupakan
kelanjutan dari tradisi mendongeng, cerita-cerita rakyat yang pernah dituturkan disalin ke dalam sebuah
tulisan dengan menggunakan alat dan bahan yang sangat sederhana dan serta menggunakan aksara dan
bahasa daerahnya masingmasing. Teks naskah tulisan tangan ini masih tradisional, setelah
ditemukannya mesin cetak dan kertas oleh bangsa Cina maka perkembangan teks pun menjadi lebih
maju, pada masa ini orang tidak harus susah-susah menyalin sebuah teks, tetapi teks-teks sangat mudah
diperbanyak dengan waktu yang tidak lama maka lahirlah teks-teks cetakan.

3
Ahmad Rijal Nasrullah, Ade Kosasih, subtansi dan metodologi fiilologi dalam naskah
4
Sasadara hayunira, penger an kodikologi dan filologi
5
Tedi permadi, teks, tekstologi, dan kri k keks
7
Baried (1985:57), menyebutkan ada sepuluh prinsip Lichacev yang dapat dijadikan sebagai
pegangan untuk penelitian tekstologi yang pernah diterapkan terhadap karya-karya monumental sastra
lama Rusia. Kesepuluh prinsip tersebut adalah sebagai berikut:

 Tekstologi adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki sejarah teks suatu karya. Salah satu di
antara penerapannya yang praktis adalah edisi ilmiah teks yang bersangkutan
 Penelitian teks harus didahulukan dari penyuntingannya
 Edisi teks harus menggambarkan sejarahnya;
 Tidak ada kenyataan tekstologi tanpa penjelasannya
 Secara metodis perubahan yang diadakan secara sadar dalam sebuah teks (perubahan ideology,
artistic, psikologis, dan lain-lain) harus didahulukan daripada perubahan mekanis, misalnya
kekeliruan tidak sadar oleh seorang penyalin
 Teks harus diteliti sebagai keseluruhan (prinsip kekompleksan pada penelitian teks)
 Bahan-bahan yang mengiringi sebuah teks (dalam naskah) harus diikutsertakan dalam
penelitian
 Perlu diteliti pemantulan sejarah teks sebuah karya dalam teks-teks dan monumen sastra lain
 Pekerjaan seorang penyalin dan kegiatan skriptoria-skriptoria (sanggar penulisan/penyalinan:
biara, madrasah) tertentu harus diteliti secara menyeluruh
 Rekonstruksi teks tidak dapat menggantikan teks yang diturunkan dalam naskah-naskah.

Tejadinya teks

Seperti sudah disebutkan terdahulu, teks pada umumnya disalin dengan tujuan tertentu. Proses
penyalinan naskah atau teks adalah merupakan rangkaian turun- temurun yang disalin karena beberapa
alasan, yaitu:

 ingin memiliki naskah


 b) karena teks asli sudah rusak
 c) karena kekhawatiran akan terjadi sesuatu terhadap naskah.

Rangkaian penurunan yang dilewati oleh suatu teks yang turun-temurun disebut tradisi. Naskah
diperbanyak karena orang ingin memiliki sendiri naskah itu, mungkin karena naskah asli sudah rusak
dimakan zaman; atau karena kekhawatiran terjadi sesuatu dengan naskah asli, misalnya hilang, terbakar,
ketumpahan benda cair; karena perang, atau hanya karena terlantar saja. Mungkin pula naskah disalin
dengan tujuan magis; dengan menyalin suatu naskah tertentu orang merasa mendapat kekuatan magis
dari yang disalinnya itu. Naskah yang dianggap penting disalin dengan berbagai tujuan, misalnya tujuan
politik, agama, pendidikan, dan sebagainya (Baried, 1985:59).

8
Jarang ada teks yang bentuk aslinya atau bentuk sempurnanya sekaligus jelas dan tersedia.
Menurut de Haan (1973) dalam Baried (1985:57-58), mengenai terjadinya teks ada beberapa
kemungkinan:

1. aslinya hanya ada dalam ingatan pengarang atau pengelola cerita.turuntemurun terjadi secara
terpisah yang satu dengan yang lain melalui dikte apabila orang ingin memiliki teks itu
sendiri. Tiap kali teks diturunkan dapat terjadi variasi. Perbedaan teks adalah bukti berbagai
pelaksanaan penurunan dan perkembangan cerita sepanjang hidup pengarang
2. aslinya adalah teks tertulis, yang lebih kurang merupakan kerangka yang masih
memungkinkan atau memerlukan kebebasan seni. Dalam hal ini, ada kemungkinan bahwa
aslinya disalin begitu saja dengan tambahan seperlunya. Kemungkinan lain ialah aslinya
disalin, dipinjam, diwarisi, atau dicuri. Terjadilah cabang tradisi kedua atau ketiga di samping
yang telah ada karena varian-varian pembawa cerita dimasukkan
3. aslinya merupakan teks yang tidak mengizinkan kebebasan dalam pembawaannya karena
pengarang telah menentukan pilihan kata, urutanurutan kata, dan komposisi untuk memenuhi
maksud tertentu yang ketat dalam bentuk literer itu.

Frekuensi penyalinan naskah tergantung pada sambutan masyarakat terhadap suatu naskah, frekuensi
tinggi penyalinan menunjukkan bahwa naskah itu sangat digemari, misalnya naskah WS yang
jumlahnya sangat banyak dan terdapat di berbagai daerah, dan sebaliknya, apabila frekuensi penyalinan
kurang ini merupakan petunjuk bahwa suatu naskah kurang populer dan kurang diminati oleh
masyarakat. Frekuensi tinggi dalam penyalinan mengakibatkan ketidaksempurnaan teks naskah
tersebut. Sering terjadi penghilangan, penambahan, atau pergantian fonem, kata, frase, dan klausa
terhadap teks salinan mengakibatkan kurangnya keaslian teks tersebut. Semakin banyaknya kerusakan,
korup, atau varian pada naskah salinan maka mengakibatkan sulitnya menentukan naskah salinan yang
paling dekat dengan naskah aslinya.

Akibat penyalinan, terjadilah beberapa atau bahkan banyak naskah mengenai suatu cerita.
Dalam penyalinan yang berkali-kali itu tidak tertutup kemungkinan timbulnya berbagai kesalahan atau
perubahan. Hal itu terjadi, antara lain, karena mungkin si penyalin kurang memahami bahasa atau pokok
persoalan naskah yang disalin itu; mungkin pula karena tulisan tidak terang, karena salah baca; atau
karena ketidaktelitian sehingga beberapa hurup hilang (haplografi), penyalinan maju dari perkataan ke
perkataan yang sama (saut du meme an meme), suatu kata, suatu bagian kalimat, beberapa baris, atau
satu bait terlampaui, atau sebaliknya ditulis dua kali (ditografi). Penggeseran dalam lafal dapat
mengubah ejaan; ada kalanya hurup terbalik atau baris puisi tertukar; demikian pula dapat terjadi
peniruan bentuk kata karena pengaruh perkatan lain yang baru saja disalin. Dalam proses salin-menyalin
yang demikian, korupsi atau rusak bacaan tidak dapat dihindari. Di samping perubahan yang terjadi
karena ketidaksengajaan, setiap penyalin bebas untuk dengan sengaja menambah, mengurangi,
9
mengubah naskah, menurut seleranya disesuaikan dengan situasi dan kondisi zaman penyalinan
(Baried, 1985:59).

ISI TEKS

Isi teks tersebut beranekaragam yang mencerminkan dinamika budaya bangsa yang
memilikinya. Teks dapat berupa karya sastra, penuangan ide ide/gagasan, cita-cita, ilmu pengetahuan,
atau singkatnya dapat berupa segala hal yang dapat dituliskan. Beberapa teks dewasa ini menjadi teks
yang monumental karena menjadi simbol persatuan bangsa dan negara, dan menjadi penjelas dari
berbagai peristiwa masa lalu yang bermakna bagi suatu bangsa (Sudardi, 2001:5). Dilihat dari
kandungan maknanya, wacana yang berupa teks klasik itu mengemban fungsi tertentu, yaitu
membayangkan pikiran dan membentuk norma yang berlaku, baik bagi orang sezaman maupun bagi
generasi mendatang (Baried, 1985:4-5). Berdasarkan isi kandungannya, teks dapat berisi berbagai aspek
kehidupan sehari-hari di dunia, di antaranya: politik, ekonomi, pemerintahan, sosial, dan budaya, karena
teks merupakan penuangan ideide/gagasan, imajinasi, dan pengalaman sehari-hari penulisnya. Seperti
halnya teks sastra, pengarang menuangkan segala ide-ide/gagasan, imajinasi, dan pengalamannya
menjadi sebuah karya sastra yang mengandung amanat (pesan) bagi para pembaca. Naskah-naskah di
Nusantara mengemban isi yang sangat kaya. Kekayaan itu dapat ditunjukkan oleh aneka ragam aspek
kehidupan yang dikemukakan, misalnya masalah sosial, politik, ekonomi, agama, kebudayaan, bahasa,

10
dan sastra. Apabila dilihat sifat pengungkapannya, dapat dikatakan bahwa kebanyakan isinya mengacu
kepada sifat-sifat historis, didaktis, religius, dan belletri (Baried, 1985:4).

Menurut Ekadjati (2001), berdasarkan hasil inventarisasi kami yang pertama, secara garis besar
isi naskah Sunda dapat dibedakan atas 12 jenis, yaitu agama, bahasa, hukum/adat, kemasyarakatan,
mitologi, pendidikan, pengetahuan, primbon, sastra, sastra sejarah, sejarah, dan seni (Ekadjati dkk,
1988:4).

Adapun berdasarkan sebagian hasil inventarisasi yang kedua dan pembuatan mikrofilm,
klasifikasi isi naskah Sunda secara garis besar itu adalah

 sejarah, yang dapat dibedakan lagi atas sejarah Jawa Barat, sejarah Jawa, dan mitologi
 ajaran agama Islam, yang dapat dibedakan lagi atas Al-Qur’an, cerita Islam (Nabi Muhammad,
sahabat dan tokoh Islam, anbiya atau para nabi), fiqih, tasawuf, manakib, tauhid, adab, dan
kumpulan do’a
 sastra
 primbon dan mujarobat
 adat-istiadat dan
 lain-lain (Ekadjati dkk, 1999).

Selanjutnya, dilihat dari waktu penyusunan dan penulisannya serta karakter isinya, naskah-naskah
Sunda dapat dibagi atas tiga kelompok menurut periodisasinya.

Ketiga kelompok naskah yang dimaksud adalah

 kelompok naskah yang berasal dari masa kuno (awal adanya naskah Sunda sampai abad ke17
Masehi)
 kelompok naskah yang berasal dari masa peralihan (dari abad ke18 hingga pertengahan abad ke-
19)
 kelompok naskah yang berasal dari masa baru (pertengahan abad ke-19 hingga pertengahan abad
ke-20).

Karakteristik isi naskah yang berasal dari masa kuno mengandung informasi yang bertalian
dengan masalah keagamaan, pandangan hidup, sastra, bahasa, sejarah, geografi, lingkungan hidup,
sistem kemasyarakatan, adat-istiadat, kehidupan ekonomi, dan sistem pemerintahan pada masa kerajaan
Sunda. Masa peralihan, naskah-naskahnya berisi silsilah para raja dan tokoh Sunda dan Nusantara sejak
zaman pra-Islam hingga para penyebar agama Islam. Dua naskah yang mewakili masa ini adalah Carita
Waruga Guru dan Carita Waruga Jagat yang kiranya kedua naskah tersebut merupakan wakil data
pertama yang menggambarkan proses awal hubungan budaya, antara budaya-budaya: Sunda, Islam, dan
Jawa. Masa baru, isi naskahnya mengungkapkan kehidupan di lingkungan pendopo kabupaten (sejarah,
sastra sejarah), lingkungan keraton (sastra, legenda), lingkungan pesantren (pelajaran agama), dan
11
lingkungan rakyat biasa (sastra, seni, adat) yang mencerminkan pola pikir, perasaan, dan pengalaman
batin orang Sunda (kebangkitan identitas dan perluasan wawasan orang Sunda) (Ekadjati dkk,1988:10;
Ekadjati, 1996:105-128; Holle, 1864; Musa, 1860 dalam Ekadjati, 2001).

DAFTAR PUSTAKA

Luthfi, K. M. (2016). Kontekstualisasi filologi dalam teks-teks islam nusantara. Ibda: Jurnal Kajian
Islam dan Budaya, 14(1), 114-128.

SAKTIMULYA, S. R. (2015). Naskah-Naskah Skriptorium Pakualaman Periode Paku Alam ii (1830-


1858): Kajian Kodikologi, Filologi, dan Hermeneutika (Doctoral dissertation, Universitas Gadjah
Mada).

Supriatna, A. (2021). Tekstologi & Kodikologi (Sebuah Pengantar Pengkajian Naskah Kuno). UD. Al-
Hasanah.

Badrulzaman, Ade Iqbal, and Ade Kosasih. "Teori Filologi Dan Penerapannya Masalah Naskah-Teks
Dalam Filologi." Jumantara: Jurnal ManuskriP Nusantara 9.2 (2018): 1-25.

Wardah, E. S. (2012). Kajian Kondisi Fisik Dan Seluk Beluk Pernaskahan


(kodikologi). Tsaqofah, 10(1), 1-26.

Fathurahman, O. (2015). Filologi Indonesia Teori dan Metode. Prenada Media.

Susiawati, I., Wildan, A., & Mardani, D. (2022). Studi Tekstologi pada Wacana Kritis Teun A. Van Dijk
dan Robert Hodge. Jurnal Basicedu, 6(4), 6665-6678.

Duija, I. N. (2005). Tradisi lisan, naskah, dan sejarah Sebuah catatan politik
kebudayaan. Wacana, 7(2), 115-128.

Nurdin, A. R. "LITERASI MANUSKRIP TASAWUF." An-Nahdah Al-'Arabiyah 3.1 (2023): 59-77.

Omar, S. A. B. C., & Ariffin, S. B. (2023). Manuskrip Al-Quran Madura: Analisis Terhadap Kodikologi
Manuskrip al-Quran MSS 4322 Koleksi Perpustakaan Negara Malaysia Manuscripts of Al-Quran in
Madura: An Analysis of the Codicology of Manuscripts al-Quran MSS 4322 from National Library of
Malaysia Collection. Al-Bayan: Journal of Qur'an and Hadith Studies, 21(1), 105-134.

12
13

Anda mungkin juga menyukai