Anda di halaman 1dari 7

TUGAS FILOLOGI

Resume Materi

Dosen Pengampu:
Dra. Rukiyah, M.Hum.

Disusun Oleh:
Heriffa Adibah Kamalia
13010121130075

PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA


FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2021
A. Pengertian Filologi
Secara etimologis, filologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu philos yang
brarti cinta dan logos yang berarti kata. Maka filologi berarti “cinta kata” atau
senang “bertutur” yang kemudian berkembang artinya menjdi “senang belajar”,
“senang ilmu”, dan “senang kesastraan” atau “kebudayaan”.
Istilah Filologi pertama kali digunakan pada abad ke-3 SM oleh seorang ahli
yang berasal dari Yunani bernama Erastothenes. Kemudian menurut istilah
filologi memiliki arti sebagai berikut.
1. Filologi merupakan ilmu pengetahuan tentang segala sesuatu yang
pernah diketahui orang → jangkauan isi teks luas → jadi objek kajian
sekelompok ahli dari Aleksandria. Tujuan kegiatan filologi:
menemukan bentuk teks asli dengan cara menyisihkan beberapa
kesalahan di dalam teks. Sejumlah naskah memiliki bacaan yang
berbeda (varian) atau bacaan yang rusak (korup), sehingga varian-varian
yang terdapat pada naskah saat itu dianggap sebagai sesuatu yang korup
dan harus disingkirkan. Maka terdapat kegiatan filologi yang
menitikberatkan penelitiannya pada bacaan yang rusak disebut dengan
filologi tradisional. Sedangkan filologi modern itu varian pada
naskahnya tidak korup, namun dianggap sebagai kreasi yang di mana
teks disesuaikan dengan perubahan dalam sosio-budaya oleh penyalin
→ salinan tersebut harus berfungsi menurut harapan pembaca, jadi
sasaran naskah baru itu.
2. Filologi pernah dipandang sebagai sastra secara ilmiah → teks-teks yang
dikaji berupa karya sastra bernilai tinggi, seperti karya Humeros.
3. Filologi digunakan sebagai ilmu bahasa/linguistik → peranan bahasa
yang penting dalam mengkaji teks sehingga kajia utama filologi ialah
bahasa.
Kemudian terdapat beberapa arti filologi menurut beberapa sumber sebagai
berikut.
1. Dalam kamus istilah filologi, filologi merupakan ilmu yang menyelidiki
perkembangan kerohanian suatu bangsa dan kekhususannya atau yang
menyelidiki kebudayaan berdasarkan bahasa dan kesusastraannya.
2. Mnurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Filologi merupakan
ilmu tentang bahasa, kebudayaan, pranata, dan sejarah suatu bangsa
sebagaimana terdapat di bahan-bahan tertulis.
3. Menurut Groot Woordenboek Der Nederlandse Taal, Filologi adalah
ilmu mengenai bahasa dan sastra suatu bangsa, mula-mula yang
berhubungan dengan bahasa dan sastra bangsa Yunani dan Romawi,
tetapi kemudian meluas kepada bahasa dan sastra bangsa lain seperti
bangsa Perancis, Spanyol, Portugis, Jerman, Belanda, Inggris, dan
Slavia.
4. Menurut Webster’s New International Dictionary, Filologi adalah ilmu
bahasa dan studi tentang kebudayaan-kebudayaan bangsa-bangsa yang
beradab seperti diungkapkan terutama dalam bahasa, sastra, dan agama
mereka.
5. Di Indonesia sendiri filologi merupakan disiplin yang bahan kerjanya
berdasarkan bahan tertulis yang tujuannya mengungkapkan makna teks
dengan latar belakang budayanya.

B. Objek Filologi
Terdapat dua macam objek filologi yaitu naskah dan teks. Naskah merupakn
semua bahan tulisan tangan peninggalan nenek moyang pada kertas, lontar,
kulit kayu, dan rotan (sifat: konkret). Kertas → naskah bahasa Melayu dan Jawa
yang biasanya memakai merang/padi; Lontar → naskah bahasa Jawa dan Bali,
paling banyak dipakai; Kulit kayu/Rotan → naskah bahasa Batak. Naskah
dalam bahasa memiliki beberapa istilah di antaranya: bahasa Latin → codex
(kodikologi: ilmu); bahasa Inggris → manuscript (Ms/mss); dan bahasa Belanda
→ handschrift (hs/hss).
Manuscript berasal dari basaha Latin, yaitu manu dan script yang berati
tulisan tangan. Dalam konteks filologi, manuscript → merujuk pada dokumen
yang di dalamnya terdapat teks tulisan tangan. Bahannya terbuat dari kertas,
daluwang, lontar, bambu, dll.
Naskah yang menjadi objek filologi berupa naskah-naskah klasik yang
artinya belum ada pengaruh budaya barat secara intensif. Sesuai UU
Perpustakaan naskah yang berusia lebih dari 50 tahun merupakan nskah klasik.
Sedangkan teks merupakan isi naskah yang bersifat abstrak. Teks dapat berupa
teks lisan maupun teks tulisan. Terdapat tradisi penyampaian tradisi yang terdiri
dari filologi lisan (tradisi paling tua → sampai saat ini masih ada yang
melestarikan), filologi naskah, dan filologi cetakan (1450 → ditemukan mesin
cetak oleh Gutenberg). Pada abad ke-10 ada Ramayana Kakaling.
Naskah di Perpustakaan Nasional (dulu tersmpan di Museum Pusat Jakarta)
menurut catatan Sutaarga digolongkan menjadi hikayat (243 judul), cerita
knabian (138 judul), cerita sejarah (58 judul), hukum & adat ( 50 judul), puisi
(99 judul), pustaka agama Islam (273 judul), dan aneka ragam (92 judul).
Tempat penyimpanan naskah terdapat di perpustakaan dan museum yang
tersebar di beberapa negara dan rumah-rumah penduduk. Pada rumah penduduk
hanya sebagai koleksi pribadi → turun-temurun. Di Indonesia, naskah tersebar
di 15 tempat. Sedangkan di luar negeri, naskah Indonesia tersebar di 26 negara
pada museum-museum yang ada. Penyebaran naskah ke luar negeri melalui
jalur perdagangan, hibah (hadiah), dan lain-lain yang kemudian disalin (salah
satunya oleh Raffles), serta jalur rampasan perang (jajahan).
Kemudian ada katalog yang merupakan pintu gerbang utama untuk mencari
naskah. Katalog sendiri diartikan seagai daftar naskah dengan keterangan
singkat yang bersi judul, isi yang singkat, kondisi, jumlah halaman, huruf yang
dipakai, kolofon (jika ada), dan di mana naskah berada. Kolofon merupakan
catatan pada akhir teks yang berisi kapan naskah itu disalin, siapa penulisnya,
di mana nasah disalin/ditulis, tahun, dan lain-lain.
Ada objek yang bukan termasuk kajian filologi, yaitu batu. Peninggalan
tertulis pada batu berupa piagam, batu bersurat, prasasti, dan inskripsi. Batu
bukan objek kajian filologi karena bagian dari arkheologi. Ilmu dalam bidang
tulisan pada batu disebut epigrafi.
Filologi memiliki tujuan umum dan khusus. Tujuan umum dari filologi di
antaranya: Memahami kebudayaan suatu bangsa melalui hsil sastranya
(lisan/tertulis); Memahai makna dan fungsi teks bagi masyarakat penciptanya;
dan Mengungkan nilai-nilai budaya lama sebagai alternatif pengembangan
kebudayaan. Sedangkan tujuan khusus filologi terdiri dari: Menyunting sebuah
teks yang dipandang paling dekat dengan teks aslinya; Mengungkap sejarah
terjadinya teks dan perkembangannya; dan Mengungkap resepsi pembaca pada
setiap kurun penerimaannya.

C. Kedudukan Filologi di Antara Ilmu Lain


Filologi memerlukan ilmu lain untuk mengkaji isi naskah dan hasil
kajiannya digunakan oleh ilmu-ilmu lain → hubungan timbal-balik antara
filologi dengan ilmu-ilmu lain.
Yang pertama ada ilmu bantu linguistik yang mengkaji bahasa naskah yang
berbeda dengan bahasa sehari-hari. Cabang linguistik untuk membantu filologi
terdiri dari: Etimologi yang mempelajari asal usul sejarah kata; Sosiolinguistik
yang mempelajari hubungan dan pengaruh antara tingkah laku dengan bahasa
masyarakat → untuk mengetahui unda usuk bahasa, ragam bahasa, dan alih
kode; dan Stilistika yang menyelidiki bahasa sastra, khususnya gaya bahasa,
mencari teks asli atau mendekati asli dan menentukan usia teks. Sebaliknya,
filologi diperlukan oleh linguistik → meneliti linguistik diakronik →
menyelidiki perkembangan bahasa dari masa ke masa → menyelidiki
perbandingan satu bahasa dengan bahasa lainnya.
Kemudian terdapat bahasa yang memengaruhi bahasa naskah Nusantara,
seperti bahasa Sansakerta, Tamil, Arab, Persi, dan lain-lain. Bahasa yang paling
besar pengaruhnya adalah bahasa Sansakerta dan bahasa Arab → diperlukan
pendalaman untuk memahami teks dari kedua bahasa tersebut. Bahasa Arab
diperlukan untuk mengkaji naskah-naskah yang mendapat pengaruh Islam
(tasawuf atau suluk), contohnya dalam naskah Melayu: Sirathal Mustaqim,
Mir’atul Mu’minin; dalam bahasa Jawa: Suluk Sukarsa dan Suluk Wujil.
Terdapat ilmu yang mempelajari tentang manusia, yaitu antropologi. Ilmu
tersebut berkaitan erat dengan sikap masyarakat terhadap naskah. Misal:
Adanya tradisi caos dhahar (memberi sesaji) dan nyirami (memandikan);
Adanya istilah Mutrani → putran (naskah kopi); dan Adanya teks yang dapat
menghapus dosa pembaca apabila dibaca hingga tamat, yaitu Hikayat Nabi
Bercukur. Naskah yang mengandung mantra memerlukan bantuan antropologis
sebagai naskah magis.
Lalu ada folklor yang merupakan sebagian budaya kolektifan → tersebar
dan turun-temurun → tradisional versi berbeda → bentuk lisan atau dengan
gerak isyarat atau alat bantu pengingat. Bantuan folklor terhadap filologi →
untuk mengkaji teks lama yang mengandung unsur folklor → mite, legenda, dan
cerita asal usul. Misalnya Babad Tanah Jawi → mitologi Hindu; Legenda Watu
Gunung → silsilah raja-raja Jawa, Mite Nyai Roro Kidul → penguasa Laut
Selatan dan kekasih Panembahan Senopati.
Selanjutnya ada ilmu sastra terhadap filologi → mengkaji naskah yang
mengandung teks sastrawi → berisi cerita rekaan. Abrams membedakan
pendekatan ilmu sastra menjadi empat macam, yaitu: Pendekatan mimetik →
menonjolkan aspek-aspek referensi, acuan karya sastra dan kaitan dengan dunia
nyata; Pendekatan pragmatik → menonjolkan pengaruh karya sastra terhadap
pembaca/pendengar; Pendekatan ekspresif → menonjolkan penulis karya sastra
sebagai penciptanya; dan Pendekatan objektif → menonjolka karya sastra
sebagai struktur otonom. Ada juga pendekatan reseptif sastra yang lebih
menitikberatkan kepada tanggapan pembaca atau penikmat sastra. Sebaliknya,
filologi terhadap ilmu sastra berupa penyediaan suntingan naskah lama →
membahas teks sebagai bahan penyusunan sejarah sastra atau teori sastra.
Ada ilmu agama yang diwarnai oleh berbagai macam agama untuk naskah-
naskah Nusantara, seperti agama Hindu, Budha, dan Islam. Selain itu, naskah-
naskah yang berisi keagamaan disebut dengan sastra kitab → naskah
Jawa/Melayu memerlukan pengetahuan agama Islam. Sedangkan saat filologi
terhadap sejarah perkembangan agama berupa hasil suntingan dan pembahasan
isi naskah yang mengandung teks keagamaan (Sastra Kitab) menjadi bahan
penulisan perkembangan agama.
Lalu ada sejarah kebudayaan yang diketahui menumbuhkan dan
mengembangkan unsur-unsur budaya suatu bangsa → hal penting untuk
menggarap naskah lama → pengaruh sastra klasik India, Arab, dan Persi.
Sedangkan filologi terhadap sejarah kebudayaan melalui pembacaan naskah-
naskah lama → terdapat informasi bahwa unsur-unsur budaya yang sekarang
sudah punah → membantu penyusunan sejarah kebudayaan.
Ilmu sejarah memanfaatkan hasil-hasil kajian filologi terhadap: Naskah
sejarah, seperti Negarakertagama, Babad Tanah Jawi, Pararaton, dan lain-
lain; dan Teks-teks lama → memberi informasi lukisan kehidupan masyarakat
yang jarang ditemukan pada sumber sejarah di luar sastra → Hikayat Abdullah
(Melayu) yang memberi kritik tajam terhadap kehidupan feodal dan Serat
Wicara Keras (Jawa) yang memberi kritik tajam terhadap kehidupan
masyarakat Surakarta.
Filologi terhadap hukum adat → kajian terhadap teks-teks Melayu dan
Jawa. Pada sastra Melayu terdapat Undang-Undang Negeri Malaka atau
Risalah Hukum Kanun. Pada sastra Jawa terdapat teks para Raja atau Angger-
Angger.
Hasil kajian filologi terhadap naskah yang mengandung nasihat dan
pepatah-pepatih yang bersumber keyakinan bersifat filsafati merupakan filologi
terhadap filsafat.

D. Sejarah Perkembangan Filologi


Ilmu Filologi ditemukan pertama kali oleh Erastothenes pada abad ke-3
SM di kota Iskandariyah, Yunani. Bahan kajiannya adalah naskah yunani pada
abad ke-8 – 3 SM → huruf bangsa Funisia kemudian dikenal dengan huruf
Yunani. Awalnya berbahan daun papirus dan isi naskahnya berupa ilmu filsafat,
kedokteran, perbintangan, ilmu sastra, ilmu hukum, dan sebagainya. Pusat studi
untuk tempat menelaah naskah-naskah lama → Yunani, abad ke-3 SM →
menjadi perpustakaan yang terdapat naskah-naskah berupa papirus bergulung.
Tujuan penggarapan naskah awalnya untuk menggali ilmu pengetahuan Yunani
lama → menjadi kegiatan perdagangan → banyak naskah yang harus disalin
oleh para budak yang akhirnya terjadi penyimpangan karena tidak memiliki
kesadaran terhadap nilai keontentikan nilai naskah. Kegiatan filologi di
Iskandariyah berlangsung sampai abad ke-1 SM saat Iskandariyah jatuh ke
tangan bangsa Romawi. Pada abad ke-4 Romawi terbagi menjadi dua, Romawi
Barat dan Romawi Timur.
Kemudian kegiatan filologi di Romawi Barat berupa naskah-naskah Latin
→ bentuknya prosa dan puisi. Pada abad ke-4, teks ditulis dalam bentuk buku
yang disebut codex → bahan naskah kulit binatang, terutama kulit domba,
dikenal dengan nama perkamen. Sedangkan filologi di Romawi Timur berupa
naskah-naskah lama. Periode ini memunculkan kebiasaan menulis tafsir
terhadap isi naskah pada tepi halaman naskah yang disebut dengan scholia.
Pada abad ke-13, filologi berkembang di zaman Renaisans yang merupakan
perubahan di lapangan sejarah kebudayaan mengenai tanggapan hidup serta
peralihan dari zaman pertengahan ke zaman baru. Renaisans dimulai dari Italia
yang akhirnya menyebar ke negara-negara Eropa lainnya. Pada zaman ini
kegiatan telaah teks lama muncul kembali → kritik teks dan sejarahnya.
Kemudian pada abad ke-15 (tahun 1450), ahli filolog asal Jerman, Gutenberg,
menemukan mesin cetak. Renaisans berakhir pada abad ke-16.
Filologi di kawasan Timur Tengah dimulai sejak abad ke-4 → pusat studi
berupa perguruan tinggi berasal dari Yunani dengan Beirut sebagai pusat ilmu
Hukum dan Edessa sebagai pusat kebudayaan Yunani. Terjadi beberapa
perkembangan, puncaknya pada masa pemerintahan Makmun dan terdapat tiga
penerjemah, yaitu Qusta bin Luqa, Hunain bin Ishaq, dan Hubaisyi. Hunain
memiliki pengetahuan paling luas karena menguasai bahasa Arab, Yunani, dan
Persi, sehingga ia mendirikan lembaga penerjemah di Kota Baghdad. Kemudian
masa ini berakhir pada abad ke-18 di Paris.
Filologi di India berupa naskah-naskah India yang berisi aspek kebudayaan.
Hasil kajian filologis terhadap naskah-naskah India → dipublikasikan oleh
Abraham Roger asal Belanda pada tahun 1651. Pada tahun 1790 ditulis tata
bahasa Sansakerta dalam bahasa Latin → pendeta Jerman, Hanxleden →
penerbitnya penginjil Australia, Fra Paolo B., di Roma. Abad ke-18 kegiatan
filologi di India baru dimulai oleh bangsa Inggris. Tahun 1784 didirikan sebuah
wadah kegiatan filologi di Bengal → The Asiatic Society → Sir Charles Wilkins,
Sir William Jones, dan Henry Thomas Celebrooke merupakan orang-orang
yang memajukan kegiatan filologi di Bengal.
Filologi di Nusantara dilakukan oleh para pedagang, penginjil, dan
penerjemah. Pada abad ke-16, para pedagang Barat memulai kegiatan filologi
di Nusantara. Ada juga penginjil Dr. Melchior Leijdecker → penerjemah Beibel
ke bahasa Melayu Tinggi; dan G.H. Werndly → menyusun daftar naskah-
naskah Melayu. Kemudian ada Zending dan Bijbelgenootschap, yaitu G.
Bruckner → seorang penginjil protestan yang menyebarkan Alkitab kepada
masyarakat Jawa. Lalu ada Nederlandsche Bijbelgenootschap (NBG) →
membuat suatu ketetapan penyiar → penerjemah Alkitab yang akan dikirim ke
Indonesia harus memiliki pendidikan akademik. Dampak dari NBG adalah
muncul karangan-karangan ilmiah dari para penginjil mengenai bahasa, sastra,
dan kebudayaan Nusantara. Terdapat beberapa penginjil yang datang ke
Indonesia, seperti Petrus van den Vorm pada tahun 1638; Francois Valentijn
pada tahun 1685, ia banyak menulis tentang kebudayaan Nusantara dan
menyusun kamus serta buku tata bahasa Melayu; J.V.C. Gericke (1824) →
bidang bahasa Jawa; A. Hardeland di daerah Dayak; H.N. van der Tuuk di
daerah Batak dan Bali; dan masih banyak lagi. Pada awalnya para penginjil
dikirim ke Indonesia untuk belajar bahasa-bahasa daerah Nusantara
(kepentingan penyiaran dan penerjemahan Alkitab) → selanjutnya mereka
tertarik melakukan penyuntingan isi naskah untuk disebarluaskan.

Anda mungkin juga menyukai