Anda di halaman 1dari 8

TUGAS TELAAH BUKU

Oleh : ELLYA MUHAJIROH


PGMI KELAS B PASCASARJANA UIT KEDIRI

FILOLOGI INDONESIA : TEORI DAN METODE


Karya :
OMAN FATHURAHMAN

A. Pendahuluan

Setiap penelitian bidang keilmuan apapun membutuhkan sumber primer, salah


satu sumber primer untuk bidang keilmuan humaniora adalah naskah tulisan tangan
atau manuskrip ( manuscript ). Alat utama untuk menggali dan mengkaji naskah
tersebut adalah filologi, meskipun dalam praktiknya diperlukan ilmu lain untuk
membunyikan konteks dari teks yang dikajinya.

Konon, filologi itu bidang ilmu yang tidak menarik, tidak seksis, membosankan,
tidak popular sehingga tidak diminati banyak orang. Namun Oman Fathurahman
berhasil membantah stigma tersebut setelah beliau memilih untuk mengambil studi
filologi yang kemudian banyak mengkondisikannya untuk bercengkerama dengan
naskah-naskah kuno dan merasa nyaman serta puas memiliki distingsi ilmu filologi.
Menurutnya naskah telah memandunya menapaki jalan pintas untuk menyelami
sejarah, peradaban, dan ilmu pengetahuan masyarakat Nusantara masa lalu yang
belum diketahui banyak orang. Kesempatan melakukan riset, fellowship, menulis
artikel, serta berbagi hasil penelitian di forum ilmiahpun sangat terbuka baginya ketika
menggeluti studi ini secara konsisten.

Perkenalan pertama Oman Fathurahman dengan dunia filologi diawali dari


sebuah “ kecelakaan” diminta membaca naskah. Saat itu, Henri Chambert-Loir kepala
Ecole Francais d’Extreme -Orient ( EFEO) Jakarta hendak menerbitkan disertasi
Nabilah Lubis menjadi buku. Kebetulan naskah Arab yang hendak diterbitkannya yakni
Zubdat al-Asrar karya Syekh Yusuf Makassar, mengandung terjemahan antar baris
dalam Bahasa Jawa, sehingga ia diminta membaca dan memeriksa keselarasan
transkripsi teks Arab dan terjemahannya. Ia sangat menikmati pekerjaan membaca
tersebut, sampai akhirnya hasil pemeriksaannya dianggap memuaskan, sehingga
ditawari untuk melanjutkan kuliah dengan pengkhususan filologi atas beasiswa dari
Yayasan Naskah Nusantara ( Yanassa) sembari magang di EFEO. Dari kesempatan
itulah Ia kemudian ‘jatuh hati’ pada bidang keilmuan filologi, khususnya untuk kajian
naskah keislaman.

Setelah kurang lebih 17 tahun menekuni kajian naskah, Oman Fathurahman


memiliki satu keyakinan bahwa Filologi adalah sebuah pendekatan studi naskah yang
menekankan pentingnya membaca dan melakukan kritik teks ( textual criticism ). Hal
penting dalam filologi adalah pertama soal “ membaca naskah “. ( Reading
Manuscripts ) . Pembeda seorang penyaji naskah satu dengan lainnya adalah
seberapa banyak dan sering ia membaca naskah, baik untuk keperluan penelitian atau
sekedar iseng membaca. Biasanya saat membaca akan muncul imajinasi-imajinasi
tentang bangunan Masyarakat masa lalu, tentang akar sebuah tradisi keilmuan,
tentang kedigjayaan sebuah peradaban dan lain sebagainya sehingga melahirkan
inspirasi mengenai topik apa yang patut dikaji,teks-teks apa yang belum dibahas
peneliti lain, dan perspektif apa yang digunakan untuk menganalisisnya. Adapun hal
penting kedua yang perlu dilakukan dalam studi filologi yaitu mendialogkan kandungan
naskah tersebut dengan bidang-bidang ilmu yang terkait. Teks dalam naskah tidak
cukup dilihat, diartikan dan dipahami sebagai teks tersebut an sich, melainkan harus
ditempatkan dalam konteks yang melahirkan dan mempengaruhinya. Seorang filologis
seyogyanya tidak berhenti pada menyunting dan menerjemahkan teks, melainkan
mencoba melakukan kontekstualisasi untuk mengungkapkan pesan substansial yang
ingin disampaikan oleh teks tersebut.
B. KHAZANAH NASKAH NUSANTARA : SEBUAH GAMBARAN UMUM

Seseorang yang mulai masuk dalam studi pernaskahan Nusantara, niscaya


akan memiliki pertanyaan yang sama seperti : tentang apa saja isi naskah Nusantara
? adakah naskah yang relevan dengan bidang ilmu yang dipelajari ? seberapa banyak
naskah Nusantara yang dapat diketahui ? dimana saja tersimpannya naskah-naskah
tersebut ?

Pertanyaan-pertanyaan diatas tidak selalu mudah untuk dijawab. Selain karena


system dokumentasi dan katalogisasi naskah Nusantara yang masih jauh dari
lengkap, juga karena Sebagian besar naskah masih “tercecer” di tangan Masyarakat
dan menjadi property pribadi sehingga kita mungkin hanya baru bisa menyebut bahwa
jumlahnya bisa mencapai puluhan atau ratusan ribu.

Diantara berbagai kategori naskah Nusantara, naskah keislaman merupakan


salah satu kategori naskah yang jumlahnya relative banyak. Hal ini terjadi mengingat
kenyataan bahwa Ketika islam dengan segala kekayaan budayanya masuk di wilayah
Nusantara pada umumnya, dan wilayah Melayu – Indonesia pada khususnya, budaya
tulis menulis sudah relative mapan ( Ikram 1997: 139), sehingga Ketika terjadi
persentuhan antara Islam dan budaya tulis menulis tersebut, maka muncullah
berbagai aktivitas penulisan naskah-naskah keagamaan yang memang menjadi media
paling efektif dalam proses transmisi keilmuan Islam tersebut.

Selain itu, banyaknya naskah keagamaan terutama dengan unsur tasawuf juga
terkait dengan kenyataan bahwa kebudayaan yang dimiliki bangsa Indonesia secara
keseluruhan merupakan hasil akulturasi manusia Indonesia dengan peradaban Islam
yang oleh Edi Sedyawati disebut sebagai salah satu dari tiga pengalaman besar dalam
akulturasi di Indonesia.

Diketahui pada abad ke-13 Indonesia didatangi oleh para ulama sufi yang
dalam proses penyebaran Islam banyak pula menghasilkan berbagai tulisan, yang kini
tersimpan dalam bentuk naskah, menyangkut ajaran-ajaran tasawuf yang mereka
sampaikan kepada Masyarakat setempat ( Azra 1994: 32 ). Naskah naskah Keislaman
adalah salah satu dari kategori naskahnusantara secara keseluruhan, masih banyak
lagi dan masih banyak lagi naskah-naskah dalam kategori lainnya, seperti histografi
local, obat-obatan, astronomi, kesenian dan wayang.

C. PEMAHAMAN TENTANG FILOLOGI

“ Filologi bukan sebuah tujuan, hanya suatu peralatan”. Demikian Henri Chambert-
Loir, filolog Melayu asalPrancis, Ketika mengawali pengantar atas hasil suntingannya
terhadap Hikayat Nahkoda Asik karangan Sapirin Bin Usman, dan Hikayat Merpati
Mas karangan Muhammad Bakir (Chambert-Loir, 2009: 271). Sebagai “sebuah
peralatan” filologi karenanya bukan piranti eksklusif yang hanya boleh digunakan oleh
sejumlah ahli peneliti dan mahasiswa peminat naskah kuno belaka, yang hanya
menganalisis “hal-hal sepele” dan “ remeh-temeh” menurut istilah Chambert-Loir.
Lebih dari itu filologi digunakan oleh sarjana dari berbagai disiplin ilmu, sebagai
“peralatan” untuk sampai pada tujuan penelitiannya.

Secara umum filologi dianggap sebagai salah satu cabang dari ilmu-ilmu
humaniora yang memfokuskan perhatiannya pada aspek Bahasa dan sastra, terlebih
yang termasuk kategori Bahasa dan satra klasik. Menurut Baroroh Baried Filologi
adalah “ ilmu yang mempelajari kebudayaan suatu bangsa berdasarkan Bahasa dan
kesusastraan“ ( Baried dkk., 1994: 9 ). Secara khusus filologi dipahami sebagai cabang
ilmu yang mengkaji teks beserta sejarahnya ( tekstologi ). Termasuk didalamnya
melakukan kritik teks yang bertujuan merekonstruksi keaslian sebuah teks,
mengembalikannya pada bentuk semula, serta membongkar makna dan konteks yang
melingkupinya. Biasanya Upaya rekonstruksi ini diterapkan pada teks-teks yang
terdapat dalam naskah kuno dengan menggunakan metode tertentu dan didasarkan
pada variasi bacaan yang terdapat dalam sejumlah salinannya.

Dalam tradisi Islam, hakikat yang terkandung dalam pengertian filologi


sesungguhnya juga telah lama diterapkan untuk memverifikasi validitas teks-teks
keagamaan, bahkan oleh para ahli tafsir untuk melihatkemungkinan variasi bacaan
AL-Qur’an versi non -Usmani, seperti mushaf Abdullh Bin Mas’ud atau Mushaf Ubay
Bin Ka’ab, yang dikesampingkan Bersama mushaf-mushaf lainnya, atas kebijakan
Khalifah Usman Bin Affan.

D. TUGAS SEORANG FILOLOGIS

Menurut ROBSON 1988:11), tugas utama seorang filologis adalah


menjembatani gap komunikasi antara pengarang masa lalu dengan pembaca dimasa
kini. Karena nya salah satu tujuan dari penelitian naskah adalah “ making a text
available”. Yakni mengupayakan dengan berbagai cara agar sebuah teks lama dapat
diakses dan dinikmati oleh lebih banyak pembaca masa kini.

Dua hal yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan penelitian naskah :
1. Menyajikan ( to present )
Menyajikan teks yang berasal dari naskah yang sulit dibaca menjadi teks yang
dapat dinikmati pembaca, dan dari teks yang susah diakses menjadi terbuka untuk
siapa saja.
2. Menafsirkan ( to interpret )
Menafsirkan teks tersebut sesuai dengan konteks local yang melahirkannya.

Metode dan Teknik penyajian teksnya itulah yang dikenal dalam studi filologi
sebagai kritik teks ( textual criticism ) yang salah satu tujuan utamanya adalah
merekonstruksi teks hingga mendekati bentuk semula yang ditulis oleh pengarang (
teks autograpf ), karena pada masa kini, khususnya dalam konteks Indonesia
kebanyakan naskah yang dijumpai adalah merupakan hasil Salinan yang ditulis
Kembali puluhan atau ratusan tahun setelah masa pertama kali diciptakan oleh
pengarangnya.

Dalam perspektif tradisional, Upaya mengembalikan teks ke bentuk semula adalah


penting karena tradisi penyalinan teks melalui tulisan tangan sangat membuka
kemungkinan munculnya variasi bacaan baik akibat kesengajaan ataupun
ketidaksengajaan penyalin. Tetapi dalam perspektif filologi modern, variasi-variasi
bacaan tersebut dilihat sebagai sebuah “dinamika teks” sehingga focus kritikteksnya
bukan bagaimana “memurnikan” teks melainkan bagaimana mengapresiasi dinamika
teks tersebut.
Henri Chambert-Loir mengibaratkan seorang filologis seperti seorang tukang
servis atau reparasi, yang berkewajiban membetulkan sebuah alat elektronik seperti
televisi misalnya, dan kemudian mengembalikan televisi yang telah dibetulkannya itu
tanpa harus memberitahukan kepada pemiliknya, dengan peralatan dan perkakas apa
ia membetulkan televisi itu.

E. NASKAH : OBJEK KAJIAN FILOLOGI

“ membayangkan masa lalu” Itulah yang pertama kali perlu dilakukan untuk
memahami kata “naskah” Ketika produksi dokumen dihasilkan melalui goresan
tangan, tradisi cetak belum ada, mesin fotokopi belum terpikirkan. Dokumen-dokumen
itu harus disalin tangan sampai puluhan kali selama ratusan tahun hingga sampai pada
kita saat ini. Itulah yang menjadi raison detre atau alas an adanya alas an adanya ilmu
filologi.

Pengertian Naskah

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia ( KBBI ), kata naskah diartikan sebagai :
(1) Karangan yang masih ditulis tangan
(2) Karangan seorang yang belum diterbitkan
(3) Bahan -bahan berita yang siap diset
(4) Rancangan

Dalam konteks filologi Indonesia, kata naskah dan manuskrip dipakai dalam
pengertian yang sama, yakni merujuk pada dokumen yang di dalamnya terdapat
teks tulisan tangan, baik berbahan kertas ( kertas Eropa ), daluwang ( daun saeh),
daun lontar, ,daun nipah, kulit kayu , bambu, rotan dan lainnya. Perbedaan
naskah atau manuskrip dengan teks adalah naskah merupakan bentuk fisik
dokumennya , sedangkan teks yaitu tulisan atau kandungan isi yang terdapat di
dalam naskah tersebut..

Setelah memahami pengertian naskah atau manuskrip, hal berikutnya yang


penting dipahami seorang filologis yaitu memahami sebaik-baiknya hakikat dari
naskah tersebut : kapan ditulis, pada masa apa ditulis, siapa yang menulis dan
mengapa pula ditulis ?, agar telaah yang dilakukan tidak keluar dari konteksnya.

F. NASKAH, TEKS DAN MATAN

Dalam tradisi tulis dan intelektual Arab-Islam, istilah teks dibedakan menjadi 3
macam :
1. Matan ( Matn)
Merupakan teks dasar utama dalam sebuah naskah yang menjadi landasan
bagi seorang pengarang.
2. Komentar (syarh)
Merupakan penjabaran yang lebih terperinci dan mendalam dari matan
3. Penjelasan ( hasyiyah )

Dalam konteks naskah-naskah keilmuan islam, termasuk yang beredar di


Nusantara, karya-karya yang berbentuk syarh atau hasyiyah ini tergolong sangat
banyak dan lazim (lihat beberapa contohnya dalam, antara lain, katalog
Fathurahman, dkk 2010, sehingga kajian filologis naskah-naskah keagamaan
Islam tersebut tidak lagi bisa dibatasi hanya dengan menyebut naskah dan teks
belaka, melainkan harus diperkaya dengan istilah matan, syarh dan hasyiyah,
karena masing-masingnya memiliki karakteristik tersendiri.

G. HEGEMONI TULISAN JAWI : DIMENSI AGAMA DAN POLITIK

Salah satu faktor yang menyebabkan sedemikian berpengaruhnya tulisan


jawi dalam tradisi keberraksaraan di kalangan Masyarakat Melayu-Indonesia
adalah karena adanya pengaruh Islam. Selain karena kamera digital maupun msin
scanner. Alih media naskah kedalam bentuk microfilm pun mulai ditinggalkan,
karena dianggap tidak lagi efisien, baik dalam tahap pembuatan maupun
penggunaanya oleh pembaca.
Berbeda dengan era microfilm sebelumnya, aktivitas digitalisasi naskah
Nusantara pada awal tahun 2000-an lebih banyak melibatkan, atau bahkan
diprakarsai oleh sarjana dan peneliti pribumi, meski sumber dana dan mitra
kerjanya kebanyakan masih tetap berasal dari luar negeri. Namun Ketika dunia
pernaskahan semakin akrab dengan teknologi digital, kalangan pemerhati dan
peminat naskah Nusantara pun semakin beragam, tidak saja mereka yang
memiliki latar belakang keilmuan filologi, sastra, atau Sejarah, melainkan juga
mereka yang awalnya sama sekali tidak menaruh perhatian terhadap dunia
pernaskahan, tetapi kemudian mulai berkenalan karena memiliki minat dalam
mengikuti trend digital. Ini merupakan perkembangan yang positif karena berarti
semakin memperkenalkan khazanah naskah kepada khalayak yang lebih luas.

Anda mungkin juga menyukai