Anda di halaman 1dari 6

RESUME GUNA MEMENUHI TUGAS UTS MATKUL FILOLOGI

Oleh; Sima Aulan Nisa’ 1830110075

A. TUJUAN FILOLOGI
Secara etimologi kata filologi berasal dari bahasa Yunani yaitu filos dan logos,
filos berarti cinta sedangkan logos berarti kata. Dari dua pengertian kata tersebut filologi
bermakna “cinta kata” atau “senang bertutur”. Kata filologi juga berasal dari philologia
yang pada awalnya berarti kegemaran berbincang-bincang, yang kemudian berarti cinta
pada kata, perhatian terhadap sastra, dan akhirnya studi ilmu sastra. Di Indonesia, filologi
dianggap sebagai disiplin ilmu yang mendasarkan kerjanya pada bahan tertulis dan
bertujuan mengungkap makna teks dengan latar belakang budayanya. Jadi, tugas filologi
adalah memurnikan teks dengan mengadakan kritik terhadap teks yang bertujuan
menghasilkan suatu teks yang paling mendekati aslinya.
Filologi mempunyai objek dan sasaran kerja yaitu naskah dan teks. Kandungan
yang tersimpan dalam naskah sering berada dalam kondisi yang tidak dapat diterima
dengan jelas dan sering dikatakan “gelap” oleh pembaca masa sekarang karena hasil cipta
masa lampau yang berbeda dengan produk masa kini.
Oleh karna itu, filologi diperlukan untuk mengungkapkan informasi masa lampau
yang tersimpan dalam peninggalan teks. Peninggalan tulisan mengalami beberapa
penyalinan yang akhirnya informasi yang terkandung tidak sesuai dengan aslinya. Salah
satu tujuan khusus filologi adalah untuk mengungkapkan sejarah terjadinya teks dan
sejarah perkembangannya.
B. SEJARAH PEKEMBANGAN FILOLOGI DI NUSANTARA
Mulanya naskah-naskah tersebut sudah ada di Nusantara kemudian para pedagang
mengetahui mengenai adanya naskah-naskah itu. Mereka menilai naskah-naskah itu
sebagai barang antik yang bisa didagangkan yang mendatangkan untung besar seperti
yang mereka kenal di benua Eropa dan di sekitar Laut Tengah, serta daerah-daerah yang
ramai dengan perdagangan naskah kuno. Para pedagang tersebut mengumpulkan naskah-
naskah itu, lalu mereka membawanya ke Eropa. Karena bangsa Eropa pada saat itu sudah
melek literasi, mereka memahami dan sangat menyadari bahwa dari naskah-naskah itu
dengan tujuan untuk menunjang pengetahuan tentang pemahaman kebudayaan Melayu.
Selama tiga setengah abad bangsa Indonesia dijajah Belanda, selama itu pula Belanda
menjajah dari berbagai aspek bukan hanya aspek kekuasaan, ekonomi dan pendidikan
tetapi juga termasuk teks-teks yang berharga dari berbagai daerah di Nusantara.
Kegiatan mengkaji dan menerjemahkan kandungan isi naskah pertama kali
dilakukan oleh bangsa Eropa terutama Belanda dan Inggris. Dengan bekal kebahasaan
yang dimiliki, mendorong mereka untuk mempelajari bahasa yang terdapat dalam
naskah-naskah Nusantara. Dengan sendirinya pula pengkajian terhadap berlanjut menjadi
penerjemahan Alkitab Injil ke dalam bahasa Melayu atau Jawa. Selain itu, sebenarnya
Belanda memang sudah menyebarkan pastur maupun biarawati untuk menyebarkan
agama Kristen di Nusantara tetapi masih terkendala bahasa. Hal ini menjadi kepentingan
tersendiri bagi bangsa Eropa untuk berkomunikasi dengan pribumi dan mengajarkan
Alkitab dengan mudah.
Sejarah perkembangan filologi di Nusantara berangkat dari masuknya agama
Islam melalui daerah Aceh dan pertama kali naskah kuno ditemukan juga di Aceh.
Memasuki abad ke-20 M pegiat-pegiat naskah dari kalangan pribumi mulai bermunculan.
Yang pertama kali merintis ialah Hoesein Djajaningrat dengan karyanya Cristische
Beschouwing van de Sadjarah Banten (1913).
C. NASKAH DAN TEKS
Dalam kegiatan filologi naskah adalah bahan tulisan tangan yang berbentuk
perangkat keras yang rill yang dapat dilihat dan diraba. Kalau zaman dahulu, naskah
masih menggunakan media-media yang tidak efisien dibawa kemana-mana misalnya
batu, pelepah kurma, kulit pohon, kulit hewan dan sebagainya. Dengan demikian objek
penelitian dalam filologi adalah sesuatu yang berwujud konkrit. Dalam perkembangan
naskah, karna ide/gagasan yang terdapat didalam naskah dianggap penting dan berharga
maka media-media diatas diganti dengan media kertas. Selain karena kertas lebih efisien
dibawa kemana-mana berbeda dengan batu atau kulit hewan yang berat, kertas juga
mudah untuk ditulis berbeda dengan batu atau pelepah kurma yang terkesan lebih sulit
karena harus diukir atau dipahat terlebih dahulu.
Naskah dalam bentuk tulisan tangan yang dapat mengemukakan berbagai aspek
kehidupan misalnya masalah sosial, politik, ekonomi, agama, kebudayaan, bahasa, dan
sastra. Biasanya naskah ditulis oleh pengarangnya dengan berisikan hal-hal yang menjadi
pengalaman dan imajinasinya dalam hidupnya sehari-hari.
Teks adalah kandungan atau muatan naskah. Teks terdiri atas isi, yaitu ide-ide
atau amanat yang hendak disampaikan pengarang kepada pembaca. Tetapi ada versi lain
yang menjelaskan definisi teks yaitu teks bukanlah apa yang ada dalam naskah melainkan
gagasan apa yang ada dalam pikiran penulis, yang berati teks merupakan sesuatu yang
abstrak hanya penulisnya saja yang mengetahui secara pasti. Secara garis besar, teks
diklasifkasikan menjadi 3 macam, yaitu teks lisan (tidak tertulis), teks tulis dan teks
cetak.
Kalau kita lihat berdasarkan masa perkembangannya, teks yang pertama ada
adalah teks lisan, karena pada saat itu belum ditemukan media untuk mewadahi gagasan.
Jadi orang zaman dahulu lebih senang menggunakan cerita-cerita atau mitos-mitos
sehingga teks lisan lahir dari cerita-cerita rakyat yang diturunkan secara turun-temurun
dari generasi ke generasi melalui tradisi mendongeng. Teks lisan memiliki kekurangan
yaitu sulit distandarkan karena tradisi tranmisinya bersifat oral artinya orang cenderung
akan memberikan tambahan pada cerita yang dia dengar dan ini sangat memungkinkan
adanya perubahan. Teks lisan berkembang menjadi teks naskah tulisan tangan yang
merupakan kelanjutan dari tradisi mendongeng, cerita-cerita rakyat yang pernah
dituturkan disalin ke dalam sebuah tulisan tangan. Teks tulis memiliki kekurangan yaitu
gaya, karakter ataupun sistem penulisan tangan seseorang yang berbeda, tetapi teks tulis
lebih meminimalisir perubahan karena teks tulis menggunakan media tulis sehingga ada
patokan tulisan berbeda dengan teks lisan yang hanya berpatokan dengan ingatan.
Selanjutnya muncul teks cetak setelah ditemukannya mesin cetak maka perkembangan
teks pun menjadi lebih maju, pada masa ini orang tidak harus susah-susah menyalin
sebuah teks, karena teks-teks sangat mudah diperbanyak dengan mesin copy. Tetapi
dalam mengkaji manuscript maupun handschrift langka tidak dianjurkan memperbanyak
dengan mesin copy karena panas dari mesin tersebut dapat merusak naskah.
D. JENIS-JENIS/MACAM-MACAM NASKAH
Berdasarkan bentuk naskah setidaknya ada 2 jenis naskah, yaitu naskah gulung
dan naskah buku. Naskah-naskah yang tersimpan di Perpustakaan Iskandariyah yang
dibangun pada masa pemerintahan Ptolemaios dan anaknya Ptolemaios II ini hampir
semuanya berbentuk gulungan (roll) dan terbuat dari papirus, yakni alat tulis yang terbuat
dari pohon air (cyperus papyrus) yang tumbuh di tepi lembah Sungai Nil. Karena
berbentuk gulungan, maka untuk membacanya seseorang harus terlebih dahulu membuka
gulungan, menahannya dengan satu tangan, dan kemudian harus mengembalikan pola
awal gulungannya seperti semula, agar pembaca kemudian bisa membacanya mulai dari
bagian depan teks.
Tentu saja cara membaca naskah gulungan semacam ini sangat tidak praktis,
bahkan untuk ukuran zaman itu, terutama jika teks dalam naskahnya memang sebuah
karya yang panjang, seperti karya Plato berjudul Symposium, panjangnya mencapai kira-
kira 22 kaki atau sekitar 670 cm. Terkadang satu tema tertentu membutuhkan beberapa
gulungan untuk menuntaskan pembahasan, misalnya 7-10 gulungan hanya membahas
satu tema saja. Naskah gulungan memang relatif lebih sulit dalam penyimpanan dan
perawatannya, bahkan seringnya sebuah naskah digulung akan lebih mempercepat tingkat
kerusakannya. Ketika kertas digulung kemungkinan tinta didalamnya bisa retak,
mengelupas, saling nempel maupun mblobor yang dapat mempengaruhi orisinalitas
naskah tersebut karena huruf-huruf yang kabur dan tidak jelas. Selain itu, teks yang
tertulis di atas papirus yang digulung konon juga lebih sulit dibaca dan dipahami, karena
tidak adanya fungi situasi bacaan, tidak ada pembagian paragraf, dan tidak ada
aksentuasi.
Secara perlahan dan bertahap, naskah gulungan (roll) mulai lenyap dan tidak
diproduksi lagi, terutama karena adanya kebijakan penguasa mengenai papirus gulung,
melainkan kertas perkamen (parchment) berbentuk bundel buku (codex) untuk menulis
dokumen-dokumen resmi. Naskah yang berbentuk bundel buku (codex) memang
penjilidannya belum rapi seperti buku zaman sekarang, pada zaman dulu bundel buku
disatukan dengan tali atau rotan saja. Naskah berbentuk bundel buku (codex) tentu saja
memiliki keunggulan lebih dibanding naskah gulung.
Selanjutnya naskah dibagi menjadi 2 jenis berdasarkan variannya, yaitu naskah
asli dan naskah salinan. Lalu berdasarkan penulis naskah dibagi menjadi 2 jenis, yaitu
naskah yang tidak diketahui penulisnya (naskah anonim) dan yang diketahui penulisnya.
Kemudian berdasarkan jumlah penulis naskah dibagi menjadi 2 jenis, yaitu naskah yang
ditulis secara pribadi dan kolektif (kelompok). Yang terakhir berdasarkan orientasinya
naskah dibagi menjadi 2 jenis, yaitu naskah yang lahir dari pemerintahan dan naskah
yang ditulis oleh pribumi.
E. TEKS DAN TRADISI TEKS
Rangkaian penurunan yang dilewati oleh suatu teks yang turun-temurun disebut
tradisi. Naskah diperbanyak karena orang ingin memiliki sendiri naskah itu, mungkin
karena naskah asli sudah rusak dimakan zaman; atau karena kekhawatiran terjadi sesuatu
dengan naskah asli, misalnya hilang, terbakar, ketumpahan benda cair, karena perang,
atau hanya karena terlantar saja. Naskah yang dianggap penting disalin dengan berbagai
tujuan, misalnya tujuan politik, agama, pendidikan, dan sebagainya.
Teks dan konteks memang sebuah satu kesatuan yang tidak bisa terpisahkan.
Ketika sedang melakukan kerja filologi yaitu pembacaan teks maka akan lebih mudah
memahami isi, kandungan dan untuk menyuarakan teks apabila mengetahui konteksnya
juga. Karena teks merupakan hasil respon terhadap realitas sejarah atau teks juga bisa
diartikan sebagai ekspresi sejarah. Untuk mencari konteks atau latar belakang dari sebuah
teks dapat melalui dua jalan, yaitu gramatikal teks dan psikologi penulis. Gramatikal teks
pada setiap bahasa mempunyai porsinya masing-masing dalam menentukan sistem
kebahasaan. Selanjutnya psikologi penulis yang bisa diketahui berangkat dari gramatikal
teks. Setelah menemukan psikologi penulis dalam keadaan terpaksa atau sukarela maka
harus mengetahui teks tersebut ditulis secara mandiri atau kolektif agar bisa diketahui
pula kecenderungan teks mewakili agama, politik atau lain-lain. Oleh karena itu, hal-hal
seperti diatas perlu diperhatikan dalam tradisi teks supaya tidak salah menempatkan teks.
F. KODIKOLOGI
Kodikologi adalah ilmu tentang pernaskahan yang menyangkut bahan tulisan
tangan ditinjau dari berbagai aspeknya. Aspek-aspek tersebut adalah mengenai bahan,
umur, tempat penulisan, dan perkiraan penulisan. Kendati kajian objek kodikologi
mengandung teks, tapi fokus utama kodikologi itu sendiri sesungguhnya adalah fisik
naskahnya, dan tidak terlalu berkaitan dengan teks yang terkandung didalamnya. Dapat
disimpulkan bahwa kodikologi merupakan ilmu bantu dalam filologi untuk mengetahui
fisik pada manuscript, karena wilayah jelajah kodikologi adalah meneliti sejarah naskah,
sejarah koleksi naskah, tempat penyalinan dan penulisan naskah (skriptorium), tempat
penyimpanan naskah, penyusunan katalog, perdagangan naskah dan penggunaan naskah.
Tujuan kodikologi adalah menganalisa sebuah naskah agar diketahui dengan jelas
bagaimana teknik pembuatan dan kapan ia dibuat. Sebab, naskah tidak diketahui proses
pembuatannya hanya dengan pengamatan fisik, sehingga kodikologi harus memecahkan
hal itu dengan melihat komposisi warna, jenis serat kertas, jenis tinta dan lain sebagainya.
Setelah semua aspek-aspek sudah diketahui tentu saja peneliti akan mudah
menyimpulkan kapan sebuah naskah itu diproduksi.
Ada beberapa alasan kodikologi dianggap penting, diantaranya karena kondisi
naskah yang tidak terlalu baik yaitu adanya hal-hal yang korup maupun tulisan yang tidak
jelas. Selain itu juga penggunaan aksara yang sulit dipahami, maka untuk mencapai
tujuan filologi yaitu menyuarakan teks perlu adanya pembahasan khusus yang mulai
meneliti dari identitas penulis, kolofon, tetapi kajian ini memiliki tantangan salah satunya
naskah anonim atau yang tidak disertakan penulisnya bahkan naskah yang tidak memiliki
kolofon. Oleh karena itu, kondisi setiap naskah berbeda-beda ada naskah yang lengkap
memiliki kolofon, ilustrasi, iluminati tetapi ada juga yang tidak lengkap.
Beberapa hal yang sering diabaikan dan terlupa dalam kajian kodikologi,
diantaranya adalah cara pemeliharaan naskah yang harusnya ada standar tertentu salah
satunya menaburi naskah dengan cengkeh atau kapur barus agar naskah mempunyai
aroma yang bisa menangkal serangga, kutu dan rayap. Selanjutnya yaitu cara
memposisikan naskah, jadi memposisikan naskah yang baik adalah dengan posisi tegak
berdiri bukan ditumpuk yang membuat satu halaman dengan yang lain lengket. Hal yang
sering diabaikan yang terakhir adalah suhu ruangan penyimpanan naskah yang tidak
boleh terlalu lembab maupun terlalu panas.

Anda mungkin juga menyukai