Anda di halaman 1dari 26

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI
BAB I
A.    Latar Belakang Makalah
B.    Rumusan Masalah
BAB II
A.    Pengertian Sejarah Perpustakaan
B.    Sejarah Perkembangan Perpustakaan Sebelum dan Sesudah Masehi
C.    Sejarah Perkembangan Perpustakaan Abad Pertengahan dan Abad XVII
D.    Sejarah Perkembangan Perpustakaan Klasik di Berbagai Negara
E.    Sejarah Perkembangan Perpustakaan di Indonesia
BAB III
Kesimpulan
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang Makalah
            Perpustakaan adalah ruang atau tempat yang menyediakan berbagai
sumber informasi yang sengaja disediakan untuk para pengunjung dan pengguna
perpustaakaan. Perpustakaan juga merupakan satuan unit kerja yang memiliki
Sumber Daya Manusia, ruang khusus, yang substansinya merupakan sumber
informasi yang setiap saat dapat digunakan oleh pengguna jasa layanannya.
Sebagai pusat sumber daya informasi, bahan pustaka yang ada di perpustakaan
perlu ditata dan dikelola sebaik mungkin demi memudahkan para pengguna dalam
mendapatkan informasi yang diperlukan. Namun seiring perkembangan zaman
yang pesat ini sumber informasi tak lagi hanya melalui buku dan bahan pustaka
cetak tapi juga di dunia maya yang sangat mudah diakses melalui internet,
computer dan gadget yang dimiliki semua orang. Konsekuensi dari perkembangan
itu adalah tuntunan bagi perpustakaan untuk selalu berkembang pula
mengikutinya dengan berupaya memberikan layanan terbaik bagi pengguna
perpustakaan. perkembangan teknologi yang dimanfaatkan di perpustakaan cukup
menunjang sarana dan prasarana yang ada di perpustakaan, hal ini semakin
mempermudah para pengguna dan pengunjung perpustakaan untuk mencari
sumber informasi sesuai kebutuhan dan keperluan. Karena perkembangan
perpustakaan yang pesat pada zaman modern ini orang orang mulai melupakan
bagaiaman sejarah perpustakaan, keadaan dan kondisi perpustakaan pada masa
lalu. Temuan dan hasil karya masa silam yang mulai berkembang pada generasi
berikutnya dan seterusnya merupakan ilmu pengetahuan sejarah yang penting
untuk diingat. Pada masa manusia belum mengenal tulisan dan kertas manusia
sudah memikirkan adanya perpustakaan.  Maka penulis mengangkat judul sejarah
perpustakaan dunia dan sejarah perpustakaan Indonesia dalam makalah ini sebagai
wujud informasi yang membantu mengingat sejarah bagaimana kondisi dan
keadaan perpustakaan pada masa lalu di lingkup wilayah dunia dan Indonesia.
B.   Rumusan Masalah
1.    Apa yang dimaksud dengan sejarah perpustakaan?
4.    Bagaimana perkembangan perpustakaan klasik di berbagai negara di dunia?
5.    Bagaimana sejarah perkembangan perpustakaan di Indonesia?

C.   Tujuan Makalah
1.    Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan sejarah perpustakaan.
2.    Untuk mengetahui bagaimana sejarah perkembangan perpustakaan klasik di
berbagai Negara.
3.    Untuk mengetahui bagaimana sejarah perkembangan perpustakaan di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
A.   Pengertian Sejarah Perpustakaan
            Perpustakaan berasal dari kata dasar pustaka. Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia, pustaka artinya kitab, buku (Depdikbud: 1980). Istilah
perpustakaan itu sendiri adalah sebuah ruangan bagian sebuah gedung ataupun
gedung itu sendiri yang digunakan untuk menyimpan buku dan tertiban lainnya
yang biasa disimpan menurut tata susunan tertentu untuk digunakan pembaca,
bukan untuk dijual (Sulistyo Basuki: 1991,3).
            Istilah perpustakaan memang bukan sesuatu yang asing lagi bagi kita di
masa sekarang ini. Istilah ini begitu populer, bahkan orang non-akademis pun
mengerti bahwa perpustakaan adalah tempatnya buku. Tempat Pustaka ini di cetus
sudah sejak sebelum masehi, namun pada koleksinya masih berupa lempengan,
tanah liat dan daun lontar. Seiring berjalannya waktu, perpustakaan mulai
berkembang sejalan dengan perubahan dan perkembangan bahasa, tulisan dan
media yang digunakan. Perkembangan perpustakaan mulai dari hanya tumpukan
koleksi lempengan dan tanah liat menjadi koleksi gulungan yang diberi tanda
sebagai fungsi katalogisasi lalu berkembang menjadi incunabula yang koleksinya
sudah mulai memakai tanda sebagai identitas dan berkembang seperti sekarang
ini. Perkembangan sejak zaman dahulu inilah yang disebut dengan Sejarah
Perkembangan Perpustakaan.

B.           Sejarah Perkembangan Perpustakaan Sebelum dan Sesudah Masehi


a.    Sebelum Masehi
            Jauh sebelum buku dikenal banyak orang, istilah perpustakaan juga
belum banyak diketahui orang. Tapi bisa dipastikan bahwa perkembangan
perpustakaan tidak dapat dari sejarah manusia, karena perpustakaan merupakan
produk manusia itu sendiri. Pada masa awal perkembangan berpikir manusia,
hidup yang nomaden berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain.
Pengalaman yang didapat dari cara hidup nomaden dan kebutuhan informasi
antar sesama tersebut membuat mereka berpikir dan merekayasa bagaimana cara
menyampaikan pesan agar bisa diterima kerabatnya. Bermula dari kebutuhan itu,
mereka memilih cara menuliskan pesan yang berupa sandi atau isyarat di batu-
batu, daun-daun lontar, batu atau pohon yang dipahatkan. Berangsur-angsur
komunikasi tidak hanya terjadi pada satu kelompok saja, melainkan juga meluas
kepada antarkelompok, dan bahasa yang digunakan sudah menggunakan bahasa
lisan dan tulisan.
Perpustakaan pada masa lalu berjumlah seperti yang kita ketahui sekarang ini,
tapi atmosfer pembentukannya sudah mulai tampak. Terbukti ada tulisan atau
tanda yang dipahatkan di pohon atau batu atau benda lain yang digunakan sebagai
cantuman (record) mengenai  apa yang dikatakan manusia maupun yang diketahui
seseorang pada masa lalu. Sehingga pesan yang dicantumkan ini bisa dibaca atau
diketahui pula oleh orang lain, bisa pula diteruskan dari satu generasi ke generasi
berikutnya. Berdasarkan bukti arkeologis, diketahui bahwa perpustakaan pada
awal mulanya tidak lain berupa kumpulan catatan transaksi niaga. Dengan kata
lain, perpustakaan purba tidak lain merupakan sebuah kemudahan untuk
menyimpan catatan niaga. Dengan demikian, perpustakaan dan arsip pada
awalnya bersumber dari kegiatan yang sama dan untuk kemudian terpisah.
Disebutkan diatas bahwa manusia berusaha mencatat kegiatannya dengan cara
memahatnya pada kayu, batu, dan lempengan. Lambat laun catatan itu dianggap
kurang praktis krena sulit digunakan dan sukar disimpan. Karena catatan pada
lempengan tanah liat itu dianggap kurang praktis, manusia berusaha menemukan
alat tulis yang lebih baik daripada alat tulis periode sebelumnya.
Pada sekitar tahun 2500 SM, di Mesir terdapat sebuah temuan sederhana, tapi
memiliki pengaruh besar bagi peradaban manusia, yaitu penemuan bahan tulis
berupa papyrus yang dibuat dari sejenis rumput yang tumbuh disepanjang sungai
Nil. Rumput tersebut dihaluskan dengan cara ditumbuk, lalu diratakan, kemudian
dikeringkan dan digunakan untuk menulis dengan menggunakan pahatan dan
tinta. Dari kata papyrus itu berkembanglah istilah paper, papiere, papiros, yang
berati kertas.
b.    Sesudah Masehi
            Penemuan kertas dari rumput papirus ini dianggap penting bagi manusia,
karena serat selulosenya menjadi landasan kimiawi bagi pembuatan kertas zaman
modern. Hingga sekitar 700-an M, papirus masih digunakan sebagai bahan tulis,
kemudian mulai digunakan bahan lain seperti kulit binatang, besi, dan sebagainya.
            Sekitar abad pertama masehi, sejenis bahan yang mirip dengan kertas yang
kita gunakan dewasa ini telah ditemukan di Cina. Namun, karena ketatnya seleksi
penguasa Cina terhadap semua barng yang keluar masuk Cina, temuan kertas itu
tidak dikenal di Eropa hingga tahun 1150-an. Sebelum temuan di Cina, di Eropa
sudah digunakan kulit binatang (kambing, domba, biri-biri, sapi, dan binatang
lain) yang disebut parchment. Kata parchment berasal dari Pergamum, sebuah
kota kecil di Asia Kecil tempat parchment pertama kali
digunakan. Parchment digunakan sebagai bahan tulis sebelum kertas ditemukan.
Bahan tulis lain disebut vellum yang terbuat dari kulit sapi atau kambing dan
digunakan untuk menulis dan menjilid buku. Bahan ini banyak digunakan pada
awal mula penerbitan di Eropa. Semua itu layak dijadikan bahan tulis karena
selain awet, juga tidak mudah rusak, meskipun harganya sedikit mahal. Karena
itulah buku yang ditulis pada kulit binatang menjadi peninggalan langka yang
mahal harganya. Namun, karena Eropa Barat baru dikenal pada abad ke-15, maka
perkembangan perpustakaannya berjalan lambat. Ketika kertas sudah dikenal,
sementara teknik percetakan masih primitif, di Eropa Barat sudah dikenal sejenis
terbitan bernama incunabula, yaitu buku yang dicetak dengan menggunakan
teknik bergerak (movable type) sebelum tahun 1501. Semua itu merupakan bahan
tulis yang bagus, kuat, dan tahan lama, tapi untuk membuatnya memerlukan
waktu yang lama dan prooduknya terbatas. Karena itu, perpustakaan terutama di
Eropa hanya menyimpan naskah tulisan tangan lazim yang
disebut manuskrip. Manuskrip pada umumnya berbentuk gulungan
atau scroll. Sebelum itu orang Eropa telah berhasil membuat buku dalam bentuk
lembaran yang dijilid yang diletakan diantara dua papan kayu dan dilapisi dengan
kulit binatang. Buku semacam ini disebut dengan codex atau codice yang artinya
blok kayu daam bahasa Yunani.
            Dari pernyataan diatas, nyatalah bahwa pada masa itu peradaban Cina jauh
lebih maju dibanding peradaban Eropa. Misalnya, dlam hal cetak mencetak orang-
orang Cina telah menemukan sejenis bentuk cetakan berupa cetakan pada blok
kayu. Blok kayu ini kemudian diolesi tint, kkemudian diteka keras-keras pada
secarik kertas. Hasilnya ialah cetakan akasara pada sehelai kertas. Teknik tersebut
kemudian dikembangkan lagi menjadi tipe gerak, yang bisa memindahkan aksara
ke blok lain.
            Teknik tersebut baru dikenal di Eropa Barat sekitar tahun 1440, saat
Johannes Gutenberg dari kota Mainz, Jerman mencetak buku dengan tipe cetak
gerak. Setiap aksara dilebur ke dalam logam, kemudian dipindahkan ke dasar
mesin press lalu diberi tinta. Kemudian ditaruh kertas diatasnya lalu digulung
dengan lempeng pemberat. Sejak temuan Gutenberg ini pembuatan manuskrip
yang semula ditulis dengan tangan kini dapat digandakan dengan mesin cetak.
Namun, karena teknik percetakannya masih sederhana, maka hasilnya pun masih
sederhana bila dibandingkan dengan cetakan buku sekarang. Buku yang
diterbitkan pada masa ini hingga abad ke-16 dikenal dengan
nama incunabula (Sulistyo Basuki:1991)
            Mesin cetak temuan Gutenberg kemudian dikembangkan lagi sehingga
mulai abad ke-16 percetakan buku dalam waktu singkat mempu menghasilkan
ratusan eksemplar. Hasilnya bagi perpustakaan ialah terjadi revolusi perpustakaan.
Artinya, dalam waktu singkat perpustakaan diisi sengan buku cetak. Revolusi
yang mirip sama terjadi hampir 400 tahun kemudian, ketika buku mulai
digantikan bentuk elektronik. Dari Jerman, mesin cetak kemudian tersebar
keseluruh Eropa. Kemudian dibawa lagi ke Asia tempat mesin cetak.
            Penyebaran teknik dan keahlian cetak itu tersebar ke seluruh Eropa
bersamaan dengan lahirnya paham baru yang timbul akibat Renaissance.
Timbullah aliran Romantik yang mementingkan logika dalam berbagai temuan
dan usaha menentang dominasi gereja di segala bidang. Bentuk penentangan ini
mendapat bantuan pesat berkat adanya mesin cetak. Ketika Martin Luther
menempelkan protesnya di gereja Wittenberg pada tahun 1517, Luther
menempelkan protes tercetak. Inilah hasil sampingan ditemukannya mesin cetak
serta dampaknya terhadap perpustakaan (Sulistyo Basuki: 1991).
            Mesin cetak yang diasosiasikan dengan buku menimbulkan dampak sosial
yang besar, misalnya tentang alasan buku diterbitkan. Ada buku yang diterbitkan
karena alasan pribadi, namun ada juga terbit karena pertimbangan lain. Misalnya,
bila sebuah negara berada dibawah kekuasaan yang mutlak, berbagai pengarang
menulis buku dengan tujuan menentang tirani. Hal ini sering berakhir dengan
pelarangan buku yang menentang kekuasaan. Alasan lain menulis buku ialah
untuk mata pencaharian. Banyak orang hidup hanya dari menulis buku saja.
Misalnya, para sastrawan dan penulis novel. Alasan lain menulis buku ialah
melakukan komunikasi formal antara penulis dengan pembacanya.
                 
C.   Sejarah Perkembangan Perpustakaan Abad Pertengahan dan Abad XVII
a.    Abad Pertengahan
            Kerajaan Romawi runtuh, pusat pemerintahan berpindah ke Constatinopel
dan perpustakaan juga dipindah koleksinya yang berisi karya karya Bangsa Latin,
religious Kristen juga untuk kepentingan politik dn kebudayaan Eropa Barat dan
Eropa Timur. Abad V Raja Theodoseus mendirikan Universitas Constatinopel dan
perpustakaan dengan koleksi meliputi berbagai bidang ilmu seperti matematika,
ilmu pengetahuan murni, hokum, arsitektur dan seni.
            Abad IX Raja Abbasid Al Mamum dari Arab mendirikan perpustakaan
yang terkenal dengan sebutan “Rumah Kebijakan” di Baghdad, Koleksinya
meliputi ilmu kedokteran, matematika, ilmu pengetahuan murni dan berbagai
karya Plato, Ariestoteles, Hipocrates dan Galileo.
Pada Zaman Renaisance, di kota Florence menjad pusat kebudayaan Italia
Renaisance. Perpustakaan yang terkenal adalah Perpustakaan San Marco yang
koleksinya meliputi ilmu kedokteran dan latin klasik. Renaissance mulai pada
abad ke-14 di Eropa Barat. Secara tidak langsung, renaissance tumbuh akibat
pengungsian ilmuwan Byzantium dari Konstantinopel. Mereka lari karena
ancaman pasukan Ottonam dan Turki. Sambil mengungsi, ilmuwan ini membawa
serta manuskrip penulis kuno. Ilmuwan Italia menyambut kedatangan ilmuwan
Byzantium ini dan mendorong pengembangan kajian Yunani dan Latin. Karya ini
kemudian tersebar ke Eropa Utara dan Barat, sebagian diantaranya disimpan di
perpustakaan biara maupun universitas yang mulai tumbuh (Sulistyo Basuki:
1991).
Petrarch (sekitar 1304-1374) mengakui nilai nilai intelektual dan kultural
literature Latin dan Yunani Kuno. ia menekankan pada kajian yang bersifat lebih
manusiawi pada penulis penulis yunani kuno dan latin daripada menekankan
aspek teologis seperti halnya yang dilakukan oleh ilmuwan abad menengah.
Petrarch menelusuri perpustakaan pada pertapaan mencari manuskrip. usahanya
berhasil menemukan karya latin yang dianggap telah musnah, termasuk tulisan
Cicero, Quintilianus, Palutus, dan Lucretinus. dia menghadiakan perpustakaanya
pada gereja St. Markus di Venesia.      Renaisance di Italia disebut juga
Humanisme, ditandai dengan usaha tak henti hentinya mencari manuskrip
pengarang Yunani dan Latin Kuno, mencoba mempelajari naskah tersbut dan
membuat salinan dengan gaya dan bentuk manuskrip serta mendorong
perpustakaan untuk memperoleh dan melestarikan manuskrip.
Kota Florence di Italia menjadi pusat renaissance Italia. Penguasa Florence
bernama Cosimo de’Medici menyuruh bawahannya mencari naskah latin klasik.
dia mendirikan perpustakaan San Marco dan dari koleksi pribadinya ia
mendirikan perpustakaan Medici. koleksinya kini disimpan di dalam perpustakaan
Laurentianus di Florence yang berisi karya klasik yunani dan latin. Tatkala Roma
diserbu pasukan sewaan Carlos V dari Italia, banyak koleksi manuskrip yang di
musnahkan. kira kira separuh dari buku yang dicetak pada abad ke 15 merupakan
buku keagamaan seperti Alkitab, karya pujangga gereja, panduan pertapaan dan
traktat kegamaan. publikasi lain ialah ensiklopedia, pamphlet, kalender, epistola
dan buku bidang matematika dan astronomi. buku ini disebut Incunabula atau
incunabulum.
Perpustakaan terpenting pada abad ke 15 ini ialah perpustakaan Vatican. Paus
Nicholas V (1447-1455) semasa muda pernah bekerja pada perpustakaan keluarga
Medici, giat menelusuri naskah kuno bahkan menyalin beberapa manuskrip untuk
keperluan sendiri. Setelah beliau menjadi Paus, dia menghadiahkan koleksinya ke
perpustakaan kepausan. koleksi perpustakaan dimulai dengan sekitar 350
manuskrip yang merupakan inti dari perpustakaan Vatican. Paus mendorong
penerjemah literature Yunani ke dalam bahasa Latin. pada masa Paus Sixtus IV
melanjutkan karya dari Paus Nicholas V, yang kemudian membuka perpustakaa
Vatikan untuk umum.
Salah satu perpustakaan pribadi yang terkenal pada abad 15 ini adalah Duke
Urbino, berisi semua salinan semua pengarang Yunani dan Latin yang berhasil
ditemukan. hasil dari penemuan mesin cetak semua karya lalu di cetak dan
menghasilkan buku buku literature klasik. karena kesempatan belajar menjadi
lebih luas maka tumbuhlah Universitas, pada tahap selanjutnya tumbuh
perpustakaan unversitas guna melayani kebutuhan pengetahuan mahasiswa.
b.    Abad XVII
            Pada abad ini perpustakaan sudah berkembang dengan pesat. Perpustakaan
dijadikan sebagai tempat untuk mengembangkan ilmu pengetahuan, bukan hanya
untuk melestarikan karya karya orang pandai saja. Mulai bermunculan
perpustakaan nasional di Eropa, sehingga ilmu pengetahun menyebar dengan
merata dan cepat, antara lain Divssian State Library di Berlin). perpustakaan
nasional mempunyai tugas utama yaitu mengumpulkan dan melestarikan hasil
tertulis dari sebuah Negara (hasil cetakan) demi kepentingan generasi mendatang.
pada abad ini berdirilah perpustakaan Prussia di Berlin (1659), Kongelinge
Bibliotek di Copenhagen (1651) Serta nasional Library di Scotland (1682).
            Atas perintah Raja Louis XIII Bibliotheque du Roi (perpustakaan Kerajaan
Prancis) menerbitkan katalognya yang pertama pada tahun 1622. Perpustakaan
Cardinal Mazarin dikelola dan disusun oleh Gabriel Naude pada tahun 1642.
koleksinya berjumlah 400.000 volume, dan terbuka bagi umum.
            semangat ilmiah pada abad ke 17 juga mendorong penulisan tentang
sejarah perencanaan, organisasi, dan administrasi perpustakaan, serta klarifikasi
dan susunan bahan perpustakaan. pada tahun 1602 Justus Lipsius Menerbitkan
buku De Bibliothesis Syntagama, merupakan dasar sejarah perpustakaan modern.
Naude dalam bukunya Advis Pour Desser une Bibliotheue yang terbit pada tahun
1627 membahas alasan mendirikan sebuah perpustakaan, besarnya koleksi,
kualitas koleksi, dan susunan koleksi, gedung yang diperlukan serta tujuan utama
perpustakaan.
            John Durie, pustakawan Perpustakaan Kerajaan, menerbitkan The
Reformed Librarie Keeper (1650) berisi rencana perluasan perpustakaan kerajaan
sehingga koleksi koleksinya benar benar mencerminkan koleksi nasional inggris.
Pada abad ini terlihat bahwa semangat ilmiah dalam memperbaiki isi koleksi,
mengembangkan koleksi benar benar tercemin. Minat dalam penelitian meruyak
ke semua bidang ilmu pengetahuan, hal ini terwujud pada keberadaan berbagai
jenis perpustakaan, lembaga dan organisasi nasional yang bertujuan melakukan
penelitian serta menyediakan bahan perpustakaan. sebagai contoh Royal Society
di London yang didirikan pada tahun 1669 yang merupakan usaha bersama antara
ilmuwan, sejarawan dan filsuf.

D.   Sejarah Perkembangan Perpustakaan Klasik di Berbagai Negara


a.    Sumeria dan Babylonia

Perpustakaan sudah dikenal sejak 300 tahun yang lalu. Penggalian dibekas
kerajaan Sumeria menunjukkan bahwa bangsa Sumeria sekitar 3000 tahun SM
telah menyalin rekening, jadwal kegiatan, pengetahuan yang mereka peroleh
dalam bentuk lempeng tanah liat (clay tablets). Tulisan yang digunakan masih
berupa gambar (pictograph), kemudian dikembangkan menjadi tanda fonetik.
dengan berkembangnya tulisan, maka pujangga Sumeria mampu menuangkan
pikiran dan gagasan mereka ke dalam aksara Sumeria. Tulisan tersebut dilakukan
pada lempengan, prisma dan tanah liat. Jadinya caranya dengan menulis pada
lempengan tanah liat yang masih empuk karena diberi air yang kemudian di
keringkan dengan bantuan sinar matahari. Hasil tulisan ini disimpan di
perpustakaan kuil, pemerintahan dan pribadi. ini berarti sekitar tahun 2700 SM
orang orang Sumeria telah mengenal perpustakaan sebagai penyimpan
kebudayaan mereka. Gagasan itu kemudian ditiru oleh tenagga Sumeria ialah
kerajaan Babylonia. Berkat kegigihan mereka, maka bahasa Babylonia yang
ditulis dalam tulisan Cuneiform menjadi bahasa diplomatic di kawasan Timur
Tengah. Kebudayaan Sumeria termasuk kepercayaan, praktik keagamaan dan
tulisan Sumeria kemudian diubah menjadi tulisan paku (cunciform) karena mirip
paku.

b.    Mesir
Pada masa yang hampir bersamaan, peradaban Mesir Kuno pun mengalami
perkembangan misalnya perpustakaan Khufu, raja dari Dinasti keempat dan
perpustakaan Khafre, pembangunan pyramid yang kedua. koleksi perpustakaan
mesir dihitung dalam hitungan gulungan papyrus. Teks tertulis paling awal yang
ada di perpustakaan Mesir berasal dari sekitar tahun 4000 SM, namun gaya
tulisanya berbeda dengan gaya tulisan Sumeria. Orang Mesir menggunakan
tulisan yang disebut hieroglyph. Tujuan hieroglyph ialah memahatkan pesan
terakhir di monumen untuk mengagungkan raja. Sementara tulisan yang ada
ditembok dan monumen dimaksudkan untuk memberikan kesan kepada dunia.
Perpustakaan di Mesir bertambah maju berkat penemuan penggunaan
rumput papyrus sekita tahun 1200 SM. Untuk membuat lembar papirus, isi batang
papirus dipotong menjadi lembaran tipis, kemudian dibentangkan satu demi satu
dan tumpuk demi tumpuk. Kedua lapisan kemudian dilekatkan dengan lem,
ditekan, diratakan, dan dipukul sehingga permukaannya rata. Dengan demikian,
permukaan lembaran papirus dapat digunakan sebagai bahan tulis. Sedangkan alat
tulisnya berupa pena sapu dan tinta. Umumnya tulisan hieroglyph hanya dipahami
oleh pendeta, karena itu papirus banyak ditemukan di kuil-kuil berisi
pengumuman resmi, tulisan keagamaan, filsafat, sejarah, dan ilmu pengetahuan.
Perkembangan perpustakaan Mesir terjadi semasa raja Khufu, Khafre, dan
Ramses II sekitar tahun 1250 SM. Perpustakaan raja Ramses II memiliki koleksi 
sekitar 20.000 buku (Sulistyo Basuki:1991).
c.    Yunani

Peradaban Yunani mengenal jenis tulisan yang disebut mycena  sekitar tahun


1500 SM. Tapi kemudian, tulisan itu lenyap tergantikan oleh 22 aksara temuan
orang Phoenicia, yang dikembangkan menjadi 26 aksara seperti yang kita kenal
dewasa ini. Yunani mulai mengenal perpustakaan milik Peistratus (dari Athena)
dan Polyerratus (dari Samos) sekitar abad ke-6 dan ke-7 dan Pericies sekitar abad
ke-5 SM. Pada saat itu, merupakan pengisi waktu senggang dan merupakan awal
dimulainya perdagangan buku. Filsuf Aristoteles dianggap sebagai orang yang
pertama kali mengumpulkan, menyimpan, dan memanfaatkan budaya masa lalu.
Koleksi Aristoteles kelak dibawa ke Roma.
Perkembangan perpustakaan zaman Yunani Kuno mencapai puncaknya
semasa abad Hellenisme, yang ditandai dengan penyebaran ajaran dan
kebudayaan Yunani. Ini terjadi berkat penaklukan Alexander Agung beserta
penggantinya. Pembentukan kota baru Yunani dan pengembangan pemerintahan
monarki. Perpustakaan utama terletak di kota Alexandria Mesir, dan kota
Pergamum di Asia Kecil. Di kota Alexandria berdiri sebuah museum, yang salah
satu bagianya ialah perpustakaan dengan tujuan mengumpulkan teks Yunani dan
manuskrip segala bahasa dari semua penjuru. Berkat usaha Demertrius dari
Phalerum, perpustakaan Alexandria berkembang pesat dengan koleksi pertamanya
200.000 gulung papirus hingga nantinya mencapai 700.000 gulungan pada abad
pertama SM.
Perpustakaan kedua disebut Serapeum. Disini koleksi yang dimiliki sejumlah
42.800 gulungan terpilih, kelak berkembang mencapai 100.000 gulung. Semua
gulungan papirus ini disunting, disusun menurut bentuknya, dan diberi catatan
untuk disusun menjadi sebuah bibliografi sastra Yunani. Semua pustakawan
perpustakaan Alexandria ini merupakan ilmuwan ulung, termasuk pujangga
Callimachus yang menyusun 120 jilid bibliografi sastra Yunani.
Seperti halnya Alexandria, kota Pergamum di Asia Kecil menjadi pusat
belajar dan kegiatan sastra. Pada abad ke-2 SM, Eumenes II mendirikan sebuah
perpustakaan dan mulai mengumpulkan semua manuskrip, bahkan bila perlu
membuat salinan manuskrip lain. Untuk penyalinan tersebut digunakan sejumlah
besar papirus yang diimpor dari Mesir. Karena khawatir persediaan papirus di
Mesir habis dan rasa iri akan pesaingnya, raja Mesir menghentikan ekspor papirus
ke Pergagum. Akibatnya perpustakaan Pergagum harus mencari bahan tulis lain
selain papirus, maka dikembangkanlah bahan tulis baru yang
disebut parchment atau kulit binatang, terutama biri-biri atau anak lembu.
Sebenarnya, bahan tulis ini sudah lama dikenal Yunani, namun karena
harganya lebih mahal daripada papirus, maka banyak orang yang lebih memilih
papirus. Parchment dikembangkan dan akhirnya menggantikan bahan tulis papirus
hingga ditemukannya mesin cetak pada abad pertengahan. Koleksi perpustakaan
Pergagum mencapai 100.000 gulungan (Sulistyo Basuki: 1991). Dalam
perkembangannya, koleksi perpustakaan Pergagum nantinya diserahkan ke
perpustakaan Alexandria sehingga perpustakaan Alexandria menjadi perpustakaan
terbesar pada zamannya.
d.    Roma

Yunani memengaruhi kehidupan budaya dan intelektual Roma. Terbukti


banyak orang Roma mempelajari sastra, filsaat, dan ilmu pengetahuan Yunani,
bahkan juga bertutur bahasa Yunani. Perpustakaan pribadi mulai tumbuh karena
perwira tinggi banyak yang membawa rampasan perang termasuk buku. Julius
Caesar bahkan memerintah agar perpustakaan dibuka untuk umum dan beberapa
menjadi koleksi pribadi yang selanjutnya koleksi pribadi ini dikembangkan
menjadi perpustkaan pribadi, misalnya Lucullus 109 SM namun pada akhirnya
perpustaakaan ini dibuka untuk umum. Perpustakaan kemudian tersebar ke
seluruh bagian kerajaan Roma. Julius Caesar mendirikan perpustakaan Yunani
dan Latin. Perpustakaan yang didirikan oleh Julius Caesar dikelolah oleh Marcus
Terenitius Varo, dilanjutkan oleh Asinius Pollio semasa pemerintahan kaisar
Augustus. Kaisar ini mendirikan Perpustakaan Palatina di Kuil Apollo berisi
manuskrip Yunani dan Latin, dia juga mendirikan perpustakaan kedua yang
disebut Octavian disebuah kuil yang dipersembahkan khusus untuk dewa Juno
dan Jupiter.
Periode tahun 96 hingga 180 sering disebut zenith atau titik puncak peradaban
purba. berkat kemakmuran dan keamanan tumbuhlah dengan subur minat pada
kesenian, sastra, filsafat dan ilmu pengetahuan. Pada abad kedua saja di kota
Romawi terdapat lebih dari 25 Perpustakan umum. Kaisar Trajanus mendirikan
perpustakaan Ulpian di kota Romawi. Perpustakaan tersebut menduduki tempat
penting yang kedua sesudah perpustakaan Iskandaria dan Pergamum. Kaisar
Hadrianus (memerintah tahun 117-138) mendirikan perpustakaan di kuil
Olympeium.
Pada masa ini, muncul bentuk buku baru, sebagai bentuk pengembangan dari
gulungan papirus yang sedikit menyulitkan untuk dibaca, ditulisi, dan dibuka
secara cepat. Gulungan papirus ini diganti dengan codex, yang merupakan
kumpulan parchmen, diikat dan dijilid menjadi satu seperti buku yang kita kenal
dewasa ini. Codex mulai digunakan secara besar-besaran sekitar abad ke-4
(Sulistyo Basuki: 1991).
Perpustakaan mulai mengalami kemunduran tatkala kerajaan Roma mulai
mundur. Hingga akhirnya yang tinggal hanyalah perpustakaan biara, yang lainnya
lenyap akibat serangan orang orang barbar.
e.    Byzantium

Kaisar Konstantin Agung menjadi raja Roma Barat dan Timur pada tahun 324.
Ia memilih ibukota di Byzamtium, kemudian diubah menjadi Konstantinopel. Ia
mendirikan perpustakaan kerajaan dan menekankan karya Latin, karena bahasa
Latin merupakan bahasa resmi hingga abad ke-6. Koleksi ini kemudian ditambah
dengan koleksi Kristen dan non-Kristen, baik dalam bahasa Yunani maupun Latn.
Koleksinya tercatat hingga 120.000 buku. Waktu itu gereja merupakan pranata
kerajaan yang paling penting. Karena adanya ketentuan bahwa seorang uskup
harus memiliki sebuah perpustakaan, maka perpustakaan gereja berkembang.
Kerajaan Byzantium kaya, berpenduduk padat, secara kultural, intelektual, dan
politiknya cukup matang, yang diperkaya oleh ajarn Yunani dan Timur serta
dipengaruhi tradisi Roma dalam pemerintahan.  Kerajaan ini bertahan hingga abad
ke-15. Pada pertengahan abad ke-7 hingg abad ke-9, terjadi kontroversi
mengenai ikonoklasme yaitu penggambaran yesus dan oarng kudus lainnya pada
benda. Akibat larangan ini, banyak biara ditutup dan hartanya disita, dan
kemudian biarawan Yunani mengungsi ke Italia. Selama periode ini, hiasan
manuskrip dengan menggunakan huruf hias, gulungan maupun miniatur tidak
digunakan dalam karya keagamaan maupun Bibel. Setelah kontroversi berakhir,
minat terhadap karya Yunani Kuno berkembang lagi. Selama 300 tahun karya
Yunani disalin, ditulis kembali, diberi komentar, dibuatkan ringkasan sastra
Yunani bahkan juga dikembangkan ensiklopedia dan leksikon mengenai Yunani
(Sulistyo Basuki: 1991).

f.     Arab
Agama Islam muncul pada abad ke-7, dan mulai menyebar ke sekitar
daerah Arab. Dengan cepat pasukan Islam menguasai Syria, Babilonia,
Mesopotamia, Persia, Mesir, seluruh bagian utara Afrika, dan menyebrang ke
Spanyol. Orang Arab berhasil dalam bidang perpustakaan dan berjasa besar dalam
penyebaran ilmu pengetahuan dan matematika di Eropa.
Pada abad ke-8 dan ke-9, ketika Konstantinopel mengalami kemandegan
dalam hal karya sekuler, Bagdad berkembang dan menjadi pusat kajian karya
Yunani. Ilmuwan muslim mulai memahami pikiran Aristoteles. Ilmuwan muslim
mengkaji dan menerjemahkan karya filsafat, pengetahuan, dan kedokteran Yunani
ke dalam bahasa arab, kadang kadang dari versi bahasa syriac ataupun aramaic.
Puncak keemasanpun terjadi pada masa pemerintahan Abbasiyah Al-Makmun,
yang mendirikan “rumah kebijakan”, yaitu sebuah lembaga studi yang
menggabungkan unsur perpustakaan, akademi, dan biro terjemahan, pada tahun
810. Selama Abad ke-8, ilmu  alam, matematika, dan kedokteran benar-benar
dipelajari. Karya Plato, Aristoteles, Hippocrates, dan Galen juga diterjemahkan ke
dalam bahasa arab, ternasuk pula penelitian asli dala bidang astrologi, alkemi, dan
magis. Dalam penaklukan ke timur, orang Arab berhasil mengetahui cara
pembuatan kertas dari orang Cina, pada abad ke-8 di Bagdad trlah berdiri pabrik
kertas. Teknik pembuatan kertas selama hampir lima abad dikuasai orang Arab.
Karena harganya murah, dan mudah ditulis, maka produksi buku melonjak dan
perpustakaanpun berkembang. Begitupun perpustakaan mesjid dan lembaga
pendidikan. Perpustakaan kota Shiraz memiliki katalog, disusun menurut tempat
dan dikelola oleh staff  perpustakaan. Pada abad ke-11, perpustakaan Kairo
memiliki sekitar 150.000 buku.
            Di Spanyol, orang Arab mendirikan perpustakaan Cordoba yang memiliki
400.000 buku. Di perpustakaan Cordoba, Toledo, dan Seville, karya klasik
diterjemahkan ke dalam bahasa arab dari bahasa syriac. Ketika Spanyol direbut
tentara kristen, ribuan karya klasik ini diketemukan, kemudian diterjemahkan ke
dalam bahasa latin dan disebarkan keseluruh Eropa (Sulistyo Basuki: 1991)

E.    Sejarah Perkembangan Perpustakaan di Indonesia


a.             Zaman Kerajaan Lokal
Sejarah perpustakaan di Indonesia tergolong masih muda jika
dibandingkan dengan negara Eropa dan Arab. Jika kita mengambil pendapat
bahwa sejarah perpustakaan ditandai dengan dikenalnya tulisan, maka sejarah
perpustakaan di Indonesia dapat dimulai pada tahun 400-an yaitu saat lingga batu
dengan tulisan Pallawa ditemukan dari periode Kerajaan Kutai. Musafir Fa-Hsien
dari tahun 414M menyatakan bahwa di kerajaan Ye-po-ti, yang sebenarnya
kerajaan Tarumanegara banyak dijumpai kaum Brahmana yang tentunya
memerlukan buku atau manuskrip keagamaan yang mungkin disimpan di
kediaman pendeta.

Pada sekitar tahun 695 M,, di Ibukota Kerajaan Sriwijaya hidup lebih dari
1000 orang biksu dengan tugas keagamaan dan mempelajari agama Budha
melalui berbagai buku yang tentu saja disimpan di berbagai biasa.Di pulau Jawa,
sejarah perpustakaan tersebut dimulai pada masa Kerajaan Mataram. Hal ini
karena di kerajaan ini mulai dikenal pujangga keraton yang menulis berbagai
karya sastra. Karya-karya tersebut seperti Sang Hyang Kamahayanikan yang
memuat uraian tentang agama Budha Mahayana. Menyusul kemudian sembilan
parwasari cerita Mahabharata dan satu kanda dari epos Ramayana. Juga muncul
dua kitab keagamaan yaitu Brahmandapurana dan Agastyaparwa. Kitab lain yang
terkenal adalah Arjuna Wiwaha yang digubah oleh Mpu Kanwa. Dari uraian
tersebut nyatabahwa sudah ada naskah yang ditulis tangan dalam media daun
lontar yang diperuntukkan bagi pembaca kalangan sangat khusus yaitu kerajaan.
Jaman Kerajaan Kediri dikenal beberapa pujangga dengan karya sastranya.
Mereka itu adalah Mpu Sedah dan Mpu Panuluh yang bersama-sama menggubah
kitab Bharatayudha. Selain itu Mpu panuluh juga menggubah kitab Hariwangsa
dan kitab Gatotkacasrayya. Selain itu ada Mpu Monaguna dengan kitab
Sumanasantaka dan Mpu Triguna dengan kitam resnayana. Semua kitab itu ditulis
diatas daun lontar dengan jumlah yang sangat terbatas dan tetap berada dalam
lingkungan keraton.

Periode berikutnya adalah Kerajaan Singosari. Pada periode ini tidak


dihasilkan naskah terkenal. Kitab Pararaton yang terkenal itu diduga ditulis
setelah keruntuhan kerajaan Singosari. Pada jaman Majapahit dihasilkan
dihasilkan buku Negarakertagama yang ditulis oleh Mpu Prapanca. Sedangkan
Mpu Tantular menulis buku Sutasoma. Pada Kegiatan penulisan dan penyimpanan
naskah masih terus dilanjutkan oleh para raja dan sultan yang tersebar di
Nusantara. Misalnya, jaman kerajaan Demak, Banten, Mataram, Surakarta
Pakualaman, Mangkunegoro, Cirebon, Demak, Banten, Melayu, Jambi,
Mempawah, Makassar, Maluku, dan Sumbawa. Dari Cerebon diketahui dihasilkan
puluhan buku yang ditulis sekitar abad ke-16 dan ke-17. . Perpustakaan mulai
didirikan mula-mula ntuk tujuan menunjang program penyebaran agama mereka.
Berdasarkan sumber sekunder perpustakaan paling awal berdiri pada masa ini
adalah pada masa VOC (Vereenigde OostJurnal Pustakawan Indonesia volume 6
nomor 160 Indische Compaqnie) yaitu perpustakaan gereja di Batavia (kini
Jakarta) yang dibangun sejak 1624. pada abad ke-17 Indonesia sudah mengenal
perluasan jasa perpustakaan (kini layanan seperti ini disebut dengan pinjam antar
perpustakaan atau interlibrary loan).

Lebih dari seratus tahun kemudian berdiri perpustakaan khusus di Batavia. Pada
tanggal 25 April 1778 berdiri Bataviaasche Genootschap van Kunsten en
Wetenschappen (BGKW) di Batavia. Bersamaan dengan berdirinya lembaga
tersebut berdiri pula perpustakaan lembaga BGKW. Pendirian perpustakaan
lembaga BGKW tersebut diprakarsai oleh Mr. J.C.M. Rademaker, ketua Raad van
Indie (Dewan Hindia Belanda). Ia memprakarsai pengumpulan buku dan
manuskrip untuk koleksi perpustakaannya. Perpustakaan ini kemudian
mengeluarkan katalog buku yang pertama di Indonesia.

b.           Zaman Hindia Belanda


            Untuk keperluan rohaniah orangorang belanda mendirikan gereja. Seperti
halnya dengan kebiasaan di dunia barat pada waktu itu, setiap gereja dilengkapi
dengan perpustakaan, maka  berdirilah perpustaakaan gereja di Batavia pada tahun
1643 dengan pustakawan pertama bernama DS. (Dominus Abraham Fierenius).
Perpustakaan gerja tersebut tidak saja meminjamkan buku bagi anggota yang
diam di Jakarta,  melaikan juga memberikan jasa pinjaman buku keluar kota. Kota
yang pernah meminjam buku tercatat dari kota Semarang dan Juana. Jadi anda
dapat membayangkan bahwa 300tahun yang lalu sudah ada pinjaman antar
perpustakaan, sudah ada jasa peprustkaan yang melebar sampai keluar kota.
            Dalam perjalanannya sumber sejarah tidak lagi menyebut nyebut
keberadaan perpustakaan gereja tersebut. Baru tanggal 24 April 1778 berdirilah
sebuah perhimpunan bernama Bataviasche Genootschap Van Kunsten N
Weetenschap di Batavia. Bersamaan dengan peresmian perhimpunan juga
diresmika perpustakaan perhimpunan atas prakarsa Mr. J.C.M. Rade Maker, ketua
Raad Van Indie. Jadi sudah ada inisiatif perorangan untuk menyumbang
perpustakaan. Juga dewan Hindia Belanda (Raad Van Indie) memberikan
sumbangan sebesar FI 50 per tahun (baca 50 gulden). Sumbanagn ettap tersebut
berlangsung hingga tahun 1844. Perpustakaan tersebut kemudian menerbitkan
katalognya yang pertama pada tahun 1846, diberi nama Bibliotecae Artium Sainti
Scientiaerumquae Batavia Floret Catalogue Systematikus hasil suntingan P.
Bleeker . Edisi kedua terbit dengan judul dalam bahasa belanda (semula dalam
bahasa latin) pada tahun 1848.
            Sebagai hasil tanam paksa di pulau jawa dan sumatera berdiri berbagai
tanaman keras seperti perkebunan tebu, kapuk, kopi, karet, kelapa sawit,
disamping berbagai pabrik dan pusat penelitian. Perkebunan memerlukan tanaman
yang tahan penyakit, produknya tinggi, pemeliharaannya hemat, serta dapat
ditanam sepanjang tahun. Upaya mencari tanaman demikian tidak dilakukan oleh
perkebunan melainkan diserahkan pada lembaga penelitian, baik milik swasta
maupun pemerintah. Maka berdiri;ah berbagai balai pendidikan. Umtuk mencegah
adanya duplikasi penelitian dengan penelitian di dalam maupun diluar Indonesia
serta memperoleh informasi yang cepat diperlukan perpustakaan maka akhir abad
ke-19 berdirilah berbagai perpustakaan penelitian dan perpustakaan lain di
Indonesia. Dalam kaitanya dengan perpustakaan berbagai sekolah sering kali
dilengkapi dengan perpustakaan sehingga muncullah perpustakaan sekolah.
Sekitar dasawarsa pertama dan kedua abad ini, pemerintah hindia belanda giat
mendirikan sekolah rakyat disebut Volkschool, artinya sekolah yang menerima
tamatan sekolah rendah angka dua. Waktu itu pendidikan dasar hanya terbatas
sampai kelas dua saja. Pada waktu hampir bersamaan pemerintah
mendirikan Volkselectuur yang kini berubah menjadi balai pustaka dengan tugas
menerbitkan buku bagi rakyat. Volkselectuur mendirikan volksbibliotheek, artinya
perpustakaan umum yang didirikan oleh Volkselectuur namun pengelolaannya
diserahkan kepada volkschool. Koleksi pada volkschool boleh digunakan oleh
guru dan murid, namun juga boleh dipinjam oleh penduduk setempat dengan
membayar 2 sen per buku dengan waktu pinjam 14 hari. Jadi konsep ini berbeda
dengan perpustakaan sekolah dewasa ini, hanya melayani keperluan baca bagi
guru dan muridnya saja.
            Volkbibliotheek didirikan dengan memperhatikan pemakaian bahasa
setempat. Bagi volkbiblioteek dikawasan yang menggunakan bahasa jawa sebagai
bahasa pengantar, pemerintah hindia belanda menyediakan 417 judul buku
berbahasa jawa serta 282 buku berbahasa melayu. Bagi volkbibiloteek didaerah
berbahasa sunda, pemerintah menyediakan 291 judul buku bahasa sunda serta 282
buku dalam bahasa melayu. Untuk volkbiblioteek Madura disediakan 67 judul
buku bahasa Madura serta 282 buku bahasa melayu yang diserahkan kepada setiap
volkbiblioteek jumlahnya sama namun untuk bahasa daerah berbeda jumlahnya,
ini mungkin mengingatkan komposisi penduduk pada waktu itu. Pada tahap
selanjutnya setiap volkbiblioteek memperoleh tambahan 46 judul berbahasa
melayu. Untui volkbiblioteek melayu yang banyak terdapat di Sumatra,
pemerintah menyediakan 328 judul buku berbahasa melayu.
            Karena sebagiah besar penduduk Indonesia pada waktu hidup dari
pertanian, maka volkselectuur menyediakan buku bercorak tanam disamping
menerbitkan buku hiburan berupa roman, petualangan dan pengembaraan.
Pemerintah pernah melakukan penelitian tentang buku yang paling digemari
tercatat buku yang memperoleh banyak minat ialah Kucing Berstiwel, sebatang
Kara karangan Hector Malot, buku buku tersebut masih dibaca oleh generasi
sekarang sesuai dengan usianya. Jadi pada usia tertentu, minat baca antar satu
generasi sekarang sesuai dengan usianya. Jadi pada usia tertentu, minat bacaan
antar satu generasin dengan generasi berikutnya tetap sama, hanya saja nama
pengarangnya berbeda. Sesuai dengan fungsi perpustakaan, maka buku harus
didayagunakan bagi kepentingan pembaca.
            Perpustakaan sekolah yang didirikan pemerintah Hindia Belanda unyuk
pribumi sering disebut “Indonesische Volkbibliotheken”, mulai didirikan sekitar
tahun 1911. Pada tahun 1916 pemerintah Belanda mendirikan Nederlandsche
Volkbibliotheken yang digabungkan pada Holland-Inlandsche School, disingkat
H.I.S, semacam sekolah lanjutan dengan menggunakan bahasa belanda sebagai
bahsa pengantar. Tujuan Nederlandsche Volkbibliotheken ialah menyediakan
bahan bacaan bagi guru dan murid H.I.S. usaha tersebut kurang berhasil, karena
dalam  kurun waktu 10 tahun tidak ada penambahan buku bagi Nederlandsche
Volkbibliotheken. Berdasarkan statistic, jumlah rata-rata pembaca ialah 15 orang
perbulan dengan jumlah peminjaman 131 buku perbulan.
            Disamping menyediakan buku, volsklectuu juga menerbitkan dan
menyediakan majalah bagi Volksbibliotheek. Volkslectuur jugfa mengeluarkan
almanac berjudul Volksalmanak berisi aneka ragam materi misalnya pertanian,
pedoman bercocok tanam, perimbon, dsb.
            Sebenarnya sebelum pemerintah Hindia Belanda mendirikan
Volksbiblioteek pihak swasta telah terlebih dahulu mendirikan semacam
perpustakaan atau semacam ruang baca yang terbuka bagi umum, jadi mirip
dengan perpustakaan umum desawa seperti dewasa ini. Perpustakaan tersebut
dinamai “Openbareleeszalen” atau secara harfiah ruang baca umum terbuka atau
ruang baca umum, yang didirikan pada tahun 1910. Ruang baca tersebut
menyediakan bacaan secara Cuma-Cuma, hanya dapat dibaca ditempat, tidak
boleh dipinjam, terbuka pagi hingga siang hari. Yang mendirikan
“Openbareleeszalen” adalah pihak swasta seperti Gereja Katolik, Loge der
Vrijmetselaren, Theosofische Vereeniging dan Maatschappij tot Nut van het
Algemeen.
            Pada zaman Hindia Belanda juga berkembang perpustakaan sewa artinya
perpustakaan  yang memungut bayaran atas buku dan majalah yang dipinjam
anggotanya.  Perpustakaan semacam itu dikenal dengan nama Huurbiblioteek atau
perpustakaan sewa. Perpustakaan sewa ingin mencari peminat sebanyak-
banyaknya karena semakin banyak anggota semakin banyak uang yang masuk,
sedangkan “openbareleeszalen” ingin meyebarkan bacaan kepada masyarakat.
            Walaupun ada pesaing, sesungguhnya terdapat perbedaan pada bahan
bacaan yang disediakan. “Openbareleeszalen” menyediakan bahan bacaan yang
bersifat umum, kadang-kadang ditambah dengan literature badan yang
bersangkutan, misalnya “Openbareleeszalen” yang diselenggarakan oleh Gereja
Katolik, disamping menyediakan literature umum juga menyediakan literature
keagamaan. “Volksbiblioteek” menyediakan bahan bacaan popular ilmiah,
sedangkan “huurbibliotheek” menyediakan bahan bacaan berupa roman atau
novel dalam bahasa belanda, inggris, perancis, serta buku bacaan gadis remaja.
            Penerbit Firma G. Kolff & CO mendirikan perpustakaan sewa di kota
Batavia, Surabaya , Malang, Yogyakarta, Madiun, dan Solo. Sebuah took buku di
Bandung bernama Visser juga mendirikan perpustakaan sewa di Bandung.
Perpustakaan sewa lainnya ialah Viribu Unitis di Batavia, C.G van Wjhe di
Surabaya serta Leeabibliotheek Favoriet di Batavia. Ketiga perpustakaan sewa ini
menyediakan bahan bacaan yang dibeli dari pedagang buku loakan serta berbagai
roman kuno yang dibeli dari pihak kedua. Dengan demikian menjelang
keruntuhan Hindia Belanda pada tahun 1942 di tanah aiar kita terdapat beerbagai
jenis perpustakaan seperti perpustakaan khusus, umum, sekolah, perguruan tinggi,
dan sewa.

c.            Zaman Jepang

Jepang menyerbu Hindia Belanda pada bulan Maret 1942. Ketika


menyerbu pulau Jawa, pasukan Jepang mendarat di tiga tempat yaitu dekat
Rembang, Eretan (Indramayu) dan Merak (Banten). Dengan cepat pasukan Jepang
menduduki berbagai tempat sehingga pada tanggal 5 maret 1952 kota Batavia
dinyatakan sebagai kota terbuka. Pasukan jepang dengan mudah memasuki
Batavia. Mereka segera menduduki tempat penting dan dianggap strategis.
Gedung yang bersebelahan dengan gedung Bataviaasche Genooschap semula
merupaka gedung kuliah RHS, kemudian dijadikan markas Kempetai (dinas
rahasia Jepang). Karena itu gedung  Bataviaasche Genooschap menjadi bagian
daerah pengamanan markas besar Kempatai.
Pemerintah pendudukan Jepang kemudian mengeluarkan peraturan
melarang penggunaan buku-buku yang ditulis dalam bahasa inggris, belanda,
perancis, untuk digunakan di sekolah. Akibat larangan ini maka perpustakaan
fakultas yang ada praktis tidak dapat digunakan karena sebagian besar buku
dicetak dalam bahasa belanda. Selama ini pengelolaan berbagai jenis
perpustakaan dipegang oleh orang Belanda, sedangkan tidak seorangpun tenaga
Indonesia pernah memperoleh pendidikan kepustakawanan. Akibat perang, maka
orang Belanda termasuk pustakawan Belanda dimasukan ke tahanan militer.
Perpustakaan tidak ada yang mengelola, sedangkan koleksi tidang menunjang,
karena sebagian besar dilarang oleh pemerintah Jepang. Maka lenyaplah,
“Volksbibliotheek”, “Huurbibliotheek” karena pelarangan buku bahasa Belanda
serta suasana yang berorientasi pada memenangkan peperangan. Di sekolah
kedokteran (waktu itu disebut Ika Daigaku) hanya sedikit buku yang dapat
digunakan. Yang masih utuh ketika Jepang menyerang pada tahun 1945 hanyalah
koleksi perpustakaan Bataviaasche van Kunsten en Wetenschap, dan beberapa
perpustakaan khusus.

d.          Zaman Peralihan 1945-1950

Setelah Jepang menyerah, Indonesia memproklamasikan kemerdekaanya


pada tahun 1945. Sesudah itu, pemerintahan Indonesia menghadapi pasukan
Inggris, pasukan Belanda serta gangguan dari dalam seperti pemberontakan PKI
Madiun dan ancaman DI/TII. Masa itu semua kegiatan dikerahkan untuk
menghadapi gangguan sehingga tidak ada waktu untuk memusatkan diri pada
pengembangan perpustakaan.  Tetapi masih ada orang yang memperhatikan
perpustakan, sehingga pemerintah Indonesia membuka pendidikan kedokteran,
maka beberapa pengajaran membawa beberapa buku-buku kedokteran ke
Yogyakarta, bahkan kemudian diungsikan ke kota Klaten akibat serangan Belanda
pada tahun 1948.
Sebelum perang kemerdekaan II, pemerintahRI masih  sempat mendirikan
Perpoestakaan Negara Republik Indonesia, di Yogyakarta pada tahun 1948.
Perpustakaan negara ini merupakan perpustakaan negara pertama di Indonesia,
kegiatan tersebut tidak sempat berkembang akibat peperangan. Baru sesudah
pengakuan kedaulatan, pemerintah Indonesia mulai membangun perpustakaan.

e.            Periode 1950-akhir 1960-an


Pada periode ini pemerintah RI mulai memperhatikan pendirian
perpustakaan umum. Untuk keperluan rakyat didirkan tiga jenis perpustakaan
umum, dikenal dengan nama Taman Pustaka Rakyat (TPR). Pembangunan TPR
disesuaikan dengan tingkat pemerintahan. Untuk desa didirikan TPR C dengan
komposisi 40% bacaan tingkat SD dan 60% bacaan tingkat SMP. Pada tingkat
kabupaten didirikan TPR B dengan komposisi 40% bacaan tingkat SMP dan 60%
bacaan tingkat SMA. Pada ibukota provinsi didirikan TPR A dengan komposisi
koleksi 40% tingkat SMA dan 60% tingkat perguruan tinggi. TPR dikelola oleh
Jawatan Pendidikan Masyarakat, Kementrian Pendidikan, Pengajaran, dan
kebudayaan. Pada saat bersamaan kementrian penerangan juga mendirikan Balai
Bacaan Rakyat, isinya kebnayakan terbitan pemerintah terutama Dep. Penerangan.
Pembangunan TPR sebagi perpustakaan umum berjalan cepat. Dalam kurun
waktu singkat berhasil membangun TPR A, TPR B, dan TPR C. Semua koleksi
dan gaji pegawai ditanggung oeh Kementrian P.P.&K.
Sebagai kelanjutan dari pembangunan perpustakaan, pemerintah juga
mendirikan Perpustakaan Negara, diatur dalam Surat Keputusan Menteri P.P&K
no 29103 tanggal 23 Mei 1956. Dalam keputusan tersebut dinyatakan bahwa
Perpustakaan Negara berfungsi sebagai perpustakaan umum serta mempunyai
tugas sebagai berikut:
1.   Membantu perkembangan perpustakaan lain dan menciptakan
serta menyelenggarakan kerja sama anatara perpustakaan.
2.   Berusaha menambah produksi mengenai literatur fungsional
3.   Menyelenggarakan “book-mobile unit”
4.   Menyelenggarakan  pendidikan berupa kursus perpustakaan
5.   Berusaha mengadakan katalog induk
6.   Merupakan perpustakaan referens untuk tingkat propinsi.

Ekonomi Indonesia semakin hari semakin memburuk sehingga pemerintah


tidak mampu lagi menyediakan penyelenggaraan biaya pengadaan buku dan
majalah. Gaji pustakawan digerogoti oleh inflasi yang tinggi. Hal ini makin terasa
pada thun-tahun dasawarsa 1960-an sehingga TPR semakin ditinggalkan
pembacanya karena koleksinya tidak pernah bertambah. Pada tahun 1969 dengan
dimulainya Pembangunan Lima Tahun (PELITA) perpustakaan mulai
memperoleh dana lagi sehingga sedikit demi sedikit perpustakaan mulai giat
kembali.

BAB III
PENUTUP
A.   Kesimpulan
            Perpustakaan adalah ruang atau tempat yang menyediakan berbagai
sumber informasi yang sengaja disediakan untuk para pengunjung dan pengguna
perpustaakaan. Perpustakaan sudah dimulai sejak zaman purba yang koleksinya
masih berupa tanah liat dan lempeng batu, bahasa dan penulisannya pun masih
dalam huruf pictograph yang kemudian seiring berjalannya waktu manusia mulai
menemukan bahasa dan tulisan, yang mula mula masih berbentuk huruf paku
yang kemudian disempurnakan. Koleksi perpustakaanya pun berkembang mulai
dari penggunaan daun lontar, kulit hewan, papyrus dan kemudian buku yang
disebut incunabula. perkembangan koleksi, bahan, bahasa dan penulisan ini
memicu perkembangan perpustakaan. perkembangan gedung, sarana dalam
perpustakaan, katalogisasi, fungsi dan tujuan dari perpustakaan itu sendiri.
Sejarah Perkembangan Perpustakaan ini dibedakan pada sejarah dunia dan
Indonesia. Pada sejarah perkembangan perpustakaan dunia terdiri atas sejarah
sebelum dan sesudah masehi, abad pertengahan, abad XVII dan perkembangan
perpustakaan di berbagai negara. Pada Sejarah perkembangan perpustakaan di
Indonesia terdiri atas sejarah Awal, pada zaman kerajaan seperti mataram dan
beberapa kerajaan besar di jawa maupun luar jawa, zaman Belanda dan Jepang,
Periode 1945-1950, dan zaman peralihan di Indonesia.

Daftar Pustaka

http://lailynurjannah.blogspot.com/2018/01/sejarah-perpustakaan-di-dunia-
dan.html

http://sudinpusarjakpus.jakarta.go.id/?p=6322

https://duniaperpustakaan.com/2016/08/sejarah-perpustakaan-di-indonesia.html

http://alfrogo.blogspot.com/2013/06/blog-post_22.html

https://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_perpustakaan

https://jaririndu.blogspot.com/2012/06/sejarah-perpustakaan-di-indonesia.html

Anda mungkin juga menyukai