Anda di halaman 1dari 20

BAB 1

KONSEP SEJARAH DAN PERPUSTAKAAN

1.1 Pengertian Sejarah

Secara bahasa, kata Sejarah berasal dari bahasa Arab yaitu syajaratun yang berarti pohon. Kemudian,
ada beberapa arti sejarah dari berbagai bahasa yaitu, sebagai berikut.

a) Kata tarikh dalam Bahasa Indonesia yang artinya waktu.

b) Kata sejarah lebih dekat dengan kata historia dalam Bahasa Yunani yang artinya ilmu.

c) Kata sejarah lebih dekat dengan kata history dalam Bahasa Inggris yang artinya masa lalu.

d) Dalam Bahasa Prancis (kata historie), Bahasa Italia (kata storia), Bahasa Belanda (kata gescheiedenis)
dan Bahasa Jerman (kata geschichte) yang sama- sama memiliki arti yang terjadi (Yamin, 1958: 4).

secara terminologi, ada beberapa pendapat para ahli mengenai pengertian sejarah yaitu, sebagai
berikut. J. Bank berpendapat bahwa sejarah merupakan semua kejadian atau peristiwa masa lalu.
Sejarah untuk memahami perilaku masa lalu, masa sekarang, dan masa yang akan datang. Selanjutnya
Robin Winks berpendapat bahwa sejarah adalah studi tentang manusia dalam kehidupan masyarakat.

Leopold von Ranke berpendapat bahwa sejarah adalah peristiwa yang terjadi. Lebih lanjut Sir Charles
Firth berpendapat bahwa sejarah merekam kehidupan manusia, perubahan yang terus menerus,
merekam ide- ide, dan merekam kondisi-kondisi material yang telah membantu atau merintangi
perkembangannya.

John Tosh berpendapat bahwa sejarah adalah memori kolektif, pengalaman melalui pengembangan
suatu rasa identitas sosial manusia dan prospek manusia tersebut di masa yang akan datang. Kemudian
Henry Steele Commager berpendapat bahwa sejarah merupakan rekaman keseluruhan. masa lampau,
kesusastraan, hukum, bangunan, pranata sosial, agama dan filsafat.

Moh. Hatta berpendapat bahwa sejarah adalah pemahaman masa lalu yang mengandung berbagai
dinamika dan problematika manusia. Lebih lanjut Rochiati Wiriatmadja berpendapat bahwa sejarah
merupakan disiplin ilmu yang menjanjikan etika, moral, kebijaksanaan, nilai-nilai spiritual, dan kultural.

Muhammad Yamin berpendapat bahwa sejarah adalah ilmu pengetahuan tentang cerita sebagai hasil
penafsiran kejadian manusia masa lalu. Kemudian J.V. Bryce berpendapat bahwa sejarah adalah catatan
yang telah dipikirkan, dikatakan, atau diperbuat manusia. Semntara W.H. Walsh berpendapat bahwa
sejarah menitikberatkan pada pencatatan yang berarti dan penting, yang meliputi tindakan dan
pengalaman di masa lalu.

Herodotus berpendapat bahwa sejarah ialah satu kajian perputaran jatuh bangunnya masyarakat dan
peradaban. Terakhir ada Bernheim yang berpendapat bahwa sejarah adalah sebuah ilmu yang
menelusuri serta menempatkan peristiwa dalam waktu dan ruang mengenai perkembangan manusia
(Sejarah Dan Pendidikan Sejarah).

Berdasarkan beberapa pendapat para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa sejarah adalah segala
peristiwa atau kejadian yang telah terjadi di waktu lampau yang diantara sifatnya yaitu abadi dan tidak
bisa diulang kembali.

1.2 Pengertian Perpustakaan

Kata perpustakaan berasal dari kata pustaka yang berarti kitab atau buku. Kemudian, kata perpustakaan
memiliki beberapa arti kata dari beberapa bahasa yaitu, sebagai berikut. Dalam Bahasa Inggris yang
dikenal dengan istilah library yang berasal dari bahasa latin, yaitu liber atau libri yang artinya buku.
Kemudian dalam Bahasa Belanda dikenal dengan istilah bibliothek. Kemudian dalam Bahasa Jerman
dikenal dengan istilah bibliothek. Selanjutnya dalam Bahasa Prancis dikenal dengan istilah bibliotheque.
Kemudian dalam Bahasa Spanyol dan Portugis dikenal dengan istilah bibliotheca (Abdul Rahman Saleh;
Rita Komalasari). Secara istilah, Perpustakaan adalah lembaga atau wadah yang dapat berperan sebagai
pusat sumber informasi yang dibutuhkan oleh masyarakat pengguna.

1.3 Tugas Perpustakaan Secara garis besarnya, perpustakaan memiliki beberapa tugas yaitu, sebagai
berikut.

a) Mengumpulkan, menyimpan dan menyediakan informasi dalam bentuk tercetak ataupun dalam
bentuk elektronik dan multimedia kepada pemakai.

b) Menyediakan informasi yang dapat diakses lewat internet, namun harus pula menyediakan
peraturan- peraturan yang dapat melindungi kepentingan perpustakaan dan keamanan informasi
tersebut.

c) Terus memperhatikan kemajuan zaman dan kemajuan teknologi agar keinginan masyarakat dalam
mengakses informasi dapat terpenuhi.

d) Harus mampu menjadi jembatan penyedia informasi pada masa lalu, masa kini dan masa depan.

e) Perpustakaan harus tetap mencari jalan agar tetap tanggap secara efektif dan inovatif terhadap
lingkungan yang beragam dalam memenuhi harapan pengguna (Abdul Rahman Saleh; Rita Komalasari).

1.4 Fungsi Perpustakaan Ada beberapa fungsi perpustakaan yaitu, sebagai berikut.

a) Fungsi Edukatif. Maksudnya adalah perpustakaan memiliki fungsi sebagai tempat atau wadah belajar
yang dapat difungsikan pemustaka dalam mencari informasi, wawasan ataupun pengetahuan secara
luas.

b) Fungsi Informatif. Maksudnya adalah perpustakaan sebagai tempat atau pusat sumber informasi yang
dibutuhkan pemustaka.
c) Fungsi Penelitian. Maksudnya adalah perpustakaan sebagai tempat atau wadah tersedianya sumber
bahan- bahan rujukan yang menunjang kegiatan penelitian.

d) Fungsi Kultural. Maksudnya adalah perpustakaan sebagai penyedia sumber informasi mengenai
kebudayaan daerah, antar suku, dan kebudayaan antar bangsa yang bentuk koleksinya tercetak maupun
digital atau elektronik.

e) Fungsi Rekreasi. Maksudnya adalah perpustakaan sebagai penyedia koleksi yang menghibur para
pemustaka yang bisa digunakan, seperti pemustaka dapat menggunakan koleksi-koleksi audiovisual.

1.5 Jenis-jenis Perpustakaan

Ada beberapa jenis perpustakaan yaitu, sebagai berikut.

a) Perpustakaan Nasional.

b) Perpustakaan Umum

c) Perpustakaan Khusus

d) Perpustakaan Sekolah

e) Perpustakaan Perguruan Tinggi

BAB 2

PERPUSTAKAAN PERTAMA DI DUNIA

2.1 Pengertian

Perpustakaan adalah ruang atau tempat yang menyediakan berbagai sumber informasi yang secara
sengaja disediakan untuk para pengunjung dan pengguna perpustakaan. Perpustakaan dikenal dengan
gudangnya ilmu.

Perpustakaan merupakan salah satu pusat informasi, sumber ilmu pengetahuan dan penelitian.
Perpustakaan merupakan sistem informasi yang didalamnya terdapat aktivitas pengumpulan,
pengolahan, pengawetan, pelestarian, dan penyajian serta penyebaran informasi (rita irviani, 2017: 64).

Perpustakaan dalam bahasa Indonesia berasal dari kata pustaka yang berarti kitab atau buku dan dalam
bahasa asing ada beberapa istilah Library (bahasa Inggris), Biblioteca (bahasa Italia) semua istilah ini
memiliki kata dasar yang berarti buku.

Perpustakaan yang pertama ada di dunia adalah Perpustakaan Alexandria Egypt atau Perpustakaan
Iskandariyah Mesir ialah perpustakaan pertama dan terbesar di dunia yang berlokasi di Mesir.
Perpustakaan Alexandria berdiri sejak 323 Sebelum Masehi yang bertahan hingga berabad-abad dan
memiliki koleksi terlengkap.

Perpustakaan Alexandria adalah bagian dari lembaga penelitian yang lebih besar, yaitu Mouseion, yang
dipersembahkan untuk Muses, dewi sastra, pengetahuan, dan seni.

2.2 Sejarah Perpustakaan Alexandria

Alexandria atau disebut juga The Great Library of Alexandria diyakini didirikan sekitar setelah tahun 295
Sebelum Masehi. Pembangunan perpustakaan Alexandria bermula dari keinginan seorang gubernur
Athena yang menginginkan adanya perpustakaan. Kemudian Ptolemaeus I, seorang cendikiawan
mendirikan Mouseion atau Musaeum yang saat ini kita kenal dengan "museum". Museum ini berfungsi
sebagai tempat pemujaan dewa dewi, tapi juga dilengkapi dengan area kuliah, laboratorium,
observatorium, kebun botani, kebung binatang, dan perpustakaan.

Pada masa pemerintahan Ptolemaeus II Philadelphus tahun 282 SM hingga 246 SM, anak Ptolemaeus I,
ia mendirikan "Perpustakaan Kerajaan" untuk melengkapi museum yang didirikan ayahnya. Setelah
Perpustakaan Kerajaan dibangun, ada lebih dari 100 cendikiawan yang kemudian ditempatkan di dalam
museum ini.

Tugas para cendikiawan itu adalah untuk memberikan kuliah, melakukan penelitian, menerbitkan,
menerjemahkan, menyalin, dan mengumpulkan banyak naskah dari berbagai negara dan penulis.

Perpustakaan Alexandria mesir adalah perpustakaan pertama dan terbesar di dunia. Dibangun pada
tahun 323 SM oleh raja ptolemey (ptolemaeus) soter (322-285 SM) raja pertama dinasti Diadoch.
Perpustakaan ini sangat besar dibawah para penggantinya ptolemey Eurgetes (247-221
SM).Perpustakaan tersebut dibangun ptolemey dengan maksud mengumpulkan dan memelihara
selengkapnya semua karya kesusastraan yunani.

Pada awal berdirinya perpustakaan Alexandria, perpustakaan ini banyak menyimpan naskah berharga
yang ditulis di kertas papirus. Bahkan diperkirakan ada 40.000 sampai 400.000 gulungan kertas papirus
yang disimpan di perpustakaan Alexandria. Banyaknya naskah yang ada di perpustakaan Alexandria
disebabkan oleh banyaknya cendikiawan besar dan berpengaruh di Alexandria.

2.3 Perjalanan Perpustakaan Alexandria Dari Masa Ke Masa

Tak ada kata sepakat di kalangan sejarawan tentang kehancuran perpustakaan terbesar di zaman kuno
itu.

a. masa awal berdirinya perpustakaan Pada Alexandria

Perpustakaan Bibliotheca Alexandria Egypt menjadi pusat ilmu pengetahuan, hingga raja mesir sempat
membelanjakan harta kerajaannya untuk membeli buku dari seluruh pelosok negeri hingga terkumpul
442.800 buku dan 90.000 berbentuk ringkasan yang tak berjilid.

b. Pada masa kemashyuran


Perpustakaan Alexandria memperbanyak koleksinya dengan cara setiap ada kapal dan penjelajah yang
singgah ke mesir akan digeledah. Setiap buku dan naskah yang ditemukan akan disalin, salinannya akan
diberikan sementara naskah asli akan disita oleh pihak perpustakaan.

C. Pada masa kehancuran perpustakaan Alexandria

Perpustakaan Alexandria hancur diduga karena pembakaran yang dilakukan oleh Julius Caesar saat ia
melakukan pendudukan di kota Alexandria pada tahun 48 SM. Karena pembakaran yang dilakukan Julius
Caesar pada perpustakaan kebanggaan di kota Alexandria ini, membuat banyak perdebatan dan perang
selama berabad-abad.

1. Menurut dokumen berjudul kronik perang Alexandria karya Titus Livius, pada tahun 48 SM kaisar
Roma, Julius Caesar memerintahkan untuk membakar gedung itu dalam perang melawan ptolomeus.

2. Penyerangan yang dilakukan oleh bangsa Aurelian sekitar abad 3 SM.

3. Kerusuhan yang terjadi akibat jatuhnya Theophilus pada 300 SM, perpustakaan ini akhirnya berhenti
berdenyut.

d. Pada tahun 1990

Pada tahun 1990-an UNESCO dengan pemerintahan mesir kembali membangun perpustakaan yang
memiliki nilai sejarah tersebut. Setelah terbengkalai hampir 20 abad akhirnya Bibliotheca Alexandria
Egypt atau perpustakaan Iskandariyah Mesir kembali berdiri kokoh dan megah pada 17 Oktober 2002
dan diresmikan oleh presiden Mesir Husni Mubarak. Dan setiap tanggal 17 Oktober diperingati sebagai
hari perpustakaan sedunia.

2.4 Perpustakaan Alexandria Kembali Dibangun

Pada tahun 2002, perpustakaan baru dibangun di dekat bekas perpustakaan Alexandria. Perpustakaan
ini diberi nama Bibilotheca Alexandrina. Pembangunan Bibilotheca Alexandrina ini dimaksudkan untuk
mempertahankan semangat perpustakaan Alexandria yang sudah hancur.

BAB 3

PERPUSTAKAAN SEBELUM ISLAM

3.1 Pengertian

Perpustakaan adalah gudangnya ilmu bagi pendidikan maupun penelitian, tapi seiring perkembangan
zaman perpustakaan mempunyai fungsi yang lebih fleksibel dan tidak bersifat kaku. Seperti dalam
Undang-Undang Nomor 43 tahun 2007 Bab I, Pasal I, Butir pertama menyebutkan bahwa Perpustakaan
adalah institusi pengelola koleksi karya tulis, karya cetak, dan/atau karya rekam secara profesional
dengan sistem yang baku guna memenuhi kebutuhan pendidikan, penelitian, pelestarian, informasi, dan
rekreasi para pemustaka.
Membicarakan ilmu pengetahuan pasti mempunyai asal mula atau filosofinya, seperti perpustakaan
sebelum era Islam tidak akan tepat jika tidak menempatkan Perpustakaan Iskandariah. Perpustakaan
Iskandariah adalah perpustakaan leluhur, sebuah perpustakaan yang menjadi sumber pengetahuan bagi
peradaban masa kini. Perpustakaan ini dikatakan pernah menyimpan tujuh ratus ribu gulungan papyrus
yang mengandung maklumat dalam pelbagai bidang ilmu pengetahuan (Shaharom TM Sulaiman, 2011:
147-149).

Referensi tersebut menjadikan perpustakaan memasuki dunia modern dengan sedikit hambatan
dikarenakan telah ada pada zaman dahulu.

3.2 Perkembangan Perpustakaan Pra Islam

Asal muasal perpustakaan adalah kumpulan dari catatan transaksi niaga, kemudahan untuk menyimpan
catatan niaga. Penemuan orang Mesir pada tahun 2500 SM yaitu papyrus, yaitu bahan sejenis rumput
yang tumbuh di sepanjang sungai Nil.

Ada beberapa perpustakaan sebelum Islam yang tercatat dalam sejarah seperti:

1. Sumeria dan Babylonia

Perpustakaan sudah dikenal sejak 3000 tahun yang lalu. Penggalian di bekas kerajaan Sumeria
menunjukkan bahwa bangsa Sumeria sekitar 3000 tahun SM telah menyalin rekening, jadwal kegiatan,
pengetahuan yang mereka peroleh dalam bentuk lempeng tanah liat (clay tables).

2. Mesir

Orang Mesir menggunakan tulisan yang disebut hieroglyph. Tujuan hieroglyph ialah memahatkan pesan
terakhir di monumen untuk mengagungkan raja. Sementara tulisan yang ada di tembok dan monumen
dimaksudkan untuk memberikan kesan pada dunia. Perpustakaan di Mesir bertambah maju berkat
penemuan penggunaan rumput papyrus sekitar tahun 1200 SM.

3. Yunani

Peradaban Yunani mengenal jenis tulisan yang disebut mycena sekitar tahun 1500 SM. Tapi kemudian,
tulisan itu lenyap tergantikan oleh 22 aksara temuan orang Phoenicia, yang dikembangkan menjadi 26
aksara seperti yang kita kenal sekarang ini. Yunani mulai mengenal perpustakaan milik Peistratus (dari
Athena) dan Polyerratus (dari Samos) sekitar abad ke-6 dan ke-7 dan Pericies sekitar abad ke-5 SM.

Perkembangan perpustakaan zaman Yunani Kuno mencapai puncaknya semasa abad Hellenisme, yang
ditandai dengan penyebaran ajaran dan kebudayaan Yunani. Ini terjadi berkat penakhlukan Alexander
Agung beserta penggantinya. Pembentukan kota baru Yunani dan perkembangan pemerintahan
monarki. Perpustakaan utama terletak di kota Alexandria Mesir berdiri sebuah museum, yang salah satu
bagian utamanya ialah perpustakaan dengan tujuan mengumpulkan teks Yunani dan manuskrip segala
bahasa dari semua penjuru.
Pada abad ke-2 SM, Eumenes II mendirikan sebuah perpustakaan dan mulai mengumpulkan semua
manuskrip, bahkan bila perlu membuat salinan manuskrip lain. Untuk penyalinan tersebut digunakan
sejumlah besar papirus yang diimpor dari Mesir.

Sebenarnya bahan tulis ini sudah lama dikenal Yunani, namun karena harganya lebih mahal daripada
papirus, maka banyak orang yang lebih memilih papirus. Parchment dikembangkan dan akhirnya
menggantikan bahan tulis papirus hingga ditemukannya mesin cetak pada abad pertengahan.

4. Roma

Kebudayaan Romawi dipengaruhi oleh kebudayaan Yunani. Perpustakaan pribadi mulai tumbuh karena
banyak perwira tinggi yang membawa rampasan/jarahan perang, termasuk buku-buku. Kemudian Julius
Caesar memerintahkan perpustakaan terbuka untuk umum. agar Kemudian, perpustakaan pun tersebar
ke seluruh bagian kerajaan Romawi. Pada masa ini, munculah bentuk buku baru. Gulungan papyrus
diganti menjadi codex. Codex merupakan kumpulan parchmen diikat dan dijilid menjadi satu seperti
buku. Seiring dengan kemunduran Kerajaan Romawi, perpustakaanpun mengalami kemunduran hingga
akhirnya hanya perpustakaan biaralah yang masih tertinggal.

5. Byzantium

Kaisar Konstantin Agung menjadi raja Roma Barat dan Timur pada tahun 324. ia memilih ibukota di
Byzantium, kemudian diubah menjadi Konstantinopel. Ia mendirikan perpustakaan kerajaan dan
menekan karya Latin, karena bahasa Latin merupakan bahasa resmi hingga abad ke-6. Koleksi ini
kemudian ditambah dengan karya Kristen dan non-Kristen, baik dalam bahasa Yunani maupun Latin.
Koleksinya tercatat hingga 120.000 buku.

Kerajaan ini bertahan hingga abad ke-15. Pada pertengahan abad ketujuh hingga pertengahan abad ke-
9, terjadi kontroversi mengenai ikonoklasme, yaitu penggambaran Yesus dan orang kudus lainnya pada
benda. Akibat larangan ini, banyak biara ditutup dan hartanya disita, dan kemudian biarawan Yunani
mengungsi ke Italia. Selama periode ini, hiasan manuskrip dengan menggunakan huruf hias, gulungan
maupun miniatur tidak digunakan dalam karya keagamaan maupun Bibel. Setelah kontroversi berakhir,
minat terhadap karya Yunani kuno berkembang lagi. Selama 300 tahun karya Yunani disalin, ditulis
kembali, diberi komentar, dibuatkan ringkasan sastra Yunani bahkan juga dikembangkan ensiklopedia
dan leksikon Yunani (Gretha Prestisia R K).

BAB 4

PERPUSTAKAAN DI MASA ISLAM KLASIK

4.1 Prolog

Tradisi keilmuwan tidak bisa dipisahkan dengan ajaran Islam. Islam telah memerintahkan kepada
umatnya untuk senantiasa menuntut ilmu (thalab al-'ilm). Islam adalah agama yang memuliakan ilmu
dan orang yang berilmu ('Alim). Bahkan janji Allah SWT bagi orang yang berilmu yaitu akan diangkat
derajatnya. Orang berilmu merupakan suatu anugerah kebaikan yang sangat besar dari Allah SWT,
karena ilmu tidak dianugerahkan pada setiap orang.

Dalam tradisi ilmiah, para ilmuwan muslim menjadikan perpustakaan sebagai tempat bertukar pikiran
(diskusi), muthala'ah, menerjemah dan menyalin buku dan bahkan membuat karya-karya monumental
atau magnumopus.

4.2 Latar Belakang Munculnya Perpustakaan Pada Masa Kejayaan Islam

Ada beberapa hal melatarbelakangi pembuatan

dan pengelolaan perpustakaan, antara lain: 1. Setelah pengkodifikasian Al Qur'an ke dalam bentuk
mushaf, muncul keinginan umat muslim pada masa itu, khususnya yang hidup jauh dari Rasulullah SAW
untuk mempelajari dan memahami Al Qur'an serta ajaran Islam sesuai dengan apa yang dipahami dan
dilakukan oleh rasul sendiri. Hal itu membuat sebagian ulama untuk membukukan sabda-sabda
Rasulullah. Meski mendapat tantangan dari sebagian yang lain, yang berpedoman pada Hadits yang
mengatakan untuk melakukan penulisan terhadap segala hal yang bersumber dari Rasul selain wahyu Al
Qur'an, namun Umar bin Abdul Aziz (wafat 675 M) memerintahkan Muhammad bin Muslim bin Syihab
az-Zuhri al-Madani (wafat 695 M) agar mengumpulkan hadits untuk kemudian menuliskannya ke sebuah
buku. Dirinya beralasan bahwa Rasul melarang penulisan hadits karena merasa khawatir akan tercampur
dengan wahyu yang ada di dalam Al Qur'an. Padahal, pada masa itu, Al Qur'an sudah terkodifikasi ke
dalam bentuk mushaf sehingga kekhawatiran akan tercampur dengan hadits sudah tidak ada lagi.
Setelah dihimpun, hadits-hadits tersebut disebarluaskan ke seluruh penjuru negeri dan dijadikan sebagai
referensi.

2. Pada masa Ibn Syihab az-Zuhri, banyak sekali ahli hadits yang rela untuk bepergian jauh hanya untuk
mendapatkan sebuah hadits untuk kemudian mereka himpun ke dalam koleksi mereka masing-masing.

Koleksi-koleksi tersebut kemudian dikenal oleh umat Islam sebagai koleksi Sahih Bukhari, Sahih Muslim,
Sunah Abu Daud, Sunan atTurmudzi dan berbagai koleksi lain.

3. Munculnya gerakan penerjemahan yang dipelopori oleh Khalifah al Mansyur pada masa dinasti
Abbasiyah yang kemudian menambah jumlah koleksi pustaka pada masa tersebut (Afrizal, 2017).

4.3 Perkembangan Perpustakaan Pada Masa Islam Klasik

Kemajuan peradaban Islam berkaitan dengan kemajuan seluruh aspek atau bidang-bidang keilmuan.
Pada masa klasik (650-1250 M) keilmuan Islam berkembang pesat baik dalam pemikiran maupun
peradaban Islam yang disebabkan oleh beberapa hal, seperti motivasi internal Islam itu sendiri, maupun
para khalifah yang cinta akan ilmu pengetahuan. Bukan hanya pada ilmu agama, namun juga ilmu-ilmu
umum sehingga ilmu pengetahuan terus berkembang disertai dengan munculnya perpustakaan pada
masa kejayaan Islam (Masruri, 2006).

Pada masa pemerintahan Abbasiyah, berdiri sebuah tempat penyimpanan koleksi yang didirikan oleh
Harun Al-Rasyid yang merupakan perpustakaan terbesar di masa itu. Perpustakaan ini bernama Bayt Al-
Hikmah dan bertahan hingga tahun 1258 M setelah adanya penyerangan dari bangsa Mongol ke
Baghdad. Perpustakaan Bayt al-Hikmah ini didirikan oleh khalifah Harun al-Rasyid, dan kemudian
menjadi besar pada masa khalifah al-Ma'mun.

4.4 Sistem Pengelolaan di Perpustakaan Islam Klasik

Di seluruh wilayah Islam saat itu tersebar berbagai macam ilmu pengetahuan, seperti filsafat,
matematika, kedokteran, teknik astronomi dan lain-lain.Sistem yang digunakan pada masa itu ialah
klasifikasi yang mana klasifikasi ini berfungsi untuk membagi bahan-bahan pustaka yang ada menjadi
berbagai kelompok sesuai dengan tema, judul, penulis,dan/atau parameter-parameter lainnya yang
akan memudahkan penempatan bahan-bahan pustaka tersebut dalam rak-rak buku, serta untuk
memudahkan proses penemuan buku-buku tersebut ketika dibutuhkan.

BAB 5

Perpustakaan dimasa Dinasti Abbasiyah

5.1 Sejarah Dinasti Abbasiyah

Berdirinya Dinasti Abbasiyah tidak lepas dari peran Abu Muslim Al-Khurasani, di
tangannya pecahlah revolusi terbesar dalam sejarah Islam, dengan tumbangnya Dinasti
Ummayah. Ahli sejarah Barat memanggilnya Great Revolution in Islam. 5 Pendiri Dinasti
Abbasiyah adalah Abdullah Al-Saffah ibn Muhammad ibn Ali ibn Abdullah ibn Al-Abass.
Kekuasaannya berlangsung 132-656 H atau 750-1258 M. Pada mulanya, ibu kota negara adalah
Al-Hasyimiyah, dekat Kufah. Tahun 762 M untuk lebih memantapkan dan menjaga stabilitas
negara Abu Ja`far Al-Manshur memindahkan ibu kota ke Baghdad, dekat bekas ibu kota Persia,
Ctesipon. Dengan demikian, pusat pemerintahan dinasti Bani Abbas berada di tengah-tengah
bangsa Persia (Vita Ery Oktaviyani, 2018).

5.2 Sistem Pemerintahan Dan Periodesasi Dinasti Abbasiyah


Pada zaman Dinasti Abbasiyah sistem pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai
dengan perubahan politik, social, ekonomi dan budaya. Sistem politik yang dilakukan oleh
Dinasti Abbasiyah diantaranya:
a. Para Khalifah tetap dari keturunan Arab, sedang para menteri, panglima, Gubernur dan
para pegawai lainnya dipilih dari keturunan Persia dan mawali.
b. Kota Baghdad digunakan sebagai ibu kota negara, yang menjadi pusat kegiatan politik,
ekonomi, sosial dan kebudayaan.
c. Ilmu pengetahuan dipandang sebagai suatu yang sangat penting dan mulia.
d. Kebebasan berfikir sebagai HAM diakui sepenuhnya .
e. Para menteri turunan Persia diberi kekuasaan penuh untuk menjalankan tugasnya
dalam pemerintah (Fuad Riyadi, 2014).

Pada zaman Abbasiyah konsep kekhalifahan berkembang sebagai sistem politik. Ketika
Daulah Abasiyah memegang tampuk kekuasaan tertinggi Islam, terjadi banyak perubahan dalam
kehidupan masyarakat. Kekuasaan Bani Abbasiyah berlangsung dalam kurun waktu yang sangat
panjang berkisar tahun 132 H sampai 656 H (750 M-1258 M) yang dibagi menjadi 5 periode :
a. Periode pertama (132 H/750 M-232 H/847 M). Disebut periode pengaruh Persia
pertama.
b. Periode kedua (232 H/847 M-334 H/945 M). Disebut masa pengaruh Turki pertama.
c. Periode ke tiga (334 H/ 945 M-447 H/1055 M). Masa kekuasaan dinasti Buwaih atau
pengaruh Persia kedua.
d. Periode ke empat (447 H/1055 M-590 H/1194 M). Merupakan kekuasaan dinasti bani
Saljuk dalam pemerintahan atau pengaruh Turki dua.
e. Periode ke lima (590 H/1194 M-565 H/1258 M). Merupakan masa mendekati
kemunduran dalam sejarah peradaban Islam (Aminullah, 2017).
5.3 Pusat Pengetahuan Pada Masa Dinasti Abbasiyah
Dinasti Abbasiyah adalah bangsa yang peduli akan ilmu pengetahuan. Pada
awalnya ilmu pengetahuan berasal dari Al-Qur`an dan hadits. Orang Islam
keturunan non Arab khususnya orang-orang Persia berpendapat bahwa mereka
merasa perlu mempelajari tata bahasa Arab (nahwu) dan philologi serta syair-
syair sebelum Islam. Dimana dalam hal ini diperlukan adanya studi geneologi
dan history untuk memahami Al-Qur`an dan haditst pada fase pertama yang
dipimpin oleh Khalifah Abu Ja’far al-Mansyur, Khalifah Harun al-Rasyid dan
Abdullah al-Makmun.
5.4 Pusat Ilmu Pengetahuan Pada Masa Dinasti Abbasiyah
Perpustakaan Islam pertama yang berdiri di Baghdad adalah Baitul Hikmah. Baitul
Hikmah merupakan perpustakaan dan pusat penerjemahan pada masa Dinasti Abbasiyah. Baitul
hikmah ini terletak di Baghdad, dan Bagdad ini dianggap sebagai pusat intelektual dan keilmuan
pada masa zaman kegemilangan Islam (The golden age of Islam)Pada masa Abbasiyah Baitul
Hikmah ini diperluas penggunaannya, dimana lembaga ini telah dirintis oleh khalifah Harun al-
Rasyid yang menjadi pusat segala kegiatan keilmuan. Pada masa Harun al-Rasyid lembaga ini
bernama Khizanah al-Hikmah (Khazanah Kebijaksanaan) yang berfungsi sebagai sebagai
perpustakaan dan pusat penelitian. Di lembaga ini baik muslim maupun non muslim bekerja
mengalih bahasakan berbagai naskah kuno dan menyusun berbagai penjelasannya.Tujuan utama
didirikannya Baitul Hikmah adalah untuk mengumpulkan dan menyalin ilmu-ilmu pengetahuan
asing ke dalam bahasa Arab. Inilah yang menjadi awal kemajuan yang dicapai Islam, yaitu
menggenggam dunia dengan ilmu pengetahuan dan peradaban.
5.5 Faktor-Faktor Yang Menyebabkan Berdirinya Lembaga Baitul Hikmah
Yang memotivasi berdirinya lembaga Baitul Hikmah yaitu didorong oleh keinginan
meniru lembaga hebat yang didirikan oleh orang-orang kristen Nestorians; yakni gondhesaphur
yang salah satu tokohnya georgius Gabriel pernah ditunjuk menjadi kepala sebuah rumah sakit
pada jaman khalifah al-Mansur. Tokoh ini juga aktif menerjemahkan karya-karya Yunani.Dan
juga yang menjadi motivasi lainnya dalam pembentukan lembaga Baitul Hikmah adalah
disebabkan oleh faktor-faktor sebagai berikut.
1. Melimpahnya kekayaan negara dan tingginya apresiasi khalifah al-Makmun terhadap ilmu
pengetahuan dan kebudayaan, seperti ilmu filsafat, kedokteran, astronomi, dan lain-lain, dan juga
kecintaannya terhadap seni musik. Bersatunya dana dengan keinginan ini melahirkan sebuah
pemikiran yang positif yaitu mengembangkan pendidikan lebih maju lagi yang ternyata
pemikiran ini mendapat sambutan yang positif dari para pembantunya dan dari masyarakat.
2. Adanya apresiasi yang tinggi dari kebanyakan anggota masyarakat (dari berbagai lapisan
sosial) terhadap kegiatan keilmuan, yang menyebabkan mereka bisa bekerja bahu-membahu satu
sama lain tanpa mengalami beban psikologis yang disebabkan oleh perbedaan etnis, agama,
status sosial dan lain sebagainya. Disini profesionalitas dijunjung tinggi dengan sikap terbuka,
sehingga tidak mengherankan jika waktu itu orang-orang etnis non arab dan non muslim banyak
sekali peranannya dan saling bekerjasama. Mereka bisa menjalankan tugas dengan tenang
meskipun yang memerintahkan adalah khalifah orang muslim.

5.6 Aktivas dan Peran Perpustakaan Baitul Hikmah


Motif utama berdirinya lembaga Baitul Hikmah dimaksudkan untuk menggalakkan dan
mengkoordinir kegiatan pencarian dan penerjemahan karya-karya klasik dari warisan intelektual
Yunani, Persia, Mesir dan lain-lain ke dalam bahasa Arab, khususnya umat Islam. Salah seorang
yang paling berperan, Hunayn bin ishaq, mengadakan perjalanan ke Alexandria dan singgah pula
di Syiria dan Palestina untuk mencari karya-karya kuno tersebut. Faktor-faktor yang mendorong
umat Islam melakukan kegiatan penerjemahan dan transfer ilmu-ilmu kuno adalah : 1) Suasana
Persaingan (prestise) antara orang-orang Arab dengan lainnya; 2) Keinginan untuk menguasai
ilmu-ilmu yang belum dimiliki; 3) Dorongan ayat-ayat Al-Qur’an (ajaran Islam) tentang
menuntut ilmu pengetahuan; dan 4) Kemajuan ilmu pengetahuan merupakan konsekuensi dari
peningkatan kemakmuran dan kemajuan ekonomi

Faktor-faktor pendukung kemajuan intelektual pada masa tersebut, ditentukan oleh dua
hal, yaitu:
1. Terjadinya asimilasi antara bangsa Arab dengan bangsa-bangsa lain yang lebih dahulu
mengalami perkembangan dalam bidang ilmu pengetahuan. Pada masa pemerintahan
Bani Abbas, bangsa-bangsa non Arab banyak yang masuk Islam.
2. Gerakan penerjemahan berlangsung dalam tiga fase. Fase pertama pada masa Khalifah
al-Manshur hingga Harun ar-Rasyid. Pada masa ini yang banyak diterjemahkan adalah
karya-karya dalam bidang astronomi dan mantiq. Fase kedua berlangsung mulai masa
khalifah al-Makmun hingga tahun 300 H. Buku-buku yang banyak diterjemahkan adalah
dalam bidang filsafat, dan kedokteran. Pada fase ketiga berlangsung setelah tahun 300 H,
terutama setelah adanya pembuatan kertas. Selanjutnya bidang-bidang ilmu yang
diterjemahkan semakin meluas

5.7 Jatuhnya Kota Baghdad dan Kehancuran Pepustakaan Baitul Hikmah


Faktor yang menyebabkan peran politik Bani Abbâsiyyah menurun adalah perebutan kekuasaan
di pusat pemerintahan, dengan membiarkan jabatan tetap dipegang Bani Abbas, karena khalifah
sudah dianggap sebagai jabatan keagamaan yang sakral dan tidak bisa diganggu gugat lagi,
sedangkan kekusaan dapat didirikan di pusat maupun daerah yang jauh dari pusat pemerintahan
dalam bentuk dinasti-dinasti kecil yang merdeka.

Faktor-faktor penting yang menyebabkan kemunduran Daulah Bani Abbâsiyah pada


masa tersebut, sehingga banyak daerah memerdekakan diri, adalah :
1. Luasnya wilayah kekuasaan daulah Abbasiyyah sementara komunikasi pusat
dengan daerah sulit dilakukan. Bersamaan dengan itu, tingkat saling percaya di
kalangan para penguasa dan pelaksana pemerintahan sangat rendah.
2. Profesionalisasi angkatan bersenjata membuat ketergantungan khalifah kepada
mereka sangat tinggi.
3. Keuangan negara sangat sulit karena biaya yang dikeluarkan untuk tentara bayaran
sangat besar. Pada saat kekuatan militer menurun, khalifah tidak sanggup memaksa
pengiriman pajak ke Baghdad.
4. Posisi-posisi penting negara dipercayakan kepada ahli bid’ah, khususnya jabatan
wazîr (perdana menteri) dan penasihat yang diserahkan kepada Syi’ah.
5. Penyakit wahan (cinta dunia dan takut mati) yang menguasai para penguasa dan
jajarannya (Fuad Riyadi, 2014).
5.8 Perpustakaan Dinasti Abbasyiyah dan Konteksnya di Masa Sekarang
Peradaban Islam menjunjung tinggi kegiatan intelektual.diambil dari sejarah
perkembangan perpustakaan di masa Dinasti Abbasiyah, sebagai berikut:
1. Membantu memahami mengenai sejarah perpustakaan di masa Dinasti Abbasiyah,
sehingga memperoleh ilmu pengetahuan. Dalam hal ini, sejarah perpustakaan
memberikan gambaran yang jelas mengenai berbagai aspek yang ada di dunia
perpustakaan pada masa lampau khususnya di masa Dinasti Abbasiyah.
2. Manfaat belajar sejarah perpustakaan berikutnya yaitu dapat membantu memahami
identitas suatu perpustakaan. Contohnya tahun berdiri perpustakaan, pendiri
perpustakaan, perkembangannya dan lain sebagainya.
3. Dapat membantu memahami masalah saat ini. Dalam hal ini, berbagai macam
peristiwa sejarah perpustakaan yang terjadi di masa lampau bisa menjadi
untuk melihat masalah yang saat ini terjadi. Misalnya bagaimana keberadaan
perpustakaan menjadi hal penting dan memberikan dampak bagi seluruh dunia.
4. selanjutnya yaitu dengan memahami peristiwa sejarah perpustakaan dan bagaimana
pengaruhnya terhadap dunia saat ini dapat menimbulkan empati dan pemahaman bagi
sekelompok orang. Sehingga dapat lebih menghargai keberadaan perpustakaan saat ini.
5. Manfaat selanjutnya, dengan mempelajari sejarah perpustakaan khususnya di masa
Dinasti Abbasiyah kita akan memahami bahwa suatu hal yang besar dan menimbulkan
banyak manfaat tidak dapat diraih dengan instan akan tetapi dimulai dari proses yang
sangat sederhana. Dan untuk memperoleh hasil yang luar biasa maka diperlukan
semangat dan usaha yang maksimal.
6. Manfaat belajar sejarah perpustakaan di masa Dinasti Abbasyiyah yang tidak kalah
penting yaitu untuk mendapatkan karir melalui sejarah. Keterampilan yang diperoleh
melalui pembelajaran tentang sejarah perpustakaan, seperti berpikir kritis, penelitian,
menilai informasi, sangat berguna sebagai modal untuk mendapatkan karir pekerjaan
khususnya bagi calon pustakawan yang harus memiliki bekal mengenai sejarah
perpustakaan.
7. Keberadaan perpustakaan merupakan angin segar bagi dunia khususnya dalam
pengembangan ilmu pengetahuan, mungkin jika saat itu sejarah perpustakaan tidak
dimulai maka saat ini manusia akan buta terhadap pengetahuan.

BAB 6

Perpustakaan di Negara-Negara Barat.

6.1 Asal mula Perpustakaan

Berdasarkan bukti arkeologis diketahui bahwa perpustakaan pada awal mulanya tidak lain berupa
kumpulan catatan transaksi niaga. Dengan kata lain, perpustakaan purba tidak lain merupakan sebuah
kemudahan untuk menyimpan catatan niaga. Karena Eropa Barat baru mengenal kertas pada abad ke-
12, sedangkan mesin cetak baru dikenal pada abad ke-15 maka pengembangan perpustakaan berjalan
lambat. Ketika kertas sudah dikenal, sedangkan teknik pencetakan masih primitive, di Eropa Barat
dikenal sejenis terbitan bernama incunabula yang berarti buku yang dicetak dengan menggunakan
teknik bergerak (movable type) sebelum tahun 1501. Pengaruhnya bagi perpustakaan adalah
perpustakaan terutama di Eropa hanya menyimpan naskah tulisan tangan lazim yang disebut
“manuskrip”. Di Eropa Barat sekitar tahun 1440 tatkala Johann Gutenberg dari kota Mainz, Jerman
mencetak buku dengan tipe cetak gerak.

6.2 Sejarah Perpustakaan di Barat

Bibliotheca Alexandrina Egypt (Perpustakaan Iskandariah Mesir) merupakan perpustakaan pertama dan
terbesar di dunia. Perpustakaan ini bahkan bertahan selama berabad- abad dan memiliki koleksi 700.000
gulungan papyrus, bahkan jika di bandingkan dengan Perpustakaan Sorbonne di abad ke-14 ‘hanya’
memiliki koleksi 1700 buku. Perpustakaan ini di dirikan oleh Ptolemi I sang penerus
Alexander(Iskandariah) pada tahun 323 SM, dan terus berlanjut sampai kekuasaan Ptolemi III.

Pada waktu itu para penguasa mesir begitu bersemangat memajukan Perpustakaan dan Ilmu
Pengetahuan mereka, bahkan dalam Manuskrip Roma mengatakan bahwa sang Raja mesir
membelanjakan harta kerajaan untuk membeli buku dari seluruh pelosok negeri hingga terkumpul
442.800 buku dan 90.000 lainnya berbentuk ringkasan tak berjilid.

BAB 7

Perpustakaan di Negara-negara Timur Tengah

Perpustakaan kerajaaan adalah perpustakaan paling lengkap yang menyimpan warisan bangsa sejak
masa awal Islam. Untuk pengaksesan hanya disediakan dalam bentuk digital untuk pengunjung. Dalam
rangka preservasi manuskrip, pihak kerajaan melatih para pegawainya untuk belajar ke Jerman dan
menggunakan alat-alat yang ada di Jerman dan Prancis.

Manuskrip (naskah tulisan tangan maupun ketikan bukan cetak) sebagai warisan berharga bangsa pada
masa lampau, memiliki kerentanan untuk dapat eksis dalam waktu yang lebih lama.

Banyak faktor yang menyebabkan manuskrip hancur ditelan Bumi. Bencana alam, udara yang tidak
sesuai, perlakuan yang tidak tepat, dan sentuhan manusia yang sembarangan adalah di antara penyebab
berakhirnya keberlangsungan hidup sebuah manuskrip di dunia ini.

Selain Barat, negara-negara di Timur Tengah juga tidak kalah saing dengan negara Barat dalam merawat
naskah warisan masa lampau. Dalam rilis yang diterima dari Puslitbang Bimas Agama dan Layanan
Keagamaan Kementerian Agama, Indonesia juga telah melakukan banyak hal untuk mempertahankan
keberadaan manuskrip.

Terdapat ulama Indonesia yang menulis di negara Timur Tengah sambil menuntut ilmu. Sebut saja,
Syekh Nawawi al-Bantani, ditemukan karyanya di Mesir dan Arab Saudi.

Di Arab Saudi, terdapat 3 perpustakaan yang terkenal di penjuru dunia.

1. Perpustakaan Umum Raja Abdulaziz

Perpustakaan ini didirikan pada 15 Desember 1999. Bangunan ini dirancang dan dibangun oleh Saudi
Oger dan menelan biaya $ 40.000.000,00 untuk membangun dan memperluas seluas 26.000 m2. Di
dalamnya terdapat Koleksi khusus termasuk perpustakaan pribadi Orientalis Amerika George Rentz,
perpustakaan Hamza Bu Bakr yang terdiri dari 17.170 judul dalam 19.281 volume dan koleksi lebih dari
7.000 koin Arab dan Islam langka.KAPL memiliki 5.271 judul Arab langka yang di katalog, diklasifikasikan,
dan dimasukkan ke dalam database buku-buku Arab, serta 3.000 buku Arab langka yang saat ini sedang
berada di katalog.

2. Perpustakaan Nasional Raja Fahd


Perpustakaan Nasional King Fahad merupakan perpustakaan legal dan sah milik Kerajaan Arab Saudi.
Perpustakaan ini didirikan pada tahun 1990 dan terletak di Riyadh. Di antara koleksi khususnya adalah
perpustakaan Ihsan Abbas, Syekh Muhammad Ibn Abd al Aziz al Mani, Syekh Abd Allah Ibnu Muhammad
Ibnu Khamis, Dll.

3. Perpustakaan Digital Saudi

Perpustakaan Digital Saudi (SDL) merupakan sumber perpustakaan digital online nasional di Arab
Saudi.Sumber daya ini didirikan oleh Pusat Nasional untuk E-Learning (NCeL), bagian dari Kementerian
Pendidikan Tinggi Saudi. Perpustakaan ini merupakan sumber informasi akademik terbesar di dunia Arab
dan mencakup lebih dari 310.000 referensi.

BAB 8

Perpustakaan di Negara Jepang

Sejarah perpustakaan di Jepang

Kekaisaran yang terletak di bawah Kementerian Pendidikan Jepang, Perpustakaan Majelis Bangsawan,
dan Perpustakaan Majelis Rendah Jepang. Perpustakaan Majelis Bangsawan dan Perpustakaan Majelis
Rendah didirikan tahun 1891, sementara Perpustakaan Kekaisaran didirikan tahun 1872.

Seusai Perang Alam II, Konstitusi Jepang menetapkan Parlemen Jepang sbg satu-satunya lembaga
pembuat hukum. Pada tahun 1947, pasal 130 Undang-Undang Parlemen (Kokkaihō) tahun 1947
menetapkan pendirian perpustakaan parlemen sbg lembaga riset di parlemen. Undang-undang tersebut
didampingi Undang-Undang Perpustakaan Parlemen Jepang tahun 1947 yang menetapkan
pembentukan Perpustakaan Parlemen Jepang dari penggabungan perpustakaan di Majelis Rendah dan
Majelis Bangsawan. Perpustakaan yang dihasilkan dituturkan kurang memadai sbg pusat riset. Oleh
karenanya, konsultan perpustakaan diundang dari Amerika Serikat. Setelah gagasan mereka didengar di
parlemen, Undang-Undang Perpustakaan Parlemen Jepang dikuatkan pada tahun 1948 yang sekaligus
membatalkan undang-undang serupa tahun 1947. Dalam penyusunannya, undang-undang tahun 1948
sangat dipengaruhi oleh konsultan perpustakaan dari Amerika Serikat. Perpustakaan Kongres Amerika
Serikat menjadi sbg model sewaktu membangun Perpustakaan Parlemen Jepang. Sama halnya dengan
Perpustakaan Kongres, Perpustakaan Parlemen Jepang didirikan sbg perpustakaan parlemen sekaligus
perpustakaan nasional.

Kepala perpustakaan yang pertama merupakan mahir hukum Tokujirō Kanamori yang mantan Menteri
Negara Konstitusi ketika Konstitusi Jepang ditulis. Setelah perpustakaan didirikan tanggal 25 Februari
1948, mahir estetika Masakazu Nakai, mantan Kepala Perpustakaan Kota Onomichi dibawa ke atas sbg
wakil kepala. Istana Akasaka dipilih sbg gedung sementara sebelum perpustakaan dibentangkan secara
resmi pada 5 Juni 1948.

Tahun berikutnya, Perpustakaan Nasional di Ueno (Perpustakaan Kekaisaran) yang selama ini berfungsi
sbg perpustakaan deposit digabung dengan perpustakaan pusat di Istana Akasaka. Bekas gedung
Perpustakaan Kekaisaran di Ueno menjadi ruang penyimpanan, dan ditukar namanya menjadi
Perpustakaan Cabang Ueno. Tanah bekas gedung Kedutaan Akbar Jerman di Nagatachō (sebelah utara
Gedung Parlemen), dipilih sbg tempat gedung utama yang baru. Gedung dirancang oleh arsitek Kunio
Maekawa yang memenangi lomba desain arsitektur gedung. Setelah tahap pertama pembangunan
bubar pada tahun 1961, koleksi mulai dipindahkan ke gedung baru. Koleksi yang dipindahkan ke gedung
utama merupakan sekitar 1 juta buku koleksi Perpustakaan Majelis Rendah dan Perpustakaan Majelis
Bangsawan dari Istana Akasaka, dan 1 juta buku koleksi sebelum perang Perpustakaan Kekaisaran dari
Perpustakaan Ueno. Pada 1 November 1961, gedung utama dibentangkan dengan koleksi sebanyak 2
juta 50 ribu buku. Walaupun perpustakaan sudah dibentangkan untuk umum, pembangunan gedung
utama terus berlangsung. Ronde layanan dipindahkan dari gedung bekas Markas Staf Umum Angkatan
Darat di Miyakezaka, Tokyo ke gedung utama. Setelah itu, layanan yang terletak di tiga tempat terpisah
(Akasaka, Ueno, dan Miyakezaka) juga dipindahkan ke gedung utama. Pembangunan gedung utama
bubar pada tahun 1968. Selain untuk ruang kantor, gedung berlantai 6 dan 1 lantai bawah tanah ini bisa
menampung sebanyak 17 strata rak buku.

Pada tahun 1970-an, koleksi dan pengunjung terus lebih. Gedung utama makin lebih sempit sampai
diperlukan gedung baru. Arsitek Kunio Maekawa kembali merancang gedung baru di sisi utara gedung
utama. Gedung ini berlantai 12, termasuk 8 lantai bawah tanah yang lapang untuk penyimpanan koleksi.
Setelah gedung baru bubar dan dibentangkan pada tahun 1986, kapasitas ruang penyimpanan lebih
menjadi 12 juta buku. Walaupun demikian, ruang penyimpanan diperhitungkan akan penuh di awal
zaman ke-21. Oleh karenanya, perencanaan gedung perpustakaan tahap kedua sudah dimulai sejak
tahun 1980-an. Koleksi menurut rencana disimpan di dua tempat yang terpisah. Hasilnya merupakan
Perpustakaan Parlemen Jepang Gedung Kansai di Kota Sains Kansai yang dibentangkan tahun 2002.
Gedung Kansai ditengahnya sbg tempat penyimpanan koleksi ronde sains, bahasa-bahasa Asia, dan
disertasi doktoral dalam negeri.

Nyaris bersamaan dengan dibentangkannya Gedung Kansai, Perpustakaan Cabang di Ueno direnovasi
dan dibentangkan kembali sbg Perpustakaan Internasional Bacaan Anak. Setelah bubar, perpustakaan
dipakai untuk menyimpan koleksi bacaan anak (buku untuk umur 17 tahun dan ke bawah) sekaligus
pusat nasional bacaan anak. Perpustakaan Internasional Bacaan Anak dibentangkan sebagian pada 5
Mei 2000, dan dibentangkan secara resmi pada 5 Mei 2002.

Di zaman ke-21, Perpustakaan Parlemen Jepang berkonsentrasi pada pengembangan basis data dan
perpustakaan digital. Berdasarkan Undang-Undang Perpustakaan Parlemen Jepang tahun 2005, posisi
kepala perpustakaan tak lagi setingkat menteri. Pada tahun 2007, Makoto Nagao (mantan rektor
Universitas Tokyo) dibawa ke atas sbg kepala perpustakaan. Pengangkatan tersebut menjadikannya sbg
kepala Perpustakaan Parlemen Jepang pertama yang bukan berasal dari pegawai parlemen.

Koleksi

Menurut statistik perpustakaan tahun 2006, total bahan pustaka yang disimpan di Perpustakaan
Parlemen Jepang di Gedung Utama Tokyo, Gedung Kansai, dan Perpustakaan Internasional Bacaan Anak
merupakan 8.833.407 buku, 8.097.514 majalah, 3.751.248 surat kabar. Total koleksi bahan nonbuku
yang terdiri dari mikrofilm, peta, notasi musik, bahan audio visual, media simpan elektronik, lukisan,
foto, dan bahan pustaka berhuruf braille merupakan 12.957.816 buah.

Hotel di Negara Jepang

Hotel perpustakaan ini bernama Book And Bed yang berlokasi di Gedung Lumiere, Toshima-ku
Ikebukuro, Tokyo.
Dilansir dari laman Independent, 18 Oktober 2020, lokasinya sangat dekat dengan stasiun Ikebukuro,
hanya berjalan sekira 10 menit dari pintu keluar C8. Hotel ini sangat cocok untuk wisatawan yang hobi
membaca buku dan ingin merasakan pengalaman yang berbeda.

Uniknya Hotel Perpustakaan di Jepang, Bisa Baca Sambil Rebahan di Rak Buku. foto: Youtube 'Gritthe
Agatha'

Uniknya Hotel Perpustakaan di Jepang, Bisa Baca Sambil Rebahan di Rak Buku. foto: Youtube 'Gritthe
Agatha'

Daya tariknya adalah bilik kamar yang menyatu dengan rak buku, sehingga memberikan sensasi seperti
tidur di atas tumpukan buku. Walaupun terlihat sederhanya, hotel ini sangat artistik dan nyaman untuk
ditempati.

Undang-undang SSKCKR di Jepang

Undang-undang Nomor 13 Tahun 2018 tentang Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam (UUSSKCKR)
mewajibkan para penerbit dan produsen rekaman untuk menyerahkan karyanya, baik karya cetak
maupun karya rekam, termasuk dalam bentuk digital kepada Perpustakaan Nasional Republik Indonesia.
Namun, pelaksanaan dan penyimpanan serah simpan (deposit) karya digital belum dilakukan secara
ideal.

BAB 9

Perpustakaan di Negara-negara China

Perpustakaan pertama di Cinamuncul pada masa dinasti Shang (abad keenam belas hingga kesebelas
SM) ketika para intelektual yang dikenal sebagai Shi (sejarawan) dan Wu (peramal) muncul dari
pekerjaan manual menjadi pekerjaan khusus untuk penciptaan dan penyebaran budaya.

perpustakaan umum dengan koleksi lebih dari 400 juta contoh. Ada 2.925 perpustakaan umumdi
Tiongkok pada tahun 2011. Dari perpustakaanuniversitasatauperguruan tinggi, koleksi
perpustakaanUniversitas Pekingdan UniversitasZhejiangmemimpin negara.

Perpustakaan Nasional Tiongkok, dengan koleksi lebih dari 26 juta jilid, adalah perpustakaan terbesar
diAsia, menampung koleksi buku berbahasa Mandarin terbesar di dunia. Dalam koleksi perpustakaan
terdapat lebih dari 35.000tulang oracledancangkang kura-kura yang diukir dengankarakter Cina kuno,
1,6 juta volume buku berjilid benang tradisional, lebih dari 16.000 volume dokumen dariDunhuang
Grottoes, 12 juta volume bukuberbahasa asing, dan puluhanelektronik database.

Pada akhir abad kesembilan belas, sebagai tanggapan atas beberapa kekalahan militer melawan
kekuatan barat, pemerintah Dinasti Qing (1644-1912) mengirim beberapa misi ke luar negeri untuk
mempelajari budaya dan institusi barat. Beberapa anggota misi diplomatik Tiongkok pertama, yang
melakukan perjalanan ke Amerika Serikat, Inggris, Prancis, dan negara-negara lainnya dari tahun 1868
sampai 1870, mencatat pandangan mereka tentang perpustakaan barat, memperhatikan bahwa mereka
menarik sejumlah besar pembaca.[6] Jurnalis Liang Qichao (1873–1929), yang menjadi seorang
intelektual terkemuka yang diasingkan setelah kegagalan Reformasi Seratus Hari pada tahun 1898,
menulis tentang Perpustakaan Umum Boston dan Perpustakaan Universitas Chicago, memuji
keterbukaan mereka kepada masyarakat umum dan kejujuran para pembaca yang tidak mencuri buku
yang telah dipinjamkan kepada mereka.Dai Hongci (戴鸿慈), anggota dari misi Qing lainnya yang dikirim
ke luar negeri untuk mempelajari konstitusi modern, mencatat efektivitas peminjaman buku di
Perpustakaan Kongres.

National Library of Cina berdiri semenjak tahun 1909. Bibliotek Nasional ini melayani seluruh warga dari
memberi status sosial, dari golongan siswa, pegawai, administratur, periset, serta sedang banyak laghi
tipe status sosial yang lain. Bibliotek ini mempunyai besar lantai keseluruhan 170. 000 m persegi,
tingkatan kelima di antara bibliotek bumi.

Pada akhir tahun 2003, Bibliotek mempunyai koleksi banyak 24, 1100, 000 daya muat/ item, pula
tingkatan kelima di antara bibliotek bumi. Dalam koleksi ada 270. 000 bagian novel sangat jarang, 1. 600.
000 daya muat buku- buku kuno biasa, 35. 000 bagian cangkang kura- kura scripted serta tulang
binatang.

BAB 10

Perpustakaan di Negara Malaysia

BAB 11

Perpustakaan di Negara Indonesia pra-kemerdekaan

pada zaman Jepang hampir dikatakan tidak ada. Karena ketika itu suasana Indonesia adalah dalam
suasana perang. Tatkala tentara Jepang menyerbu kota Batavia pada tahun 1942, mereka tidak
mengalami hambatan karena Batavia sudahdinyatakan kota terbuka. Pasukan Jepang segera
mengamankan berbagai gedung penting yang dianggap strategis, diantaranya gedung Museum Nasional,
dan gedung kuliah rechts hoogeschool.

Berkat pengamanan gedung tersebut, maka ribuan koleksi buku yang ada di gedung tersebut selamat
hingga perang selesai. Selama pendudukan Jepang, openbare leeszalen (ruang baca terbuka atau ruang
baca umum) ditutup, sedangkan pengurusannya yang umumnya orang Belanda dimasukkan ke dalam
tahanan militer. Akibatnya perpustakaan ditutup. Pada saat Jepang membuka kembali sekolah, semua
buku-buku yang berbahasa Belanda dilarang beredar, ada hanyalah buku berbahasa melayu dan bahasa
daerah. Namun selang waktu beberapa bulan sebelum sekolah dibuka kembali, gedung sekolah maupun
perpustakaan sudah dijarah rakyat.
Hasilnya ialah volksbibliotheek (perpustakaan rakyat) lenyap dari muka bumi. Ketika Jepang membuka
sekolah tinggi, misalnya sekolah tinggi pelayaran dan kedokteran. Ini berarti kuliah harus dilanjutkan dan
berarti pula memerlukan buku. Kendati kuliah dilanjutkan, buku pelajaran yang berbahasa Belanda
dilarang digunakan, namun mahasiswa masih dapat menggunakan buku teks dalam bahasa asing lainnya
(Nurhadi, Muljani A., 1983).

Pemerintah Jepang membuka kembali berbagai badan dan lembaga dengan tujuan utama membantu
mesin perang Jepang. Buku-buku yang boleh beredar hanyalah buku berbahasa asing dan koleksi yang
bernafaskan politik Jepang yang beredar di perpustakaan, terkecuali buku yang berbahasa Belanda. Jadi
dapat dikatakan bahwa pada zaman penjajahan Jepang, bukubuku berbahasa Belanda dilarang beredar
bahkan perpustakaan-perpustakaan khusus yang didirikan oleh pemerintah Hindia Belanda dibekukan
atau tidak difungsikan sama sekali.

BAB 12

Perpustakaan di Negara Indonesia pasca kemerdekaan

Setelah keadaan negara tertata kembali dan suasana pemerintah Republik Indonesia sudah mulai stabil,
kebutuhan akan perpustakaan sudah mulai dirasakan. Karena itulah kemudian pemerintah mulai
merintis dan menghidupkan kembali perpustakaanperpustakaan yang selama penjajahan Jepang sampai
awal kemerdekaan tidak mendapat perhatian. Hal ini lebih tampak sesudah tahun 1950-an sewaktu
Indonesia mengembangkan pembinaan “nation and character building“.
Perpustakaan telah dibanjiri dengan bukubuku tentang doktrin pembinaan bangsa dan politik negara.
Usaha untuk menghidupkan dan mengembangkan kembali perpustakaan .

Salah satu usaha pemerintah untuk melakukan pemberantasan buta huruf di seluruh pelosok tanah air,
yaitu didirikannya perpustakaan rakyat yang bertugas untuk membantu usaha jawatan pendidikan
masyarakat. Pembentukan perpustakaan ini berdasarkan surat keputusan Menteri P&K no. 7870/ Kab.
Pada tanggal 05 Maret 1957.

Ada 3 macam perpustakaan rakyat yang didirikan pada waktu itu yakni :
1) Perpustakaan rakyat tingkat A, yaitu koleksinya disiapkan untuk masyarakat yang berpengetahuan
setingkat Sekolah Dasar, dan ini didirikan di tingkat kecamatan.

2) Perpustakaan rakyat tingkat B, yang didirikan di setiap ibu kota kabupaten dan koleksinya untuk
masyarakat yang berpendidikan setingkat SMTP.
3) Perpustakaan rakyat tingkat C, yang didirikan di setiap Ibu Kota Provinsi dan koleksinya dipersiapkan
untuk masyarakat yang berpendidikan setingkat SMTA.

Karena usaha pemberantasan buta huruf lewat jawatan pendidikan masyarakat ini mendapat prioritas
utama pemerintah RI, maka perkembangan perpustakaan rakyat sebagai perpustakaan umum ini sangat
menggembirakan. Namun setelah tahun 1961 keadaannya menjadi menurun ketika terjadi perubahan
struktur organisasi kementerian P & K. Koleksinya menjadi tidak terurus, dan pengelolanya juga sudah
banyak yang harus berpindah tugas.

BAB 13
Desain perpustakaan Abad 21

Pada awal abad 20 perpustakaan virtual berkembang pesat menjadikan bentuk fisik perpustakaan mulai
hilang. Adanya bentuk fisik perpustakaan yang hilang, maka tidak diragukan lagi bahwa desain ruang
perpustakaan akan berubah tetapi dapat dipastikan bahwa fungsi dasar perpustakaan sebagai tempat
penyedia informasi akan tetap sama (Latimer, 2018). Ruang di dalam perpustakaan lebih berfokus pada
tempat penyimpanankoleksi dan tidak bertujuan sebagai tempat interaksi antar pengguna. Tempat
yangdidesain untuk pengguna merupakan tempat yang sepi (Hanson & Abresch, 2017)

. Akan tetapi pada abad ke 21 desain ruang perpustakaan telah berubah menjadi ruang untuk bersantai,
untuk saling berinteraksi satu sama lain dan juga untuk mencari inovasi. Pembangunan ruang dibuat
lebih nyaman dan tersedianya pilihan tempat bagi pengguna untuk berinteraksi ataupun untuk
menyendiri. Beberapa perpustakaan yang telah mengubah ruang yang dimilikinya menjadi ruang yang
menekankan pada interaksi sosial dan teknologi adalah Seattle Public Library dan Delft Technical
University Library(Latimer, 2018).
Penelitian mengenai ruang perpustakaan sudah pernah dilakukan sebelumnya. Hickerson (2014)
melakukan penelitian mengenai desain ruang perpustakaan abad 21 yang hasilnya menunjukkan bahwa
ruang perpustakaan khususnya perpustakaan perguruan tinggi sejak tahun 1970 hingga tahun 2020
terus mengalami perubahan.

Anda mungkin juga menyukai