Anda di halaman 1dari 19

Perkembangan Peraturan kearsipan dari masa kemasa di Indonesia

DISUSUN OLEH :

1. Diana Ariska (1654400029)


2. Dwi Rizky Amelia (1654400033)

Kelas :
16 Pus A

DOSEN PENGAMPU :

RUSMIATININGSIH, S.Hum., M.A

PROGRAM STUDI ILMU PERPUSTAKAAN

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATAH PALEMBANG

Tahun Ajaran 2019


KATA PENGANTAR
Puji sukur kehadirat tuhan yang Maha Esa atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga
makalah ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terima
kasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik
materi maupun pikirannya.

Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun
menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi. Karena keterbatasan pengetahuan maupun
pengalaman kami, Kami yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini, oleh karena itu
kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan
makalah ini.

Palembang, 13 Maret 2019

Penulis
Daftar Isi

Kata pengantar

Daftar isi

Pendahuluan

A. Latar Belakang……………………………………………………………………. 4
B. Rumusan masalah………………………………………………………………… 5

Pembahasan

A. Pengertian arsip …………………………………………………………………. 5


B. Sejarah lembaga arsip……...…………………………………………………….. 7
C. Evolusi rekaman informasi ………........................................................................ 14

Penutup

Kesimpulan…………………………………………………………………………. 18

Daftar pustaka……………………………………………………………………………19
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dunia kearsipan sebagai salah satu bidang dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara tidak luput dari perubahan. Arsip yang berada di beberapa tempat pada
awalnya secara umum hanya dimaknai sebagai tumpukan kertas hasil kegiatan yang sudah
tidak digunakan lagi di mana biasanya disimpan di dalam kardus atau karung bekas, saat ini
besar tuntutan akan perubahan dari kondisi tersebut. Namun dalam kenyataannya, Arsip
Nasional hanya berperan dalam mengurus arsip statis, sedangkan kewenangan untuk
mengakses arsip dinamis tetap berada pada instansi masing-masing. Perluasan peran Arsip
Nasional baru benar-benar terjadi pada tahun 1971 dan masa ini lahir juga Undang-Undang
No. 7 Tahun 1971 tentang Pokok-Pokok Kearsipan. Awalnya dinamakan Arsip Nasional
dan berubah nama menjadi Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) dan langsung
bertanggungjawab kepada presiden. Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) mulai
mengembangkan Sistem Kearsipan Nasional dengan memanfaatkan Teknologi Informasi
dan Komunikasi yang dikenal sebagai Sistem Pengelolaan Arsip berbasis Teknologi
Informasi dan Komunikasi (SIPATI). Perkembangan kearsipan nasional saat ini sudah
semakin pesat. Dalam UU No. 43 Tahun 2009 juga diatur mengenai Sistem Kearsipan
Nasional (SKN) dan Jaringan Informasi Kearsipan Nasional (JIKN) di mana ini merupakan
pengembangan sistem arsip yang berbasis elektronik/ digital.

Pada masa ini pula lahir Undang-Undang No. 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan yang
menggantikan Undang-Undang No. 7 Tahun 1971. Perubahan besar terlihat dari pengertian
arsip, dimana dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 1971 yang dimaksud dengan arsip
adalah naskah-naskah, sedangkan dalam Undang-Undang No. 43 Tahun 2009 arsip adalah
rekaman kegiatan dalam segala bentuk dan media. Undang-undang baru ini membawa
perubahan yang signifikan dalam dunia kearsipan di Indonesia dimana UU No. 7 Tahun
1971 lebih fokus pada Arsip stasis, sedangkan Undang-Undang No. 43 Tahun 2009 tidak
hanya fokus kepada arsip statis, tetapi juga kepada Arsip dinamis, jadi mulai dari awal
sampai hulu, sudah diatur dalam Undang-Undang tersebut.
ANRI saat ini dituntut untuk dapat memberikan pembinaan kepada seluruh instansi
pemerintah baik pusat maupun daerah serta swasta yang memperoleh dana dari pemerintah.
Objek binaan ANRI ada sekitar 1700 (seribu tujuh ratus) yang terdiri dari unsur instansi
pemerintah pusat dan daerah, BUMN, perguruan tinggi negeri, organisasi masyarakat dan
organisasi politik.

Arsip mengalami perkembangan dari masa ke masa yang tercipta sebagai bukti
kepemilikan aset, bahan evalusi, dan bahan pengambilan keputusan meskipun arsip masih
mengalami kesulitan dalam mengelola. Peran lembaga kearsipan bukan hanya meringankan
beban dalam mengelola arsip, namun, membutuhkan oleh teamwork, dengan perencanaan-
perencanaan yang matang, pelaksanaan yang solid, dan evaluasi yang terukur. Untuk
menjalankan sistem tersebut dibutuhkan sumber daya manusia yang andal, sarana dan
prasarana yang memadai, dana yang mencukupi, serta adanya unit khusus yang bertugas
mengelola arsip.

B. Rumusan masalah
a) Apa pengertian arsip ?
b) Jelaskan sejarah lembaga arsip ?
c) Sebutkan evolusi rekaman informasi ?
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN ARSIP

Istilah arsip bisa mengandung berbagai macam pengertian. Secara etimologis istilah
arsip dalam bahasa Belanda yaitu "archief", dan dalam bahasa Ingris disebut "arcihive",
berasal dari kata "arche" bahasa Yunani yang berarti permulaan. Kemudian dari kata
“arche" berkembang menjadi kata "ta archia" yang berarti catatan. Selanjutnya kata "ta
archia" berubah lagi menjadi kata "archeon" yang berarti "gedung pernerintahan".
Gedung yang dimaksud tersebut, juga berfungsi sebagai tempat penyimpanan secara
teratur bahan-bahan arsip seperti catatan-catatan, bahan-bahan tertulis, piagam-piagam,
surat-surat, keputusan-keputusan, akte-akte, daftar-daftar, dokumen-dokumen, peta-peta,
dsb. Dalam bahasa Ingris, arsip juga sering dinyatakan dengan istilah file yang artinya
simpanan, yaitu berupa wadah, tempat, map, ordner, kotak, almari kabinet, dan
sebagainya yang dipergunakan untuk menyimpan bahan-bahan arsip, yang sering di sebut
sebagai berkas.

Ada juga istilah lain yang sering digunakan untuk menyatakan arsip, yaitu record
dan warkat. Records adalah setiap lembaran (catatan, bahan tertulis, daftar, rekaman,
dsb.), dalam bentuk atau dalam wujud apa pun yang berisi informasi atau keterangan
untuk disimpan sebagai bahan pembuktian atau pertangung jawaban atas suatu peristiwa
atau kejadian. Sedangkan warkat berasal dari bahasa Arab yang berarti surat; akan tetapi
dalam perkembangan lebih lanjut diartikan lebih luas, yaitu setiap lembaran yang berisi
keterangan yang mempunyai arti dan kegunaan. Dalam pemahaman sederhana dapat
dinyatakan bahwa arsip adalah merupakan salah satu produk kantor (office work).
Artinya, kearsipan merupakan salah satu jenis pekerjaan kantor atau pekerjaan tatausaha,
yang banyak dilakukan oleh badan-badan pemerintah, maupun badan swasta. Kearsipan
menyangkut pekerjaan yang berhubungan dengan penyimpanan warkat atau surat-surat,
dan dokumen-dokumen kantor lainnya. Kegiatan yang berhubungan dengan
penyirnpanan surat-surat dan dokumen inilah yang selanjutnya disebut kearsipan.
Kearsipan memegang peranan penting bagi kelancaran jalannya organisasi, yaitu sebagai
surnber dan pusat rekaman informasi bagi suatu organisasi.
B. SEJARAH LEMBAGA ARSIP
1. Landarchief (1892- 1942)

Lembaga kearsipan di Indonesia, seperti yang kita kenal sekarang ini, secara de
facto sudah ada sejak 28 Januari 1892, ketika Pemerintah Hindia Belanda
mendirikan Landarchief. Pada tanggal tersebut dikukuhkan pula jabatan
landarchivaris yang bertanggungjawab memelihara arsip-arsip pada masa VOC
hingga masa pemerintahan Hindia Belanda untuk kepentingan administrasi dan ilmu
pengetahuan, serta membantu kelancaran pelaksanaan pemerintahan. Adapun
landarchivaris pertama adalah Mr. Jacob Anne van der Chijs yang berlangsung
hingga tahun 1905. Pengganti Mr. Jacob Anne van der Chijs adalah Dr. F. de Haan
1905 - 1992 yang hasil karya-karyanya banyak dipakai sebagai referensi bagi ahli-
ahli sejarah Indonesia. Pengganti de Haan adalah E.C. Godee Molsbergen, yang
menjabat dari tahun 1922 -1937. Pejabat landarchivaris yang terakhir pada masa
Pemerintahan Hindia Belanda adalah Dr. Frans Rijndert Johan Verhoeven dari
1937 - 1942.

Pada masa pergerakan nasionalisme kebangsaan di Indonesia, terutama pada


tahun 1926-1929, Pemerintah Hindia Belanda berusaha menangkis dan menolak
tuntutan Indonesia Merdeka. Dalam rangka penolakan tersebut, Lansarchief
mendapat tugas khusus, yaitu: ikut serta secara aktif dalam pekerjaan ilmiah untuk
penulisan sejarah Hindia Belanda, serta mengawasi dan mengamankan peninggalan-
peninggalan orang Belanda. Pada tahun 1940-1942 pemerintah Hindia Belanda
menerbitkan Arschief Ordonantie yang bertujuan menjamin keselamatan arsip-arsip
pemerintah Hindia Belanda, yang isinya antara lain :

1) Semua arsip-arsip pemerintah adalah hak milik tunggal pemerintah;


2) Batas arsip baru adalah 40 tahun;
3) Arsip-arsip yang melampaui masa usia 40 tahun diperlakukan secarakhusus
menurut peraturan-peraturan tertentu diserahkan kepada Algemeen Landarchief
di Batavia (Jakarta)
2. Kobunsjokan(1942-1945)

Masa pendudukan Jepang merupakan masa yang sepi dalam dunia kearsipan,
karena pada masa itu hampir tidak mewariskan peninggalan arsip. Oleh karena itu,
Arsip Nasional RI tidak memiliki khasanah arsip pada masa pendudukan Jepang.
Lembaga Kearsipan yang pada masa Hindia Belanda bernama Landarchief, pada
masa pendudukan Jepang berganti dengan istilah Kobunsjokan yang ditempatkan
dibawah Bunkyokyoku. Sebagaimana pegawai-pegawai Belanda lainnya, sebagian
pegawai Landarchief pun dimasukkan kamp tawanan Jepang. Meskipun demikian,
pada masa tersebut posisi Landarchief sangat penting bagi orang-orang Belanda
yang ingin mendapatkan keterangan asal-usul keturunannya. Keterangan dari arsip
tersebut diperlukan untuk membebaskan diri dari tawanan Jepang, jika mereka dapat
menunjukkan bukti turunan orang Indonesia meski bukan dari hasil pernikahan.

3. ARSIP NEGERI(1945-1947)
Secara yuridis, keberadaan lembaga kearsipan Indonesia dimulai sejak
diproklamasikan kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945. Namun demikian tidak
dipungkiri, bahwa keberadaan dan perkembangan Arsip Nasional RI merupakan
hasil dari pengalaman kegiatan dan organisasi kearsipan pada masa pemerintah
Kolonial Belanda (landarchief) dan produk-produk kearsipannya. Setelah
kemerdekaan Republik Indonesia, lembaga kearsipan (landarchief) diambil oleh
pemerintah RI dan ditempatkan dalam lingkungan Kementerian Pendidikan
Pengajaran dan Kebudayaan, dan diberi nama Arsip Negeri. Keberadaan Arsip
Negeri ini berlangsung sampai pertengahan tahun 1947 ketika pemerintah NICA
datang ke Indonesia.

4. LANDSARCHIEF(1947-1949)

Sejak Belanda melancarkan agresi militer yang pertama dan berhasil menduduki
wilayah Indonesia di tahun 1947, keberadaan Arsip Negeri diambil alih kembali oleh
pemerintah Belanda. Nama Lembaga Arsip Negeri berganti lagi menjadi
landsarchief kembali. Sebagai pimpinan landsarchief adalah Prof.W. Ph. Coolhaas
yang menjabat hingga berdirinya Republik Indonesia Serikat (RIS) dan diakuinya
kedaulatan Pemerintah Republik Indonesia oleh Belanda pada akhir tahun 1949.
Setelah itu lembaga kearsipan kembali ketangan Pemerintah Republik Indonesia.

5. ARSIP NEGARA(1950-1959)

Setelah Konferensi Meja Bundar tanggal 27 Desember1949, Pemerintah


Belanda melaksanakan pengembalian kedaulatan kepada Pemerintah Republik
Indonesia, termasuk pengembalian lembaga-lembaga pemerintah. Sebagaimana
tahun1945-1947, landsarchief ditempatkan kembali di bawah Kementerian
Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan (PP dan K). Pada masa pengambilalihan
Landsarchief oleh pemerintah Republik Indonesia Serikat, masih diusahakan
konsepsi asli tentang statusnya sebagai Arsip Negeri RIS. Hal tersebut dimaksudkan
agar arsip-arsip pemerintah pusat dapat disalurkan ke Arsip Negeri RIS. Namun
demikian konsep Arsip Negeri itu tidak bertahan lama. Pada tanggal 26 April 1950
melalui SK Menteri PP dan K nomor 9052/B, nama Arsip Negeri berubah menjadi
Arsip Negara RIS. Sedangkan sebagai pimpinan lembaga Arsip Negara tersebut
adalah Prof. R. Soekanto. Prof. R. Soekanto merupakan orang asli Indonesia yang
pertama kalinya memimpin lembaga kearsipan Indonesia. Kepemimpinan Prof. R.
Soekanto berlangsung selama enam tahun hingga tahun 1957. Sebagai penggantinya
adalah Drs. R. Mohammad Ali, seorang sejarawan yang menulis buku Pengantar
Ilmu Sejarah Indonesia. Pergantian ini merupakan awal perubahan dasar dalam
kepemimpinan di Arsip Negara, karena untuk pertama kalinya istilah Kepala Arsip
Negara dipakai untuk jabatan tersebut. Nama Arsip Negara secara resmi dipakai
hingga tahun 1959.

6. ARSIP NASIONAL(1959-1967)

Arsip Nasional dibawah Kementerian PP dan K. Pada masa kepemimpinan Drs.


R. Mohammad Ali diupayakan berbagai usaha untuk meningkatkan peran dan status
lembaga Arsip Negara. Langkah pertama yang diambil adalah memasukkan Arsip
Nagara dalam Lembaga Sejarah pada Kementerian PP dan K. Perubahan itu
ditetapkan melalui Surat Keputusan Menteri nomor 130433/5, tanggal 24 Desember
1957. Berdasarkan SK menteri PP dan K nomor 69626/a/s nama Arsip Negara
berganti menjadi Arsip Nasional. Perubahan ini berlaku surut semenjak 1 Januari
1959.

a. Arsip Nasional dibawah Kementerian Pertama RI (1961-1962)

Perubahan kelembagaan Arsip Nasional tidak berhenti sampai disitu.


Berdasarkan Keputusan Presiden RI nomor 215 tanggal 16 Mei 1961,
penyelenggaraan segala urusan Arsip Nasional dipindahkan ke Kementerian
Pertama RI, termasuk wewenang, tugas dan kewajiban, perlengkapan materiil dan
personalia, serta hak-hak dan kewajiban keuangan dan lain-lain. Tugas dan Fungsi
Arsip Nasional mengalami perluasan, sejak keluarnya Peraturan Presiden nomor
19 tanggal 26 Desember 1961 tentang Pokok-pokok Kearsipan Nasional.
Berdasarkan Keputusan Presiden tersebut, tugas dan fungsi arsip Nasional tidak
hanya menyelenggarakan kearsipan statis saja, akan tetapi juga terlibat dalam
penyelenggaraan kearsipan baru (dinamis).

b. Arsip Nasional dibawah Menteri Pertama Bidang Khusus. (1963-1964)

Berdasarkan Keputusan Presiden RI No.188 tahun 1962, Arsip Nasional


RI ditempatkan di bawah Wakil Menteri Pertama Bidang Khusus. Penempatan
Arsip Nasional di Bidang Khusus dimaksudkan supaya arsip lebih diperhatikan,
karena bidang ini khusus diperuntukkan bagi tujuan penelitian sejarah.

c. Arsip Nasional dibawah Menko Hubra (1963-1966)

Pada tahun 1964 nama Kemeterian Pertama Bidang Khusus berganti


menjadi Kementerian Kompartimen Hubungan dengan Rakyat (Menko Hubra).
Perubahan tersebut disesuaikan dengan tugas dan fungsinya dalam
mengkoordinasi kementerian-kementerian negara. Dengan bergantinya nama
kementerian tersebut, otomatis Arsip Nasional berada di bawah kementerian yang
baru tersebut. Dibawah kementerian ini, Arsip Nasional mendapat tugas untuk
melakukan pembinaan arsip. Namun demikian, perubahan tersebut tidak
mempengaruhi tugas dan fungsiArsip Nasional sebagaimana yang tercantum
dalam Peraturan Presiden No.19 tahun1961.
d. Arsip Nasional dibawah Wakil Perdana Menteri Bidang Lembaga-lembaga
Politik (1966-1967)

Berdasarkan Keputusan Wakil Perdana Menteri


No.08/WPM/BLLP/KPT/1966, Arsip Nasional ditempatkan di bawah Waperdam
RI bidang Lembaga-lembaga Politik. Namun secara fungsional, Arsip Nasional
tetap memusatkan kegiatan-kegiatan ilmiah dan kesejarahan.

7. Arsip Nasional RI(1967- sekarang)

Tahun 1967 merupakan suatu periode yang sangat penting bagi Arsip Nasional,
karena berdasarkan Keputusan Presiden 228/1967 tanggal 2 Desember1967, Arsip
Nasional ditetapkan sebagai Lembaga Pemerintah Non Departemen yang
bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Sementara anggaran pembelanjaannya
dibebankan kepada anggaran Sekretariat Negara. Penetapan Arsip Nasional sebagai
Lembaga Pemerintah Non Departemen diperkuat melalui Surat Pimpinan MPRS No.
A.9/1/24/MPRS/1967 yang menegaskan, bahwa Arsip Nasional sebagai aparat teknis
pemerintah tidak bertentangan dengan UUD 1945, bahkan merupakan
penyempurnaan pekerjaan di bawah Presidium Kabinet. Dengan status baru tersebut,
maka pada tahun 1968 Arsip Nasional berusaha menyusun pengajuan sebagai berikut;

a. Mengajukan usulan perubahan Arsip Nasional menjadi Arsip Nasional RI;


b. Mengajukan usulan perubahan Prps No.19/1961 menjadi Undang-undang tentang
Pokok-pokok Kearsipan.

Usulan-usulan tersebut hingga masa berakhirnya kepemimpinan Drs.R.


Mohammad Ali (1970) belum terlaksana. Oleh karena itu Dra. Sumartini, wanita
pertama yang menjabat sebagai kepala Arsip Nasional, berjuang untuk melanjutkan
cita-cita pemimpin sebelumnya. Atas usaha-usaha beliau, serta atas dukungan
Menteri Sekretaris Negara Sudharmono, SH, cita-cita dalam memajukan Arsip
Nasional tercapai dengan keluarnya Undang-Undang Nomor 7 tahun 1971, yang
kemudian dikenal dengan Undang-undang tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Kearsipan. Tiga tahun kemudian, berdasarkan Keputusan Presiden No.26 Tahun 1974
secara tegas menyatakan, bahwa Arsip Nasional diubah menjadi Arsip Nasional
Republik Indonesia yang berkedudukan di Ibukota RI dan langsung
bertanggungjawab kepada Presiden. Dengan keputusan tersebut, maka secara yuridis
Arsip Nasional RI sah sebagai Lembaga Pemerintah Non Departemen.

Kebijakan ke arah pemikiran untuk penyempurnaan tugas dan fungsi Arsip


Nasional RI diwujudkan pada masa kepemimpinan DR. Noerhadi Magetsari, yang
menggantikan Dra. Soemartini sebagai kepala Arsip Nasional tahun 1991 hingga
tahun 1998. Pada masa kepemimpinan beliau terjadi perubahan struktur organisasi
yang baru dengan dikeluarkannya Keputusan Presiden RI nomor 92 tahun 1993
tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Arsip
Nasional RI. Berdasarkan Keppres tersebut Arsip Nasional RI disingkat dengan
ANRI. Perubahan yang cukup mencolok adalah pengembangan struktur organisasi
dengan adanya Deputi Pembinaan dan Deputi Konservasi, Pembentukan Unit
Pelaksana Teknis dan penggunaan istilah untuk Perwakilan Arsip Nasional RI di
Daerah TK I menjadi Arsip Nasional Wilayah. Seiring dengan pengembangan
struktur organisasi tersebut, beliau juga mengembangkan SDM di bidang kearsipan;
yakni merekrut pegawai baru sebagai arsiparis. Oleh karena itu, pada masa tersebut
jumlah arsiparis di ANRI meningkat drastis. Puncaknya adalah tahun 1995-1996,
dimana jumlah arsiparis di ANRI Pusat mencapai 137 orang. Kepemimpinan Dr.
Noerhadi Magetsarisebagai kepala Arsip NasionalRI berlangsung hingga tahun 1998.
Sebagai penggantinya adalah DR. Moekhlis Paeni (mantan Deputi Konservasi ANRI
dan mantan Kepala ANRI Wilayah Ujung Pandang).

Pada masa kepemimpinan DR. Moekhlis Paeni, beliau melanjutkan kebijakan


kepemimpinan sebelumnya. Dalam rangka meningkatkan wujud sistem kearsipan
nasional yang handal, beliau mencanangkan visi ANRI, yakni menjadikan arsip
sebagai simpul pemersatu bangsa. Seiring dengan perkembangan politik dan
pemerintahan di era reformasi, serta dalam rangka efektivitas dan efisiens, maka
Presiden melalui Keputusan Presiden nomor 17 Tahun 2001 mengatur kedudukan,
tugas dan fungsi, susunan organisasi dan tatakerja Lembaga Pemerintah Non
Departeman. Sehubungan dengan hal tersebut, struktur organisasi ANRI pun
disesuaikan dengan Keputusan Presiden tersebut.

Sejak dilantiknya Drs. Oman Syahroni, M.Si. Tanggal 3 Juni 2003, melalui
Keputusan Presiden Nomor 74/M/2003, Menggantikan DR. Mukhlis Paeni, Arsip
Nasional Republik Indonesia mengembangkan Program Sistem Pengelolaan Arsip
Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi (SiPATI) yaitu aplikasi pengelolaan
arsip dinamis secara elektronik sesuai dengan trend perkembangan globalisasi
informasi dimana hampir seluruh unit di kantor Pemerintah maupun Swasta telah
menggunakan perangkat komputer. SiPATI ini telah di aplikasikan dibeberapa
instansi Pemerintah Pusat.

Pada tanggal 6 Juli 2004 Drs. Djoko Utomo, MA dilantik menjadi Kepala Arsip
Nasional Republik Indonesia berdasarkan Keputusan Presiden Nomor87/M/2004,
tanggal 21 Juni 2004. Dalam masa kepemimpinannya Djoko Utomo, sebagai Kepala
ANRI yang dibesarkan di lingkungan ANRI berusaha mewujudkan Visi dan Misi
ANRI dengan berbagai program yang benar-benar disesuaikan dengan perkembangan
globalisasi dan kebutuhan yang ada di lingkungan ANRI. Gedung layanan Publik
yang berada paling depan yang merupakan ujung tombak layanan masyarakat
direnovasi sedemikian rupa sehingga menimbulkan kenyamanan bagi pengunjung
yang datang. Kerjasama Nasional dan Internasional digiatkan dalam rangka
memajukan dunia kearsipan termasuk kerjasama dalam rangka pengiriman pegawai
ANRI untuk belajar di luar negeri.

Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) tidak hanya dilakukan di


luar negeri saja, tetapi dilakukan juga di ANRI yaitu dengan memberikan kursus-
kursus yang dapat meningkatkan pengetahuan pegawai sehinggabisa memberikan
pengabdian terbaik kepada masyarakat sesuai dengan tugas dan fungsi ANRI.
Pengolahan dan pemeliharaan arsip-arsip statis tetap dilaksanakan dan ditingkatkan
sambil terus mendorong dilaksanakannya program-program lain seperti program Citra
Daerah, Citra Nusantara maupun program lainnya seperti program Sistem Informasi
Jaringan Kearsipan Nasional. Syiar lembaga ANRI dan kearsipan pun terus dilakukan
terutama melalui media, baik cetak maupun elektronik. Dengan demikian diharapkan
masyarakat mengetahui tugas dan fungsi ANRI yang pada akhirnya nanti akan
menimbulkan kesadaran masyarakat untuk memelihara arsip nya.

Pimpinan Arsip Nasional dari Masa ke Masa

a) DR. R. Soekanto (1951 - 1957)


b) Drs. R. Mohammad Ali (1957 - 1970)
c) Dra. Soemartini (1971 - 1992)
d) DR. Noerhadi Magetsari (1992 - 1998)
e) DR. Mukhlis Paeni (1998 - 2003)
f) Drs. Oman Sachroni, M.Si. (2003 - 2004)
g) Drs. Djoko Utomo, MA (2004 - 2009)
h) M. Asichin (2010 - 2013)
i) Dr. Mustari Irawan, MPA (2013 - Sekarang)

C. Evolusi rekaman informasi

Dahulu pembuatan rekamana digunakan untuk mencatat pajak. Di dalamnya,


dicatat apa yang dikumpulkan, dari siapa, siapa pengumpulnya, berapa, dan kapan
dilakukan. Kalau membaca sejarah Indonesia, pencatatan pajak sudah dilakukan sejak
zaman airlangga, mungkin hampir seribu tahun yang lalu. Begitu juga pembebasan desa
dari pajak yang disebut desa perdikan yang sudah dikenal d Indonesia sejak abad ke-10.

1. Praktik pembuatan rekaman purba


Apabila melihat lukisan manusia purba di dinding, maka akan melihat gambar
binatang, manusia, bahkan ijiran, seperti ////. Itu semua merupakan rekaman purba
Karena manusia purba tidak memiliki teknologi seperti sekarang. Untuk pencatatan,
mereka merekamnya di batu, tanah liat, lilin, pohon, kayu, kulit, binatang, bahkan
tulang binatang. Penulisan di media purba itu sulit dan memakan waktu sehingga
yang dicatat hanya informasi yang penting. Orang-orang mesir purba
mengembangkan papyrus(rumput-rumputan yang tumbuh di tepi Sungai Nil,
dikeringkan, kemudian dijadikan media tulis) sekitar Tahun 400 SM dan terus
menggunakan sampai tahun 400 M. Di Indonesia, raja zaman Tarumanegara
merekam sabda raja d atas batu(peninggalannya antara lain prasasti batu tulis dekat
kota Bogor), tembaga, dan kelak pada dluwang yang berbuat dari sejenis pohon, lalu
lontar.

2. Abad Menengah
Di Eropa Barat, tempat untuk menyimpan rekaman pemerintah disebut arsip. Hal
ini berasal dari kata archaeion yang artinya gudang. Pengertian arsip di negara-negara
Anglo-Saxon, seperti Inggris dan Australia, adalah fasilitas tempat untuk menyimpan
dan melestarikan arsip dinamis di lembaga karena arsip dinamis tersebut memiliki
nilai yang berlangsung terus-menerus. Apabila arsip dinamis tersebut berupa kertas,
penyimpanannya lebih mudah. Namun, apabila arsip itu berupa lempeng tanah liat
(tanah liat yang ditulisi, kemudian dikeringkan), tabel tanah liat diberi tanda,
kemudian disimpan secara vertikal. Apabila arsip berupa gulungan, gulungan itu
dimasukkan ke sebuah tabung. Praktik penyimpanan rekaman yang dimasukkan ke
sebuah tabung atau bumbung juga terdapat di Indonesia, misalnya di Lombok dan
Bali.
Tidak semua rekaman bernilai permanen. Ini artinya perlu disimpan sepanjang
abad. Ada rekaman yang bernilai sementara, misalnya surat utang. Kalau sudah
dibayar, surat utang tersebut mungkin nilainya akan berkurang sampai dianggap tidak
bernilai sama sekali. Contoh lain ialah surat izin tidak masuk karena alasan yang
dapat dipertanggung jawabkan, pengumuman liburan mendadak, dan sejenisnya.
Rekaman semacam itu dapat dimusnahkan. Untuk menentukan jadwal kapan rekaman
akan disimpan dan kapan akan dimusnahkan, dibuatlah jadwal retensi yang artinya
jadwal penyimpanan dan pemusnahan rekaman. Jadwal retensi sudah dikenal sejak
tahun 1200. Tercatat berbagai kota-negara di Italia Utara mengeluarkan peraturan
tentang retensi dan pemusnahan berkas. Rekaman yang telah disusun menjadi satu
menurut sistem tertentu disebut berkas atau jajaran, alih bahasa dari istilah file atau
jamaknya files.

3. Arsip Dinamis Kertas


Kertas ditemukan orang-orang Cina sekitar abad pertama Masehi. Orang-orang
Korea juga mengklaim bahwa mereka sudah menggunakan kertas sekitar abad yang
sama dengan orang-orang Cina. Kertas ini digunakan secara luas di Cina, tetapi baru
diketahui orang-orang Eropa sekitar abad ke-15. Sejak kertas ditemukan di Eropa,
penciptaan rekaman kini menggunakan media berupa kertas dan memungkinkan
dokumen dapat digandakan dengan mudah.
Untuk membuat dokumen, para manajer menggunakan alat tulis berupa pena yang
terbuat dari bulu angsa disertai dengan tinta. Sudah tentu keterampilan menggunakan
alat tulis ini diikuti pula dengan keterampilan menulis indah. Oleh karena itu, sekitar
abad ke-15 sampai abad ke-20 berkembang berbagai tulisan indah dan dikenallah
berbagai tulisan. Lalu, timbullah ilmu yang mengkaji tulisan kuno yang disebut
paleography.
Pengumuman penting yang dikeluarkan oleh raja-raja serta surat-menyurat dahulu
dilegitimasikan dengan menggunakan stempel kerajaan. Dahulu, terdapat berbagai
raja dan kerajaan. Jadi, muncullah berbagai stempel dan cap kerajaan. Objek
semacam stempel raja dan cap kerajaan ini menjadi objek sebuah ilmu yang disebut
sigliografi atau ilmu tentang stempel, lambang, dan cap. Praktik penggunaan stempel
ini masih ada hingga sekarang dan dapat melihat bahwa surat yang dikeluarkan oleh
badan korporasi Pemerintah Republik Indonesia selalu disertai dengan stempel, mulai
dari stempel berlatar belakang garuda hingga yang berlogo badan korporasi dan dapat
di temukan pada ijazah.
Sekitar pertengahan tahun 1850-an, manusia mulai mengenal mesin ketik
sehingga penulisan di media kertas lebih cepat lagi dan lebih mudah dibaca. Oleh
karena itu, terjadilah ledakan kertas karena bisnis, kantor pemerintah, dan perorangan
menggunakan mesin ketik. pemerintah berupaya mengendalikan rekaman agar tidak
terjadi polusi rekaman kertas.
Upaya pengendalian rekaman kertas dilakukan oleh berbagai pemerintah,
termasuk upaya pembakuan kertas. Sebagai contoh, di AS ada pembakuan kertas
yang dilakukan oleh pemerintah federal. Pembakuan itu menyatakan bahwa semua
kertas yang digunakan untuk surat-menyurat berukuran letter-size atau sama dengan 8
11 inci, kurang lebih 20,5 28,2 cm. Ukuran ini mirip-mirip dengan ukuran kuarto atau
kertas ukuran A4.
Di Indonesia, pembakuan belum dilakukan sepenuhnya. Misalnya, di kantor pos
sudah ada pembakuan ukuran amplop. Namun, di instansi lain, belum ada
standardisasi sehingga sering kali tidak ada penyesuaian antara kertas yang digunakan
dengan amplop yang tersedia di kantor pos. Apabil mengambil uang dari bank,
biasanya disertai amplop penyimpan uang. Amplop ini tidak sama dengan ukuran
amplop yang dikeluarkan oleh kantor pos. Mungkin sudah waktunya ada pembakuan
tingkat nasional untuk ukuran kertas yang digunakan, amplop, dan sejenisnya.

4. Arsip Dinamis Elektronik


Kini, mulai banyak badan korporasi yang menggunakan komputer sebagai
pengganti mesin ketik. Hasil ketikan disimpan dalam media elektronik berupa kaset,
selongsong, dan pita magnetis. Isinya ialah hasil ketikan, tetapi media penyimpannya
adalah media elektronik sehingga muncullah apa yang disebut sebagai rekaman
elektronik yang artinya rekaman disimpan pada media elektronik. Untuk
membacanya, diperlukan bantuan komputer. Arsip dinamis elektronik kini mulai
muncul di Indonesia dan diperkirakan merupakan salah satu bentuk arsip dinamis
yang banyak digunakan pada abad ke-21.
PENUTUP

KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA

http://www.anri.go.id/detail/65-129-Sejarah-Lembaga

http://repository.ut.ac.id/3908/1/ASIP4101-M1.pdf

https://www.anri.go.id/assets/collections/files/majalah_anri_edisi_65_2015_2-568c879054d7b.pdf

Hasugian, Jonner, 2003, PENGANTAR KEARSIPAN


http://library.usu.ac.id/download/fs/perpus-jonner.pdf

Anda mungkin juga menyukai