Anda di halaman 1dari 10

PERAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM MENCEGAH MINDSET

ISU AGAMA SEBAGAI KOMODITAS POLITIK


Anisa Rahmawati

anisa.ar731@gmail .com

IAIN kudus

Sofi’in

Sofiin999.gmail.com

IAIN Kudus

Abstrak

Indoneisa merupakan sebuah negara yang besar dengan jumlah 200 juta
jiwa atau jumlah penduduk terbesar keempat di dunia. Dimana dalam
mensejahterakan rakyatnya adalah dengan pemerintahan yang berlandaskan
demokrasi. Setiap lima tahun sekali diadakan pemilihan secara langsung wakil
rakyat di lembaga legislatif maupun eksekutif. Sebagai lembaga tertinggi Negara,
pemerintah mempunyai tanggung jawab yang sangat besar. Untuk mengatur
rakyatnya dengan pemerintahan yang adil dan bijaksana.
Dalam praktiknya banyak terjadi penyalahgunaan kemampuan untuk
meraup dukunagn dari kaum mayoritas dengan mengunakan isu agama sebagai
objeknya. Karena 90% penduduk Indonesia beragama Islam yang solid dan ini
merupakan jumlah suara yang sangat menggiurkan untuk dimenangkan. Agar hal
ini dapat diminimalisir maka perlu mengetahui bagaimana konsep politik yang
sesuai dengan keIslamaan dan bagaimana peran pendidikan Agama Islam dalam
mencegah mindset isu agama sebagi komoditas politik.
Dalam penulisan karya tulis ini mengunakan literasi dan daftar pustaka
dari beberapa buku dan jurnal yang kompeten sehingga didapat data valid dan
mampu mencapai iklim politik di Indonesia lebih dewasa dan sehat sesuai dengan
nilai nilai keislaman sebagai dasarnya.
Kata kunci : Politik, Pendidikan Agama Islam, Konsep Politik.
Abstract

Indonesia is a large country with 200 million people or the fourth largest
population in the world which the government is based on democracy. Every five
years direct elections for representatives of the people are held in legislative and
executive institutions. As the highest state institution the government has a huge
responsibility to regulate its people with a fair government.

In practice, there is a lot of abuse of the ability to gain the votes of the
majority by using the issue of religion as its object because 90% of Indonesia's
population is a solid Muslim and this is a significant number of votes that are very
agreeable to win. In order to minimize the situation, it is necessary to know the
concepts of politics that are in accordance with Islam and the role of Islamic
religious education in preventing the mindset of the religious issues as a political
commodity. This paper uses literacy source and bibliography from competent
books and journals so that valid data is obtained and able to achieve a more
mature and healthy political climate in Indonesia that is in accordance with
Islamic values as the basis.

Keywords: Politics, Islamic Religious Education, Political Concepts

Pendahuluan :

Di dalam sebuah pemerintahan yang berdasarkan demokrasi terdapat


aktivitas politik dimana hal itu menjadi sebuah ilmu untuk memperoleh
kekuasan dengan menjadi wakil rakyat di parlemen maupun di eksekutif.
Politik sendiri memiliki banyak mana, kata “politik” berasal dari Bahasa
Inggris “politic” artinya sifat pribadi atau pembuatan. Secara lektal
diartikan “acting or judging wisely, well judged, prudent” (A.S. Hornby.
1974 :645). Kata politik juga menyerap menjadi Bahasa Indonesia yang
diartikan segala urusan dan tindakan kebijakan siasat (WJS
poerwadarminta 183; 763). Dari pengertian di atas dapat diambil
kesimpulan bahwa politik memang sebuah cara yang dikhusukan untuk
mendapatkan sebuah kekuasan dalam tatanan pemerintahan yang berhak
mengatur rakyat dan wilayahnya.
Sejarah politik di Indonesia sangat pajang di mulai dari sebelum
merdeka dengan membentuk oraganisasi dalam mempersiapkan
kemerdekaan seperti BPUPKI dan PPKI. Setelah merdeka untuk pertama
kalinya mengadakan pemilu pada 29 September 1955 yang diikuti oleh 29
partai politik untuk memilih dewan konstituante. Dimana pemilu pertama
ini sebagai pemilu yang paling bersih dibandingkan dengan pemilu di
eranya sampai era 90 an yang erat akan KKN. Ada 8 Kepres Soeharto
yang mengutungkan keluarganya. Tercatat kasus salah satunya Keppres
No 74/1995 yang berakibat pembebasan pajak pertambahan nilai bagi
penggunaan proton saga oleh PT taksi citra milik Mbak Tutut . Dimasa
tahun 2000 an permasalahan semakin kolektif tidak hanya
pengelembungan suara dan dana tapi juga mulai menyerang karakter
lawan politik untuk menjatuhkan elektebilitas.
Penyerangan terhadap lawan politik ini bersifat, fitnah SARA dan
adu domba, seperti dalam kasus pemilihan gubernur tahun 2017 yang
menyudutkan Ahok sebagai nonmuslim yang bermuara pada dugaan
penistaan agama. Hal ini juga pernah terjadi di masa lalu pada tahun 1977
ketua majelis pertimbangan PPP dalam upayanya maraih dukungan politik
dari umat Islam dengan mengeluarkan fatwa yang mewajibkan bagi umat
Islam untuk memilih PPP sebagai wujud sebagai seorang muslim yang
menegakakan hukum Allah. Agar tidak salah dalam berpolitik maka
sebagai umat Islam kita harus mengetahui bagaimana politik dalam Islam
sehingga tahu bagaimana yang diperbolehkan dan dan tidak dalam
berpolitik.

PEMBAHASAN
A. Politik pada Zaman Rasulullah.
Politik merupakan sebuah aktivitas yang tidak bisa dilepaskan dengan
kata pemerintahan negara. Poltik sendiri dilihat dari etimologi berasal dari
bahasa Yunani yaitu polis yang artinya kota (Surbakti 1992). Secara istilah
menurut Malik bin Bani politik adalah aktivitas yang terorganisir dalam
rangka mewujudkan kesetaraan dan saling bantu antara pemerintah dan
masyarakat dalam bidang sosial, ekonomi, dan budaya (Syafi`i 1999).
Dalam Islam agama dan politik tidak berdiri sendiri, meraka saling
berhubungan dan mempengaruhi satu sama lain sampai ada ilmu sendiri
yang membahas politik dalam fikih yaitu bab siasah. Dalam sejarah
Rasullah telah mengajarkan akan aktifitas yang mencerminkan muka Islam
sebagai agama yang rahmatan lil`alamin, dimana Agama Islam adalah
agama rahmat bagi seluruh alam .
Dalam sejarah dakwah Islam ada dua priode yaitu priode mekah dan
priode madinah. Dimasa mekah atau pra madinah di Madinah terdapat
permasalah politik dimana terdapat dua kelompok yang saling bermusuhan
dan saling bunuh dalam kurun yang perpuluh tahun yaitu kaum Auz dan
Khazraj. Mereka memperebutkan kekuasan kota madinah dan memimpin
seluruh suku yang ada di Mandinah hal ini diperkeruh dengan adu domba
kaum Yahudi (Ramadhan 2010). Setelah Perang bu’atz di bulan Rajab
masyarakat Arab berbondong-bondong menuju kota Mekah untuk
beribadah di Ka’bah dari kesempatan ini Rasulullah memanfaatkannya
dengan mendatangi mereka dan memaparkan apa yang Beliau emban.
Meraka pun antuisas dan menerimanya dengan enam pemuda dari kedua
suku Aus dan Kharaj untuk beriman dan berhenti melakukan permusuhan
yang di sambut baik dengan penerimaan dari kedua belah pihak.
Setahun kemudian Rasullah mengutus Mush’ab bin Umair untuk
mengajarkan loyalitas pada agama bukan pada kesukuan dan juga
menyuruh mereka untuk sholat jama’ah. Mereka yang menerima ajaran ini
secara diam-diam mulai berdakwah dari rumah kerumah jauh dari
pengtahuan orang orang Yahudi, sehingga kota Madinah layak untuk kota
hijrah Rasulullah SAW (Habisyi 2000). Sesampainya di Madinah yang di
lakukan Rasullulah sebagai pemimipin adalah membangun masjid sebagai
pondasi dan pemerkokoh persaudaraan dan keimanan. Kemudian, sebagai
pemimpin kaumnya di Madinah mengadakan perjajian dengan orang-
orang Yahudi untuk hidup damai dan berdampingan dengan kaum
muslimin Muhajirin dan Anshor.
Keberhasilan yang sangat cemerlang merupakan contoh dan bukti
nyata akan kepiawainan Rasullulah dalam berpolitik dan ketajaman
analisanya dalam menangani masalah-masalah kenegaran yang menuntut
ketepatan dalam penanganan dengan syariat Islam yang ada dengan
mengedepankan akan nilai kebersaman dan persatuan dalam perbedaan
selama tidak mingigung akan aqidah dan ibadah. Tanpa harus menciderai
dengan berbuat dusta dan berhianat untuk mencapai tujuan yang mulia
yaitu kemakmuran dunia dengan agama Islam.
B. Etika Politik
1. Pengertian etika politik menurut beberapa ahli
Menurut etimologi, etika berasal dari bahasa Yunani Kuno dari kata
ethos yang mempunyai banyak arti, diantaranya tempat tinggal yang biasa,
padang rumput, kandang, kebiasaan, adat, akhlak, watak, perasaan, sikap,
cara berpikir. Arti terakhir inilah, yang menjadi latar belakang
terbentuknya istilah ‘etika’, yang oleh Aristoteles (384-322 SM) – filosof
besar Yunani– sudah dipakai untuk menunjukkan filsafat moral. Dari arti
etimologis etika di atas, maka etika dapat diartikan sebagai ilmu tentang
apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan
(In’amuzzahidin 2015).
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang baru (Departemen
Pendidikan Kebudayaan, 1988), kata etika mempunyai tiga arti, yaitu: (1)
ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk atau tentang hak dan
kewajiban moral (akhlak); (2) kumpulan asas atau nilai yang berkenaan
dengan akhlak; dan (3) nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu
golongan ataupun masyarakat.
Pengertian etika politik dalam perspektif Ricoeur didefinisikan sebagai
upaya hidup yang baik bersama dan untuk orang lain, upaya memperluas
lingkup kebebasan, dan membangun institusi-institusi yang adil
(Haryatmoko 2011). Tiga tuntutan itu saling terkait. “Hidup yang baik
bersama dan untuk orang lain” tidak mungkin akan terwujud kecuali bila
seseorang mampu menerima pluralitas dan mau hidup dalam kerangka
institusi-institusi yang adil. Hidup yang baik tidak lain adalah cita-cita
kebebasan: kesempurnaan eksistensi atau pencapaian keutamaan. Institusi-
institusi yang adil memungkinkan adanya perwujudan kebebasan dengan
menghindarkan warganegara atau kelompok-kelompok dari saling
merugikan satu sama lainnya. Sebaliknya, kebebasan warganegara
mendorong inisiatif dan sikap kritis terhadap institusi-institusi yang tidak
adil (Trinarso 2013).
Etika juga sering dimengerti sebagai refleksi tentang moral yaitu
merupakan wacana normatif, tidak selalu berupa perintah yang
mewajibkan karena bisa juga kemungkinan bertindak yang membahas
tentang baik atau buruk (Haryatmoko 2011).
2. Latar belakang munculnya etika politik
Munculnya etika dalam dunia politik disebabkan terjadinya kekacauan
pada pelaksanaan politik di Indonesia. Politik di Indonesia dikatakan
terbilang kacau, dimana para pemimpinnya sibuk untuk mencari jabatan
semata. Mereka berlomba-lomba dalam mendapatkan jabatan yang lebih
tinggi sebagai eksekutif maupun legislatif. Dengan kekuasaan yang
mereka miliki, seolah mereka punya hak dan wewenang untuk melakukan
apapun. Sehingga mereka lupa terhadap rakyatnya dan mengabaikan janji
yang telah mereka buat.
Etika politik bukanlah peraturan pokok yang mengatur tentang
bagaimana politik tersebut dilaksanakan. Etika politik lebih mengarah
kepada baik buruknya sikap maupun perilaku yang sebaiknya dilakukan
maupun ditinggalkan. Etika dasar mengajarkan tentang moralitas dimana
moralitas adalah menyangkut soal baik-buruk. Namun etika bukan sekedar
persoalan baik-buruk, benar salah, tetapi, lebih bersifat membangun
kesadaran dalam diri manusia (Trinarso 2013). Dengan kesadaran tersebut,
diharapkan dapat membentuk hubungan yang harmonis terhadap
kehidupan bangsa ini terutama dalam hal perpolotikan.
3. Fungsi etika politik dalam dunia politik di Indonesia
Etika politik bukan melulu hal yang kaku, juga bukan berisi aturan
yang mengikat. Namun etika adalah batasan mengenai bagaimana
berperilaku politik yang baik. Kaitannya dengan batasan tersebut,
terdapat 2 bentuk etika pilitik. Yaitu etika politik menurut Islam dan
menurut Pancasila
a. Bentuk etika politik islam
prinsip-prinsip siyasah dan penyelenggaraan negara dalam Alquran
dapat diformulasikan bahwa prinsip-prinsip dasar hukum politik Islam
adalah : Prinsip kedaulatan; Prinsip keadilan; Prinsip musyawarah
dan Ijma’; Prinsip persamaan; Prinsip hak dan kewajiban negara dan
rakyat; Prinsip amar ma’ruf nahi munkar [ CITATION Fah17 \l 1033 ].
b. Bentuk etika politik Pancasila
Pancasila sebagai dasar Negara yang di dalamnya berisi nilai-nilai
yang menjadi pedoman bangsa Indonesia. Nilai-nilai tersebut tertuang
dalam kelima sila dalam Pancasila. Sila pertama mengenai
keTuhanaan, kedua kemanusiaan, ketiga persatuan, sila keempat
tentang kerakyatan, dan sila kelima adalah keadilan., kelima sila
tersebut dianggap baik untuk diterapkan dalam kehidupan masyarakat.
Mulai dari nilai moral, nilai kesusilaan, dan nilai agama. Maka dari itu,
pancasila juga dijadikan sebagai pedoman dalam melakukan politik
yang termuat dalam etika politik bangsa Indonesia.

C. Cara mencegah politik Tidak Sehat


1. Melalui Pemahaman Agama dan Rasa Takut Kepada Tuhan
Politk tidak sehat merupakan kegitan politik yang tidak sesuai dengan
asas dan prisip politik seperti yang menfitah lawan agar lawan memiliki
citra yang buruk dimata para pemilih lalu melakuakan politik uang,
dimana orang yang dipilih akan memberikan uang untuk membeli suara.
Kegitan seperti ini akan menciderai politik yang baik maka untuk
mencegahnya kita harus memiliki pemahaman akan agama Islam. Agama
Islam sangat menentang kegitan dalam ajaran agama Islam dan hal
seperti ini masuk dalam kategori penyakit hati yang menimbulkan dosa
dan kecaman dari Allah SWT sessuai dari firman Allah (an-Nisâ’/4:32)
yang artinya :

“Dan janganlah kamu iri hati terhadap karunia yang dilebihkan Allâh
kepada sebagian kamu atas sebagian yang lain. (Karena) bagi laki-laki
ada bagian dari apa yang mereka usahakan, dan bagi perempuan (pun)
ada bagian dari apa yang mereka usahakan. Mohonlah kepada Allâh
sebagian dari karunia-Nya. Sungguh Allâh Maha Mengetahui segala
sesuatu” (in’amuzzahidin 2015).

Dengan peaham agama dan rasa takut pada Tuhan secara tidak langsung
akan melaksanakan apa yang diperintakan dan meningalan apa dilaranag.

Kemudian yang langkah untuk mencegah politik tidak sehat adalah


dengan pembelajaran akan politik, rendahnya pemahaman akan politik
dapat menimbulkan celah bagi oknum pelaku politik untuk melakukan
kecuarangan. Contoh penyelewangan dalam politik yang terjadi adalah
pada saat kampanye adalah yang paling sering adalah dengan memsang
alat peraga di gedung pemerintah, sekolah-sekolah dan rumah sakit
merupakan sebuah tindakan pelagar hukum pidana yang tertuang dalam
peraturan KPU no.1 tahun 2013 (Runi Hariantati 2003). Maka dari itu
perku adanya sosialisasi atau seminar yang menerangkan akan politik yang
beradab sehinga semua pihak mampu melaksanakan dan mengaswasi
kegiatan berpolitik baik.
2. Melalui Pendidikan
“Pendidikan politik dapat diartikan sebagai usaha yang sadar untuk
mengubah proses sosialisasi politik masyarakat sehingga mereka
memahami dan menghayati betul nilai-nilai yang terkandung dalam
sistem politik yang ideal yang hendak dibangun”. Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa, pertama, dengan adanya pendidikan politik
diharapkan setiap individu dapat mengenal dan memahami nilai-nilai
ideal yang terkandung dalam sistem politik yang sedang berjalan.
Kedua, bahwa dengan adanya pendidikan politik, setiap individu tidak
hanya sekedar tahu saja tapi juga lebih jauh ia dapat menjadi seorang
warga negara yang memiliki kesadaran politik untuk mampu
mengemban tanggung jawab, dimana hal tersebut ditunjukkan dengan
adanya perubahan sikap dan peningkatan kadar partisipasinya dalam
dunia politik (Trinarso 2013).

KESIMPULAN

Dalam perkembangan sejarahnya, politik telah ada pada Zaman Rasulullah.


Dimana politik berfungsi untuk mengatur sistem ketatanegaraan pada masa itu.
Kepiawaiaan Rasulullah dalam berpolitik membuahkan hasil yang cemerlang.
Rasulillah mampu menyelesaikan masalah-masalah yang muncul dalam
kenegaraan yang menuntut ketepatan dalam penanganan dengan syariat Islam
yang ada dengan mengedepankan akan nilai kebersaman dan persatuan dalam
perbedaan selama tidak mingigung akan aqidah dan ibadah.

Sedangkan di Indonesia politik juga digunakan untuk mengatur sistem


kenegaraan.Indonesia adalah Negara yang menganut sistem politik demokrasi,
dimana pemerintah dipilih oleh rakyat melalui pemilihan umum. Dalam
praktiknya, pelaksanaan pemilu masih diliputi kecurangan-kecurangan. Untuk
mencegah terjadinya kecurangan tersebut, perlu adanya etika politik sebagia
batasan mengenai cara berberilaku politik yang baik. Adapun cara untuk
mencegah politik yang tidak sehat adalah melalui penanaman nilai agama dan rasa
takut kepada Tuhan, serta melalui pendidikan.
Daftar Pustaka

Habisyi, Thaha. 2000. Kisah Nabi Muhammad Dengan Yahudi Di Jazirah Arab.

Haryatmoko. 2011. Etika Publik. Jakarta: Gramedia.


in’amuzzahidin, Muh. 2015. “Etika Politik Dalam Islam.” Wahana Akademika 2
(2): 90–106.
Ramadhan, Said. 2010. Fikih Sirah. Jakarta: Hikmah.
Runi Hariantati. 2003. “Etika Politik Dalam Negara Demokrasi Oleh: Runi
Hariantati.” Demokrasi 2: 57–68.
Surbakti, Ramlan. 1992. Memahami Ilmu Politik. Jakarta: Grasindo.
Syafi`i, Ahmad. 1999. Islam Dan Politik. Jakarta: Gema Insani.
Trinarso, Agustinus Pratisto. 2013. “Volume 02 – Nomor 02 – September 2013
Pendidikan Dan Etika Berpolitik Agustinus Pratisto Trinarso, Lic. Phil. 1.”
Jurnal Filsafat 2 (September): 173–92.

Anda mungkin juga menyukai