Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH STATUS DAN PERAN PEREMPUAN

DALAM TAFSIR AL-IBRIZ


Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Tafsir Nusantara
Dosen pengampu : Ust. Hamzah, M.A

Oleh :

Dara Annisa Dwi Asmara [2021.09.0011]


Ulfah Sity Mas'udah [2021.09.0048]
Wirna Melayu [2021.09.0050]

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR`AN DAN TAFSIR


SEKOLAH TINGGI KULLIYATUL QUR`AN AL-HIKAM
DEPOK
2024 M/ 1445 H
KATA PENGANTAR

Segala puji hanya bagi Allah, kita memuji, meminta tolong, memohon
ampun dan berlindung pada-Nya dari keburukan diri kita dan kejahatan
amalan kita. Barang siapa yang di beri hidayah oleh Allah, maka dialah orang
yang di beri petunjuk. Dan barang siapa yang di sesatkan oleh-Nya, maka tidak
ada yang akan menjadi penolong dan penuntunnya. kita bersaksi bahwa tidak
ada tuhan yang berhak di sembah selain Allah. Dan kita bersaksi bahwa
Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya.
Alhamdulillah kami telah menyelesaikan makalah kami yang berjudul
"Status dan peran perempuan dalam tafsir al-Ibriz". Terimakasih kami
sampaikan kepada Ust. Hamzah M.A Selaku Dosen mata kuliah Tafsir
Nusantara.
Permohonan maaf tidak lupa kami sampaikan atas ketidak sempurnaan
makalah ini, karena keterbatasan ilmu yang kami miliki dan sebagai insan
yang awam penyusun pasti tidak luput dari kekhilafan dari segi teknis maupun
materi yang kami sajikan. Maka dari itu kami sangat mengharapkan kritik dan
saran. Semoga makalah sederhana ini dapat bermanfaat bagi para pembaca
dan dapat menjadi wasilah untuk kami mendapatkan keridhaan-Nya. Amin.

Depok, 17 Februari 2024

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................... ii

DAFTAR ISI................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1

A. Latar belakang ..................................................................................... 1


B. Rumusan masalah................................................................................ 3
C. Tujuan masalah ................................................................................... 3

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................ 4

A. Biografi KH. Bisri Musthofa .............................................................. 4


B. Deskripsi dan Karakteristik Kitab Tafsir Al-Ibriz .............................. 7
C. Sistematika Penyusunan Kitab Tafsir Al-Ibriz ................................... 8
D. Status dan Peran perempuan dalam Tafsir Al-Ibriz ............................ 9

BAB III PENUTUP ..................................................................................... 16

Kesimpulan

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perbincangan tentang perempuan memang selalu menarik,
aktual, dan kaya akan kajian. Tema yang selalu mendapatkan respons
luar biasa dalam kaca kaum muslim maupun non-muslim. Berbagai
permasalahan dengan subjek perempuan dari masa ke masa semakin
konteks. Berbagai produk penafsiran dengan beragam sudut pandang
juga banyak ditawarkan guna menghadapi fenomena yang sedang
terjadi pada setiap zaman dan tempat. Banyak karya tafsir al-Qur’an
dan pendekatannya yang lahir di bumi Nusantara dengan identitas
kebhinekaannya –beraneka suku, ras, dan budaya.
Ditinjau dari segi historis di atas, kepercayaan bahwa kodrat
perempuan adalah menjadi seorang ibu sinkron dengan keadaan
perempuan dalam pelbagai penjuru dunia termasuk realitas
masyarakat Indonesia saat ini. Menggambarkan real bahwa
perempuan dalam segala hal hampir tidak mengenal adanya hak dan
kedudukannya. Perempuan atas nama kesetaraan menjadi
termarginalkan sebagai kaum inferior.1 Pandangan yang mengakar
kuat bahwa kodrat dari sosok perempuan untuk menikah dan
mempunyai anak- merupakan sebuah konsepsi keliru mengenai peran
perempuan dalam masyarakat. Hanya karena kodrat seorang
perempuan mempunyai rahim dan melahirkan, maka kemudian

1
Erlies Erviena, “Kepemimpinan Perempuan dalam al-Qur’an: Reinterpretasi
Pemikiran M. Quraish Shihab tentang Konsep Al-Qawwāmah dengan Prespektif
Qirā’ah Mubādalah” (Tesis S2., Institut Perguruan Tinggi Ilmu Al-Qur’an Jakarta,
2021), 1.

1
berkembang anggapan umum bahwa perempuanlah yang bertanggung
jawab mengurus anak. Dari pemahaman mendasar, kemudian lanjut
semakin berkembang jauh, perempuan dipandang tidak pantas
sibuk di luar rumah karena tugas perempuan mengurus anak akan
terbengkalai.
Berkenaan dengan realitas yang terjadi, penulis tertarik
mengambil penelitian ini, dengan mencoba memahami dua ayat yang
menyinggung bagaimana peran perempuan jika ditelisik dalam Qs. al-
Nisā’/ 4: 34 dan Qs. al-Aḥzab/ 33: 33. Penelitian ini disusun untuk
membedah pemaknaan peran perempuan dalam tafsir berbahasa lokal.
Penulis mencoba menganalisis ayat-ayat mengenai peran perempuan
yang terpetakan kedalam persoalan-persoalan krusial dan mengambil
relevansinya dalam konteks sekarang. Dengan banyaknya kitab-kitab
tafsir dan semakin luasnya umat Islam, kiranya perlu mempelajari
“profil” dari kitab-kitab tafsir tersebut sehingga kita mudah mencari
apa yang kita butuhkan dari tafsir-tafsir tersebut, ada di tafsir apa,
ditulis oleh siapa, dan seterusnya. Salah satu kitab tafsir yang sangat
populer di tanah Nusantara adalah Tafsir Al-Ibrīz fi Ma’rifatil Qur’a>n
Al-Azīz, karya K.H. Bisri Musthofa. Tafsir Al-Ibrīz fi Ma’rifatil
Qur’a>n Al-Azīz karya K.H. Bisri Musthofa sangat populer di kalangan
pengkaji Al-Qur’an Indonesia. Penting kiranya bagi kita untuk
mengetahui lebih dalam hal-hal yang berkaitan dengan kitab tafsir ini.

2
B. Rumusan Masalah
1. Sebutkan biografi KH. Bisri Musthofa
2. Bagaimana deskripsi dan karakteristik kitab tafsir al-Ibriz?
3. Bagaimana sistematika penyusunan kitab tafsir al-Ibriz?
4. Bagaimana Status dan Peran perempuan dalam Tafsir Al-Ibriz?

C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui biografi KH. Bisri Musthofa
2. Untuk mengetahui deskripsi dan karakteristik kitab tafsir al-Ibriz
3. Untuk mengetahui sistematika penyusunan kitab tafsir al-Ibriz
4. Untuk mengetahui status dan peran perempuan dalam tasfir al-
Ibriz

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Biografi K.H. Bisri Musthofa

1. Riwayat Hidup
Lahir pada tahun 1915 M atau bertepatan tahun 1334 H. di
kampung Sawahan Gang Palen, Rembang, Jawa Tengah. Beliau
adalah anak dari pasangan suami istri H. Zainal Musthofa dan
Khatijah.2
K.H. Bisri Musthofa, nama kecilnya Mashadi. Nama Bisri ia
peroleh setelah menunaikan ibadah haji ke tanah suci Makkah-
Madinah pada tahun 1923 M. Ia meninggal pada 16/24 Februari
1977.3
Mashadi adalah anak pertama dari empat bersaudara, yaitu
Mashadi, Salamah (Aminah), Misbah dan Khatijah. Sejak
ayahandanya wafat pada tahun 1923 merupakan babak kehidupan
baru bagi K.H. Bisri Musthofa. Sebelumnya ketika ayahnya masih
hidup seluruh tanggung jawab dan urusan-urusan serta keperluan
keluarga termasuk keperluan beliau menjadi tanggung jawabnya.
Oleh karena itu, sepeninggal H. Zainal Musthofa (ayahnya),
tanggung jawab keluarga termasuk beradadi tangan H. Zuhdi.4

2
Saifullah Ma’sum, Karisma Ulama: Kehidupan Ringkas 26 Tokoh NU, Bandung:
Mizan,1998, h. 319
3
Mafri Amir dan Lilik Ummi Kultsum, Literatur Tafsir Indonesia, Tangerang:
Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011, h. 124.
4 H Zuhdi merupakan kakak tiri Bisri, anak dari pasangan H Zainal Mustofa dengan H

Dakilah. Dengan kata lain H Zuhdi dengan Bisri seayah tapi beda ibu. Achmad Zainal
Huda, Mutiara Pesantren Perjalanan Khidmah KH Bisri Mustofa,Yogyakarta: PT. LkiS
Pelangi Aksara, 2005, cet. I, h. 9

4
K.H. Bisri Musthofa menikah dengan gadis Rembang bernama
Ma'rufah binti K.H.Khalil Kasingan Rembang yang berasal dari
Sarang. Mereka dikaruniai 8 orang anak:5

a. K.H. Khalil Bisri, lahir pada tahun 1941 M (lebih dikenal


dengan Mbah Kholil),
b. K.H. Musthofa Bisri, lahir pada tahun 1943 M (lebih dikenal
dengan Gus Mus).
c. K.H. Adib Bisri, lahir pada tahun 1950 M.
d. Nyai. Fadhilah, lahir pada tahun 1952 M.
e. Nyai. Najikhah, lahir pada tahun 1955 M.
f. Ladib, lalur pada tahun 1956 M.
g. Nahayah. lahir pada tahun 1958 M.
h. Atikah, lahir pada tahun 1964 M.
2. Rihlah Ilmiah
H. Zuhdi kemudian mendaftarkan Bisri ke sekolah HIS
(Hollans Inlands School) diRembang. Bisri Musthofa diterima di
sekolah HIS, sebab beliau diakui sebagai keluarga Raden Sudjono,
Mantri guru HIS yang bertempat tinggal di Sawahan Rembang Jawa
Tengah dan merupakan tetangga keluarga Bisri Musthofa. Akan
tetapi setelah Kyai Kholil Kasingan mengetahui bahwa Bisri
Musthofa sekolah di HIS, beliaulangsung datang ke rumah H. Zuhdi
di Sawahan dan memberi nasehat untuk membatalkan dan mencabut
dari pendaftaran masuk sekolah di HIS. Hal ini dilakukan karena
Kyai Khalil mempunyai alasan bahwa HIS adalah sekolah milik
penjajah Belanda yang dikhususkan bagi para anak pegawai negeri
yang berpenghasilan tetap. Sedangkan Bisri Musthofa sendiri hanya
anak seorang pedagang dan tidak boleh mengaku atau diakui sebagai

5
Mafri Amir dan Lilik Ummi Kultsum, Literatur Tafsir Indonesia,… h. 125

5
keluarga orang lain agar bisa untuk belajar di sana. Beliaujuga sangat
khawatir kelak Bisri Musthofa nantinya memiliki watak seperti
penjajah Belanda jika beliau masuk sekolah di HIS. Selain itu kyai
Khalil juga menganggap bahwa masuk sekolah di sekolahan
penjajah Belanda adalah haram hukumnya.6
Pada akhirnya Kiai Bisri melanjutkan studinya di sekolah
Jawa Ongko Loro di kabupaten Rembang, atas saran K.H. Khalil.
Beliau lulus pada tahun 1926. Kiai Bisri juga pernah menjadi santri
di pesantren Kajen selama tiga hari, juga di pesantren Kasingan
Rembang yang diasuh oleh K.H. Khalil. la pulang ke rumahnya
setiap seminggu sekali untuk mengambil bekal. la juga belajar
membaca kitab suci Al-Qur’andan menulis Arab kepada beliau dan
kepada H. Zuhdi.7
Pada tahun 1930 M, ia kembali ke pondok pesantren
Kasingan, yang waktu itu dibimbing oleh Ustadz Suja'i, salah
seorang ustadz yang mengkaji kitab Alfiyah Ibn Malik. Satu tahun
kemudian, ia belajar kitab Fath al-Mu'in (berisi kajian ilmu fiqh dan
hukum Islam). Setelah ia hafal dan paham betul terhadap kedua
kitab tersebut, ia lalu belajar kitab-kitab lainnya, antara lain: Tafsir
al-Jalalain, Tafsir al-Baidawi, Tafsir al-Manar, Tafsir al-Maraghi,
Fath al-Wahab, Iqna, Jam’ul Jawami, Uqud al-Juman, Sahih
Muslim, Sahih al-Bukhari, Lataiful Iryád, Sullam al-Mu'awanah.
Nuhbah al- Fikr, dan lain sebagainya. Atas kegigihan dan
ketekunannya dalam belajar, ia lalu diangkat menjadi Buroh Pondok
(ketua pondok pesantren dan kaki tangan pengasuh kiai Khalil).

6
Achmad Zainal Huda, Mutiara Pesantren Perjalanan Khidmah KH Bisri Mustofa,…
h. 10- 11
7
Mafri Amir dan Lilik Ummi Kultsum, Literatur Tafsir Indonesia,…h. 126

6
K.H. Bisri juga pernah menuntut ilmu agama Islam di Makkah
selama dua tahun, disana ia belajar kepada guru-gurunya secara
langsung dan privat. Ia mengaji kepada Kiai Bakir, Syekh Hasan
Masyyat, Sayyid Alawi dan Kiai Abdul Muhaimin.8

B. Deskripsi dan Karakteristik Kitab Tafsir Al-Ibrīz


1. Data Filologis Kitab
Nama Kitab: al-Ibriz lima'rifati Tafsir Al-Qur’an bi
al-Lughah al-Jawiyyah. Pengarang: K.H. Bisri
Musthofa.

Jilid: 30 jilid. Setiap jilid berisi 1 juz Al-Qur'ân.

Tulisan Arab Pegon.

Madzhab Tafsir: Ahlu al-Sunnah wa al-Jama'ah.

Penerbit: Menara Kudus, Rembang.

2. Metode Tafsir
Metode tafsir yang digunakan oleh kiai Bisri adalah metode
tahlili. Hal ini dapat kita lihat ketika beliau mengungkapkan
keseluruhan ayat Al-Qur’an sesuai dengan Rasm 'Ustmáni. Penafsiran
ini mengungkapkan kalimat yang praktis dan mudah dipahami hingga
makna yang terkandung dalam Al-Qur’an mudah diserap oleh
pembaca. Maka metode seperti itu disebut metode tafsir Tahlili Ijmâli
al-Wajiz.9
Adapun sumber penafsiran dalam kitab tafsir ini ada dua macam:

8
Achmad Zainal Huda, Mutiara Pesantren Perjalanan Khidmah KH Bisri Mustofa,…
h. 20
9 Mafri Amir dan Lilik Ummi Kultsum, Literatur Tafsir Indonesia,… h. 136.

7
yaitu bi al- Ma'tsûr, dan bi al-Ra'yi. Dalam tafsir ini Bisri Musthofa
lebih cenderung menafsirkan ayat Al-Qur’an secara bi al-Ra'yı.
Karena pada kenyataannya tidak semua ayat terdapatsuatu riwayat
atau ada keterkaitan dengan ayat yang lain. Sehingga langkah yang
bisa ditempuh untuk memahami ayat tersebut adalah dengan cara bi
al-Ra'yi.10

Kiai Bisri dalam menafsirkan ayat Al-Qur’an terkadang juga


menampilkan hadis Nabi apa adanya, tanpa menyebutkan rangkaian
sanadnya dan status hadisnya. Selain itu, kiai Bisri juga terkadang
menampilkan qoul para sahabat, misalnya pendapat Ibn 'Abbas dan
'Aisyah. Sehingga patut jika dikatakan bahwa manhaj yang dilakukan
olehbeliau adalah al-Ma'tsûr. Tetapi, dalam penukilan hadis atau riwayat
sahabat, tabi'in serta ulama' tersebut adalah hasil dari pemikiran Bisri
Musthofa dalam penafsiran tafsirini. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
jenis tafsir ini adalah tafsir bi al-Ra'yi.11

C. Sistematika Penyusunan Kitab Tafsir Al-Ibriz


Dalam mukadimah tafsirnya, Kiai Bisri Musthofa menjelaskan.
bahwa kitab tafsirnya disusun dalam beberapa bagian:12

1. Bagian pertama, ayat Al-Qur’an ditulis di tengah halaman


dengan menggunakan makna gandhul, yang merupakan
terjemah al-Qur'an dari kata per-kata dalam bahasa Jawa
yang ditulis miring ke bawah dengan menggunakan huruf
pegon. Cara penerjemahan ini hampir sukar ditemukan

10
Muhammad Asif, Karakterisik Tafsir al-Ibriz Karya Bisri Musthafa, Skripsi di
STAIN Surakarta, 2010, h. 90.
11
Mafri Amir dan Lilik Ummi Kultsum, Literatur Tafsir Indonesia, h. 138.
12
Bisri Musthafa, al-Ibrîz lima’rifati Tafsîr al-Qur’ân bi al-Lughah al-Jawiyyah, juz
1,… h. 2-3

8
kecuali di pesantren-pesantren tradisional Jawa.
2. Bagian kedua, terjemahan tafsirnya ditulis di tepi halaman
dengan menggunakan nomor sebagaimana dalam
sistematika kitab terjemah. Nomor ayat Al-Qur’an
diletakkan diakhir, sedangkan nomor terjemah ayatnya
diletakkan di awal.
3. Keterangan - keterangan lain yang terkait dengan penafsiran
ayat dimasukkan dalam sub kategori tanbih, faidah,
muhimmah, al-Qissah, dan lain-lain.13

Hal lain yang tak kalah menarik, yakni terkait penggunaan


bahasa dalam tafsir al- Ibriz. Selain lokal, Jawa, bahasa ini juga
memiliki unggah-ungguh. Ada semacam

Status Dan Peran Perempuan dalam Tafsir al-Ibriz


Tafsir Pegon Qs. al-Nisā’/ 4: 34:
Artinya:
Wong-wong lanang iku dikuwasaake mengatasi wong-wong
wadon. Sebab jenis lanang iku keparingan keluwihan ingatase
jenis wong wadon; bab ilmu, akal, wilayah, lan liya-liyane lan
sebab olehe infaq marang wong-wong wadon. Wong-wong
wadon kang sholehah yaiku wong wadon kang to’at marang
lakine. Kang ngrekso awake lan liya-liyane nalika lakine lunga.

Bojo wadon kang sira kuwatirake nusyuze, nasihatana.


Menawa wis terang nusyuze, ojo baturi turu. Yen mekso ora
mendi-mendi, ajaren, nanging ojo banget-banget. Menowo wis

13
Bisri Musthafa, al-Ibrîz lima’rifati Tafsîr al-Qur’ân bi al-Lughah al-Jawiyyah, juz
1,…h. 2.

9
bali to’at maneh, sira ojo nganiaya. Saktemene Allah Ta’ala iku
Maha Luhur lanMaha Agung.

Terjenahan:

Laki-laki berkuasa untuk mengatasi perempuan. Karena


jenis laki- laki mendapatkan sebuah keunggulan di atas
perempuan; bab disiplin ilmu, ideologi, wilayah, dan lain-
lainnya dan sifat tersebut sebuah fitrah dengan perempuan.
Perempuan shalihah adalahperempuan yang taat kepada laki-
laki (suami) nya. Menjaga dirinya sendiri dan lain-lainnya
ketika laki-laki (suami) sedang pergi.
Jika khawatir dengan nusyuz istrimu, maka nasehatilah. Jika
sudah mengetahui nusyuz, jangan temani tidur dulu. Jika
memaksa ajarlah tetapi jangan berlebihan. Jika sudah
kembali taat, istrimu jangan dianiaya. Sesungguhnya Allah
Swt Maha Mulia dan Maha Agung.
Tafsir Pegon Qs. al-Aḥzab/ 33: 33

Artinya:

Sira kabih podo tetepo ana ing umah-umah ira kabih. Lan
sira kabihaja pada ngudhis kaya gudhise wong jahiliyah kuno.
Lan sira pada anjenengna sholat. Lan sira pada maringake
zakat. Lan sira pada ngabektiya ing Allah Ta’ala lan utusane.
Sejatine Allah Ta’ala naming ngersaake ngilangake dosa
saking sira kabih he para ahlul bait (para grawa-garwane nabi)
lan Allah Ta’ala ngersaake nyuciake sira kabih kelawan
temenan.

(Tanbihun); zaman soyo akhir, polahe wong wadon soyo ora

10
karu- karuan. Sing kita rembuk iki wadon-wadon muslimat.
Dadi ora wadon-wadon kang sakliyane muslimat. Sebab yen
sakliyane muslimat iku wis maklum. Mergo pancen ora
beragama. Anehe muslimat-muslimat kita dewe iki, soyo suwe
pakaiane soyo adoh saking tuntunan Islam. Falā ḥaula wa lā
quwwata illa billāhil ‘aliyyil ‘aẓīm.
Arang-arang kang wani utawa kawetu ngilingake, sebab sing
bisa ngilingake iku kadang-kadang malah ya seneng yen
nyawang wong wadon ngudhis. Utawa kadang-kadang bojo-
bojone dewe utawa putra-putrane ya podo ngudhis. Wong-
wong wadon enom ana ing zaman akhir iki ora rumangsa wis
pepais (aturan). Yen durung nganggo klambi semacem nilon.
Kang katon susune, dada, lan gegere, banjur krudunge krudung
India (terang bulan) dasar nganggone naming separo sirah
utawa naming dikalungake. Iki iseh lumayan, mergo iseh
jaritan. Ono maneh kang wis gerang-pungkerang iseh mentolo
nganggo burak kang disebut yukensi, kang katon keleke lan
dengkule. Innā lillāhi wa inna ilaihi roji’ūn. Mugo- mugo bae
enggal ono perubahan lan konco-konco kita enggal- enggal
pada iling.14
Terjemahan:
Orang-orang lebih baik berada di rumah dan orang-orang
dilarang keluar rumah untuk memburu kesenangan yang
bersifat mudarat seperti kala jahiliah kuno dan jangan lupa
untuk melakukan kewajiban salat dan senantiasa memberi
zakat jika diberikan rizki yang melimpah dan selalu mengingat,

14
Mustofa, al-Ibrīz li Ma’rifat Tafsīr al-Qur’ān al-‘Azīz bi al-Lugat al-Jāwiyyah,
Jilid 3, 1456-1457

11
bertaqwa kepada Allah Swt dan utusan-Nya. Sesungguhnya
Allah Ta’ala ingin menghapus dosa dari kalian semua wahai
ahlul bait (istri-istri Nabi) lan Allah Ta’ala ingin mensucikan
kalian semua dengan keikhlasan.
(Tanbihun); Memasuki zaman akhir, tingkah perempuan
semakin menjadi-jadi. Pembahasan ini fokus perempuan
muslimah, bukan berbicara perempuan non-muslim. Karena
selain non-muslim tentu wajar, mereka tidak beragama.
Anehnya perempuan muslimah kalangan kita semakin lama
semakin jauh dari tuntunan Islam dalam etika berpakaian.
Terbatas orang untuk menyadarkan dan mengingatkanmereka,
justru yang mengingatkan kadang terbawa arusnya, dengan
menikmati pandangan tersebut. bahkan istri-istri dan anak-
anaknya sendiri menjadi pelakunya. Perempuan kalangan muda
di zaman akhir hakikatnya sudah biasa pakaian tabarruj (pamer
aurat) di mana-mana. Lihat saja menggunakan baju bahan nilon
yangmenampakkan dada dan punggung ditambah bentuk hijab
seperti model India (hijab berwarna kontras) dipakai setengah
kepala atau hanya dikalungkan di leher, ini masih lumayan
karena masih tertutup. Ditambah perempuan yang sudah
baligh dengan sadar memakai baju model yukensi, terlihat
ketiak dan lutut.
Untuk mendapatkan pemahaman atas status dan peran
perspektif Bisri Mustofa, pemakalah memakai teori
interseksionalitas. Konsep interseksionalitas atau interseksionalisme
merupakan kajian titik temu (hubungan) antara segala sistem atau
bentuk penindasan, dominasi atau diskriminasi. Teori sosiologi
feminis yang pertama kali diperkenalkan oleh Kimberle William

12
Crenshaw, seorang feminis kulit hitam dari Amerika Serikat tahun
1989.15 Interseksionalitas untuk mengkaji bagaimana hubungan
gender dengan jenis kelamin, etnisitas, kelas sosial, pendidikan,
agama, memberikan kontribusi terhadap kesenjangan sosial dan
ketidakadilan yang sistematis.16
Konteks Indonesia, basis ketimpangan ras dalam penggunaan
konsep feminis interseksionalisme tidak sebanyak kasus yang terjadi
dalam Amerika. Namun teori tersebut dapat digunakan untuk
menganalisis ketimpangan lain. Apakah penafsiran al-Ibrīz menindas
kaum perempuan ataukah membawa perempuan untuk mencapai
peran, hak, dan kewajiban ideal akan dapat diketahui melalui berikut.

1. Interseksi Gender dan Jenis Kelamin


Bisri Mustofa memahami perempuan cenderung
mengedepankan perasaan atau emosional, dan memiliki fitrah
lemah-lembut. Kemudian untuk menguatkan, peneliti
menemukan dalam YouTube serial ngaji Tafsir al-Ibrīz,
terdapat penjelasan K.H. Mustofa Bisri (anak Bisri Mustofa)6
memberikan penjelasan hakikatnya fitrah yang diberikan
perempuan dan laki-laki berbeda, sehingga peranan mereka
tentu berbeda. Tidak disebutkan wilayah yang dimaksud
seperti apa. Keunggulan yang tidak dimiliki perempuan
menjadikan peran laki-laki sebagai pemimpin rumah tangga,
dan perempuan menjadi pendidik anak. Sehingga, lafaz di atas
menjadi sandaran bahwa seorang perempuan yang fitrahnya

15
Carasthatis, The Concept of Intersectionality in Feminist Theory,… h.304.
16
Wening Udasmoro, Widya Nayati, dan Gadjah Mada University Press, ed., In-
terseksi Gender: Perspektif Multidimensional terhadap Diri, Tubuh, dan Seksualitas da- lam
Kajian Sastra, cet. I (Depok, Sleman, D.I. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2020),
viii

13
cenderung mengedepankan perasaan, emosional, lembut
memainkan peranannya dalam mendidik anak. Stigma yang
terjadi dalam masyarakat mengenai tanggung jawab dan peran
domestik (rumah) seperti mengasuh anak, membersihkan
rumah, mengurus pasangan hanya dibebankan kepada
perempuan.17 Hal ini termasuk diskriminasi perempuan.
2. Interseksi Gender dan Pendidikan

Telah disebutkan dalam tafsir Bisri Mustofa sebab


laki-laki menjadi pemimpin karena memiliki fitrah yang tidak
dimiliki oleh perempuan. Jikaditelusuri menggunakan sudut
pandang psikologi, laki-laki cenderung mengedepankan nalar
dan kekuatan intelektual, sedangkan perempuan lebih
mengedepankan emosional atas kelembutannya. Kendati
demikian bukan berarti keistimewaan yang ada dalam diri
perempuan berupa perasaan halus adalah tidak wajar. Yang
tidak wajar ketika kelebihan laki- laki atas perempuan
menginterpretasi bahwa perempuan lemah. Keduanya
memiliki kemampuan kognitif yang sejajar yaitu sama-sama
memiliki potensi untuk berkembang tergantung pendidikan
dan lingkungan masing- masing.18
Pola pengasuhan di Jawa menunjukkan adanya
perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Anak laki-laki
dibentuk untuk mencari nafkah dan diberi kesempatan untuk
menggapai cita-cita tinggi sehingga orientasi keluar rumah.

17
Gadis Arivia, “Perspektif Feminisme: Interseksionalitas dan Covid-19”. Jurnal
Perempuan, vol. 25, no. 4 (2020): 301
18
Muhammad Amin, “Kepemimpinan Keluarga/ Qiwamah dalam Islam (Studi An-
alisis Kitab al-Muwafaqat Karya al-Syathibi),” Liwaul Dakwah: Jurnal Kajian Dakwah dan
Masyarakat Islam, vol 10, no. 12 (Juli 2020): 86

14
Untuk itu laki-laki dibebaskan dari peranan rumah tangga.
Bagi anak perempuan dilatih sejak dini untuk menjadi “ibu”
dan “istri” yang berbakti kepada suami. Maka anak perempuan
mendapatkan pembekalan seputar keterampilan-keterampilan
praktis untuk mengurusserta mengelola rumah tangga.19
Peneliti menyadari bahwa pola pengasuhan di atas
melahirkan perspektif bahwa pendidikan hanya diperuntukkan
bagi laki-laki. Maka secara tidak langsung, membawa dampak
pada sistem pendidikan yang diraih perempuan.
3. Interseksi Gender dan Agama
Bisri Mustofa menggambarkan praktik
interseksionalitas dengan cara membandingkan faktor
penyebab diskriminasi perempuan jahiliah kuno dengan
perempuan masa kini. Bisri Mustofa menafsirkan, perempuan
memeluk agama berbeda akan memiliki perbedaan dalam
menentukan penampilannya. Dengan kata lain setiap
perempuan tidak bisa dipukul rata keseluruhan. Keragaman
diskursus mengenai perempuan menandai adanya keragaman
sudut pandang dan budaya dalam berbagai daerah. Sehingga
jika terdapat kelompok ingin menggeneralisasi definisi
perempuan dengan satu definisi yang sama, maka akan
menyebabkan munculnya “versi Islam yang spesifik”,20 hal
tersebut yang tidak dikehendaki oleh penafsiran nusantara.

19
Handayani dan Novianto, Kuasa Wanita Jawa,…h. 15.
20
Etin Anwar, Jati-Diri Perempuan dalam Islam, ed. oleh Ahmad
Baiquni, terj.oleh Kurniasih, cet. I (Bandung: Mizan Pustaka, 2017), 19.

15
BAB II
PENUTUP

Kesimpulan

K.H. Bisri Musthofa, nama kecilnya Mashadi. Nama Bisri ia


peroleh setelah menunaikan ibadah haji ke tanah suci Makkah-
Madinah pada tahun 1923 M. Iameninggal pada 16/24 Februari 1977.
Metode tafsir yang digunakan oleh kiai Bisri adalah metode tahlili.
Hal ini dapat kita lihat ketika beliau mengungkapkan keseluruhan
ayat Al-Qur’an sesuai dengan Rasm 'Ustmáni.
Untuk mendapatkan pemahaman atas status dan peran
perspektifBisri Mustofa, pemakalah memakai teori interseksionalitas.
Konsep interseksionalitas atau interseksionalisme merupakan kajian
titik temu (hubungan) antara segala sistem atau bentuk penindasan,
dominasi atau diskriminasi.
Kiai Bisri dalam menafsirkan ayat Al-Qur’an terkadang juga
menampilkan hadis Nabi apa adanya, tanpa menyebutkan rangkaian
sanadnya dan status hadisnya. Selain itu, kiai Bisri juga terkadang
menampilkan qoul para sahabat, misalnya pendapat Ibn 'Abbas dan
'Aisyah. Sehingga patut jika dikatakan bahwa manhaj yang dilakukan
olehbeliau adalah al-Ma'tsûr
Apakah penafsiran al-Ibrīz menindas kaum perempuan
ataukah membawa perempuan untuk mencapai peran, hak, dan
kewajiban ideal akan dapat diketahui melalui berikut : Interseksi
Gender dan Jenis Kelamin, Interseksi Gender dan Pendidikan,
Interseksi Gender dan Agama.

16
DAFTAR PUSTAKA

Anwar Etin, Jati-Diri Perempuan dalam Islam, ed. oleh Ahmad Baiquni,
terj. oleh Kurniasih, cet. I (Bandung: Mizan Pustaka, 2017)

Amin Muhammad, “Kepemimpinan Keluarga/ Qiwamah dalam Islam


(Studi An- alisis Kitab al-Muwafaqat Karya al-Syathibi),”
Liwaul Dakwah: Jurnal Kajian Dakwah dan Masyarakat Islam,
vol 10, no. 12 (Juli 2020)
Arivia Gadis, “Perspektif Feminisme: Interseksionalitas dan Covid-19”.
Jurnal Perempuan, vol. 25, no. 4 (2020)
Amir Mafri, Kultsum Lilik Ummi\\, Literatur Tafsir Indonesia, Tangerang:
Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011,
Asif Muhammad, Karakterisik Tafsir al-Ibriz Karya Bisri Musthafa,
Skripsi di STAIN Surakarta, 2010
Bisri Musthafa, al-Ibrîz lima’rifati Tafsîr al-Qur’ân bi al-Lughah al-
Jawiyyah, juz 1
Ma’sum Saifullah, Karisma Ulama: Kehidupan Ringkas 26 Tokoh NU,
Bandung: Mizan,1998,
Mustofa, al-Ibrīz li Ma’rifat Tafsīr al-Qur’ān al-‘Azīz bi al-Lugat al-
Jāwiyyah, Jilid 3, 1456-1457
Udasmoro W., Nayati W., dan Gadjah Mada University Press, ed., In-
terseksi Gender: Perspektif Multidimensional terhadap Diri,
Tubuh, dan Seksualitas da- lam Kajian Sastra, cet. I (Depok,
Sleman, D.I. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press,
2020)

17

Anda mungkin juga menyukai