Oleh :
Segala puji hanya bagi Allah, kita memuji, meminta tolong, memohon
ampun dan berlindung pada-Nya dari keburukan diri kita dan kejahatan
amalan kita. Barang siapa yang di beri hidayah oleh Allah, maka dialah orang
yang di beri petunjuk. Dan barang siapa yang di sesatkan oleh-Nya, maka tidak
ada yang akan menjadi penolong dan penuntunnya. kita bersaksi bahwa tidak
ada tuhan yang berhak di sembah selain Allah. Dan kita bersaksi bahwa
Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya.
Alhamdulillah kami telah menyelesaikan makalah kami yang berjudul
"Status dan peran perempuan dalam tafsir al-Ibriz". Terimakasih kami
sampaikan kepada Ust. Hamzah M.A Selaku Dosen mata kuliah Tafsir
Nusantara.
Permohonan maaf tidak lupa kami sampaikan atas ketidak sempurnaan
makalah ini, karena keterbatasan ilmu yang kami miliki dan sebagai insan
yang awam penyusun pasti tidak luput dari kekhilafan dari segi teknis maupun
materi yang kami sajikan. Maka dari itu kami sangat mengharapkan kritik dan
saran. Semoga makalah sederhana ini dapat bermanfaat bagi para pembaca
dan dapat menjadi wasilah untuk kami mendapatkan keridhaan-Nya. Amin.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perbincangan tentang perempuan memang selalu menarik,
aktual, dan kaya akan kajian. Tema yang selalu mendapatkan respons
luar biasa dalam kaca kaum muslim maupun non-muslim. Berbagai
permasalahan dengan subjek perempuan dari masa ke masa semakin
konteks. Berbagai produk penafsiran dengan beragam sudut pandang
juga banyak ditawarkan guna menghadapi fenomena yang sedang
terjadi pada setiap zaman dan tempat. Banyak karya tafsir al-Qur’an
dan pendekatannya yang lahir di bumi Nusantara dengan identitas
kebhinekaannya –beraneka suku, ras, dan budaya.
Ditinjau dari segi historis di atas, kepercayaan bahwa kodrat
perempuan adalah menjadi seorang ibu sinkron dengan keadaan
perempuan dalam pelbagai penjuru dunia termasuk realitas
masyarakat Indonesia saat ini. Menggambarkan real bahwa
perempuan dalam segala hal hampir tidak mengenal adanya hak dan
kedudukannya. Perempuan atas nama kesetaraan menjadi
termarginalkan sebagai kaum inferior.1 Pandangan yang mengakar
kuat bahwa kodrat dari sosok perempuan untuk menikah dan
mempunyai anak- merupakan sebuah konsepsi keliru mengenai peran
perempuan dalam masyarakat. Hanya karena kodrat seorang
perempuan mempunyai rahim dan melahirkan, maka kemudian
1
Erlies Erviena, “Kepemimpinan Perempuan dalam al-Qur’an: Reinterpretasi
Pemikiran M. Quraish Shihab tentang Konsep Al-Qawwāmah dengan Prespektif
Qirā’ah Mubādalah” (Tesis S2., Institut Perguruan Tinggi Ilmu Al-Qur’an Jakarta,
2021), 1.
1
berkembang anggapan umum bahwa perempuanlah yang bertanggung
jawab mengurus anak. Dari pemahaman mendasar, kemudian lanjut
semakin berkembang jauh, perempuan dipandang tidak pantas
sibuk di luar rumah karena tugas perempuan mengurus anak akan
terbengkalai.
Berkenaan dengan realitas yang terjadi, penulis tertarik
mengambil penelitian ini, dengan mencoba memahami dua ayat yang
menyinggung bagaimana peran perempuan jika ditelisik dalam Qs. al-
Nisā’/ 4: 34 dan Qs. al-Aḥzab/ 33: 33. Penelitian ini disusun untuk
membedah pemaknaan peran perempuan dalam tafsir berbahasa lokal.
Penulis mencoba menganalisis ayat-ayat mengenai peran perempuan
yang terpetakan kedalam persoalan-persoalan krusial dan mengambil
relevansinya dalam konteks sekarang. Dengan banyaknya kitab-kitab
tafsir dan semakin luasnya umat Islam, kiranya perlu mempelajari
“profil” dari kitab-kitab tafsir tersebut sehingga kita mudah mencari
apa yang kita butuhkan dari tafsir-tafsir tersebut, ada di tafsir apa,
ditulis oleh siapa, dan seterusnya. Salah satu kitab tafsir yang sangat
populer di tanah Nusantara adalah Tafsir Al-Ibrīz fi Ma’rifatil Qur’a>n
Al-Azīz, karya K.H. Bisri Musthofa. Tafsir Al-Ibrīz fi Ma’rifatil
Qur’a>n Al-Azīz karya K.H. Bisri Musthofa sangat populer di kalangan
pengkaji Al-Qur’an Indonesia. Penting kiranya bagi kita untuk
mengetahui lebih dalam hal-hal yang berkaitan dengan kitab tafsir ini.
2
B. Rumusan Masalah
1. Sebutkan biografi KH. Bisri Musthofa
2. Bagaimana deskripsi dan karakteristik kitab tafsir al-Ibriz?
3. Bagaimana sistematika penyusunan kitab tafsir al-Ibriz?
4. Bagaimana Status dan Peran perempuan dalam Tafsir Al-Ibriz?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui biografi KH. Bisri Musthofa
2. Untuk mengetahui deskripsi dan karakteristik kitab tafsir al-Ibriz
3. Untuk mengetahui sistematika penyusunan kitab tafsir al-Ibriz
4. Untuk mengetahui status dan peran perempuan dalam tasfir al-
Ibriz
3
BAB II
PEMBAHASAN
1. Riwayat Hidup
Lahir pada tahun 1915 M atau bertepatan tahun 1334 H. di
kampung Sawahan Gang Palen, Rembang, Jawa Tengah. Beliau
adalah anak dari pasangan suami istri H. Zainal Musthofa dan
Khatijah.2
K.H. Bisri Musthofa, nama kecilnya Mashadi. Nama Bisri ia
peroleh setelah menunaikan ibadah haji ke tanah suci Makkah-
Madinah pada tahun 1923 M. Ia meninggal pada 16/24 Februari
1977.3
Mashadi adalah anak pertama dari empat bersaudara, yaitu
Mashadi, Salamah (Aminah), Misbah dan Khatijah. Sejak
ayahandanya wafat pada tahun 1923 merupakan babak kehidupan
baru bagi K.H. Bisri Musthofa. Sebelumnya ketika ayahnya masih
hidup seluruh tanggung jawab dan urusan-urusan serta keperluan
keluarga termasuk keperluan beliau menjadi tanggung jawabnya.
Oleh karena itu, sepeninggal H. Zainal Musthofa (ayahnya),
tanggung jawab keluarga termasuk beradadi tangan H. Zuhdi.4
2
Saifullah Ma’sum, Karisma Ulama: Kehidupan Ringkas 26 Tokoh NU, Bandung:
Mizan,1998, h. 319
3
Mafri Amir dan Lilik Ummi Kultsum, Literatur Tafsir Indonesia, Tangerang:
Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011, h. 124.
4 H Zuhdi merupakan kakak tiri Bisri, anak dari pasangan H Zainal Mustofa dengan H
Dakilah. Dengan kata lain H Zuhdi dengan Bisri seayah tapi beda ibu. Achmad Zainal
Huda, Mutiara Pesantren Perjalanan Khidmah KH Bisri Mustofa,Yogyakarta: PT. LkiS
Pelangi Aksara, 2005, cet. I, h. 9
4
K.H. Bisri Musthofa menikah dengan gadis Rembang bernama
Ma'rufah binti K.H.Khalil Kasingan Rembang yang berasal dari
Sarang. Mereka dikaruniai 8 orang anak:5
5
Mafri Amir dan Lilik Ummi Kultsum, Literatur Tafsir Indonesia,… h. 125
5
keluarga orang lain agar bisa untuk belajar di sana. Beliaujuga sangat
khawatir kelak Bisri Musthofa nantinya memiliki watak seperti
penjajah Belanda jika beliau masuk sekolah di HIS. Selain itu kyai
Khalil juga menganggap bahwa masuk sekolah di sekolahan
penjajah Belanda adalah haram hukumnya.6
Pada akhirnya Kiai Bisri melanjutkan studinya di sekolah
Jawa Ongko Loro di kabupaten Rembang, atas saran K.H. Khalil.
Beliau lulus pada tahun 1926. Kiai Bisri juga pernah menjadi santri
di pesantren Kajen selama tiga hari, juga di pesantren Kasingan
Rembang yang diasuh oleh K.H. Khalil. la pulang ke rumahnya
setiap seminggu sekali untuk mengambil bekal. la juga belajar
membaca kitab suci Al-Qur’andan menulis Arab kepada beliau dan
kepada H. Zuhdi.7
Pada tahun 1930 M, ia kembali ke pondok pesantren
Kasingan, yang waktu itu dibimbing oleh Ustadz Suja'i, salah
seorang ustadz yang mengkaji kitab Alfiyah Ibn Malik. Satu tahun
kemudian, ia belajar kitab Fath al-Mu'in (berisi kajian ilmu fiqh dan
hukum Islam). Setelah ia hafal dan paham betul terhadap kedua
kitab tersebut, ia lalu belajar kitab-kitab lainnya, antara lain: Tafsir
al-Jalalain, Tafsir al-Baidawi, Tafsir al-Manar, Tafsir al-Maraghi,
Fath al-Wahab, Iqna, Jam’ul Jawami, Uqud al-Juman, Sahih
Muslim, Sahih al-Bukhari, Lataiful Iryád, Sullam al-Mu'awanah.
Nuhbah al- Fikr, dan lain sebagainya. Atas kegigihan dan
ketekunannya dalam belajar, ia lalu diangkat menjadi Buroh Pondok
(ketua pondok pesantren dan kaki tangan pengasuh kiai Khalil).
6
Achmad Zainal Huda, Mutiara Pesantren Perjalanan Khidmah KH Bisri Mustofa,…
h. 10- 11
7
Mafri Amir dan Lilik Ummi Kultsum, Literatur Tafsir Indonesia,…h. 126
6
K.H. Bisri juga pernah menuntut ilmu agama Islam di Makkah
selama dua tahun, disana ia belajar kepada guru-gurunya secara
langsung dan privat. Ia mengaji kepada Kiai Bakir, Syekh Hasan
Masyyat, Sayyid Alawi dan Kiai Abdul Muhaimin.8
2. Metode Tafsir
Metode tafsir yang digunakan oleh kiai Bisri adalah metode
tahlili. Hal ini dapat kita lihat ketika beliau mengungkapkan
keseluruhan ayat Al-Qur’an sesuai dengan Rasm 'Ustmáni. Penafsiran
ini mengungkapkan kalimat yang praktis dan mudah dipahami hingga
makna yang terkandung dalam Al-Qur’an mudah diserap oleh
pembaca. Maka metode seperti itu disebut metode tafsir Tahlili Ijmâli
al-Wajiz.9
Adapun sumber penafsiran dalam kitab tafsir ini ada dua macam:
8
Achmad Zainal Huda, Mutiara Pesantren Perjalanan Khidmah KH Bisri Mustofa,…
h. 20
9 Mafri Amir dan Lilik Ummi Kultsum, Literatur Tafsir Indonesia,… h. 136.
7
yaitu bi al- Ma'tsûr, dan bi al-Ra'yi. Dalam tafsir ini Bisri Musthofa
lebih cenderung menafsirkan ayat Al-Qur’an secara bi al-Ra'yı.
Karena pada kenyataannya tidak semua ayat terdapatsuatu riwayat
atau ada keterkaitan dengan ayat yang lain. Sehingga langkah yang
bisa ditempuh untuk memahami ayat tersebut adalah dengan cara bi
al-Ra'yi.10
10
Muhammad Asif, Karakterisik Tafsir al-Ibriz Karya Bisri Musthafa, Skripsi di
STAIN Surakarta, 2010, h. 90.
11
Mafri Amir dan Lilik Ummi Kultsum, Literatur Tafsir Indonesia, h. 138.
12
Bisri Musthafa, al-Ibrîz lima’rifati Tafsîr al-Qur’ân bi al-Lughah al-Jawiyyah, juz
1,… h. 2-3
8
kecuali di pesantren-pesantren tradisional Jawa.
2. Bagian kedua, terjemahan tafsirnya ditulis di tepi halaman
dengan menggunakan nomor sebagaimana dalam
sistematika kitab terjemah. Nomor ayat Al-Qur’an
diletakkan diakhir, sedangkan nomor terjemah ayatnya
diletakkan di awal.
3. Keterangan - keterangan lain yang terkait dengan penafsiran
ayat dimasukkan dalam sub kategori tanbih, faidah,
muhimmah, al-Qissah, dan lain-lain.13
13
Bisri Musthafa, al-Ibrîz lima’rifati Tafsîr al-Qur’ân bi al-Lughah al-Jawiyyah, juz
1,…h. 2.
9
bali to’at maneh, sira ojo nganiaya. Saktemene Allah Ta’ala iku
Maha Luhur lanMaha Agung.
Terjenahan:
Artinya:
Sira kabih podo tetepo ana ing umah-umah ira kabih. Lan
sira kabihaja pada ngudhis kaya gudhise wong jahiliyah kuno.
Lan sira pada anjenengna sholat. Lan sira pada maringake
zakat. Lan sira pada ngabektiya ing Allah Ta’ala lan utusane.
Sejatine Allah Ta’ala naming ngersaake ngilangake dosa
saking sira kabih he para ahlul bait (para grawa-garwane nabi)
lan Allah Ta’ala ngersaake nyuciake sira kabih kelawan
temenan.
10
karu- karuan. Sing kita rembuk iki wadon-wadon muslimat.
Dadi ora wadon-wadon kang sakliyane muslimat. Sebab yen
sakliyane muslimat iku wis maklum. Mergo pancen ora
beragama. Anehe muslimat-muslimat kita dewe iki, soyo suwe
pakaiane soyo adoh saking tuntunan Islam. Falā ḥaula wa lā
quwwata illa billāhil ‘aliyyil ‘aẓīm.
Arang-arang kang wani utawa kawetu ngilingake, sebab sing
bisa ngilingake iku kadang-kadang malah ya seneng yen
nyawang wong wadon ngudhis. Utawa kadang-kadang bojo-
bojone dewe utawa putra-putrane ya podo ngudhis. Wong-
wong wadon enom ana ing zaman akhir iki ora rumangsa wis
pepais (aturan). Yen durung nganggo klambi semacem nilon.
Kang katon susune, dada, lan gegere, banjur krudunge krudung
India (terang bulan) dasar nganggone naming separo sirah
utawa naming dikalungake. Iki iseh lumayan, mergo iseh
jaritan. Ono maneh kang wis gerang-pungkerang iseh mentolo
nganggo burak kang disebut yukensi, kang katon keleke lan
dengkule. Innā lillāhi wa inna ilaihi roji’ūn. Mugo- mugo bae
enggal ono perubahan lan konco-konco kita enggal- enggal
pada iling.14
Terjemahan:
Orang-orang lebih baik berada di rumah dan orang-orang
dilarang keluar rumah untuk memburu kesenangan yang
bersifat mudarat seperti kala jahiliah kuno dan jangan lupa
untuk melakukan kewajiban salat dan senantiasa memberi
zakat jika diberikan rizki yang melimpah dan selalu mengingat,
14
Mustofa, al-Ibrīz li Ma’rifat Tafsīr al-Qur’ān al-‘Azīz bi al-Lugat al-Jāwiyyah,
Jilid 3, 1456-1457
11
bertaqwa kepada Allah Swt dan utusan-Nya. Sesungguhnya
Allah Ta’ala ingin menghapus dosa dari kalian semua wahai
ahlul bait (istri-istri Nabi) lan Allah Ta’ala ingin mensucikan
kalian semua dengan keikhlasan.
(Tanbihun); Memasuki zaman akhir, tingkah perempuan
semakin menjadi-jadi. Pembahasan ini fokus perempuan
muslimah, bukan berbicara perempuan non-muslim. Karena
selain non-muslim tentu wajar, mereka tidak beragama.
Anehnya perempuan muslimah kalangan kita semakin lama
semakin jauh dari tuntunan Islam dalam etika berpakaian.
Terbatas orang untuk menyadarkan dan mengingatkanmereka,
justru yang mengingatkan kadang terbawa arusnya, dengan
menikmati pandangan tersebut. bahkan istri-istri dan anak-
anaknya sendiri menjadi pelakunya. Perempuan kalangan muda
di zaman akhir hakikatnya sudah biasa pakaian tabarruj (pamer
aurat) di mana-mana. Lihat saja menggunakan baju bahan nilon
yangmenampakkan dada dan punggung ditambah bentuk hijab
seperti model India (hijab berwarna kontras) dipakai setengah
kepala atau hanya dikalungkan di leher, ini masih lumayan
karena masih tertutup. Ditambah perempuan yang sudah
baligh dengan sadar memakai baju model yukensi, terlihat
ketiak dan lutut.
Untuk mendapatkan pemahaman atas status dan peran
perspektif Bisri Mustofa, pemakalah memakai teori
interseksionalitas. Konsep interseksionalitas atau interseksionalisme
merupakan kajian titik temu (hubungan) antara segala sistem atau
bentuk penindasan, dominasi atau diskriminasi. Teori sosiologi
feminis yang pertama kali diperkenalkan oleh Kimberle William
12
Crenshaw, seorang feminis kulit hitam dari Amerika Serikat tahun
1989.15 Interseksionalitas untuk mengkaji bagaimana hubungan
gender dengan jenis kelamin, etnisitas, kelas sosial, pendidikan,
agama, memberikan kontribusi terhadap kesenjangan sosial dan
ketidakadilan yang sistematis.16
Konteks Indonesia, basis ketimpangan ras dalam penggunaan
konsep feminis interseksionalisme tidak sebanyak kasus yang terjadi
dalam Amerika. Namun teori tersebut dapat digunakan untuk
menganalisis ketimpangan lain. Apakah penafsiran al-Ibrīz menindas
kaum perempuan ataukah membawa perempuan untuk mencapai
peran, hak, dan kewajiban ideal akan dapat diketahui melalui berikut.
15
Carasthatis, The Concept of Intersectionality in Feminist Theory,… h.304.
16
Wening Udasmoro, Widya Nayati, dan Gadjah Mada University Press, ed., In-
terseksi Gender: Perspektif Multidimensional terhadap Diri, Tubuh, dan Seksualitas da- lam
Kajian Sastra, cet. I (Depok, Sleman, D.I. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2020),
viii
13
cenderung mengedepankan perasaan, emosional, lembut
memainkan peranannya dalam mendidik anak. Stigma yang
terjadi dalam masyarakat mengenai tanggung jawab dan peran
domestik (rumah) seperti mengasuh anak, membersihkan
rumah, mengurus pasangan hanya dibebankan kepada
perempuan.17 Hal ini termasuk diskriminasi perempuan.
2. Interseksi Gender dan Pendidikan
17
Gadis Arivia, “Perspektif Feminisme: Interseksionalitas dan Covid-19”. Jurnal
Perempuan, vol. 25, no. 4 (2020): 301
18
Muhammad Amin, “Kepemimpinan Keluarga/ Qiwamah dalam Islam (Studi An-
alisis Kitab al-Muwafaqat Karya al-Syathibi),” Liwaul Dakwah: Jurnal Kajian Dakwah dan
Masyarakat Islam, vol 10, no. 12 (Juli 2020): 86
14
Untuk itu laki-laki dibebaskan dari peranan rumah tangga.
Bagi anak perempuan dilatih sejak dini untuk menjadi “ibu”
dan “istri” yang berbakti kepada suami. Maka anak perempuan
mendapatkan pembekalan seputar keterampilan-keterampilan
praktis untuk mengurusserta mengelola rumah tangga.19
Peneliti menyadari bahwa pola pengasuhan di atas
melahirkan perspektif bahwa pendidikan hanya diperuntukkan
bagi laki-laki. Maka secara tidak langsung, membawa dampak
pada sistem pendidikan yang diraih perempuan.
3. Interseksi Gender dan Agama
Bisri Mustofa menggambarkan praktik
interseksionalitas dengan cara membandingkan faktor
penyebab diskriminasi perempuan jahiliah kuno dengan
perempuan masa kini. Bisri Mustofa menafsirkan, perempuan
memeluk agama berbeda akan memiliki perbedaan dalam
menentukan penampilannya. Dengan kata lain setiap
perempuan tidak bisa dipukul rata keseluruhan. Keragaman
diskursus mengenai perempuan menandai adanya keragaman
sudut pandang dan budaya dalam berbagai daerah. Sehingga
jika terdapat kelompok ingin menggeneralisasi definisi
perempuan dengan satu definisi yang sama, maka akan
menyebabkan munculnya “versi Islam yang spesifik”,20 hal
tersebut yang tidak dikehendaki oleh penafsiran nusantara.
19
Handayani dan Novianto, Kuasa Wanita Jawa,…h. 15.
20
Etin Anwar, Jati-Diri Perempuan dalam Islam, ed. oleh Ahmad
Baiquni, terj.oleh Kurniasih, cet. I (Bandung: Mizan Pustaka, 2017), 19.
15
BAB II
PENUTUP
Kesimpulan
16
DAFTAR PUSTAKA
Anwar Etin, Jati-Diri Perempuan dalam Islam, ed. oleh Ahmad Baiquni,
terj. oleh Kurniasih, cet. I (Bandung: Mizan Pustaka, 2017)
17