Anda di halaman 1dari 16

AL-IBRIZ KARYA KH.

BISRI MUSTHAFA
Makalah Ini Diajukan Untuk Memenuhi Tugas

Mata Kuliah Studi Tafsir di Indonesia

Disusun Oleh :

Fitri Andriani Saragih (20211404)

Ihda Taqiya Fitri (20211412)

Kamila (20211577)

Dosen Pengampu :

Dr. Muhammad Ziyad Ulhaq, M.A

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

FAKULITAS USHULUDDIN DAN DAKWAH

INSTITUT ILMU AL-QUR’AN (IIQ) JAKARTA

144 H/2022 M

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah atas karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah
Studi Tafsir di Indonesia mengenai “Al-Ibriz karya KH.Bisri Musthafa” ini. Sholawat serta
salam senantiasa tercurah kepada manusia paripurna Rasulullah SAW. Serta kepada keluarga
dan sahabat. Makalah ini kami buat untuk memenuhi tugas kelompok sembilan IAT VB.

Terimakasih kami ucapkan kepada dosen pengampu atas pikiran, tenaga dan waktunya
untuk membiming kami. Tak lupa kami ucapkan terimakasih kepada kelompok sebelas atas
partisipasi dan kerjasamanya dalam menyusun makalah ini. Kami sadar bahwa tidak ada yang
sempurna kecuali Allah, karenanya kami meminta kritik dan saran yang membangun dari
pembaca apabila menemukan hal yang perlu diperbaiki agar kami bisa memperbaiki karya-
karya kami yang akan mendatang.

Tangerang, 16 November 2022

Pemakalah

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................................... ii

DAFTAR ISI..................................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................................1

A. Latar Belakang Masalah .........................................................................................1


B. Rumusan Masalah ...................................................................................................1
C. Tujuan Masalah .......................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN ...................................................................................................2

A. Data Fisiologis Kitab ...............................................................................................2


B. Biografi pengarang ..................................................................................................2
C. Refrensi Tafsir ........................................................................................................7
D. Metode Penafsiran ..................................................................................................7
E. Sistematika Penafsiran ............................................................................................8
F. Corak Penafsiran .....................................................................................................9
G. Kelebihan dan kekurangan ....................................................................................12

BAB III PENUTUP .........................................................................................................13

Kesimpulan .................................................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................13

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Tafsir al-quran di Indonesia merupakan upaya yang dilakukan untuk menjelaskan


kandugan kitab suci al-quran kepad bangsa Indonesia kepada bangsa Indonesia melalui Bahasa
yang di gunakan oleh bangsa tersebut, baik dalam bahasa nasional (bahasa Indonesia) maupun
dalam bahasa daerah, seperti bahasa Melayu, Jawa dan Sunda yang disampaikan secara lisan
maupun tertulis, seperti termaktub dalam kitab-kitab tafsir, Adapun perkembangan penafsiran
Al-Quran di Indonesia jelas berbeda dengan yang terjadi di dunia Arab (Timur Tengah), tempat
turunnya Al-Quran sekaligus tempat kelahiran tafsir Al-Quran.

Perbedaan tersebut terutama di sebabkan berbedanya latar belakang budaya dan bahasa.
Oleh karena itu, proses penafsiran Al-Quran untuk bangsa Indonesia harus melalui
penerjemahan kedalam bahasa Indonesia terlebih dahulu kemudian baru di berikan penafsiran
yang luas dan rinci. Sehingga tafsir Al-Quran di Indonesia melalui proses yang lebih lama jika
di bandingkan dengan yang berlaku di tempat asalnya (Timur Tengah).

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Data Fisiologis Naskah Al-Ibris Karya KH.Bisri Musthafa?
2. Bagaimana Biografi Al-Ibris Karya KH.Bisri Musthafa?
3. Apa Saja Sumber Penafsiran, Metode, Sistematika, Corak Penafsiran Kitab
Al-Ibris Karya KH.Bisri Musthafa
4. Jelaskan Kelebihan Dan Kekurangan Kitab Tafsir Al-Ibris Karya KH.Bisri
Musthafa?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui kondisi Fisiologis Naskah Al-Ibris Karya KH.Bisri
Musthafa
2. Untuk mengetahui silsilah kehidupan KH.Bisri Musthafa
3. Untuk mengetahui bentuk penafsiran yang digunakan dalam kitab Al-Ibris
Karya KH.Bisri Musthafa
4. Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan Kitab Al-Ibris Karya KH.Bisri
Musthafa

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Data Fisiologis Tafsir Ibris

Tafsir al-Ibriz li Ma’rifati Tafsir al-Qur’an al-Aziz bi al-Lughoh al-Jawiyah, atau yang
dikenal dengan Tafsir al-Ibriz ditulis oleh KH. Bisri Mustofa kurang lebih selama empat tahun
yakni mulai dari tahun 1957-1960 dan selesai pada hari Kamis tanggal 29 Rajab 1379 H. atau
bertepatan dengan tanggal 28 Januari 1960 M di Rembang. Pada tahun 1961 dijual kepada
pihak penerbit Menara Kudus, sebelum disebarluaskan kitab tafsir ini juga telah di-tashih oleh
beberapa orang ulama’ dari Kudus ahli dalam bidang al-Qur’an, yakni Kiai Arwani Amin, Kiai
Abu Ammar, Kiai Hisyam, dan Kiai Sya’roni. Dalam kitab tafsir al-Ibriz cetakan menara
Kudus ini dicetak dalam beberapa edisi. Untuk edisi awal, kitab ini terdiri dari tiga jilid dengan
jumlah halaman 2270.

Masing-masing jilid terdiri dari 10 juz dalam al-Qur’an. Jilid 1 memuat penafsiran dari
juz 1-10 dari halaman 1-563. Halaman 1 dan 2 merupakan pendahuluan yang di dalamnya
terdapat keterangan mengenai latar belakang penulisan kitab, sumber-sumber penafsiran, para
pentashih kitab al-Ibrz, sistematika penulisan, dan lain sebagainya. Kemudian halaman 3-563
merupakan isi. Jilid II memuat penafsiran dari juz 11-20 yang dimulai dari halaman 564 sampai
halaman 1366. Sedangkan untuk jilid III terdiri dari penafsiran juz 21-30 dari halaman 1367-
2270. Adapun konten dari jilid II dan III semuanya merupakan isi. Muncul edisi kedua dalam
bentuk 30 juz/jilid. Masing-masing jilid berisi penafsiran satu juz dalam al-Qur’an. Sebelum
meninggal dunia, KH. Bisri Mustofa sempat membuat tafsir al-Ibriz berbahasa Indonesia.

Pada sekitar bulan Maret/April ditemukan 15 juz terakhir dari tafsir al-Ibriz berbahasa
Indonesia oleh Gus Adib dalam bentuk tulisan tangan. Untuk 15 juz awal belum diketahui
keberadaannya, akan tetapi dengan menemukan 15 juz terakhir bisa diduga bahwa KH. Bisri
Mustofa telah menyelesaikan 15 juz Awal.

B. Biografi Mufassir
1. Biografi KH. Bisri Musthafa

Bisri mustofa lahir di kampung Sawahan, Rembang, Jawa Tengah pada tahun 1915 atau
bertepatan pada tahun 1334 H. Awalnya namanya adalah Mashadi, tetapi namanya diganti
dengan Bisri mustofa setelah ia menunaikan haji pada tahun 1923. Ia merupakan putra dari H.

2
Zainal Mustofa dan Chodijah. Mashadi adalah anak pertama dari keempat bersaudara, yaitu
Mashadi, Salamah (Aminah), Misbah dan Ma’sum. Ia merupakan orang yang mempunyai
kecerdasan yang luar biasa.

Ayah Mashadi yaitu H. Zaenal Mustofa adalah anak dari padjojo atau H. Yahya,
sebelum naik haji H. Zaenal Mustofa bernama Djaja Ratiban, yang kemudian terkenal de ngan
sebutan Djojo Mustopo. Beliau ini adalah seorang pedagang kaya dan bukan seorang kiai dan
alim ulama. Akan tetapi beliau merupakan orang yang mencintai para kaiai dan alim ulama,
disamping itu beliau juga memiliki kepribadian yang dangat dermawan. Dari keluarga ibu
(chodijah) Mashadi masih mempunyai darah makassar, karena chadijah merupakan anak dari
pasangan Aminah dan E. Zajjadi. E. Zajjadi adalah kelahiran Makassar dari ayah bernama E.
Sjamsuddin dan Ibu Datuk Djajah.

Pada tahun 1923 Mashadi kecil diajak untuk ikut bapknya, sekeluarga bersama-sama
menunaikan ibadah haji. Rombongan sekeluarga itu adalah H. Zainal Mustofa, Khodijah,
Mashadi (8 tahun), Salamah (5 tahun 6 bulan), Misbah (3 tahun 6 bulan), Ma’sum (1 tahun).
kepergian ketanah sui itu dengan menggunakan kapal haji milik Chasan-Imazi Bombay, dan
naik dari pelabuhan Rembang. Dalam menunaikan ibadah haji tersebut, H. Zaenal Mustofa
sering sakit-sakitan. Sampai Wuquf di Arafah, menginap di Mina, Thawaf dan juga Sa’i juga
dalam keadaan sakit. Setelah selesai ibadah haji, dari Jeddah berangkat ke Indonesia, san ayah
H. Zainal Mustofa dalam keadaan sakit keras. Saat kapal akan berangkat, wafatlah H. Zainal
Mustofa dalam usia 63 tahun.5 Sepulang naik Haji beliau mengganti namanya dengan Bisri
yang selanjutnya ia dikenal dengan sebutan Bisri Mustofa.

Bisri menikah dengan Ma’rufah, putri dari KH. Murtadho Makam Agung Tuban pada
17 Rajab 1354 Hijriyah/Juni 1935. Pada waktu itu Bisri berusia 20 tahun dan Ma’rufah berusia
10 tahun. Dari pernikahan ini Bisri di karuniai delapan anak: pertama, Cholil (lahir tahun 1941
M); kedua, Mustofa (lahir tahun 1943 M): ketiga, Adieb (lahir tahun 1950 M); keempat,
Faridah (lahir tahun 1952 M); kelima, Najichah (lahir tahun 1955); keenam, Labib (lahir tahun
1956); ketujuh, Nihayah (lahir tahun 1958); dan yang paling ragil, Atikah (lahir tahun 1964).
25 Disamping itu, dalam perjalanan Mbah Bisri, ia menikah lagi dengan perempuan asal Tegal

3
bernama Umi Atiyah, tanpa sepengetahuan Ma’rufah dan keluarganya. Dari pernikahan
tersebut Mbah Bisri dan Umi Atiyah dikaruniai seorang anak bernama Maimun.1

2. Riwayat Pendidikan Bisri Mustofa

Sejak kecil Bisri, telah memperlihatkan kecerdasan yang sangat luar biasa. Di masa
kecilnya, Bisri dibimbing oleh kedua orang tuanya mengenai dasar-dasar pendidikan Islam.
Setelah ayahnya wafat Bisri mengembara untuk mencari ilmu dari pesantren satu ke pesantren
lain. Sebelum mengenal pesantren, pasca sepeninggal ayahnya, tanggungjawab keluaga Bisri,
berganti kepada kakak tirinya yaitu, H. Zuhdi.

Pada saat itu, di Rembang terdapat beberapa sekolah. Pertama, Eropese School, kedua,
Hollands Inlands School (HIS), ketiga, Sekolah Ongko 2. Mulanya, Bisri hendak di daftarkan
H. Zuhdi di Hollands Inlands School. Namun, karena di datangi KH. Cholil Kasingan,
kemudian Bisri tidak jadi sokolah di HIS dengan alasan sekolah tersebut adalah milik Belanda.
Akhirnya, Bisri menempuh sekolahnya di Sekolah Ongko 2 kurang lebih selama tiga tahun.

Pada tahun 1925, Bisri diminta untuk mengaji di pesantren milik KH. Chasbullah dan
diantar oleh H. Zuhdi pada waktu puasa Ramadhan. Namun selang beberapa hari kembali
lantaran tidak betah ngaji disana. Sekitar tahun 1930 kemudian Bisri diperintahkan untuk
kembali mondok di Kasingan, tempat KH. Cholil. Di tenggang waktu kurang lebih empat
tahun, Bisri banyak menghabiskan waktu bermain bersama teman sejawatnya di kampung.
Alasan lain karena kemauan belajar dipesantren tidak ada dan Bisri menganggap KH. Cholil
adalah sosok yang galak dan tegas. Kemudian, teman sepondoknya kurang menanggapi dia,
dan Bisri ingin bekerja. Sesampainya di Kasingan Bisri tidak langsung diajar oleh KH. Cholil,
namun di pasrahkan ke iparnya, yaitu Suja’i.

Ketika dengan Suja’i, Bisri hanya diajari Alfiyah Ibnu Malik, jadi setiap hari-hari hanya
mengaji kitab tersebut. Kira-kira sekitar dua tahun Bisri ngaji kitab itu. Setelah mengaji dengan
tekun selama hampir tiga tahun di pesantrennya KH. Cholil, Bisri menjadi tempat rujukan
utama teman-temannya ketika mendapatkan sebuah kesulitan dalam belajar.

1
Syaiful Amin Ghofur. Profil Para Mufasir Al-Qur’an. (Yogyakarta: Pustaka Insan Madani. 2008) hlm:
215

4
Setelah K. Dimyati wafat, santri-santri yang ada di pondok Tremas banyak yang pindah
ke Kasingan. Tidak jarang Bisri diminta untuk mengajikan suatu kitab bahkan kitab yang
belum pernah beliau ketahui. Untuk mensiasati hal tersebut, kemudian menggunakan prinsip
belajar candak kulak (belajar sambil mengajar). Bersama beliau lakukan dengan K. Kamil dan
K. Fadholi. Awalnya K. Kamil tidak mau untuk mengajikan kepada Bisri, karena dianggap
mampu dan sudah bisa. Kemudian di tengahi oleh K. Fadholi dan akhirnya pembelajaran
dengan musyawarah dilakukan ketiga ulama atau kyai tersebut.

Karena merasa masih kurang, Bisri bersikeras untuk keluar dari Rembang untuk belajar
lagi. Sebelumnya pada bulan Ramadhan Bisri pernah nyantri di Pondok Pesantrn Tebuireng,
Jombang di bawah asuha KH. Hasyim Asyari. Karena rasa ingin tahu yang sangat besar,
kemudian Bisri berangkat ke Makkah. Di sana Bisri berguru kepada Syaikh Chamdan al-
Magribi, Syaikh Maliki, Syayyid Amin, Syaikh Hasan Masysyath, Sayyid Alwi, dan KH.
Abdul Muhaimin. Setelah setahun di sana, kemudian Bisri kembali ke Rembang karena
mendapat surat dari KH. Cholil.

3. Karir dan Perjalanan Hidup Bisri Mustofa

Bisri Mustofa memiliki berbagai capaian, baik dalam bidang politik, dakwah,
pendidikan, seni budaya, ekonomi dan perdagangan. Bisri dikenal oleh banyak lapisan
masyaratkat. Ia dikenal sebagai sosok yang moderat. Bisri juga dikenal sebagai ulama atau kyai
yang dekat dengan semua golongan, mulai dari kelas bawah samapi kelas tinggi.

Selain sebagai kiai, Bisri Mustofa adalah seorang politikus handal. Bisri Mustofa adalah
aktivis Masyumi, namun setelah NU menyatakan diri keluar dari Masyumi, ia pun mengikuti
langkah NU dan berjuang bersama dengan NU. Pada Pemilu 1955, Bisri Mustofa terpilih
menjadi anggota Konstituante yang mewakili Partai NU. Setelah Dewan Konstituante
dibubarkan dan diganti dengan Dewan Perwakilan Rakyat Sementara ia juga terpilih menjadi
anggota MPRS dari unsur ulama. Kemudian pada pemilu 1971, tetap di Partai NU dan menjadi
anggota MPR dari daerah pemilihan Jawa Tengah. Pada saat pemerintah orde baru menerapkan
fusi atas partai-partai, sehingga Partai NU harus berfusi ke dalam Partai Persatuan
Pembangunan (PPP), maka Bisri Mustofa pun bergabung ke Partai tersebut dan menjadi calon
legislatif dari daerah pemilihan Jawa Tengah pada Pemilu 1977.

5
KH Bisri Mustofa wafat pada hari Rabu tanggal 17 Februari 1977 menjelang Asar di
Rumah Sakit Umum Dr. Karyadi Semarang karena serangan jantung, tekanan darah tinggi dan
gangguan pada paru-paru.

4. Karya-Karya Bisri Mustofa

Karya-karya Bisri pada umumnya erat kaitannya dengan problem keagamaan yang meliputi:
Ilmu Tafsir dan Tafsir, Ilmu Hadis dan hadis, Ilmu Nahwu, Ilmu Sharaf, Syariah atau fiqih,
Akhlak dan masih banyak lain. Dalam menuliskan karya-karyanya Bisri tidak hanya
menggunakan Arab Pegon, namun juga mengunakanbahasa Latin dan juga bahasa Arab.
Sepanjang perjalanannya, Bisri menghasil kurang lebih 176 karya. Kitab al-Ibriz adalah karya
yang sangat monumental yang pernah beliau buat.2 Tidak kalah menarik karya-karyany yang
lain antara lain:

 Al-Iktsar/ilmu tafsir
 Terjemah kitab Bulugh al-Maram
 Terjemah Hadis Arba’in an-Nawawi
 Buku Islam dan Salat
 Buku Islam dan Tauhid
 Akidah Ahlu as-Sunnah Wal Jama’ah
 Al-Baiquniyah/ ilmu hadis
 Terjemahan Syarah Alfiyah Ibnu Malik
 Terjemahan Syarah al-Jurumiyah
 Terjemahan Syarah ‘Imriti
 Terjemahan Sullamu al-Mua’awanah
 Safinah ash-Shalah
 Terjemah Kitab Faraidu al-Bahiyah
 Muniyatul az-Zaman
 Atoifu al-Irsyad
 Al-Nabras
 Manasik Haji

2
Syaiful Amin Ghofur. Profil para Mufasir Al-Qur’an. (Yogyakarta: Pustaka Insan Madani. 2008) hlm:
216

6
 Kasykul,
 Al-Mjahaddah wa ar-Riyadhah
 Risalah al-Ijtihadi wa at-Taqlid
 Al-Khabibah
 Al-Qawa’idu al-Fiqhiyah
 Al-Aqidah al-Awam, dan masih banyak yang lain

Karya-karya Bisri pada umumya di kelompokkan kedalam dua sasaran. Pertama, bagi kalangan
santri, yang meliputi ilmu nahwu, ilmu sharaf, ilmu mantiq, dan ilmu balaghah. Kedua, untuk
masyarakat pada umumnya dimana mereka giat mengikuti pengajian di surau atau langgar.3

C. Sumber Rujukan Tafsir

Tafsir al-Ibriz banyak mengambil dari sumber-sumber tafsir terdahulu, baik klasik
maupun kontemporer. sebagaimana yang sudah dijelaskan dimuqadimahnya yaitu “Dene
bahan bahanpun tarjamah tafsir ingkang kawulo segahaken puniko, mboten sanes inggih
naming metik saking tafsir tafsir mu’tabarah, kados Tafsir al-Jalalain, Tafsir al-Baidowi, Tafsir
al-Khâzin, lan sak panunggilanipun”.4

Bahwa penafsiran Al-Ibriz mengambil rujukan dari beberapa kitab sebelumnya seperti
pada kitab Tafsir Jalalain, Tafsir Baidhowi, Tafsir Khazin, dan sebagainya. Selain dari kitab
yang telah disebutkan, KH Bisri mustofa juga telah banyak membaca dan menelaah banyak
kitab tafsir dan seringkali mendiskusikan dengan muridnya. Di antara kitab tersebut adalah
kitab tafsir modern seperti Tafsir al-Manar, Tafsir fi Zilal al-Quran, Tafsir al-Jawahir, Mahasin
At-Takwil, dan Mazaya al-Quran.5

D. Metode Penafsiran

Berdasar peta metodologi yang disampaikan oleh al-Farmawi dan yang sealiran
dengannya, tafsir al-Ibriz disusun dengan metode tahlili, yakni suatu metode yang menjelaskan

3
Achmad Zaenal Huda. MUTIARA PESANTREN Perjalanan Khidmah KH. Bisri Mustofa. (Yogyakarta: LKiS
Yogyakarta 2003) hlm: 73-74

4
https://tanwir.id/tafsir-al-ibriz-tafsir-fenomenal-berbahasa-jawa-karya-bisri-musthofa/
5
Rizkiyatul Imtyas. Tafsîr Al-Ibrîz Lima’rifati Tafsîr Al-Qur’ân Karya K.H. Bisri Musthafa. .vol 1 no. 2.2015
Hal. 70

7
makna-makna yang dikandung ayat al-Qur’an yang urutannya disesuaikan dengan tertib ayat
mushaf al-Qur’an. Penjelasan makna-makna ayat tersebut dapat berupa makna kata atau
penjelasan umumnya, susunan kalimatnya, asbab al-nuzul-nya, serta keterangan yang dikutip
dari Nabi, sahabat maupun tabi’in. Makna kata per-kata disusun dengan sistem makna gandul,
sedang penjelasannya (tafsirnya) diletakan dibagian luarnya. Dengan cara ini kedudukan dan
fungsi kalimat dijelaskan detail, sehingga siapapun yang membacanya akan mengetahui bahwa
lafadz ini kedudukan sebagai fi’il,fa’il.maf’ul dan lain sebagainya.

Dari perspektif Yunan Yusuf, metode yang digunakan dalam tafsir Al Ibriz adalah tafsir
yang bersumber dari al-Qur’an itu sendiri. ayat al-Qur’an ditafsirkan menurut bunyi ayat
tersebut bukan ayat dengan ayat. Seperti telah dijelaskan sebelumnya, al-Ibriz adalah tafsir
yang sangat sederhana. Ayat-ayat yang sudah jelas maksudnya, ditafsirkan mirip dengan
terjemahannya. Sedang ayat-ayat yang memerlukan penjelasan lebih dalam, diberikan
keterangan secukupnya. Kadang-kadang dijumpai tafsir berdasarkan ayat al-Qur’an yang lain,
hadits atau bahkan ra’yu, tetapi tidaklah dominan dan terjadi dengan makna sangat sederhana.

Sedang dari pemetaan Baidan, tafsir al-Ibriz menggunakan metode analitis dalam
kategori komponen eksternal. Artinya, penafsiran dilakukan melalui makna kata per-kata,
selanjutnya dijelaskan makna satu ayat seutuhnya.6

E. Sistematika Penulisan

Dalam Muqaddimah tafsirnya, kiai Bisri Musthafa menjelaskan bahwa kitab tafsirnya
disusun dalam beberapa bagian yaitu:

Bagian pertama, ayat al-Qur’an ditulis ditengah halaman dengan menggunakan makna
gundhul, yang merupakan tarjamah alQur’an dari kata per-kata dalam bahasa Jawa yang ditulis
miring ke bawah dengan menggunakan huruf pegon. Cara penerjemahan ini hampir sukar
ditemukan kecuali di pesantren – pesantren tradisional Jawa.

Bagian kedua, terjemahan tafsirnya ditulis ditepi halaman dengan menggunakan nomor
sebagaimana dalam sistematika kitab terjemah. Nomor ayat al-Qur’ân diletakkan diakhir,
sedangkan nomor terjemah ayatnya diletakkan di awal.

6
Abu Rokhmad.Telaah karakteristik tafsir arab pegon Al-Ibriz .vol xvii.no.1.2011

8
Keterangan keterangan lain yang terkait dengan penafsiran ayat dimasukkan dalam sub
kategori tanbih, faidah, muhimmah, alQissah dan lain – lain. Hal lain yang tak kalah menarik,
yakni terkait penggunaan bahasa dalam tafsir al-Ibriz. Selain lokal, Jawa, bahasa ini juga
memiliki unggah ungguh. Ada semacam hirarki berbahasa yang tingkat kehalusan dan
kekasaran diksinya sangat tergantung pihak pihak yang berdialog. Ini adalah sebuah cita rasa
yang khas yang dimiliki oleh bahasa Jawa.

Kesimpulannya yaitu bahasa Jawa yang digunakan oleh kiai Bisri berkisar pada dua
hirarki bahasa ngoko (kasar), dan bahasa kromo (halus). Kedua hirarki bahasa ini dipakai pada
saat berbeda. Bahasa ngoko digunakan tatkala kiai Bisri menafsirkan ayat secara bebas, karena
tidak ada keterkaitan dengan cerita tertentu dan tidak terkait dengan dialog antar dua orang atau
lebih. Sementara bahasa kromo digunakan untuk mendeskripsikan dialog antara dua orang atau
lebih, yang masing – masing pihak memiliki status sosial yang berbeda. Satu hina dan lainnya
mulia. Misalnya, deskripsi dialog yang mengalir antara Ashâb al-Kahf dengan Raja Rumania
yang dzalim, Diqyanus antara Qitmir dengan Ashab alKahf, antara Nabi Muhammad saw
dengan seorang konglomerat ArabQuraisy bernama Uyainah bin Hishn, antara Allah SWT
dengan inlis yang enggan menuruti perintah-Nya untuk bersujud pada Adam as., juga anatara
Khidir as, dengan Musa as7

F. Corak dalam Penafsiran Tafsir Al-Ibriz

Adapun corak tafsir yang digunakan oleh Bisri Musthafa dalam tafsirnya adalah
menggunakan corak fighi." Ridhoul Wahidi, menyebutkan bahwa corak yang lebih dominan
dalam tafsir al-Ihriz adalah corak fighi. setelah ia melakukan penelitian terhadap tafsir yang
ditulis oleh KH. Bisri Musthafa tersebut. Sebagai contoh adalah ketika menafsirkan lafal
‫ اوالمتستم النساء‬dalam Q.S. An-Nisa Ayat 43

َ ِّ‫سفَ ٍر ا َ ْو َج ۤا َء ا َ َحدٌ ِ ِّم ْن ُك ْم ِ ِّمنَ ْالغ َۤا ِٕى ِط ا َ ْو ٰل َم ْست ُ ُم ال ِن‬


‫س ۤا َء‬ َ ‫ع ٰلى‬ ٰٓ ٰ ‫َوا ِْن ُك ْنت ُ ْم َّم ْر‬
َ ‫ضى ا َ ْو‬

Artinya: "... Dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air
(kakus) atau menyentuh perempuan..."

Bahasa Jawa; ...Utowo ngepuk wong wadon utowo jimak, nuli siro kabeh ora nemu
banyu.... Bahasa Indonesia, Atau menepuk wanita atau jimak, atau tidak menemukan air. Bisri

7
Rizkiyatul Imtyas. Tafsîr Al-Ibrîz Lima’rifati Tafsîr Al-Qur’ân Karya K.H. Bisri Musthafa. Hal. 70

9
Musthafa menafsirkannya dengan menepuk/bersentuhan dengan wanita atau jima'
(berhubungan seksual). Jika merujuk kepada kitab-kitab fikih, makna ‫ اوالمتستم النساء‬menurut
jumbur adalah menyentuh wanita, ada pula sebagian ulama tafsir berpendapat ulama bahwa
kalimat itu bermakna bersetubuh. Imam Syafi' i berpendapat bahwa makna ‫اوالمتستم النساء‬
bersentuhan kulit dengan yang bukan muhrim. Sementara imam hanafi berpendapat makna
‫ اوالمتستم النساء‬di sini adalah bersetubuh bukan bersentuhan. Dari uraian tersebut, maka dapat
dilihat, bahwa Bisri Musthafa cenderung moderat. Artinya ketika menafsir kan ‫اوالمتستم النساء‬
beliau tidak membela suatu mazhab. Namun lebih mengambil jalan tengah, yakni menyentuh
atau bersetubuh. Kemudian persoalan mas kawin (mahar) yakni Q.S. An-Nisa (4): 4

‫سا فَ ُكلُ ْوهُ َه ِن ۤ ْيـًٔا َّم ِر ۤ ْيـًٔا‬


ً ‫َيءٍ ِ ِّم ْنهُ نَ ْف‬
ْ ‫ع ْن ش‬ َ ‫س ۤا َء‬
َ ‫صد ُٰق ِت ِه َّن نِحْ لَةً ۗ فَا ِْن ِطبْنَ لَ ُك ْم‬ َ ِّ‫َو ٰاتُوا ال ِن‬

Artinya: "Berikanlah maskawin (mahar) kepada perempuan (yang kamu nikahi)


sebagai pemberian yang penuh kerelaan. Kemudian, jika mereka menyerahkan kepada kamu
sebagian dari (maskawin) itu dengan senang hati, maka terimalah dan nikmatilah pemberian
itu dengan senang hati."

Bahasa Jawa Siro kabeh yen kawen, kudu maringi bojo iro kabeh maskawen kang sak
Mestine kelawan senenge. Lamun bojo wadon lego atine mangsulake mas Kawin mau, siro
kabeh diparengake mangan wangsulan mau tanpo ono alangan opo-opo. Bahasa Indonesia, Jika
kalian menikah. Wajib memberi kepada istrinya mahar yang sepantasnya. Sesuai dengan
kehendakmu. Jika istrimu ikhlas. mengembalikan mahar tersebut. Maka kalian boleh memakan
pengembalian mahar tanpa ada halangan apa-apa. Dari tafsiran ayat diatas kita ketahui bahwa
hukum memberikan mahar kepada calon istri itu wajib. Persoalan fikih yang ditafsirkan tentang
poligami yakni pada Q.S.An-Nisa (4): 3

َ ‫س ۤا ِء َمثْ ٰنى َوث ُ ٰل‬


‫ث َو ُر ٰب َع ۚ فَا ِْن ِخ ْفت ُ ْم ا َ َّال ت َ ْع ِدلُ ْوا‬ َ ِّ‫اب لَ ُك ْم ِ ِّمنَ ال ِن‬َ ‫ط‬ َ ‫ط ْوا فِى ْاليَ ٰتمٰ ى فَا ْن ِك ُح ْوا َما‬ ُ ‫َوا ِْن ِخ ْفت ُ ْم ا َ َّال ت ُ ْق ِس‬
ۗۗ ‫ت ا َ ْي َمانُ ُك ْم ۗ ٰذلِكَ اَد ْٰنٰٓى ا َ َّال ت َعُ ْولُ ْوا‬ْ ‫احدَة ً ا َ ْو َما َملَ َك‬ ِ ‫فَ َو‬

Artinya: "Dan jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil terhadap (hak- hak)
perempuan yatim (bilamana kamu menikahinya), maka nikahilah perempuan (lain) yang kamu
senangi dua, tiga atau empat. Tetapi jika kuma khawatir tidak akan mampu berlaku adil, maka

10
(nikahilah) seorang saja, atau hamba sahaya perempuan yang kamu miliki. Yang demikian itu
lebih dekat agar kamu tidak berbuat zalim."

Bahasa Jawa; “Wong-wong Islam ing zaman awal, yen ono kang ngerumat yatimah ing
mongko kabeneran ora mahram (anak dulur umpamane), iku akeh akehe muli di kawin pisan.
Naliki iku nganti kedadian ono kang duwe bojo wolu utowo sepuluh, Barang ayat no 2 mau
temunm, wong mau nuli podo kuwatiran ora bisa ngadil, nuli akeh kang podo sumpek, mali
Allah Ta'ala nurunake ayat kang no telu iki surasane yen siri kabeh kuatir ora bisa ngadil ono
ing antarane anak-anak yatim kang siro rumah, ya wayuh loro. loro babe, utowo telu-telu,
utowo papat-papat sangkeng wadon kang siro senengi. Ojo nganti punjul songko papat. Lamun
siro kabeh kuatir or biso ngadil nafaqah lan nggilir, mongko nikah siji wae, utowo ngarap cukup
jariyah kang siro kang miliki, nikah papat utowo siji, utowo ngalap jariyah iku sejatine luweh
menjamin kengadilan ora melempeng”.

Bahasa Indonesia; “Orang-orang Islam zaman awal, jika mendidik anak yatim
perempuan yang tidak mahram (anak saudara misalnya), itu kebanyakan dinikahi sekalian.
Pada saat itu sampai terjadi beristri delapan atau sepuluh. Ketika ayat 2 turun, orang-orang
khawatir tidak bisa berlaku adil dan banyak orang yang terpojok. Kemudian Allah menurunkan
ayat ke tiga ini. Jika kalian khawatir tidak bisa berlaku adil terhadap anak-anak yatim yang
kamu didik, maka menikahlah dua-dua, tiga-tiga, atau empat-empat dari perempuan yang kamu
sukai. Jangan lebih dari empat. Namun jika khawatir tidak bisa berlaku adil dalam hal nafkah
dan menggilir, maka lebih baik ikah satu saja. Atau nikahilah budak yang kamu miliki. Nikah
empat atau satu, atau menikahi budak sebenamya lebih menjamin keadilan.8

Kata yang digunakan oleh Bisri Musthafa adalah loro-loro bahe, utowo telu-telu, utowo
papat-papat yang dalam terjemahan bahasa Indonesia nya adalah dua-dua, tiga-tiga, empat-
empat. Sekilas akan dipahami dua-dua adalah empat, tiga-tiga adalah enam, empat-empat
adalah delapan. Kemudian dijelaskan lagi, jangan lebih dari empat.

G. Kelebihan dan Kekurangan Kitab Tafsir Al-Ibriz


a) Kelebihan Kitab Tafsir Al-Ibriz sebagai berikut:

8
li Musholli Sohib H, Suprianto, Dedi Candra, Tafsir Di Asia Tenggara, Pasca Sarjana UIN Imam Bonjol
Padang, hlm 25-27.

11
1) Dalam penafsiran, terlebih dahulu menerjemahkan secara harfiah dengan tulisan
gantung di bawah tulisan ayat-ayat al-Qur'an
2) Tafsir ini menggunakan bahasa yang mudah dipahami oleh masyarakat jawa, yakni
yang menggunakan bahasa jawa sehari-hari
b) Kekurangan Kitab Tafsir Al-Ibriz sebagai berikut:
1) Hadis yang dimuat dalam tafsirnya tidak di sertai sanad yang lengkap sehingga tidak
di ketahui kualitas hadisnya.
2) Masih terdapat Israili yat dan dalam pengutipan pendapat Ahli Tafsir terkadang
tidak di sertai yang jelas dengan penyebutan Ulama atau Ahli Tafsir.9
3) Susah di pahami oleh orang luar jawa.

9
Ali Musholli Sohib H, Suprianto, Dedi Candra, Tafsir Di Asia Tenggara, hlm 27.

12
BAB III

KESIMPULAN

Tafsir al-Ibriz li Ma’rifati Tafsir al-Qur’an al-Aziz bi al-Lughoh al-Jawiyah, atau yang
dikenal dengan Tafsir al-Ibriz ditulis oleh KH. Bisri Mustofa kurang lebih selama empat tahun
yakni mulai dari tahun 1957-1960 dan selesai pada hari Kamis tanggal 29 Rajab 1379 H. atau
bertepatan dengan tanggal 28 Januari 1960 M di Rembang. Masing-masing jilid terdiri dari 10
juz dalam al-Qur’an. Jilid 1 memuat penafsiran dari juz 1-10 dari halaman 1-563. Tafsir al-
Ibriz ini banyak mengambil dari sumber-sumber tafsir terdahulu, baik klasik maupun
kontemporer.adapun metodenya yaitu dengan metode tahlili dan coraknya mengunakan corak
fighi. , kitab tafsirnya disusun dalam beberapa bagian yaitu Bagian pertama, ayat al-Qur’an
ditulis ditengah halaman dengan menggunakan makna gundhul, yang merupakan tarjamah
alQur’an dari kata per-kata dalam bahasa Jawa yang ditulis miring ke bawah dengan
menggunakan huruf pegon. Bagian kedua, terjemahan tafsirnya ditulis ditepi halaman dengan
menggunakan nomor sebagaimana dalam sistematika kitab terjemah.

DAFTAR PUSTAKA

Sohib H, Ali Musholli, Suprianto, Dedi Candra,. Tafsir Di Asia Tenggara.

Imtyas, Rizkiyatul.2015. Tafsîr Al-Ibrîz Lima’rifati Tafsîr Al-Qur’ân Karya K.H. Bisri
Musthafa: jurnal ushuluddin, volume 1 no.2

Huda, Achmad Zaenal.2003. MUTIARA PESANTREN Perjalanan Khidmah KH. Bisri


Mustofa. Yogyakarta: LKiS Yogyakarta

Ghofur, Syaiful Amin.2008. Profil para Mufasir Al-Qur’an. Yogyakarta: Pustaka Insan
Madani.

https://tanwir.id/tafsir-al-ibriz-tafsir-fenomenal-berbahasa-jawa-karya-bisri-musthofa/

Rokhmad, Abu. 2011. Telaah karakteristik tafsir arab pegon Al-Ibriz : jurnal analisa.volume
xvii.no.1

13

Anda mungkin juga menyukai