Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

STUDI PEMIKIRAN BISRI MUSTOFA DALAM TAFSIR AL-IBRIZ

Disusun guna memenuhi tugas


Mata Kuliah: Pemikiran Tafsir Indonesia
Dosen Pengampu: Shofaussamawati, S.Ag., M.S.I.

Disusun Oleh :

1. Moh Arif Sholahuddin (1930110035)


2. Sri Rejeki (2030110012)
3. Duriyanti (2030110032)

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS


FAKULTAS USHULUDDIN
PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR
TAHUN 2023
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.....................................................................................................................ii
BAB 1................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.............................................................................................................1
A. Latar Belakang.....................................................................................................1
B. Rumusan Masalah................................................................................................2
C. Tujuan Penulisan.................................................................................................2
BAB II...............................................................................................................................3
PEMBAHASAN...............................................................................................................3
A. Biografi Bisri Mustofa..........................................................................................3
B. Sistematika, Metode, dan Corak Tafsir Al-Ibriz...............................................5
C. Contoh Penafsiran dalam Tafsir Al-Ibriz...........................................................7
BAB III...........................................................................................................................10
PENUTUP.......................................................................................................................10
A. Kesimpulan.........................................................................................................10
B. Saran...................................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................11

ii
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Al-Qur'an adalah kitab suci terakhir yang diturunkan kepada nabi
Muhammad saw sebagai Khatam al-Anbiya' (penutup para nabi), sehingga
tidak akan turun lagi kitab samawi setelah al-Qur'an. Al-Qur'an sebagai
pedoman pertama dan utama umat Islam diturunkan Allah Swt dalam bahasa
Arab. Untuk dapat memfungsikan al-Qur'an sebagai pedoman dan tuntunan
dalam menjalani kehidupan, diperlukan sebuah penafsiran bagi suatu umat,
apalagi bagi orang-orang selain bangsa Arab.

Penafsiran antara mufassir yang satu dengan yang lain tentunya berbeda
sesuai dengan corak penafsiran dan kecenderungan madhhab masing-masing,
terutama dalam menafsirkan ayat-ayat ahkam. Seperti halnya di Indonesia
yang cenderung menganut madzhab Syafi'i tentunya turut mempengaruhi
mufassir dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur'an. Berdasarkan fakta tersebut,
kiranya perlu dikaji mengenai kecenderungan madzhab yang mewarnai corak
penafsiran di Indonesia, salah satunya yaitu tafsir al-Ibriz karya KH Bisri
Mustofa yang ditulis dalam Bahasa Jawa dengan menggunakan aksara Arab
Pegon.

KH. Bisri Mustofa merupakan seorang ulama dengan pemikiran


keagamaan yang oleh banyak kalangan dinilai bersifat moderat. Sifat moderat
KH. Bisri Mustofa merupakan sikap yang diambil dengan menggunakan
pendekatan usul fiqh yang mengedepankan kemashlahatan dan kebaikan umat
yang disesuaikan dengan situasi zaman serta masyarakatnya. Bukti sikap
moderatnya ini antara lain sikapnya yang menerima konsep Nasakom,
Keluarga Berencana (KB), Bank, dan lain-lain

Berdasarkan gambaran mengenai pemikiran KH. Bisri Mustofa yang


terkenal kemoderatannya tersebut, penulis ingin membahas tentang

1
bagaimana kehidupan K.H Bisri Mustofa dan karyanya yang terkenal yaitu
Tafsir al-Ibriz.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana biografi Bisri Mustofa?
2. Bagaimana sistematika, metode, dan corak Tafsir al-Ibriz?
3. Bagaimana contoh penafsiran Tafsir al-Ibriz?

C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui biografi Bisri Mustofa
2. Mengetahui sistematika, metode, dan corak Tafsir al-Ibriz
3. Mengetahui contoh penafsiran Tafsir al-Ibriz

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Biografi Bisri Mustofa


KH. Bisri Musthofa, orang mengenalnya dengan Mbah Bisri Rembang.
Bisri Musthofa tinggal di Pondok Raudlat al-Thalibin Leteh Rembang Kota.
Nama KH. Bisri tidak bisa dilupakan oleh generasi enam puluhan. Serpihan-
serpihan cerita yang masih lekat mengatakan bahwa KH. Bisri Musthofa
terkenal sebagai singa podium. Pada pemilu tahun 1977, kedahsyatan
orasinya dapat menguras air mata massa dan sekejap kemudian membuka
mulut mereka untuk terpingkal-pingkal bersama didepan panggung tempat ia
menyampaikan pidato kampanye.

KH. Bisri Musthofa dilahirkan di desa Pesawahan, Rembang, Jawa


Tengah, pada tahun 1915 dengan nama asli Masyhadi. Nama Bisri ia pilih
sendiri setelah kembali menunaikan ibadah haji di kota suci Mekah. Ia adalah
putra pertama dari empat bersaudara pasangan H. Zaenal Musthofa dengan
isteri keduanya yang bernama Hj. Khatijah. Tidak diketahui jelas silsilah
kedua orangtua KH. Bisri Musthofa ini, kecuali dari catatannya yang
menyatakan bahwa kedua orangtuanya tersebut.sama-sama cucu dari Mbah
Syuro, seorang tokoh yang disebut-sebut sebagai tokoh kharismatik di
Kecamatan Sarang. Namun, sayang sekali, mengenai Mbah Syuro ini pun
tidak ada informasi yang pasti dari mana asal usulnya.1

KH. Bisri Musthofa lahir dalam lingkungan pesantren, karena memang


ayahnya seorang kiai. Sejak umur tujuh tahun, ia belajar disekolah Jawa
“Angka Loro” di Rembang. Di sekolah ini, Bisri tidak sampai selesai, karena
ketika hampir naik kelas dua ia terpaksa meninggalkan sekolah, tepatnya
diajak oleh orangtuanya menunaikan ibadah haji di Mekah. Rupanya, inilah
masa di mana beliau harus merasakan kesedihan mendalam karena dalam

1
Martin van Bruinessen, Kitab Kuning, Pesantren dan Tarekat: Tradisi-tradisi Islam di Indonesia
(Bandung: Mizan, 1999), hlm 85.

3
perjalanan pulang di pelabuhan Jedah, ayahnya yang tercinta wafat setelah
sebelumnya menderita sakit di sepanjang pelaksanaan ibadah haji.2

Sepulang dari tanah suci, Bisri sekolah di Holland Indische School


(HIS) di Rembang. Tak lama kemudian ia dipaksa keluar oleh Kiai Cholil
dengan alasan sekolah tersebut milik Belanda dan kembali lagi ke sekolah
“Angka Loro” sampai mendapatkan serifikat dengan masa pendidikan empat
tahun. Pada usia 10 tahun (tepatnya pada tahun 1925), Bisri melanjutkan
pendidikannya ke pesantren Kajen, Rembang. Pada tahun 1930, Bisri belajar
di pesantren Kasingan (tetangga desa Pesawahan) pimpinan Kiai Cholil. Di
usianya yang kedua puluh, Bisri dinikahkan Kiai Cholil dengan seorang gadis
berusia 10 tahun bernama Ma'rufah, yang tidak lain adalah putrinya sendiri.
Belakangan diketahui, inilah alasan Kiai Cholil tidak memberikan izin kepada
Bisri untuk melanjutkan studi ke pesantren Termas yang waktu itu diasuh
Kiai Dimyati. Setahun setelah menikah, Bisri berangkat lagi ke Mekah untuk
menunaikan ibadah haji bersama-sama dengan beberapa anggota keluarga
dari Rembang. Namun, seusai haji, Bisri tidak pulang ke tanah air, melainkan
memilih bermukim di Mekah dengan tujuan menuntut ilmu di sana. Di
Mekah, pendidikan yang dijalani Bisri bersifat non-formal. Ia belajar dari satu
guru ke guru lain secara langsung dan privat. Di antara guru-gurunya terdapat
ulama-ulama asal Indonesia yang telah lama mukim di Mekah. Secara
keseluruhan, guru-gurunya di Mekah adalah: (1) Shaykh Baqir, asal
Yogyakarta. Kepadanya, Bisri belajar kitab Lubb alUsul, umdat al-Abrar,
Tafsir al-Kashshaf; (2) Syeikh Umar Hamdan alMaghribi. Kepadanya, Bisri
belajar kitab hadis Sahih Bukhari dan Sahîh Muslim; (3) Syeikh Ali Maliki.
Kepadanya, Bisri belajar kitab al-Ashbah wa al-Nadair dan al-Aqwal al-
Sunan al-Sittah; (4) Sayyid Amin. Kepadanya, Bisri belajar kitab Ibn Aqil;
(5) Shaykh Hassan Massat. Kepadanya, Bisri belajar kitab Minhaj Dzaw al-
Nadar; (6) Kepada beliau, Bisri belajar tafsir al-Qur'an al-Jalalain; (7) KH.
Abdullah Muhaimin. Kepada beliau, Bisri belajar kitab Jam al-Jawami.Dua

2
Saifuddin Zuhri, PPP, NU, dan MI: Gejolak Wadah Politik Islam (Jakarta: Integrita Press,
1983), hlm 24

4
tahun lebih Bisri menuntut ilmu di Mekah. Bisri pulang ke Kasingan tepatnya
pada tahun 1938 atas permintaan mertuanya. Setahun kemudian, mertuanya
(Kiai Cholil) meninggal dunia. Sejak itulah Bisri menggantikan posisi guru
dan mertuanya itu sebagai pemimpin pesantren.

B. Sistematika, Metode, dan Corak Tafsir Al-Ibriz


1. Sistematika Penulisan
Bisri Mustofa dalam penyusunan tafsirnya berdasarkan mushaf
Usmani. Yang mana beliau menafsirkan Al-Quran dimulai dari surat al-
Fatihah sampai dengan surat al-Nas. Sistematika seperti ini dalam kajian
kitab tafsir dikenal dengan istilah mushafi. Dalam sistematika
penulisannya beliau mengunakan bahasa Jawa bertuliskan huruf Arab
atau yang sering disebut dengan Arab Pegon.3

Tafsir al-Ibriz merupakan salah satu kitab tafsir di Indonesia yang


lahir dalam lingkup budaya pemaknaan pesantren, yang penjelasan
terhadap satu ‘ibarat (teks) dilakukan dengan cara sharh dan pemberian
hamish. Model penjelasan semacam ini mempengaruhi Bisri Mustafa
dalam penulisan Tafsir al-Ibriz. Struktur penulisan tafsir al-Ibriz, pada
cetakan jenis pertama, dalam setiap halaman menggunakan dua metode
tersebut, satu halaman memuat ayat-ayat al-Qur’an yang diletakkan
dalam sebuah kolom disertai penjelasan makna kata dengan
menggunakan teknik pegon lengkap dengan kedudukan dan fungsi kata
tersebut dalam satu kalimat sesuai dengan kajian ilmu Nahwu. Penjelasan
kandungan setiap ayat ditulis di luar kotak, di pinggir halaman. Dalam
memberikan penafsiran pada ayat, Bisri tidak memberikan penjelasan
setiap ayat dalam satu surat, akan tetapi penjelasan tersebut kadangkala
dilakukan dengan merujuk pada keterkaitan antar ayat. Jika suatu ayat
memiliki keterkaitan dengan ayat berikutnya, maka penjelasan dari ayat
tersebut dikumpulkan.4

3
Afif, “Al-Ibrîz: Menyajikan Tafsir Dengan Bahasa Mudah,” Al-Burhan 17, no. 1 (2017), hlm 78.
4
Mahbub Ghozali, “Kosmologi Dalam Tafsir Al-Ibriz Karya Bisri Mustafa: Relasi Tuhan, Alam
Dan Manusia,” Al-Banjari : Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Keislaman 19, no. 1 (2020). Hlm 126.

5
2. Metode Penafsiran
Kitab Tafsir al-Ibriz bisa dikategorikan dalam metode tafsir Tahlili
(analitis) yaitu menjelaskan beberapa aspek yang terkandung dalam al-
Qur’an. Beliau mengemukakan penafsiran al-Qur’an runtut dari awal
hingga akhir, dengan menguraikan kosa kata dan lafadz, menjelaskan
asbabun nuzul, munasabah, dalil Rasulullah Saw, para sahabat, tabi’in,
maupun perkataannya sendiri, serta terdapat beberapa kisah israiliyyat.
Dilihat dari kecenderungannya, tafsir al-Ibriz tergolong kitab tafsir bi ar-
Ra’yi yaitu penafsiran al-Qur’an melalui pemikiran atau ijtihad. Tafsir bi
ar-Ra’yi dalam tafsir al-Ibriz bahwa KH. Bisri Mustofa banyak
mengambil ijtihad dari para mufassir terdahulu dan pemikiran-pemikiran
seseorang dalam menafsirkan al-Qur’an, meskipun terkadang beliau juga
menggunakan ijtihadnya sendiri.5
Ketika menceritakan kisah-kisah yang terkandung dalam Al-Quran,
Bisri Mustofa berusaha menceritakan dengan jelas. Sehingga beliau
banyak menukil cerita Isra’iliyyat dalam kitab ini. Sebab Al-Quran sendiri
ketika membahas tentang cerita isra’iliyyat hanya sebatas gambaran-
gambaran umum saja, tidak terlalu memperinci kisahnya. Sehingga beliau
menerangkannya dengan mengambil cerita Isra’iliyyat yang memang
sifatnya bercerita secara detail, seperti nama pelaku, tempat, dan waktu
terjadinya kisah.
Dari kisah Isra’iliyat ini, Bisri Mustofa mencoba untuk menjelaskan
kisah-kisah para Nabi dan umat terdahulu, terutama tentang sejarah
perkembagan Bani Israil (Yahudi). Sedangkan cerita isra’iliyyat yang
terkandung dalam kitab tersebut hanya berupa sejarah ataupun hikmah,
bukan sesuatu yang mengandung hukum atau aqidah. Dan ketika
dihubungkan dengan akal maupun syari’at cerita Isra’iliyyat yang diambil
termasuk dalam cerita yang maqbuldan maksut ‘anhu dan tidak ditemukan
sesuatu yang mardud. Sebab Beliau sangat berhati-hati dalam pengambilan

5
Ari Hidayaturrohmah and Saifuddin Zuhri Qudsy, “Unsur-Unsur Budaya Jawa Dalam Kitab
Tafsir Al-Ibriz Karya KH. Bisri Mustofa,” Hermeneutik 14, no. 2 (2020), hlm 289.

6
cerita Isra’iliyyat. Meskipun beliau tidak menyebutkan riwayat dari kisah
Isr’iliyyat.6
3. Corak Penafsiran

Pendekatan atau corak tafsir al-Ibriz tidak memiliki kecenderungan


dominan pada satu corak tertentu. Al-Ibriz cenderung bercorak
kombinasi antara fiqhi, sosial kemasyarakatan, dan shufi. Dalam arti,
penafsir akan memberikan tekanan khusus pada ayat-ayat tertentu yang
bernuansa hukum, tasawuf atau sosial kemasyarakatan. Corak kombinasi
antara fiqhi, sosial kemasyarakatan, dan shufi ini harus diletakkan dalam
artian yang sederhana. Sebab jika dibandingkan dengan kitab-kitab tafsir
yang bercorak tertentu sangat kuat seperti misalnya tafsir Ahkam al-
Qur’an karya al-Jashshash yang bercorak fiqhi, maka tafsir al-Ibriz ini
jauh berada dibawahnya.7

C. Contoh Penafsiran dalam Tafsir Al-Ibriz


1. Persoalan mas kawin (mahar) yakni Q.S. An-Nisâ (4): 4

‫سا فَ ُك ُل وهُ َهنِيًئا َم ِريًئا‬


ً ‫ص ُدقَاتِ ِهنَّ ِن ْحلَةً فَِإنْ ِطبْنَ لَ ُك ْم عَنْ ش َْي ٍء ِم ْنهُ نَ ْف‬ َ ِّ‫َوآتُوا الن‬
َ ‫سا َء‬
“Berikanlah maskawin (mahar) kepada perempuan (yang kamu nikahi)
sebagai pemberian yang penuh kerelaan. Kemudian, jika mereka
menyerahkan kepada kamu sebagian dari (maskawin) itu dengan senang
hati, maka terimalah dan nikmatilah pemberian itu dengan senang hati.”
Bahasa Jawa:
Siro kabeh yen kawen, kudu maringi bojo iro kabeh maskawen kang sak
Mestine kelawan senenge. Lamun bojo wadon lego atine mangsulake
mas Kawin mau, siro kabeh diparengake mangan wangsulan mau tanpo
ono alangan opo-opo.
Bahasa Indonesia:
Jika kalian menikah. Wajib memberi kepada istrinya mahar yang
sepantasnya. Sesuai dengan kehendakmu. Jika istrimu Ikhlas
6
Afif, “Al-Ibrîz: Menyajikan Tafsir Dengan Bahasa Mudah.” Hlm 82.
7
Abu Rokhmad, “Telaah Karakteristik Tafsir Arab Pegon Al-Ibriz,” Analisa XVIII, no. 01 (2011),
hlm 37.

7
mengembalikan mahar tersebut. Maka kalian boleh memakan
pengembalian mahar tanpa ada halangan apa-apa. Dari tafsiran ayat
diatas kita ketahui bahwa hukum memberikan mahar kepada calon istri
itu wajib.
2. Persoalan fikih tentang poligami yakni pada Q.S. An-Nisâ (4): 3

‫ِإنْ ِخ ْفتُ ْم‬lَ‫ َع ۖ ف‬lَ‫سٓا ِء َم ْثنَ ٰى َوثُ ٰلَ َث َو ُر ٰب‬


َ ِّ‫اب لَ ُكم ِّمنَ ٱلن‬
َ ‫ط‬ َ ‫وا َما‬ ۟ ‫وا فِى ٱ ْليَ ٰتَ َم ٰى فَٱن ِك ُح‬ ۟ ُ ‫سط‬ِ ‫َوِإنْ ِخ ْفتُ ْم َأاَّل تُ ْق‬
۟ ُ‫وا فَ ٰ َو ِح َدةً َأ ْو َما َملَ َكتْ َأ ْي ٰ َمنُ ُك ْم ۚ ٰ َذلِكَ َأ ْدنَ ٰ ٓى َأاَّل تَ ُعول‬
‫وا‬ ۟ ُ‫َأاَّل تَ ْع ِدل‬
“Dan jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil terhadap
(hakhak) perempuan yatim (bilamana kamu menikahinya), maka nikahilah
perempuan (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Tetapi jika
kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil, maka (nikahilah) seorang
saja, atau hamba sahaya perempuan yang kamu miliki. Yang demikian itu
lebih dekat agar kamu tidak berbuat zalim.”
Bahasa Jawa:
Wong-wong Islam ing zaman awal, yen ono kang ngerumat yatimah ing
mongko kabeneran ora mahram (anak dulur umpamane), iku akeh-akehe
nuli di kawin pisan. Naliki iku nganti kedadian ono kang duwe bojo wolu
utowo sepuluh. Barang ayat no 2 mau temurun, wong mau nuli podo
kuwatiran ora bisa ngadil, nuli akeh kang podo sumpek, nuli Allah Ta’ ala
nurunake ayat kang no telu iki surasane yen siri kabeh kuatir ora bisa
ngadil ono ing antarane anak-anak yatim kang siro rumah, ya wayuh
loroloro
bahe, utowo telu-telu, utowo papat-papat sangkeng wadon kang siro
senengi. Ojo nganti punjul songko papat. Lamun siro kabeh kuatir ora biso
ngadil nafaqah lan nggilir, mongko nikah siji wae, utowo ngarap cukup
jariyah kang siro kang miliki, nikah papat utowo siji, utowo ngalap jariyah
iku sejatine luweh menjamin kengadilan ora melempeng.
Bahasa Indonesia:
Orang-orang Islam zaman awal, jika mendidik anak yatim perempuan
yang tidak mahram (anak saudara misalnya), itu kebanyakan dinikahi
sekalian. Pada saat itu sampai terjadi beristri delapan atau sepuluh. Ketika

8
ayat 2 turun, orang-orang khawatir tidak bisa berlaku adil dan banyak
orang yang terpojok. Kemudian Allah menurunkan ayat ke tiga ini. Jika
kalian khawatir tidak bisa berlaku adil terhadap anak-anak yatim yang
kamu didik, maka menikahlah dua-dua, tiga-tiga, atau empat-empat dari
27 perempuan yang kamu sukai. Jangan lebih dari empat. Namun jika
khawatir tidak bisa berlaku adil dalam hal nafkah dan menggilir, maka
lebih baik ikah satu saja. Atau nikahilah budak yang kamu miliki. Nikah
empat atau satu, atau menikahi budak sebenarnya lebih menjamin
keadilan.
Kata yang digunakan oleh Bisri Musthafa adalah loro-loro bahe,
utowo telu-telu, utowo papat-papat yang dalam terjemahan Bahasa
Indonesia nya adalah dua-dua, tiga-tiga, empat-empat. Sekilas akan
dipahami dua-dua adalah empat, tiga-tiga adalah enam, empat-empat
adalah delapan. Kemudian dijelaskan lagi, jangan lebih dari empat.

9
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
KH. Bisri Musthofa, orang mengenalnya dengan Mbah Bisri Rembang.
Bisri Musthofa tinggal di Pondok Raudlat al-Thalibin Leteh Rembang Kota.
KH. Bisri Musthofa dilahirkan di desa Pesawahan, Rembang, Jawa Tengah,
pada tahun 1915 dengan nama asli Masyhadi. Nama Bisri ia pilih sendiri
setelah kembali menunaikan ibadah haji di kota suci Mekah. Ia adalah putra
pertama dari empat bersaudara pasangan H. Zaenal Musthofa dengan isteri
keduanya yang bernama Hj. Khatijah.

Bisri Mustofa dalam penyusunan tafsirnya berdasarkan mushaf Usmani.


Yang mana beliau menafsirkan Al-Quran dimulai dari surat al-Fatihah sampai
dengan surat al-Nas. Kitab Tafsir al-Ibriz bisa dikategorikan dalam metode
tafsir Tahlili (analitis) dan tergolong kitab tafsir bi ar-Ra’yi. Pendekatan atau
corak tafsir al-Ibriz tidak memiliki kecenderungan dominan pada satu corak
tertentu. Al-Ibriz cenderung bercorak kombinasi antara fiqhi, sosial
kemasyarakatan, dan shufi.

Contoh penafsiran Bisri Mustofa dalam Tafsir al-Ibriz diantaranya


persoalan mahar pada Q.S. An-Nisâ (4): 4 yang mana calon suami wajib
memberi kepada istrinya mahar yang sepantasnya. Selain itu pada persoalan
poligami, beliau menafsirkan dengan dua-dua, tiga-tiga, empat-empat. Sekilas
akan dipahami dua-dua adalah empat, tiga-tiga adalah enam, empat-empat
adalah delapan. Kemudian dijelaskan lagi, jangan lebih dari empat.
B. Saran
Penulis menyadari adanya kekurangan dalam pembuatan karya tulis ini.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran pembangun dari
pembaca. Penulis juga berharap karya tulis ini dapat bermanfaat bagi
pembaca.

10
11
DAFTAR PUSTAKA

Afif. “Al-Ibrîz: Menyajikan Tafsir Dengan Bahasa Mudah.” Al-Burhan 17, no. 1
(2017): 73–88.
Bruinessen, Martin van. Kitab Kuning, Pesantren dan Tarekat: Tradisi-tradisi
Islam di Indonesia. Bandung: Mizan, 1999.
Ghozali, Mahbub. “Kosmologi Dalam Tafsir Al-Ibriz Karya Bisri Mustafa: Relasi
Tuhan, Alam Dan Manusia.” Al-Banjari : Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu
Keislaman 19, no. 1 (2020): 112. https://doi.org/10.18592/al-
banjari.v19i1.3583.
Hidayaturrohmah, Ari, and Saifuddin Zuhri Qudsy. “Unsur-Unsur Budaya Jawa
Dalam Kitab Tafsir Al-Ibriz Karya KH. Bisri Mustofa.” Hermeneutik 14, no.
2 (2020): 283–306.
Rokhmad, Abu. “Telaah Karakteristik Tafsir Arab Pegon Al-Ibriz.” Analisa
XVIII, no. 01 (2011): 27–38.
Zuhri, Saifuddin. PPP, NU, dan MI: Gejolak Wadah Politik Islam. Jakarta:
Integrita Press, 1983.

12

Anda mungkin juga menyukai