Anda di halaman 1dari 6

“Permintaan Pangkat atau Jabatan Terhadap Etos Kerja dalam QS.

Yusuf
55 (Studi Komparatif Tafsir Al-Misbah, dan Fi Dzilal al-Quran)”
Disusun oleh: Ita Fitri Mulyani 112003400000098

A. Pendahuluan

“Kesedihan hanya tontonan, bagi mereka yang di perbudak jabatan…” 1 dari petikan
lagu tersebut bahwasanya telah dijelaskan banyak sekali dari kita yang mau bekerja seolah-
olah kita diperbudak oleh jabatan, seperti yang kita ketahui bahwa beberapa orang diluar sana
yang tertarik dengan adanya pangkat atau jabatan bahkan mereka rela berlomba-lomba agar
menjadi yang terbaik, memang tidak ada salahnya dan agama pun menganjurkan untuk
berlomba-lomba dalam kebaikan namun ada beberapa orang yang meninggalkan etos kerja
tersebut demi sebuah jabatan.

Adapun penegrtian etos kerja yang dilansir dari Wikipedia bahwa adanya etos kerja
didasari oleh semangat dan ketekunan dalam bekerja bahkan seorang kapitalis sangat
menganjurkan bahkan menerapkan perilaku etos kerja dalam sebuah pekerjaan, agama islam
sendiri juga memiliki karakteristik dalam etos kerja bahkan terdapat kata ‘Amal yang dimana
kata tersebut 73 diantaranya di gabungkan dengan kata as-salih atau as-salihat dan 70 kata
lainya digabungkan dengan kata al-ladzina aa’manu sangat jelas sekali bahwa etos kerja
didalam agama islam itu sangat diperlukan sekali sebagai tolak ukur kita seberapa gunanya
kita terhadap etika,moral, dan keilmuwan yang telah kita dapat 2.

Maka tak heran jika zaman sekarang banyak sekali yang rela menggugurkan seseorang
demi sebuah jabatan, kemudian penulis berinisiatif mengambil sebuah masalah yang
mempengaruhi pangkat atau jabatan terhadap etos kerja dengan konteks ruang lingkup
penafsiran QS. Yusuf ayat 55 Studi Komparatif Tafsir Al-Misbah, dan Fi Dzilal al-Quran.

B. Pembahasan
1. Biografi, Rujukan Penafsiran, Corak Penafsiran, dan Metode Penafsiran.
Sebelum lanjut kepembahasaan yang lebih dalam maka penulis disini akan memaparkan
biografi singkat para mufassir yang merangkup sekaligus rujukan penafsiran, corak
penafsiran, dan metode penafsiran.

a) M. Quraisy Shihab
1
Bongkar, Karya Iwan Fals
2
Najib Aan “Pemikiran Hamka dan M.Quraish Shihab tentang Etos Kerja” (Cirebon, SYNTAX
COMPUTAMA,2019) H.37
➢ Biografi Singkat

Quraisy Shihab lahir di Sidereng Rappang (Sidrap) pada 19 Februari 1944, ia adalah putra
keempata dari dua belas bersaudara yang terlahir dari pasangan Prof. Abdurrahman Shihab
dan Asma Aburisy, seperti kalian ketahui buah yang jatuh tidak jauh dari pohonya begitu
pula dengan Quraisy Shihab, ia mengikuti jejak ayahnya sebagai seorang akademisi di bidang
tafsir bahkan ia kecil telah didik sebagai seorang mufasir oleh ayahnya. Setelah selesai
pendidikan dasarnya di ujung pandang, ia melanjutkan pendidikan tingkat menang dimalang
sebagai seorang santri di pondok pesantren Daarul Hadist al-Faqihiyah selama dua tahun,
pada tahun 1958 pergi ke kairo mesir dan ia diterima di dua kelas Tsaniwiyah di kairo, pada
tahun 1967 ia berhasil mendapatkan gelar S1 dari Universitas Al-Azhar Kairo pada bidang
Ilmu al-Quran dan Tafsir, kemudian pada tahun 1969 ia berhasil mendapatkan gelar S2 di
Universitas yang sama dan Jurusan yang sama, dan pada tahun 1980 ia mendapatkan S3 dari
kampus dan jurusan yang sama. Ia pernah menjabat sebagai seorang rektor dan
kemahasiswaan di IAIN Alaudin, pernah menjabat sebagai ketu majelis ulama Indonesia
(MUI), menteri agama pada cabinet pembangunan VI, dan pernah menjabat sebagai rektor di
IAIN Syarif Hidayatullah, selain berkecimpung dalam bidang akademisi ia pernah menjadi
duta besar Mesir-Somalia-Jibouti dan sebagai anggota dewan syariah nasional. Pada 2004 ia
mendirikan Pusat Studi al-Quran (PSQ) bahkan sampai saat ini Quraisy Shihab sendiri
berhasil mendirikan pondok pesantren tahfidz al-Quran dan berhasil menuliskan banyak
buku.3
➢ Rujukan Penafsiran
Tafsir Al-Misbah ini merujuk pada penafsiran kitab tafsir al-Quran al-Azim karya Ibnu
Katsir, ad-Durr al-Mansur karya as-Suyutti, Jami al-Bayan karya at-Tabbari, al-Mannar
karya Rasyid Rida, al-Mizan karya Thabathaba’i, at-Tahrir wa at-Tanwir karya Tahir Asyur,
Al-Kasysyaf karya Abu Qasim Jarullah Mahmud ibn Umar al-Khawarijmi az-Zamakhsyari,
dan Fi Zilal al-Quran karya Sayyid Qutub
➢ Corak Penafsiran
Tafsir Al-Misbah pertama kali di Kairo pada Jum’at 18 Juni 1999 ( 4 Rabiul Awwal
1420 H) selesai pada Jum’at 5 September 2003 (8 Rajab 1423 H) kitab ini berseri 15 volume
yang mencakup hingga 30 Juz, kitab ini ada beberapa yang ditulis di Mesir dan mulai dari
Volume 11 hingga 15 ditulis di Indonesia tafsir ini memiliki corak Adabi Ijtima’I adapun
contohnya pada penafsiran tentang term Wali pada QS. Al-Maidah ayat 51, al-Nisa ayat 89

3 http://quraishshihab.com/profil-mqs/
dan 139 pada penafsiran ayat ini Quraisy Shihab menjelaskan penafsiranya dengan sosio-
Historis yaitu dinamika hubungan Rasullah dan kaum muslim di satu pihak dan non muslim
di pihak lainya.
➢ Metode Penafsiran
Dalam tafsir Al-Misbah ini Quraisy Shihab terinspirasi dari Ali bin Abi Thalib yang
dimana Ali pada saat itu memiliki ide tentang teks al-Quran secara tematik yang membahas
soal natiqiyah an-nas , Quraisy Shihab sendiri selain terinspirasi dari Ali bin Abi Thalib
mengambil penafsiran secara tematik (Maudu’I ) karena ia beranggap bahwa tematik ini
4
mampu membahas serta mengangkat semua problematika yang terjadi pada masyarakat.

b) Sayyid Qutub
➢ Biografi Singkat
Sayyid Qutub yang bernama asli Sayyid bin Al-Hajj Quthb bin Ibrahim Husein Syazali,
lahir di kampung Mousyah Kota Asyut Mesir pada 09 Oktober 1906, seperti halnya Quraisy
Shihab, Sayyid Qutub bias menjadi seorang mufassir kontemporer sebab ia didik denga al-
Quran oleh ayahnya sejak kecil ia memulai pendidikan dasarnya di kampungnya kemudia ia
berangkat ke mesir untuk melanjutkan pendidikan menengah pertamanya sekaligus
menengah atasnya dan tepat di tahun 1933 ia mendapatkan gelar LC dari Universitas Daarul
Ulum pada Fakultas Adab setelah lulus kuliah ia diangkat sebagai guru dikementrian
pendidikan Mesir Daar al-Maarif, di tahun 1948 ia berangkat ke Amerika guna memeprdalam
keilmuan pada tahun 1950 ia kembali ke Mesir setelah kepulanganya dari Amerika justru
semangat reformasi yang membuatnya terjun kedunia politik lebih tinggi hingga membuatnya
menjadi pemimpin redaksi Ikhawanul Muslimin pada tahun 1954, di tahun 1954 ia ditahan
dipenjara oleh presiden mesir yaitu Gamel Abdul Naseer karena ia sebagai ketua Ikhawanul
Muslimin yang dianggap melanggar perjanjian Inggris denagan Mesir, pada tahun 1964 ia
dibebaskan oleh presiden Irak karena ia sedang melakukan kunjungan muhibah, dan pada
tahun 1965 ia dijebloskan kembali kepenjaran atas banyaknya tuduhan tulisan-tulisan dan
pengakuan orang lain sebab ia ingin berusaha menumbangkan pemerintahan Mesir, satu
tahun kemudian pada tanggal 12 april ia tetapkan oleh hakim militer diberikan hukum
gantung dan Sayyid Qutub wafat pada 29 Agustus 1966 dipenjara.
➢ Rujukan Penafsiran
Pada kitab tafsir Fi Dzilal al-Quran ini merujuk kepada penafsiran kitab diantaranya kitab
Ibn Katsir, Ibn Jarir at-Thabari, al-Qurthubi, Ahkam al-Quran karya Ibn al-Arabi, Ahkam al-

4 Jurnal, Metodologi Tafsir Al-Misbah karya M. Quraisy Shihab.


Quran karya al-Jashshos, al-Kasyaf, al-Manar, Tafsir al-Hadist karya M. Izzah Darwazah,
dan Sirah Ibn Hisyam.
➢ Corak Penafsiran
Pada kitab tafsir ini menggunakan corak Adabi Ijtima’I pada sebelumnya, karena kitab
ini pernah mengalami perubahan sebab Sayyid Qutub pada saat dipenjara ia merubah
kandungan kitabnya yaitu dengan menambahkan corak Hararki (Pergerakan) dan Tarbawi
(Pendidikan), alas an penambaha tersebut Sayyid Qutub berharap agar masyarakat bergerak
berdasarkan al-Quran serta al-Quran bias menjadi pedoman hidup mereka dalam keseharian
dan menjadikan sebagai masyarakat yang berlandaskan pendidikan secara Qurani.
➢ Metode Penafsiran
Seperti yang telah dijelaskan dalam buku Membahas Kitab Tafsir bahwasanya Sayyid
Qutub menggunakan metode Tematik namun ini tidak bisa dibilang Tematik karena banyak
yang beranggapan bahwa kitab ini menggunakan metode Tahlili namun sebagai ciri khas
Tematik ia selalu mengkaitkan penafsiran dari sebelumnya dan sesudahnya, namun tidak bisa
dikatakan semi Tematik Karena Sayyid Qutub itu sendiri tidak memberikan judul ataupun
tema terhadap ayat. 5
2. Penafsiran QS. Yusuf ayat 55

1) Penafsiran Menurut Tafsir Al-Misbah

Tafsir Al-Misbah sendiri menyetuju tentang permintaan jabatan sebab permintaan itu
sendiri tidak melanggar moral keagaman sebab permohonan itu sendiri lahir karena diri
seorang itu sudah merasa terpelihara atas pengetahuanya dan tidak ada yanglebih tepat selain
dirinya sendiri untuk mejalankan tugas tersebut. Jika dikilas kembali pada kisah nabi yususf

5Dr. Faizah Ali Sybromalisi,M.A dkk, Membahas Kitab Tafsir (Lembaga Penelitian dan Perkembangan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta 2012)
bahwa ia sempat mendekam ke dalam penjara akibat ulah kezaliman yang menimpanya,
namun disuatu ketika berkat kepuasan raja atas uraian nabi yusuf dalam menjelaskan mimpi
begitu juga dengan akhlak mulia dipenjara menyadarkan raja tidak mungkin bahwa yusuf itu
bersalah. Dan sang raja merasa terkagum-kagum dengan uraian mimpi tersebut maka raja
mengangkat nabi yusuf dengan kedudukan yang tinggi dalam mengurus Negara maka nabi
yusuf pun meng” iya”.

namun para ulama berpendapat bahwa sebelum dimulai tawar menawar jabatan nabi
yusuf menyarankan agara sang raja menimbun semua makanan pokok ke lumbung, dan
meningkatkan kembali pertanian kemudian sang raja dengan ekspresi bingung seraya berkata
“lantas siapakah yang harus saya tujuk” kemudian nabi yusuf berkata “jadikanlah aku
bendaharawan di negeri Mesir ini”. Kemudian keunikanya mendahulukan kata Hafidzun dari
pada ‘Alimun karena pemeliharaan amanah lebih penting dari pada pengetahuan, begitu juga
sebaliknya jika orang berpengetahuan namun tidak beramanah maka ia bisa
menyalahgunakan amanah tersebut, dan peristiwa serupa terjadi pada QS. al-Baqoroh ayat
282 yang mendahulukan keadilaan dari pada pengetahuan tulis menulis hutang piutang.

2) Penafsiran menurut Fi Dzilal al-Quran


Fi Dzilal al-Quran ini menjelaskan bahwa nabi yusuf itu sendiri tidak meminta-minta
bahkan sambil bersujud-sujud itu tidak, nabi yusuf meminta jabatan bahwa dirinya sendiri
sudah mampu dalam mengemban amanah ini dan bukan untuk kepentingan dirinya sendiri,
dan Sayyid Qutub sendiri yang menuliskan buku ini juga tidak menyetujui jika seseorang
mencalon diri atau meminta suatu jabatan tanpa adanya rekomendasi dari seorang Ahlul Ahdi
wal Aqdi atau atasan dengan jabatan yang lebih tinggi.
Pada hakikatnya ayat ini mengandung unsur makna yang tidak tersirat yaitu syubhat
sebagai racun yang mempengrahui nabi yusuf meminta jabatan yang mengakibatkan
munculnya perkara yang dilarang oleh islam itu sendiri yang pertama yaitu nabi Muhammad
menyatakan melarang meminta permintaan jabatan dengan merujuk salah satu hadist yang
diriwayatkan oleh Muttafaqun ‘Alaihi yang berbunyi “Demi Allah, sesungguhnya kami tidak
mengangkat seseorang suatu jabatan orang yang memintanya atau tamak ambius
terhadapnya” kedua menyucikan diri sendiri merupakan hal yang terlarang sebagai mana
yang tertera dalam QS.an-Najm ayat 32.
Seperti yang dijelaskan pada metode penafsiran pada ayat ini memang banyak sekali
mengandung unsur reformasi dan gerakan politik sebab Sayyid Qutub merupakan korban dari
rezimnya pemerintahan Mesir pada saat itu yang ia berargumen jika ingin memilih suatu
pemimpin hendaknya melakukan pemilihan yang dimana para calon tersebut ditunjuk oleh
Ahlul Ahdi wal Aqdi kemudia masyarakat melakukan pemilihan , bahkan seharusnya
masyarakat islam itu sendiri tidak memerlukan perkara yang telah dipaparkan diatas.
Jika diteliksik lebih dalam lagi pola pemikiran Sayyid Qutub sama seperti pola
pemerintahan di Indonesia yang menerapkan system Trias Politika, bahkan banyak sekali
masyarakat jahiliah yang berhasil menipu daya muslihat terhadap msyarakat muslim maka
seharusnya masyarakat muslim lah yang harus bergerak buka syariah atau fiqh, dengan terus
bergerak dan membangkitkan kaidah-kaidah syariah kepada seluruh masyarakat.

3. Kesimpulan
Pada ayat ini dari kedua mufassir tersebut terdapat perbedaan yaitu menurut Quraisy
Shihab kita diperbolehkan meminta suatu jabatan namun menurut Sayyid Qutub kita tidak
diperbolehkan meminta bila kita tidak melalui jalur syuro seperti apa yang dilakukan nabi
pada masa sebelumnya, namun disini penulis hanya membahas seputar etos kerja bahwa
banyak sekali orang diluar sana yang rela bekerja secara berlebihan bahkan menyombongkan
serta melakukan suap beranggapan bahwasanya mampu untuk mendapatkan suatu tahta
maka kita perlu tinjau kembali etos kerjanya dimana agama islam sendiri sangat menjungjung
tinggi etos kerja bahkan kita bekerja bukan untuk menyibukan diri kita sendiri akan tetapi
demi mendapatkan rahmat dan ridhanya, etos kerja seorang muslim dilihat dari moral,
etika,maka selayaknya seorang muslim tidak perlu terlalu tamak akan jabatan, hanya orang
tertentu saja yang terlalu tergila-gila dengan jabatan bukan berarti kita tidak boleh menjadi
pemimpinan akan tetapi jadilah pemimpin yang apabila ia selalu mengandalkan amanah
bukan pengetahuan dari banyak pengalaman yang telah dialami bahwasanya masyarakat
Indonesia rela menggulingkan bahkan membunuh seseorang tersebut hanya demi
mendapatkan jabatan tertinggi disebuah pekerjaan.

Anda mungkin juga menyukai