Anda di halaman 1dari 17

TOKOH PEMBAHARUAN PENDIDIKAN ISLAM

Untuk memenuhi tugas UAS


Mata Kuliah : Sejarah Pendidikan Islam
Dosen Pengampu :
Al-Ustadzah Siti Djunnuraini, M.Pd

Disusun oleh :

Nabila Fatihatunnada
422021123088

FAKULTAS TARBIYAH
PENDIDIKAN BAHASA ARAB
UNIVERSITAS DARUSSALAM GONTOR
DIVISI MANTINGAN
1444/2022
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan adalah suatu hal yang pastinya harus dienyam oleh
semua orang yang ada di dunia ini. Tak memandang umur kapan kita harus
mencari serta mempelajari pendidikan yang ada. Pepatah mengatakan
bahwa kita harus menuntut ilmu hingga ke negeri China. Ataupun di
negeri yang jauh sekalipun. Karena pendidikan di dunia ini begitu luas dan
bermanfaat pastinya untuk kita pelajari di dunia bahkan untuk tabungan
kita di masa depan juga di akhirat.
Jika berbicara tentang akhirat, kita sebagai umat Muslim, wajib
untuk menuntut ilmu agama yang ada. Karena kita perlu adanya pelajaran
yang diambil juga diamalkan untuk diri kita kelak ataupun untuk
keturunan kita nantinya. Pelajaran agama yang dicari, banyak sekali
bentuknya. Ada pelajaran Bahasa Arab, ilmu Fiqh, ilmu Hadits, ilmu
Aqidah, dll. Itu semua adalah bekal kita di masa mendatang.
Dengan kita mempelajari semua pendidikan agama, patutlah kita
mengenang siapa aja orang-orang terdahulu yang telah memperjuangkan
pendidikan islam sehingga bisa kita pelajari dengan mudah dan tidak susah
untuk dicari. Maka dari itu, kita akan membahas tentang Tokoh
Pembaharuan Pendidikan Islam yang ada di Indonesia khususnya.

B. Rumusan Masalah
1. Siapa saja tokoh pembaharuan pendidikan islam di Indonesia?
2. Bagaimana latar belakang kehidupan tokoh pendidikan islam di
Indonesia?
3. Bagaimana pendidikan yang dienyam beliau semasa menuntut ilmu
agama?
4. Apa saja karya yang beliau ciptakan tentang pendidikan agama Islam?

C. Tujuan Pembahasan
1. Agar kita mengetahui siapa saja tokoh pendidikan islam Indonesia
2. Agar kita dapat mencontoh latar belakang kehidupan pendidikan tokoh
pendidikan islam di Indonesia
3. Agar kita bisa membaca karya-karya beliau yang telah beliau ciptakan
sebagai bekal kita di masa mendatang
BAB II
PEMBAHASAN
A. KH. Wahid Hasyim
1. Biografi KH. Wahid Hasyim
Tanggal 1 Juni 1914 lahirlah seorang anak laki-laki dari
pasangan K.H. Hasyim Asy’ari dan Nyai Nafiqah yang diberi nama
Abdul Wahid. Beliau lahir di Jombang, Jawa Timur. Kelak, Abdul
Wahidlah yang akan meneruskan perjalanan ayahnya dalam
membina serta meneruskan langkah perjuangannya dalam
mengembangkan sebuah pondok.
Pada saat Nyai Nafiqah tengah mengandung, ia memiliki fisik
yang agak memburuk. Tiap kali hamil, Nyai Nafiqah akan
terganggu kesehatannya. Ia merasa lemah dan gelisah, dikarenakan
badannya yang tidak kuat dan sering merasa sakit-sakitan. Suatu
hari, Nyai Nafiqah bernadzar, “Jika nanti bayi yang ku kandung
lahir dengan selamat, aku akan membawanya menuju guru ayahnya
(K.H. Kholil Madura)”. Begitulah sekiranya beliau bernadzar saat
mengandung Abdul Wahid.
Sebagaimana sudah diketahui, Abdul Wahid yang kemudian
hari lebih dikenal dengan nama Wahid Hasyim berasal dari
keluarga terpandang. Ayahnya, K.H Hasyim Asy’ari adalah pendiri
dan pengasuh Pesantren Tebuireng Jombang. Beliau dikenal ahli
dalam bidang tafsir dan hadits. Pesantren yang dipimpinnya telah
melahirkan banyak ulama besar yang kemudian mendirikan dan
mengasuh pesantren.
Di hari sabtu tanggal 18 April 1953 adalah hari terakhir Wahid
Hasyim bisa menikmati masa dunianya. Karena keesokan harinya,
ia mengalami kecelakaan mobil yang akan pergi ke Sumedang
untuk menghadiri rapat NU setempat. Ditemani dengan seorang
supir harian, Argo Sutjipto seorang tata usaha majalah Gema
Muslimin, putra sulungnya Abdurrahman ad-Dakhil (Gus Dur).
Beliau di makamkan di tempat kelahiran almarhum di Tebuireng.
2. Masa Perkembangan Pendidikan
Semasa kecilnya, Wahid Hasyim sudah masuk madrasah
Tebuireng dan lulus pada usia 12 tahun. Ia giat mempelajari ilmu
kesusastraan dan budaya Arab secara otodidak. Disamping hobinya
yang sangat suka membaca, dalam sehari ia bisa membaca buku
minimal lima jam. Ia juga banyak menghafal syiar arab yang
kemudian ia jadikan sebuah buku.
Usia 13 tahu, ia mulai mengembara mencari ilmu. Mulai
dari belajar di Pondok Siwalan, Panji, Sidoarjo. Setelah itu pindah
ke Pesantren Lirboyo, Kediri. Pesantren yang didirikan oleh K.H
Abdul Karim teman sekaligus murid ayahnya. Ia menjadi santri
kelana selama 2 tahun. Yaitu pindah dari sau pesantren ke
pesantren yang lainnya. Dan di akhir ia menjadi santri kelana, ia
kembali lagi ke Pesantren Tebuireng.
Ia baru mengenal huruf latin saat umurnya mencapai 15
tahun. Semangat untuk belajarnya semakin bertambah. Ia belajar
ilmu bumi, bahasa asing, matematika, dll. Ia juga berlangganan
koran serta majalah yang menggunakan bahasa indonesia dan
bahasa arab.
Wahid Hasyim mulai belajar bahasa asing, yaitu Bahasa
Belanda. Ketika itu, ia sedang berlanggakan majalah “Sumber
Pengetahuan” Bandung. Tetapi ia hanya mengambil dua bahasa
saja, setelah menguasai Bahasa Arab juga Bahasa Belanda, ia
mulai belajar untuk Bahasa Inggris. Beliau mempelajari bahasa
asing berkat dorongan sang Ibu. Ibunya mengikutkan Wahid
Hasyim kursus bahasa asing serta pendengan aktif radio BBC
untuk membuka pemikiran beliau yang luas.
Tahun 1932, Wahid Hasyim pergi ke tanah suci. Beliau
ingin menyempurnakan rukun islamnya, juga untuk memperdalam
berbagai ilmu agama. Ia pergi ditemani oleh sepupunya
Muhammad Ilyas. Sepupunya ini memiliki pengaruh yang besar
dalam membimbing Wahid Hasyim yang fasih berbahasa arab.
Saat menuntut ilmu di Makkah, Wahid Hasyim sangat
memanfaatkan batul kesempatannya yang langka dan berharga.
Sehingga, hasil yang diperoleh tidak kalah dengan mereka yang
jauh lebih lama berada di tanah suci. Kepulangannya menuju
Indonesia, ia mulai aktif dalam masyarakat sekitar. Ia mulai ikut
untuk mendidik dan memimpin santrinya, di Tebuireng. Pesantren
asuhan ayahnya, menjadi laboratorium pertama baginya. Tempat ia
menguji coba segala gagasan dan pemikiran yang beliau temukan.
Sejarah membuktikan bahwa peran penting beliau di Tebuireng
tidak akan sirna.
Umurnya yang menginjak 20 tahun, Wahid Hasyim telah
sering membantu K.H Hasyim Asy’ari menyiapkan kurikulum
pesantren dan turut menjawab surat-surat atas nama ayahnya
dengan menggunakan Bahasa Arab yang ditujukan kepada banyak
ulama di berbagai pelosok tanah air. Dengan model kecerdasan,
daya tangkap, dan kekuatan hafalannya, serta di dorong oleh
semangatnya untuk terus maju, ia menjadi calon kyai muda di
bawah asuhan ayahandanya.

3. Riwayat Organisasi
Tahun 1938, Wahid Hasyim terlibat dalam sebuah
organisasi. Ia bergabung dengan organisasi Nahdlatul Ulama (NU).
Organisasi sosial keagamaan yang berlokasikan di Cukir dan
menjadi ketua cabang di Jombang. Selang dua tahun, beliau
dicalonkan sebagai pengurus besar NU, tepatnya dalam bidang
Departemen Pendidikan. Dilembaga inilah, Wahid Hasyim
mempropagandakan ide-ide yang berkaitan dengan pengembangan
kurikulum pesantren dan mengorganisasikan madrasah NU.
Karena kemumpuniannya, ia unggul dalam dua sisi. Yaitu
keluarga dan kemampuan (kapabilitas) nya. Sebagai putra ulama
besar, kharisma ayahnya membuat Wahid Hasyim lebih percaya
diri untuk memegang jabatan dan posisi di NU. Sedang aspek
kemampuannya dalam bidang keorganisasian, dan
kepemimpinannya, Wahid Hasyim sudah di akui oleh kalangan
tradisional. Kemampuannya dapat dilihat dengan jelas ketika ia
pulang dari Makkah. Ia berusaha mengembangkan institusi
pesantren sekaligus mendirikan organisasi kepemudaan.
Kesuksesannya dalam mengimplementasikan gagasannya, ia
menjadi kapabilitas untuk memegang jabtan yang strategis.
Perhatiannya yang besar dalam dunia pendidikan, yaitu
pengembangan pesantren dan madrasah, beliau juga peduli
terhadap politik negara pada saat itu. Terkhusus pada akhir masa
penjajahan Belanda dan datangnya bangsa Jepang. Di terlibat
dalam pergerakan menentang adanya penjajahan. Pada tahun 1940,
beliau terpilih menjadi ketua Majelis al-Islam al-A’la Indonesia
(MIAI). Sebuah federasi organisasi Islam dimana NU dan
Muhammadiyah menjadi yang paling bertanggungjawab. Bersama
dengan Gabungan Politik Indonesia (GAPI), NU membuat
Konggres Rakyat Indonesia. Akhir masa penjajahan Belanda, ia
diminta ayahanda untuk kembali mengelola pesantren Tebuireng.
Tetapi, setelah datangnya Jepang untuk menjajah, beliau pun
terlibat kembali dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.
Setelah merdeka, Wahid Hasyim bersama dengan ulama
modern juga tradisional, menyelenggarakan Muktamar Umat Islam
Indonesia di Yogyakarta. Kongres ini pada akhirnya membuat
satu-satunya partai politik umat Islam Indonesia, Masyumi
(Majelis Syuro Muslimin Indonesia).
Selain ia terpilih menjadi ketua Masyumi, ia terpilih
menjadi Menteri Agama. saat menjadi Menteri Agama, beliau
mulai banyak perubahan yang dilakukan. Seperti, merubah sistem
departemen yang bersifat Kolonial kepada Indonesia. Menjaga
hubungan baik antara pemeluk agama yang berbeda, juga gagasan
beliau mendirikan Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN)
yang sekarang dikenal dengan nama IAIN.
4. Karya-Karya Wahid Hasyim
Ia adalah penulis yang cukup produktif. Meskipun ia tidak
menulis sebuah buku, berbagai artiikel ditulisnya tentang
keagamaan, pendidikan, maupun isu politik. Tulisannya di
publikasikan di berbagai majalah serta koran. Tulisan beliau dapat
dikelompokkan menjadi 4 bidang. Yaitu pendidikan, politik,
administrasi departemen agama, dan agama.
Dalam bidang pendidikan, Wahid Hasyim memberikan
perhatian terhadap reformasi pendidikan. Misalnya pendidikan
bagi anak, perkembangan kemampuan berbahasa, pendidikan
agama, termasuk di dalamnya pendirian perguruan tinggi agama.
beliau menuliskan sebuah artikel berjudul “Abdullah Oeybayd
sebagai Pendidik”. Dalam tulisannya, ia menjelaskan bagaimana
mendidik seorang anak. Ia mengamati Abdullah Oeybayd dalam
mendidik anak, ia mengatakan bahwa anak-anak harus dilatih
untuk menggunakan semua kemampuan yang dipunya. Dengan itu,
anak-anak tidak mudah untuk menyerah dalam menggapai cita-
citanya.
Dalam segi bahasa, ia menumbuhkan rasa kebangsaan
dengan mendorong anak bangsa untuk menggunakan bahasa
Indonesia. Ia menulikan sebuah artikel yang berjudul “Kemadjuan
Bahasa Berarti Kemadjuan Bangsa”. Ia mengajak warga Indonesia
untuk menggunakan bahasa Indonesia dalam percakapannya
sehari-hari. Karena, dalam lingkungan masyarakat sekitar, kata
“good morning” dan “goeden morgen” lebih banyak terdengar dari
pada kata “Selamat Pagi”. Tetapi, meskipun seperti itu, Wahid
Hasyim juga akan tetap mengajarkan bahasa asing sebagai bahan
pengetahuan warga Indonesia. Ia meminta agar tidak melupakan
serta mengabaikan Bahasa Indonesia semata.
Dalam pendidikan agama, beliau mempunyai ide untuk
mendirikan perguruan tinggi agama. dan perlunya penggunaan
pendekatan intelektual dalam mengatasi masalah. Wahid Hasyim
menyatakan bahwa perkembangan ilmu pengetahuan tidak dapat di
percepat dengan jalan revolusi sebagaimana politik.
Selain itu, Wahid Hasyim juga tertarik dengan politik di
negara. Ia sering memberikan komentar tentang berbagai isu
politik. Dalam artikel yang ditulis beliau, berjudul “Siapakah jang
Akan Menang dalam Pemilihan Umum jang Akan Datang?”.
Wahid Hasyim secara terang-terangan mengkritik partai politik
yang mengutamakan keinginan golongannya di atas kepentingan
negara.

B. KH. Hasyim Asy’ari


1. Biografi
Nama lengkapnya adalah Muhammad Hashim bin Ash’ari
bin Abdul Wahid bin Abdul Halim. Beliau adalah salah satu tokoh
dari ulama besar yang pernah dimiliki bangsa Indonesia. Beliau
lahir dari pasangan kyai Asy’ari dan Halimah pada hari Selasa
Kliwon tanggal 14 Februari 1871 M. Tempat kelahirannya adalah
di sekitar 2 KM ke arah utara kota Jombang, tepatnya di Pesantren
Gedang. Gedang sendiri merupakan salah satu dusun yang menjadi
wilayah administrasi desa Tambakrejo Kec. Jombang.
Sejak kanak-kanak, beliau hidup dalam lingkungan
pesantren. Keluarga besarnya bukan hanya pengelola pesantren,
melainkan pendiri pesantren yang masih cukup populer hingga saat
ini. Menginjak umurnya yang 5 tahun, Hasyim berpindah dari
Gedang menuju desa Keras. Sebuah desa di selatan kota Jombang.
Disitulah beliau menghabiskan masa kecilnya hingga berumur 15
tahun, sebelum berkelana menjelajahi berbagai pesantren di
Nusantara hingga ke Makkah.
Usia 21 tahun, beliau menikahi putri Kyai Ya’qub, Nafisah.
Pernikahan itu berlangsung tahun 1892. Kemudian Hasyim
memutuskan untuk tinggal di Makkah guna menuntut ilmu. Tujuh
bulan kemudian, istri beliau meninggal setelah melahirkan seorang
anak. Selang 40 hari, anak beliau juga menyusul ibunda menuju
alam baka. Karena itulah, Hasyim kemudian memutuskan untuk
pulang ke Indonesia. Kemudian menikah kembali dengan seorang
gadis bernama Khadijah. Khadijah juga menyusul istri pertama
beliau menuju pangkuan-Nya. Tak lama setelah kematian istri
kedua, beliau menikah kembali dengan perempuan bernama
Nafiqah. Di pernikahannya yang ketiga, ia dikaruniai 10 anak. Tak
lama kemudian, istrinya pun kembali meninggal dunia.
Sepeninggal Nafiqah, beliau menikah untuk yang keempat kalinya
dengan perempuan bernama Masruroh. Dari Masruroh, ia memiliki
4 anak. Pernikahannya ini adalah pernikahan yang terakhir dalam
hidupnya hingga akhir hayat Hasyim.
Beliau dianggap sebagai guru dan dijuluki “Hadratus
Syekh” yang berarti “Maha Guru”. Kiprahnya tidak hanya di dunia
pesantren, tetapi juga beliau ikut berjuang dalam membela negara.
Semangat pahlawannya tidak pernah kendor. Bahkan menjelang
hari-hari akhir di hidupnya. Beliau wafat pada tanggal 25 Juli 1947
M. Beliau ditetapkan sebagai pahlawan pergerakan nasional
dengan surat keputusan Presiden RI No.284/TK/Tahun 1964,
tanggal 17 November 1964. Semasa hidupnya, beliau mempunyai
peran penting dalam dunia pendidikan, khususnya dalam lingkup
pesantren. Komplek pesantren Tebuireng menjadi tempat
peristirahatan terkahir beliau.

2. Latar Pendidikan
Kyai Hasyim dikenal dengan tokoh yang haus akan ilmu
agama. ia berkelana ke berbagai pesantren yang terkenal di daerah
Jawa pada masa itu. Ia juga menghabiskan waktunya untuk
mendalami Islam di Mekkah juga Madinah. Beliau sangat
berpegang teguh pada falsafah jawa “luru ilmu kanti lelaku”
artinya “mencari ilmu adalah dengan berkelana atau yang biasa
disebut dengan santri kelana.
Pertama kali beliau serius dididik dan dibimbing
mendalami pengetahuan Islam oleh ayahnya sendiri. Bahkan beliau
mendapat pengajaran dari ayahnya sendiri semasa kecil hingga
berumur 15 tahun. Ayahnya mengajarkan Tauhid, Tafsir, Hadits,
Bahasa Arab, dan kajian keislaman lainnya. Ia merupakan anak
yang cerdas di usianya yang masih belia.
Semenjak usia 15 tahun, ia berkelana ke berbagai
pesantren. Pertama ia mendatangi pesantren Wonokoyo,
Probolinggo; Pesantren Langitan, Tuban; sampai Pesantren
Trenggilis, Semarang. Belum puas dengan ilmu yang
didapatkannya, beliau melanjutkan ke pesantren Kademangan,
Bangkalan. Tak lama setelah itu, ia pindah ke pesantren Siwalan
Panji, Sidoarjo. Hingga beliau pun pergi ke Mekkah untuk kedua
kalinya beribadah haji dan mengkaji ilmu-ilmu Islam dengan
ulama besar terkenal di Mekkah.
Kyai Hasyim adalah seorang penganut tarekat, tetapi beliau
melarang santrinya untuk menjalankan praktik sufi di pesantrennya
agar mereka tidak terganggu dalam belajar. Beliau juga menolak
tarekat yang menyimpang dari ajaran agama Islam. Beliau juga
belajar fiqh menganut pada madzhab Syafi’i di bawah bimbingan
Syaikh Ahmad Khatib al-Minangkabawi yang ahli dalam bidang
astronomi, matematika dan aljabar.
Menurut Zamakkhsyari Dofier, ada empat faktor penting
yang melatarbelakangi watak kepemimpinan beliau. Pertama, ia
lahir ditengah-tengah Islamic Revivalism baik di Indonesia maupun
di Timur Tengah khususnya di Mekkah. Kedua, orang tua dan
kakeknya adalah seorang pemimpin pesantren yang punya
pengaruh besar di Jawa Timur. Ketiga, ia sendiri dilahirkan sebagai
seorang yang sangat cerdas dan memiliki kepemimpinan. Keempat,
berkembangnya perasaan anti kolonial, nasional Arab, dan pan-
Islamisme di dunia Islam.

3. Karya-Karya
a. Adabul ‘Alim wal Muta’alim. Menjelaskan tentang etika
seorang murid yang menuntut ilmu dan etika guru dalam
menyampaikan ilmu. Kitab ini diadaptasi dari kitab Tadzkiratu
al-Sami’ wal al-Mutakallim karya Ibnu Jamaah al-Kirani.
b. Al-Tibyan Fi Nahyi ‘An Muqatha’ati’ Al-Arkam wa Al-‘Aqarib
Wa Al-Ikhwan. Berisi tentang pentingnya menjaga silaturrahmi
dan larangan memutuskannya. Kitab ini merupakan salah satu
bentuk kepedulian Kiai Hasyim dalam masalah Ukhuwah
Islamiyah.
c. Muqaddimah al-Qamm al-Asasi li jam’iyyat Nahdlatul Ulama’.
Karangan ini berisi pemikiran dasar NU, terdiri dari ayat-ayat
Al-Qur’an, Hadits dan pesan-pesan penting yang melandasi
berdirinya organisasi NU.
d. Ziyadah Ta’liqat. Berisi perdebatan antara Kyai Hasyim dan
Syaikh Abdullah bin Yasin.
e. Al-Tanbihat Al-Wajibah Liman Yashna’ Al-Maulid Al-
Munkarat. Berisi tentang nasehat-nasehat bagi orang yang
merayakan hari kelahiran Nabi dengan cara yang dilarang
agama.
f. Dhau’ul Misbah fi Bayani Ahkam al-Nikah. Kitab ini berisi
tentang hal-hal yang berkaitan dengan pernikahan, mulai dari
aspek hukum, syarat rukun, hingga hak-hak dalam pernikahan.
g. Al-Risalah fi al-Aqaid. Kitab ini ditulis dalam Bahasa Jawa.
Berisi tentang masalah-masalah yang berkaitan dengan Tauhid.
h. Arba’ina Haditsan Tata’allaqu bi Mabadi’i Jamiyyah
Nahdlatul Ulama’. Berisi 40 Hadits tentang pesan ketakwaan
dan kebersamaan hidup, yang harus menjadi fondasi kuat bagi
umat dalam mengarungi kehidupan.
i. Mawai’idz. Karangan yang berisi tentang nasehat bagaimana
menyelesaikan masalah yang muncul ditengah umat akibat
hilangnya kebersamaan dalam membangun pemberdayaan.
C. Syaikh Ahmad Surkati
1. Biografi
Nama lengkapnya adalah Ahmad bin Muhammad bin
Muhammad Assoorkatty al-Khazrajiy al-Anshary, di kenal dengan
nama Ahmad Surkati. Ia lahir di daerah Udfu, Jazirah Arqu,
Dungulah, Sudan, pada tahun 1292 H. Nama “Ahmad” dilipih
karena nama tersebut memiliki arti yang istimewa yaitu terpuji.
Selain itu nama tersebut adalah nama Rasululah yang mempunyai
kepribadian yang mulia.
Kata Soorkatty atau Surkati merupakan dialek Dungulah
kuno yang dipakai sebagai gelar seorang ilmuwan. Kata Soor (Sur)
berarti kitab yang berbobot. Katty (Kati) berarti bertumpuk atau
banyak. Nama Surkati mencerminkan betapa tekunnya Ahmad
Surkati dalam mencari ilmu. Gelar ini diberikan oleh pamannya
ketika pamannya melihat Ahmad Surkati pulang dari menuntut
ilmu selalu membawa kitab dalam jumlah banyak. Sebutan Surkati
juga terdapat di belakang nama ayah juga neneknya karena mereka
memiliki banyak kitab yang merupakan keluaran Al-Azhar di
Mesir.
Nasab Ahmad Surkati masih berasal dari keturunan
Khazrah dari Kabilah Al-Jawabirah, yang berasal dari Jabir bin
Abdullah al-Anshary, yaitu seorang sahabat Rasulullah SAW.
Ahmad Surkati wafat di Indonesia, tepatnya di kediamannya yang
beralamat di jalan K.H Hasyim Asy’ary No. 25 Jakarta pada hari
Kamis pukul 09.00. pada masa itu, Indonesia masih di bawah
penjajahan Jepang. Kediaman Ahmad Surkati pernah digunakan
sebagai Kantor Al-Irsyad tingkat Nasional.
2. Riwayat Pendidikan
Ia lahir dalam keluarga yang mempunyai dedikasi
pendidikan agama yang tinggi. Pendidikan agama mulai
ditanamkan sejak usia beliau masih kecil. Beliau dikenal sebagai
sosok yang memiliki kecerdasan yang tinggi melebihi teman
sebayanya. Bahkan melebihi kecerdasan yang dimililiki oleh
saudaranya sendiri. Ayahnya adalah alumni Al-Azhar yang
kemudian menjadi pengajar yang memiliki murid yang tersebar di
Mesir dan Saudi Arabia. Sejak kecil, Ahmad Surkati sering diajak
ayahnya untuk mengikuti pengajian dan majelis ilmiah yang
dihadiri oleh para guru agama.
Sifat yang melekat erat padanya adalah sewaktu kecil, ia
tidak mau berlelah-lelah, bermalam-malam dan mencurahkan
banyak tenaga hingga merasa lelah ketika belajar dan menuntut
ilmu. Beliau tidak suka sifat para wakil guru yang otoriter, keras,
mudah marah dalam mengawasi absensi dan kedisplinan murid.
Jika itu terjadi, maka ia akan lari dari hadapan mereka untuk
menemukan suasana yang santai.
Sifat tersebut tidak membuat Ahmad Surkati untuk
menghafal pelajaran dan Al-Qur’an dalam waktu yang relatif cepat
dibandingkan dengan waktu yang dibutuhkan oleh teman-
temannya yang pintar dan sebaya dengannya.
Pendidikan yang pernah ditempuh oleh Ahmad Surkati :
1) Menghafal Al-Qur’an di Masjid Qaulid
Beliau mempunyai kecerdasan yang luar biasa
dibanding teman-temannya. Dia berhasil menghafal Al-
Quran dan mendapat predikat hafizh dalam usia yang
sangat muda. Kegiatan menghafal ini dilakukannya
setelah shalat shubuh di masjid Qaulid.
2) Belajar di Ma’had Sharqi Nawi
Setelah menghafal Al-Qur’an ayahnya mengirim
beliau untuk melanjutkan pendidikannya di sebuah
pesantren, yaitu Ma’had Sharqi Nawi di Dongula.
Pesantren ini dipimpin oleh ulama besar yang sangat
terkenal dengan keshalihannya. Bahkan sifat pesitifnya
dikenal di segala penjuru Dongulah.

3) Belajar di Madinah
Setelah lulus dari Ma’had Sharqi Nawi, ayahnya
berniat mengirimnya ke Al-Azhar untuk mengikuti
jejak sang ayah. Keinginannya tidak tersampaikan
karena waktu itu, pemerintahan Mahdi melarang
siapapun pergi ke Mesir dengan alasan apapun.
Hal itu tidak membuat ia patah semangat dalam
menuntut ilmu, bahkan ia rela pergi ke Mekkah tanpa
sepengetahuan keluarganya. Tak lama tinggal di
Mekkah, ia meneruskan perjalannnya menuju Madinah.
Disana, ia bermukim selama empat setengah tahun. Ia
belajar ilmu agama dan Bahasa Arab.

3. Karya-Karya
Diantara karya-karyanya adalah :
a. Risalah Shurat al-Jawab (1915)
Karya ini merupakan jawaban dari Suluh Hindia yaitu
H.O.S Tjokroaminoto tentangn kafa’ah pada tahun 1915.
Karyanya bila di liat secara aspek bahasa, mengacu pada aspek
balaghah dan hikmah yang mendekati i’jaz. Isi karya tersebut
adalah landasan dalam terbentuknya kebangkitan pemikiran
komunitas Hadrami di kkawasan Hindia Timur.
b. Risalah Tawjih al-Qur’an ila Adab Al-Qur’an (1917)
Risalah ini merupakan bentuk justifikasi dari Risalah
Shurat al-Jawab. Isinya adalah tentang kedekatan seseorang
dengan Rasulallah SAW. Bukanlah faktor keturunan, tetapi
karena ketaatannya dalam menjalankan syariat yang telah di
bawa oleh Rasulullah SAW.
c. Al-Washiyyat al-Amiryyah (1918)
Buku ini berisi tentang anjuran untuk melaksanakan amar
ma’rud nahi munkar yang diterangkan di dalam Al-Qur’an dan
Hadits.
BAB III
PENUTUP

Setelah mengetahui Tokoh Pembaharuan Pendidikan Islam, kita akan


banyak menemukan latar belakang kehidupan beliau-beliau yang amat sangat
mengagumkan. Berjuang untuk menuntut ilmu yang sangat patut untuk di
apresiasi juga di contoh. Dari segi pengetahuan umum, pengetahuan islam, dll.
Karya-karyanya juga bisa kita baca dan perdalami apa isinya. Itu bisa menjadi
suatu wawasan yang baru juga luas bagi kita yang mau mempelajarinya dan
mendalaminya. Karen kitab karya-karya beliau telah dijamin isinya juga
manfaatnya dunia dan akhirat.
Semoga dengan adanya makalah menganai Tokoh Pembaharuan
Pendidikan Islam ini, kita lebih mengenal banyak tokoh-tokoh muslim yang
berjuang dalam bidang pendidikan khususnya dalam negeri kita, Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai