Anda di halaman 1dari 19

PEMENUHAN TUGAS

SUFI AWAL

DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH

ILMU TASAWUF

Dosen Pengampu:

AHMAD MASRUKIN S.Ag. M.Pd. I

Oleh:

Ahmad Idris NPM 200109953

Azzir rohman Alibi NPM 200109859

INSTITUT AGAMA ISLAM TRIBAKTI ( IAIT ) KEDIRI

FAKULTAS TARBIYAH SEMESTER III

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

OKTOBER 2022
KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmanirrohim

Kami panjatkan puja dan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan hidayah dan inayahnya, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah
Ilmu Tasawuf “ SUFI AWAL “.

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari brerbagai pihak. Saya menyadari bahwa banyak kekurangan yang terkandung di
dalamnya baik dari segi kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan
tangan terbuka saya menerima segala saran dan kriti dari pembaca agar kami dapat
memperbaiki makalah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat berguna dan bermanfaat
untuk umat muslim dalam mempertahankan kemajuan islam di dunia.
Amin

Kediri, 01 OKTOBER 2022

Penyusun

2
DAFTAR ISI

BAB I .......................................................................................... 4
I. Latar Belakang .................................................................... 4
II. Rumusan Masalah............................................................... 5
III. Tujuan .............................................................................. 5
BAB II ...................................................................................... 6
A. Kisah, Pemikiran dan Ajaran Hasan Al Basri ................. 6
B. Kisah, Pemikiran dan Ajaran Rabiah Al Adawiyyah .... 10
C. Kisah, Pemikiran dan Ajaran Sufyan Ats tsauri ............ 14
Kesimpulan ........................................................................ 18
DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I

PENDAHULUAN

I. Latar Belakang

Ajaran Islam secara umum mengatur kehidupan yang bersifat lahiriyah


dan batiniyah. Pemahaman terhadap unsur kehidupan yang bersifat batiniyah
pada gilirannya melahirkan tasawuf. Unsur kehidupan tasawuf ini mendapat
perhatian yang cukup besar dari sumber ajaran Islam yaitu Alquran dan hadis,
serta praktek kehidupan Rasulullah saw. dan para sahabatnya. Banyak kajian
yang telah dilakukan peneliti yang menyimpulkan bahwa masuk dan
berkembangnya Islam di Nusantara dimotori oleh gerakan sufisme. Para sufi
dianggap sebagai kelompok yang paling berperan dalam penyebaran Islam di
Nusantara dengan ciri khas dan keilmuan yang mereka miliki. Pada saat
bersamaan sejarah juga mencatat bahwa di Nusantara berkembang dua corak
aliran sufistik yang memiliki pengaruh besar dalam penyebaran ajaran Islam
di Nusantara yaitu tasawuf akhlaqi dan tasawuf falsafi. Tasawuf jenis kedua
banyak dikembangkan para sufi yang berlatar belakang sebagai filosof, di
samping sebagai sufi.
Tasawuf Falsafi adalah sebuah konsep ajaran tasawuf yang mengenal
Tuhan (ma’rifat) dengan pendekatan rasio (filsafat) hingga menuju ketinggkat
yang lebih tinggi, bukan hanya mengenal Tuhan saja (ma’rifatullah)
melainkan yang lebih tinggi dari itu yaitu wihdatul wujud (kesatuan wujud).
Bisa juga ikatakan bahwa tasawuf filsafi yaitu tasawuf yang kaya dengan
pemikiran pemikiran filsafat. 1

1
Miswar, Pembentukan Dan Perkembangan Tasawwuf Falsafi , Al-Fatih: Jurnal Pendidikan dan
Keislaman, Vol II. No.1, Juni 2019

4
Tasawuf falsafi adalah pembahasan yang menarik untuk dibahas. Pada
makalah ini akan membahasa tentang pembentukan dan perkembangan
pemikiran mistiko-filosofi (tasawuf falsafi) yang terdiri dari: pengertian
tasawuf falsafi; karakteristik tasawuf falsafi; latar belakang dan sumber
tasawuf falsafi; perkembangan sejarah tasawuf falsafi; serta tokoh-tokoh
tasawuf falsafi dan ajarannya. Semoga makalah ini dapat menambah wawasan
tentang sejarah sosial intelektual Islam Indonesia.

II. Rumusan Masalah

1. Bagaimana kisah, pemikiran dan ajaran Hasan Al bisri?


2. Bagaimana kisah, pemikiran dan ajaran Rabiatul Al
Adawiyyah?
3. Bagaimana kisah, pemikiran dan ajaran Sufyan Ats Tsauri?

III. Tujuan

1. Mengetahui kisah, pemikiran dan ajaran Hasan Al bisri


2. Mengetahui kisah, pemikiran dan ajaran Rabiatul Al
Adawiyyah
3. Mengetahui kisah, pemikiran dan ajaran Sufyan Ats Tsauri

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Kisah, Pemikiran dan Ajaran Hasan Al Basri

aa Biografi Hasan Al Bisri


Nama asli dari Hasan Al-Basri adalah Abu Sa’id Al Hasan bin
Yasar. Beliau dilahirkan oleh seorang perempuan yang bernama Khoiroh,
dan beliau adalah anak dari Yasaar, budak Zaid bin Tsabit. tepatnya pada
tahun 21 H di kota Madinah setahun setelah perang shiffin, ada sumber
lain yang menyatakan bahwa beliau lahir dua tahun sebelum berakhirnya
masa pemerintahan Khalifah Umar bin Al- Khattab. Khoiroh adalah
bekas pembantu dari Ummu Salamah yang bernama asli Hindi Binti
Suhail yaitu istri Rosullullah SAW. Sejak kecil Hasan Al-Basri sudah
dalam naungan Ummu Salamah. Bahkan ketika ibunya menghabiskan
masa nifasnya Ummu Salamah meminta untuk tinggal di rumahnya. Dan
juga nama Hasan Al-Basri itupun pemberian dari Ummu Salamah. Ummu
Salamahpun terkenal dengan seorang puteri Arab yang sempurna
akhlaknya serta teguh pendiriannya. Para ahli sejarah menguraikan bahwa
Ummu Salamah paling luas pengetahuannya diantara para istri-istri
Rosullah SAW lainnya. Seiring semakin akrabnya hubungan Hasan Al-
Basri dengan keluarga Nabi, berkesempatan untuk bersuri tauladan
kepada keluarga Rosullulahdan menimba ilmu bersama sahabat di masjid
Nabawy.

Dan ketika menginjak 14 tahun, Hasan Al-Basri pindah ke kota


Basrah ( Iraq ). Disinilah kemudian beliau mulai dengan sebutan Hasan

6
Al-Basri. Kota Basrah terkenal dengan kota ilmu dalam daulah
Islamiyyah. Banyak dari kalangan sahabat dan tabi’in yang singgah di
kota ini. Banyak orang berdatangan untuk menimba ilmu kepada beliau.
Karena perkataan serta nasehat beliau dapat menggugah hati sang
pendengar.

Kemudian pada tahun 110 H, tepatnya pada malam jum’at diawal


bulan Rajab beliau kembali ke rahmatullah pada usianya yang ke 80
tahun. Banyak dari penduduk Basrah yang mengantarkan sampai ke
pemakaman beliau. Mereka merasa sedih serta kehilangan ulama
besar, yang berbudi tinggi, soleh serta fasih lidahnya.

ab Pemikiran Hasan Al Bisri

Dalam pengenalan Tasawuf beliau mendapatkan ajaran


tasawuf dari Huzaifah bin Al-Yaman, sehinggan ajaran itu melekat
pada dirinya sikap maupun perilaku pada kehidupan sehari-hari. Dan
kemudian beliau dikenal sebagai Ulama Sufi dan juga Zuhud. Dengan
gigih dan gayanya yang retorik, beliau mampu membawa kaum
muslim pada garis agama dan kemudian muncullah kehidupan sufistik.
Dasar pendirian yang paling utama adalah Zuhud terhadap kehidupan
dunia, sehingga ia menolak segala kesenangan dan kenikmatan dunia.

Hasan Al Basri mangumpamakna dunia ini seperti ular, terasa


mulus kalau disentuh tangan, tetapi racunnya dapat mematikan. Oleh
sebab itu, dunia ini harus dijauhi dan kemegahan serta kenikmatan
dunia harus ditolak. Karena dunia bisa membuat kita berpaling dari
kebenaran dan membuat kita selalu memikirkannya.

7
Prinsip kedua ajaran Hasan Al basri adalah Khauf dan Raja’,
dengan pengertian merasa takut kepada siksa Allah karena berbuat
dosa dan sering melalaikan perintah Allah. Merasa kekurangan dirinya
dalam mengabdi kepada Allah, timbullah rasa was was dan takut,
khawatir mendapat murka dari Allah. Dengan adanya rasa takut itu
pula menjadi motivasi tersendiri bagi seseorang untuk mempertinggi
kualitas dan kadar pengabdian kepada Allah dan sikap daja’ ini adalah
mengharap akan ampunan Allah dan karunia-NYA. Oleh karena itu
prinsip-prinsip ajaran ini adalah mengandung sikap kesiapan untuk
melakukan muhasabah agar selalu mamikirkan kehidupan yang hakiki
dan abadi.

ac Ajaran-Ajaran Hasan Al Basri

Ajaran-ajaran Hasan Al-Bashri adalah anjuran kepada setiap


orang untuk senantiasa bersedih hati dan takut kalau tidak mampu
melaksanakan seluruh perintah Allah dan menjauhi larangan-larangan-
Nya Lebih jauh lagi, Hamka mengemukakan bahwa ajaran tasawuf
Hasan yaitu:

 Perasaan takut yang menyebabkan hatimu tentram lebih baik dari


pada rasa tentran yang menimbulkan perasaan takut.

 Dunia adalah negeri tempat beramal.barang siapa bertemu dunia


dengan perasaanbenci dan zuhud, ia akan berbahagia dan
memperoleh faedah darinya. Namun,barang siapa yang bertemu
dunia dengan perasaan rindu dan hatinya bertambal dengan dunia,
ia akan sengsara dan akan berhadapan dengan penderitaan yang
tidak akan ditanggungnya.”

8
 “tafakur membawa kita pada kebaikan dan selalu berusaha untuk
mengerjakannya. Menyesal atas perbuatan jahat menyebabkan kita
bermaksud untuk tidak mengulanginya lagi. Sesuatu yang fana’
betapapun banyakya tidak akan menyamai sesuatu yang baqa
betapapun sedikitnya. Waspadalah terhadap negeri yang cepat
ating dan pergi serta penuh tipuan.”

 “dunia ini adalah seorang janda tua yang telah bungkuk dan
beberapa kali ditinggalkan mati suaminya.”
 “orang yang beriman akan senantiasa berduka cita pada pagi dan
sore hari karena berada diantara dua perasaan takut ; takut
mengenang dosa yang telah lampau dan takut memikirkan ajal
yang masih tinggal serta bahaya yang akan mengancam.”
 “hendaklah setiap orang sadar akan kematian yang senantiasa
mengancamnya, dan juga takut akan kiamat yang hendak menagih
janjinya.”Banyak duka cita didunia memperteguh semangat amal
saleh.”

Sikap tasawuf Hasan Al-Bashri senada dengan sabda Nabi yang


berbunyi:

“Orang yang selalu mengingat dosa-dosa yang pernah dilakukannya


adalah laksana yang orang duduk di bawah sebuah gunung besar yang
senantiasa merasa takut gunung itu akan menimpa dirinya”.

9
B. Kisah, Pemikiran dan Ajaran Rabiah Al Adawiyyah

a. Kisah Rabiatul Al Adawiyyah


Rabiah al Adawiyah memiliki nama lengkap Ummu al- Khair Rabi'ah
binti Isma'il al-Adawiyah al-Qisiyah. Ia lahir dari keluarga Ismail yang hidup
penuh dengan takwa dan iman kepada Allah.
Mereka tak henti-hentinya melakukan zikir dan patuh dengan ajaran-ajaran
Islam. Kezuhudannya dalam memandang dunia membuat mereka tidak risau
sedikit pun saat menghadapi cobaan.

Dalam kesehariannya, Rabiah selalu memerhatikan bagaimana


ayahnya melakukan ibadah kepada Allah, dengan membaca Alquran dan
berzikir. la pun melakukan ibadah yang sama sebagaimana dicontohkan oleh
ayahnya.

Mengutip buku 25 Kisah Pilihan Tokoh Sufi Dunia karya Siti Nur Aidah,
suatu ketika Rabiah mendengar ayahnya berdoa memohon kepada Allah.
Semenjak itu, lafal-lafal doa itu tidak pernah hilang dari ingatannya, bahkan
selalu diulang-ulang oleh Rabiah dalam doanya.

Selain karena kepribadiannya yang cerdas, didikan ayahnya juga


memiliki andil yang sangat besar dalam hidup Rabiah. Ayahnya selalu
mengajarkan pendidikan agama dan juga langsung mengaplikasikannya di
dalam kehidupan keluarganya. Inilah yang akhirnya membuat pribadi Rabiah
semakin agamis.

10
Mengutip buku Rabiah Al-Adawiyah: Cinta Allah dan Kerinduan
Spiritual Manusia oleh Dr. Makmun Gharib, Rabiah dikenal sebagai pribadi
yang sangat cerdas. Ia telah hafal Al-Quran sejak usia belia.

Ayahnya meninggal dunia ketika Rabiah beranjak remaja, saat


Bashrah dilanda paceklik luar biasa. Keadaan itulah yang akhirnya memaksa
Rabiah dan ketiga saudarinya berpisah demi menjalani kehidupannya masing-
masing.

Semasa hidupnya, Rabiah memiliki banyak pemikiran sufi. Bahkan


praktik ibadah spiritualnya masih banyak dikaji hingga saat ini. Salah satu
pemikiran Rabiah yang terkenal adalah mengenal konsep cinta kepada Allah
atau mahabbatullah.

Rabiah dikenal dengan keikhlasannya dalam beribadah, hingga tidak


ada lagi di relung hatinya untuk takut terhadap neraka ataupun mengharap
surga. Keikhlasannya dalam beribadah juga banyak dinukilkan di berbagai
kitab tasawuf.Dari beberapa kisah dalam hidupnya, ulama sufi ini pernah
diceritakan bahwa suatu ketika ia tengah berjalan di Kota Baghdad sambil
membawa air dan memegang obor di tangan kirinya. Salah seorang kemudian
bertanya, “hendak di kemanakan air dan obor tersebut?”

Rabiah Al Adawiyah pun menjawab, "Aku hendak membakar surga


dengan obor dan memadamkan neraka dengan air ini. Supaya orang-orang
tidak lagi mengharapkan surga ataupun menakutkan neraka dalam
ibadahnya."
Kisah ini membuktikan kalau Rabiah memiliki jiwa yang tenang dan nyaman.
Tidak ada yang perlu ditakutkan dan dirisaukan atas imbalan ibadah yang
telah dilakukannya.

11
Menurut Rabiah, mencintai Allah baginya adalah mencintai Sang
Mahasegalanya. Menjalankan semua perintah-Nya dan terus mendekatkan diri
kepada-Nya.

b. Pemikiran dan Ajaran Rabiatul Al Adawiyyah

Sebagaimana yang disampaikan oleh Ibrahim Ibrahim Muhammad


Yasin, bahwa Rabi’ah al-‘Adawiyah termasuk sufi peletak dasar tasawuf
falsafi tahap awal sebelum kemudian berkembang pada abad keenam dan
ketujuh melalui pionernya, yaitu Ibn ‘Arabi. Rabi’ah al-‘Adawiyah
merupakan sufi perempuan yang terkenal dengan konsep mahabbah Ilahi-nya.
Untuk mencapai tingkatan tertinggi sampai pada tingkat mahabbah dan
makrifat, Rabi’ah menempuh berbagai jalan atau tingkatan sebagaimana para
sufi lainnya. Meskipun demikian, Rabi’ah memiliki beberapa cara yang lain
dengan beberapa sufi. Tahap pertama yang harus dilalui seseorang, menurut
Rabi’ah al-‘Adawiyah, adalah berlaku zuhud. Hal ini berbeda dengan
kebanyakan sufi yang mengatakan bahwa tahap pertama adalah taubat. Meski
demikian, Rabi’ah tidak menafikan taubat sebagai sesuatu yang harus
dilakukan seseorang.
Namun, bagi Rabi’ah, taubat orang yang melakukan maksiat itu
berdasar pada kehendak Allah Swt. Cerita tentang kezuhudan Rabi’ah al-
‘Adawiyah tercermin dari sikapnya yang menghindari dunia. Tahap yang
kedua adalah Rida. Dengan usaha yang terus-menerus, Rabi’ah meningkatkan
martabatnya dari tingkat zuhud hingga mencapai tingkat Rida. Jiwa yang Rida
adalah jiwa yang luhur, menerima segala ketentuan Allah Swt., berbaik
sangka pada tindakan dan Keputusan-Nya, serta meyakini firman-Nya.
Tahap ketiga setelah Rida ialah Ihsan, yaitu melakukan ibadah seakan-
akan dapat melihat Allah Swt., atau kalau tidak bisa setidaknya merasa bahwa
dirinya dilihat oleh Allah Swt. Suatu saat Rabi’ah pernah ditanya: “Kamu

12
beribadah kepada Allah Swt., apakah kau dapat melihat-Nya?” ketika itu
Rabi’ah menjawab: “Kalau aku tak bisa melihat-Nya, tentu aku tak akan
beribadah pada-Nya. Farid al-Din Attar kemudian menjelaskan bahwa yang
dimaksud dengan melihat oleh Rabi’ah itu bukanlah melihat dengan mata
tetapi melalui kashafiyah. Setelah ketiga tahapan itu dicapai, barulah
seseorang bisa mencapai tahap mahabbah. Sebagaimana dikutip oleh Hamka,
Mustafa Abd al-Raziq pernah berkata bahwa sebelum Rabi’ah, tasawuf itu
masih bersifat sederhana. Belum ada metode atau tahapan-tahapan tertentu.
Maka, tepat jika dikatakan Rabi’ah ini adalah guru bagi para sufi yang datang
setelahnya.
Konsep yang dikembangkan oleh Rabi’ah adalah mahabbah Ilahiyah
(cinta Ilahi) nya. Rabi’ah sendiri, sebagaimana disampaikan oleh Muhammad
Atiyyah Khamis, telah memperluas makna atau lingkup mahabbah Ilahiyah-
nya. Dahulu Rabi’ah mencintai Allah karena mengharapkan surga-Nya, atau
karena takut neraka-Nya sehingga ia selalu berdoa: “Ya Tuhan, apakah
Engkau akan membakar hamba-Mu di dalam neraka, yang hatinya terpaut
pada-Mu, yang lidahnya selalu menyebut-Mu, dan hatinya selalu bertakwa
pada-Mu?” Setelah menyadari bahwa cinta yang seperti itu adalah cinta yang
sangat sempit, ia kemudian meningkatkan cinta Allah dan mencintai Allah itu
bukan karena apa-apa, karena memang Allah patut dicintai Cinta Rabi’ah
kepada Allah Swt. adalah cinta yang tulus, dan bukan karena surga ataupun
neraka.
Begitu sangat cintanya Rabi’ah kepada Allah Swt., hingga ia tidak
merasa sedikit pun benci kepada setan, sebab di dalam hatinya sudah tak ada
lagi ruang kosong yang tersisa untuk mencintai selain-Nya. Bahkan, suatu saat
Rabi’ah bermimpi bertemu Rasulullah Saw. Lalu, ia ditanya apakah Rabi’ah
mencintai Rasulullah Saw.? Rabi’ah pun menjawab bahwa cintanya kepada
Allah Swt. telah memalingkan cintanya maupun bencinya kepada makhluk.

13
Bahkan suatu saat ketika Rabi’ah sakit, ia ditanya tentang sebab
penyakitnya. Lalu, Rabi’ah menjawab bahwa penyebab sakitnya adalah
karena tergoda oleh surga sehingga ia merasa dicela oleh Tuhannya. Rabi’ah
adalah orang pertama yang mampu membuat pembagian mahabbah (cinta)
sehingga lebih mendekat pada perasaan. Cinta menurut Rabi’ah ada dua
macam, yaitu: cinta karena dorongan hati belaka, dan cinta yang didorong
karena hendak membesarkan dan mengagungkan. Rabi’ah mencintai Allah
karena ia merasakan dan menyadari betapa besarnya nikmat dan kekuasaan-
Nya, sehingga cintanya menguasai seluruh lubuk hatinya. Ia mencintai Allah
karena hendak mengagungkan dan memuliakan-Nya.

C. Kisah, Pemikiran dan Ajaran Sufyan Ats tsauri

a. Biografi Sufyan Ats tsauri


Sufyan Ats-Tsauri tercatat sebagai salah seorang tokoh ulama
di masanya, imam dalam bidang hadits juga bidang keilmuan lainnya,
terkenal juga sebagai pribadi yang wara' atau sangat hati-hati, zuhud,
ahli fikih dan dinilai setara dengan para imam fikih yang empat: Imam
Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi'i, dan Imam Ahmad bin
Hambal.

"Sufyan Ats-Tsauri adalah pemimpin ulama-ulama Islam dan


gurunya. Sufyan rahimahullah adalah seorang yang mempunyai
kemuliaan, sehingga dia tidak butuh dengan pujian. Selain itu Ats-
Tsauri juga seorang yang bisa dipercaya, mempunyai hafalan yang
kuat, berilmu luas, wara’ dan zuhud" (Al-Hafidz Abu Bakar Al-Khatib
rahimahullah).
Sufyan bin Said bin Masruq bin Rafi’ bin Abdillah, atau biasa
dengan panggilan akrab beliau Sufyan Ats-Tsauri lahir pada tahun 77

14
H di Kufah pada masa khalifah Sulaiman bin Abdul Malik. ayahnya
adalah seorang ahli hadits ternama, yaitu Said bin Masruq Ats-Tsauri.
Ayahnya adalah teman Asy-Sya’bi dan Khaitsamah bin Abdirrahman.
Keduanya termasuk para perawi Kufah yang dapat dipercaya. Mereka
adalah termasuk generasi Tabi’in.
 Guru-Guru Sufyan Ats-Tsauri

Al-Hafidz berkata, “Sufyan meriwayatkan dari ayahnya, Abu


Ishaq Asy-Syaibani, Abdul Malik bin Umair, Abdurrahman bin ‘Abis
bin Rabi’ah, Ismail bin Abu Khalid, Salamah bin Kuhail, Tharik bin
Abdirrahman, Al-Aswad bin Qais, Bayan bin Bisyr, Jami’ bin Abi
Rasyid, Habib bin Abi Tsabit, Husain bin Abdirrahman, Al-A’masy,
Manshur, Mughirah, Hammad bin Abi Sulaiman, Zubaid Al-Yami,
Shaleh bin Shaleh bin Haiyu, Abu Hushain, Amr bin Murrah, ‘Aun bin
Abi Jahifah, Furas bin Yahya, Fathr bin Khalifah, Maharib bin Datsar
dan Abu Malik Al-Asyja’i.”

Beliau juga meriwayatkan dari guru-guru yang berasal dari


Kufah, yang diantaranya adalah: Ziyad bin Alaqah, ‘Ashim Al-Ahwal,
Sulaiman At-Tamimi, Hamaid Ath-Thawil, Ayyub, Yunus bin Ubaid,
Abdul Aziz bin Rafi’, Al-Mukhtar bin Fulful, Israil bin Abi Musa,
Ibrahim bin Maisarah, Habib bin Asy-Syahid, Khalid Al-Hadza’,
Dawud bin Abi Hind dan Ibnu ‘Aun.
Disamping itu, beliau juga meriwayatkan dari sekelompok
orang dari Bashrah, yaitu Zaid bin Aslam, Abdullah bin Dinar, Amr
bin Dinar, Ismail bin Umayyah, Ayyub bin Musa, Jabalah bin Sakhim,
Rabi’ah, Saad bin Ibrahim, Sima budak Abu bakar, Suhail bin Abi
Shaleh, Abu Az-Zubair, Muhammad, Musa bin Uqbah, Hisyan bin
Urwah, Yahya bin Said Al-Anshari, dan sekelompok orang dari Hijaz
dan yang lain.

15
b. Pemikiran dan Ajaran Sufyan Ats Tsauri

Dia menjalani kehidupan kesufian dengan disiplin yang ketat


sehingga para sufi menyebutnya sebagai seorang manusia suci. Sufyan
al-Tsuari sempat berguru kepada sufi terkenal Hasan al-Basri,
sehingga fatwa-fatwa gurunya tersebut banyak mempengaruhi jalan
hidupnya. Oleh karena itu, kehidupan kesufiannya menjurus kepada
kehidupan sangat bersahaja, penuh kesederhanaan,tidak terpesona
pada kemegahan duniawi. Dia menyampaikan ajaran agama kepada
sejumlah murid-muridnya agar jangan terpengaruh oleh kemewahan
dan kemegahan duniawi, jangan suka menjilat kepada penguasa,
muru’ah harus dijaga dan dipelihara dengan sebaik-baiknya, dan tidak
boleh terjadi mengemis kepada para penguasa.
Sufyan al-Tsuari termasuk salah seorang zahid yang
pemberani, tidak segan-segan dia mengetengahkan kritik terhadap
penguasa yang selalu bergelimang dengan kemewahan kehidupan
duniawi, hidup berfoya-foya dengan harta kekayaan negara yang
berlimpah didapatkan dari hasil ekspansi dan kemajuan ekonomi
negara Islam, sedangkan di sisi lain masih banyak rakyat yang
kehidupannya tergolong melarat. Dalam suatu kesempatan Sufyan al-
Tsuari menasehatkan agar umat Islam jangan sampai merusak
agamanya. Sikap zuhudnya terlukis dalam kerendahan hatinya dan
ketidakpeduliannya terhadap kemewahan duniawi, dia pernah
melarikan diri dari khalifah Al-Mahdi ketika khalifah itu hendak
mengangkatnya sebagai Hakim Agung. Iajuga seorang penyayang
sesama makhluk
Pemikiran Sofyan Ats-Tsauri yang tercatat dalam kitab
Bidayah Al-Mujtahid wa Nihayah al-Muqtasid yang sangat terkenal
dan menjadi pegangan dalam ilmu fiqih hingga kini, yaitu air yang

16
tergenang tanpa perubahan pada salah satu sifatnya ( rasa, bau dan
warna ) hukumnya suci dan menyucikan. Dalam keadaan dingin,
berwudhu dengan mengusap sepatu sebagai ganti membasuh kaki,
adalah sah. Beliau juga berpendapat, tertib dalam berwudhu
sebagaimana tertera dalam ayat Al-qur’an adalah sunah, bukan Wajib.
Selain itu, beliau juga berpendapat, mengqadha puasa tidak wajib bagi
mereka yang makan dan minum karena lupa dan dipaksa. Jika terdapat
seorang faqih dan qari dalam sebuah jema’ah, yang berwenang
menjadi imam ialah Qari. Zakat harta hamba sahaya adalah
tanggungan tuannya. Tapi dibelakang hari, Madzhab Ats-Tsauriyah
ternyata tidak begitu dikenal. Sebabnya, barangkali karena kurang
gigihnya para murid Ats-Tsauriyah dan mensosialisasikan. Namun
yang jelas, kehidupan dan perjalanan ke ilmuan Ats-Tsauri dapat
menjadi teladan.

17
Kesimpulan

• Perasaan takut yang menyebabkan hatimu tentram lebih baik dari pada rasa
tentran yang menimbulkan perasaan takut.

• Dunia adalah negeri tempat beramal.barang siapa bertemu dunia dengan


perasaanbenci dan zuhud, ia akan berbahagia dan memperoleh faedah darinya.
Namun,barang siapa yang bertemu dunia dengan perasaan rindu dan hatinya
bertambal dengan dunia, ia akan sengsara dan akan berhadapan dengan penderitaan
yang tidak akan ditanggungnya.”

• “tafakur membawa kita pada kebaikan dan selalu berusaha untuk


mengerjakannya. Menyesal atas perbuatan jahat menyebabkan kita bermaksud untuk
tidak mengulanginya lagi. Sesuatu yang fana’ betapapun banyakya tidak akan
menyamai sesuatu yang baqa betapapun sedikitnya. Waspadalah terhadap negeri yang
cepat ating dan pergi serta penuh tipuan.”

• “dunia ini adalah seorang janda tua yang telah bungkuk dan beberapa kali
ditinggalkan mati suaminya.”

• “orang yang beriman akan senantiasa berduka cita pada pagi dan sore hari
karena berada diantara dua perasaan takut ; takut mengenang dosa yang telah lampau
dan takut memikirkan ajal yang masih tinggal serta bahaya yang akan mengancam.”

• “hendaklah setiap orang sadar akan kematian yang senantiasa mengancamnya,


dan juga takut akan kiamat yang hendak menagih janjinya.”Banyak duka cita didunia
memperteguh semangat amal saleh.”

18
DAFTAR PUSTAKA

Wikipedia

1
Miswar, Pembentukan Dan Perkembangan Tasawwuf Falsafi , Al-Fatih: Jurnal Pendidikan
dan Keislaman, Vol II. No.1, Juni 2019

Rosihan Anwar, Akhlak Tasawuf, (Bandung: Pustaka Setia, 2010)

Abubakar Aceh, Pengantar Sejarah Sufi dan Tasawwuf, (Solo: Ramadhani, 1994)

19

Anda mungkin juga menyukai