Anda di halaman 1dari 16

HASAN AL-BASHRI

MAKALAH

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat tugas mata kuliah Ilmu
Tasawuf

Dosen: Nurrohamat S.Ag

Oleh:

Asyifa Fauziyah Hasanah


Muhammad Ramadan
Nur Alim Hidayat

PROGRAM SARJANA ILMU QUR’AN DAN TAFSIR

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM PERSATUAN ISLAM BANDUNG

2018 M /1440 H

KABUPATEN BANDUNG
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah swt yang telah memberikan nikmat yang luar biasa

kepada kita semua, baik itu nikmat iman maupun nikmat Islam, semuanya wajib

kita syukuri dengan segala bentuk ketaatan kita kepada Allah swt. Allah swt juga

memberikan nikmat sehat yang selalu kita terima setiap hari dan disetiap saat,

mudah-mudahan dengan nikmat sehat ini menjadi salah satu alasan kita untuk

tetap semangat dalam mencari ilmu dan juga menyebarkan ilmu yang telah kita

dapat kepada orang lain yang memang wajib kita sampaikan.

Makalah ini disusun sebagai salah satu tugas mata kuliah Ilmu Tasawuf

mudah-mudahan dengan adanya makalah ini akan memberikan sumbangan positif

bagi mahasiswa dalam mengenal dan memahami tentang “Hasan Al-Bashri”

Penulis juga menyampaikan salam dan terimakasih yang kepada Bapak

Nurahmat selaku dosen mata kuliah Ilmu tasawuf yang telah memberikan saran

dan masukan nya dalam proses penulisan makalah ini.

Semoga makalah ini bermanfaat, khususnya bagi penulis dan umumnya

para pembaca yang budiman.

Akhirnya, hanya kepada Allah swt jugalah kami memohon maaf dan

mudah-mudahan dengan makalah ini memberikan petunjuk-Nya ke jalan yang

lurus yang diridhai-Nya, Aamiin.

Bandung, 30 oktober 2018

1
Penulis

DAFTAR ISI

Kata Pengantar .................................................................................................1

Daftar isi ............................................................................................................2

Bab I. Pendahuluan

A. Latar Belakang Masalah..........................................................................3


B. Rumusan Masalah...................................................................................4
C. Tujuan Penulisan.....................................................................................4

Bab II. Pembahasaan

A. Biografi Hasan AL-Bashri......................................................................5


B. Karya Hasan AL-Bashri..........................................................................8
C. Pemikiran Hasan AL-Bashri...................................................................10

Bab III. Penutup

A. Kesimpulan ............................................................................................13

Daftar Pustaka.....................................................................................................15

2
BAB I
PENDAHULUAN

Segala puji bagi Allah swt yang telah mengutus Rasul-Nya dengan

membawa ajaran yang benar bagi manusia.Kami memuji-Nya, meminta

pertolongan dan ampunan kepada-Nya.Kami berlindung dari kejahatan yang

menganiaya diri-diri kami.

”Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-

cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama

bagimu.” (Q.S. Al-Maidah[5]:3)

1. Latar Belakang Masalah

Setiap agama memiliki potensi untuk melahirkan bentuk keagamaan yang

bersifat mistik. Kenyataan ini dapat kita telusuri pada agama Islam, Hindu,

Budha, dan Kristen. Dalam Islam, keagamaan yang bersifat mistik (mistisme) itu

dikenal dengan nama tasawuf. Kaum orientalis menyebutnya dengan sufisme.

Jadi, istilah sufisme khusus dipakai untuk mistisme dalam Islam.1

Pada dasarnya tasawuf merupakan ajaran yang membicarakan kedekatan

antara sufi ( manusia) dangan Allah. Dalam Al-Qur’an terdapat beberapa ayat

yang menunjukkan kedekatan manusia dengan Allah,antara lain bahwa Allah itu

1
Samsul Munir Amin, Ilmu Tasawuf. Jakarta: Amzah, 2012. Hal. 33

3
dekat dengan manusia (Q.S. Al Baqarah:186) dan bahwa Allah lebih dekat kepada

manusia dibandingkan urat nadi manusia itu sendiri (Q.S Al-Qaf:69)2

Diantara tokoh Sufi yang terkenal adalah Hasan Al-Bashri. Ia menganut

aliran tasawuf Akhlaki, diantara gagasannya dalam tasawuf adalah ajaran zuhud,

khauf dan raja’.3

2. Rumusan Masalah

1. Siapakah Hasan Al-Bashri itu?

2. Bagaimana perjalanan hidup Hasan Al-Bashri?

3. Bagaimana pemikiran Hasan Al-Bashri?

3. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui siapakah Hasan Al-Bashri.

2. Untuk mengetahui karya-karya Hasan Al-Bashri.

3. Untuk mengetahui pemikiran Hasan Al-Bashri.

2
Abdul Hakim Atang Metodologi Studi Islam(Bandung:Rosdakarya,2009) hal.161

3
Samsul Munir Amin, Ilmu Tasawuf. Hal. 215

4
BAB II
PEMBAHASAAN

A. Biografi Hasan AL-Bashri


Nama lengkapnya adalah Abu Sa’id Al-Hasan bin Yasar. Ia adalah seorang

zahid yang sangat masyhur di kalangan tabi’in. Al-Bashri lahir di Madinah

pada tahun 21 H (641 M). Ia dilahirkan dua malam sebelum Khalifah Umar

bin al-Khaththab wafat. Ia dikabarkan bertemu dengan 70 orang sahabat yang

turut menyaksikan Perang Badar dan 300 sahabat lainnya.4

Hasan Al-bashri meninggal di kota Bashrah pada tahun 110 H/ 728 M. Ia

adalah seorang orator ulung dan banyak ucapan-ucapannya dikutip oleh

penulis-penulis bangsa Arab.5

Ayah Hasan Al- Bashri adalah seorang budak milik Zaid bin Tsabit yang

bernama Yasar, sedangkan ibunya juga seorang budak milik Ummu Salamah

(istri Nabi), yang bernama Khaeriyah,. Ummu salamah sering mengutus

budaknya untuk suatu keperluannya, sehingga Hasan seorang anak budaknya

sering disusui oleh Ummu Salamah. Dikisahkan bahwa Ummu Salamah

sebelum islam adalah seorang yang paling sempurna akhlaknya dan

pendiriannya sangat teguh, ia juga seorang perempuan yang sangat luas

keilmuaannya diantara istri-istri Nabi. Kemungkinan besar Hasan al-Bashri

menjadi ulama yang sangat populer dan sangat dihormati, dikarenakan atas

barakah susuan Ummu Salamah yang diberikan ketika Hasan al-Bashri masih

kecil. Pada usia 12 tahun ia sudah hafal al-qur’an , saat usianya 14 tahun hasan

bersama keluarganya pindah ke kota Bashrah, irak. Semenjak itulah ia dikenal

4
Samsul Munir Amin, Kisah Sejuta Hikmah Kaum Sufi, Amzah, Jakarta, 2008, hlm 112-113
5
Samsul Munir Amin, Ilmu Tasawuf, Amzah, Jakarta, 2012, hlm 221-222

5
dengan nama Hasan al- Bashri, yaitu Hasan yang bertempat tinggal dikota

Bashrah, dikala itu bashrah merupakan kota keilmuan yang pesat

peradabannya, sehingga para Tabi’in yang singgah kesana untuk

memperdalam keilmuannya. Di bashrah ia sangat aktif untuk mengikuti

perkuliahannya, ia banyak belajar kepada ibnu abbas, dari ibnu abbas ia

memperdalam ilmu tafsir, ilmu hadist dan qira’at. Sedangkan ilmu fiqh,

bahasa dan sastra didapatkan dari sahabat yang lain. Hasan Al-Bashri dapat

menyaksikan pristiwa pemberontakan terhadap utsman bin ‘Affan dan

beberapa kejadian politis lain yang terjadi di Madinah, yang memporak-

porandakan umat Islam. Kemudian tanpa diketahui secara pasti apa motifnya,

beliau sekeluarga pindah ke Bashrah. Di kota ini beliau membuka pengajian

sebagai bentuk keprihatinan terhadap gaya hidup dan kehidupan masyarakat

yang telah terpengaruh oleh hiruk pikuk duniawi sebagai salah satu akses

kemakmuran ekonomi yang dicapai negeri-negeri islam pada masa itu.

Gerakan itulah yang kelak menjadikan Hasan Al-Bashri menjadi orang yang

sangat berperan dalam pertumbuhan kehidupan sufi di Bashrah. Diantara

ajarannya yang terpenting adalah Khauf, Zuhud dan Raja’. Beliau juga dikenal

sebagai pendiri madrasah Zuhud di kota Bashrah.6

Hasan al-Bashri tidak disebut Hasan al-Ansari, meskipun lahir di Madinah

dan berasal dari kaum Anshar keturunan Bani Salamah, melainkan Hasan al-

Bashri. Hal ini boleh jadi dikarenakan Hasan al-Bashri lebih lama tinggal di

Bashrah atau karena kuatnya sistem patrilinial dalam sistem kekerabatan

bangsa Arab. Sebaliknya, Hasan al-Bashri meskipun berdarah campuran

6
Ahmad Bahjat, Bihar Al-Hubb Pledoi Kaum Sufi, Diterjemahkan oleh Hasan Abrori dari judul
aslinya, Bihar Al-Hub ‘Inda Al-Sufiyyah, (Surabya: Pustaka Progressif 1997), h. 160

6
Persia-Arab, karena lahir di Madinah tidak sedikit pun tersentuh budaya

Persia. Bahasa Arabnya terkenal fasahah, (sangat fasih). Ia pun mahir dalam

khitabah (retorika) dengan kemampuan diksi(memilih kosa kata) yang tepat;

serta memiliki naluri bersyair yang kuat.7

Ia adalah orang yang mula-mula menyediakan waktunya untuk

memperbincangkan ilmu-ilmu kebatinan, kemurnian akhlak, dan usaha

menyucikan jiwa di Masjid Bashrah. Ajaran-ajarannya tentang kerohanian

senantiasa didasarkan pada sunnah. Sahabat Nabi yang masih hidup pada

zaman itu pun mengakui kebesarannya. Suatu ketika seseorang mendatangi

Anas bin Malik untuk menanyakan persoalan agama. Anas memerintahkan

orang itu agar menghubungi Hasan al-Bashri. Mengenai kelebihan lain dalam

dirinya, Abu Qatadah pernah berkata, “Bergurulah kepada syaikh ini. Saya

sudah saksikan sendiri (keistimewaannya). Tidak ada seorang tabi’in pun yang

menyerupai sahabat Nabi selainnya.”

Karier pendidikannya dimulai di Hijaz. Ia berguru hampir kepada seluruh

ulama disana. Bersama ayahnya, ia kemudian pinda ke Bashrah , tempat yang

membuatnya masyhur dengan nama Hasan al-Bashri. Puncak keilmuannya ia

peroleh di sana.

Hasan al-Bashri terkenal dengan keilmuannya yang sangat dalam. Tidak

heran pula jika ceramah-ceramahnya dihadiri seluruh lapisan masyarakat. Di

samping dikenal sebagai zahid, ia pun dikenal sebagai seorang yang wara’ dan

berani dalam memperjuangkan kebenaran. Diantara karya tulisnya, ada yang

berisi kecaman terhadap aliran kalam Qadariyyah.8

7
UIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Tasawuf, Angkasa, Bandung, 2008, hlm 464-465
8
Samsul Munir Amin, Ilmu Tasawuf, Amzah, Jakarta, 2012, hlm 221-222

7
B. Karya-karya Hasan AL-Bashri
Menurut catatan Fuad Sizkin,penulis buku Tarikh al-Arabi, karya ilmiah

Hasan al-Bashri berjumlah sekitar dua belas judul, antara lain:

1. Tafsir al-Qur’an. Kitab ini tidak sampai ke generasi kita secara utuh. Naskah

asli tafsir ini lenyap dalam perjalanan sejarah yang panjang. Beberapa bagian

dari tafsir ini sampai kepada generasi kita melalui beberapa utipan yang

berserakan dalam berbagai kitab, baik kitab tafsir maupun kitab usul al-diin

(pokok-pokok agama). Tokoh yang paling banyak mengutup tafsir ini adalah

‘Amar ibn Ubayd, seorang tokoh Mu’tazilah sahabat Wasil ibn Ata’, pendiri

aliran Mu’tazilah, teologi, Islam rasional. Hal ini bukanlah duatu yang

mengherankan, sebab Amar ibn Ubayd dan Wasil ibn Ata’ adalah mahasiswa

Hasan al-Bashri di (Universitas) Masjid Agung Bashrah. Hasan al-Bashri

termasuk tokoh ulama yang unik. Baik tokoh Mu’tazilah maupun tokoh Sunni

mengakui Hasan al-Bashri sebagai guru besar mereka.

2. Al-Qira’ah (sebuah bacaan). Karya ini pun tidak sampai kepada generasi kita

secara utuh. Satu-satunya penulis yang banyak mengambil rujukan dari Kitab

al-Qira’ah karya Hasan al-Bashri ini adalah Ahmad ibn Muhammad al-

Dimyati (w. 1117 H/ 1705 M), pengarang kitab Ithaf Fudala al-Basyar

(Khazanah Orang-orang Mulia). Dalah kitab ini, kita menemukan banyak

kutipan dari al-Qira’ah karya Hasan al-Bashri.

3. Risalah fi al-Qadr (Sebuah Risalah tentang Persoalan Takdir). Karya ini

ditulis guna membantah pendangan Khalifah Abd al-Malik ibn Marwan

tentang takdir. Khalifah Dinasti Bani Umayah ini mengikuti paham Jabariah

yang meyakini, bahwa nasib manusia sepenuhnya di tangan Tuhan, tanpa ada

8
pilihan, usaha, dan perjuangan dari manusia itu sendiri. Hasan al-Bashri

membantah pandangan ini dengan menyatakan, bahwa manusia memiliki

kasb, yakni pilihan, usaha, dan perjuangan dalam menentukan nasibnya,

meskipun tidak dapat keluar dari kekuasaan Tuhan.

4. Risalah fi Fadli Makkah al-Mukarramah (Risalah tentang Keutamaan

Makkah).

5. Arba’ wa Khamsun Faridah (Lima Puluh Empat Kewajiban Agama).

6. Risalah fi al-Takalif (Risalah tentang Berbagai Perintah[Agama]).

7. Syurut al-Imamah (Syarat-syarat seorang Kepala Negara atau Pemimpin

Pemerintahan).

8. Wasiyat al-Nabiyyi li Abi Hurayrah (Pesan Nabi Muhammad saw kepada Abi

Hurayrah).

9. Al-Istighfarat al-Munqadzah min al-Nar (Permohonan Ampunan yang

menyelamatkan dari Neraka).

10. Al-Asma’ al-Idrisiyyah (Sebuah Risalah tentang Tasawuf [Idrisiyah])

11. Surat-surat untuk Umar ibn Abd al-Aziz, dan

12. Kumpulan Pidato sebagaimana disusun oleh al-Jahiz dalam Kitab al-Bayan

wa al-Tabyin.9

Hasan Al-Bashri juga terkenal sebagai seorang penyair, diantara karya syair

beliau adalah :

” Anak Adam!

Dirimu, diriku! Dirimu hanya satu,

Kalau ia binasa, binasalah engkau.

Dan orang yang telah selamat tak dapat menolongmu.

9
UIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Tasawuf, Angkasa, Bandung, 2008, hlm 466

9
Tiap-tiap nikmat yang bukan surga, adalah hina.

Dan tiap-tiap bencana yang bukan neraka adalah mudah”.

C. Pemikiran Hasan AL-Bashri


Tasawuf Akhlaki adalah ajaran tasawuf yang membahas tentang

kesempurnaan dan kesucian jiwa yang diformulasikan pada pengaturan sikap

mental dan pendisiplinan tingkah laku secara ketat, guna mancapai

kabahagiaan yang optimal. Manusia harus mengidentifikasi eksistensi dirinya

dengan ciri-ciri ketuhanan melalui penyucian jiwa dan raga. Sebelumnya

dilakukan terlebih dahulu pembentukan pribadi yang berakhlak mulia.

Tahapan-tahapan itu dalam ilmu tasawuf dikenal dengan takhalli

(pengosongan dirii dari sifat-sifat tercela), tahalli (menghiiasi diri dengan

sifat-sifat terpuji), tajalli (terungkapnya nur ghaib bagi hati yang telah bersih

sehingga mampu menangkap cahaya ketuhanan).10

Semua sufi berpendapat bahwa satu-satunya jalan yang dapat

mengantarkan seseorang kehadirat Allah Swt. hanyalah dengan kesucian jiwa.

Karena jiiwa manusia merupakan refleksi atau pancaran dari dzat Allah Swt.

yang suci. Segala sesuatu itu harus sempurna dan suci, sekalipun tingkat

kesempunaan dan kesucian itu bervariasi menurut dekat atau jauhnya dari

sumber asli.

Untuk mencapai tingkat kesempurnaan dan kesucian, jiwa memerlukan

pendidikan dan pelatihan mental yang panjang. Oleh karena itu, pada tahap

pertama teori dan amalan tasawuf diformulasikan dalam bentuk pengaturan

10
M. Amin Syukur dan Masyharuddin, Intelektualisme Tasawuf, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2002, hal. 45

10
sikap mental dan pendisiplinan prilaku. Dengan kata lain, untuk berada di

hadirat Allah Swt. dan sekaligus mencapai tingkat kebahagiaan yang

optimum, manusia harus lebiih dulu mengidentifikasikan eksistensi dirinya

dengan cirri-ciri ketuhanan melalui penyucian jasmani dan rohani yang

bermula dari pembentukan pribadi yang bermoral paripurna.

Para sufi berpendapat bahwa untuk merehabilitasi sikap mental yang

buruk diperlukan terapi yang tidak hanya dari aspek lahiriah. Itulah sebabnya,

pada tahap awal memasuki kehidupan tasawuf, seseorang diharuskan

melakukan amalan dan latihan kerohanian yang cukup berat. Tujuannya

adalah menguasai hawa nafsu; menekan hawa nafsu sampai ke titik terendah;

dan apabila mungkiin mematikan hawa nafsu sama sekali.

Diantara ajaran-ajaran tasawuf hasan Al-Bashri adalah:

1. Zuhud

Dasar pendirian Hasan Al-Bashri adalah menolak segala

kenikmatan duniawi. Ia mengumpamakan dunia sebagai seperti ular, terasa

mulus kalau disentuh, tetapi racunnya mematikan. Oleh sebab itu, dunia

ini harus dijauhi. Begitu juga dengan kemegahannya, harus ditolak.11

Zuhud umumnya dipahami sebagai ketidaktertarikan pada dunia

atau harta benda. Dilihat dari maksudnya, zuhud terbagi menjadi 3

tingkatan. Pertama, zuhud yang terendah, adalah menjauhi dunia agar

terhindar dari hukuman akhirat. Kedua, menjauhi dunia dengan

menimbang imbalan akhirat. Ketiga, mengucilkan dunia bukan karena

takut atau karena berharap, tetapi karena kecintaan kepada Allah Swt. ini

11
Samsul Munir Amin, Ilmu Tasawuf. Hal. 223

11
adalah maqom tertinggi. Orang yang berada pada titik tertinggi dari zuhud

akan memandang segala sesuatu selain Allah Swt. tidak memiliki arti apa-

apa.12

Hawa nafsu duniawilah yang menjadi akar segala kerusakan moral

dan hidup seseorang. Dorongan menuruti hawa nafsu dan mengejar

kepuasan dunia akan menimbulkan jarak hubungan antara manusia dengan

Tuhannya. Ia harus berhati-hati terhadap tipu daya dunia yang hanya

sementara. Inti dan tujuan zuhud adalah tidak menjadikan dunia sebagai

tujuan akhir. Dunia adalah jembatan bagi seseorang untuk mencapai

kebahagiaan abadi (akhirat).

2. Khauf dan Raja’

Prinsip kedua ajaran tasawuf Hasan Al-Bashri adalah Khauf dan

Raja’, dengan pengertian takut terhadap siksa Allah Swt. karena berbuat

dosa dan sering melalaikan perintah-Nya. Menyadari

kekurangsempurnaannya dalam mengabdi kepada Allah Swt., timbullah

rasa was was dan takut, khawatir mendapat murka Allah Swt. Dengan

adanya takut itu pula menjadi motivasi bagi seseorang untuk

mempertinggi kualitas pengabdiannya kepada Allah Swt. Oleh karena itu,

prinsip ini adalah mawas diri agar selalu memikirkan kehidupan akhirat.

Pada masanya, Hasan Al-Bashri dipandang sebagai orang yang paling

dalam rasa khauf-nya sehingga terlihat seperti orang yang selalu tertimpa

musibah.13

12
Ibid, hal. 217
13
Samsul Munir Amin, Ilmu Tasawuf. Hal. 223

12
Dalam kalangan sufi, khauf dan raja’ saling beriringan, berjalan

seimbang, dan saling memengaruhi. Khauf adalah rasa takut seorang

hamba semata-mata hanya kepada Allah Swt. Sedangkan raja’ adalah

berharap atau optimis, adalah perasaan senang ketika menaati sesuatu yang

diinginkan dan disenangi.

Hasan Al-Bashri adalah yang pertama kali memunculkan ajaran

ini. Menurutnya, yang dimaksud dengan cemas atau takut adalah suatu

perasaan yang timbul karena banyak berbuat salah dan sering lalai kepada

Allah Swt. Rasa takut dan harap dapat mendorong seseorang untuk

mempertinggi kadar pengabdian kepada Allah Swt. dengan demikian, dua

sikap tersebut merupakan sikap mental yang bersifat intropeksi, mawas

diri, dan selalu memikirkan kehidupan yang akan datang, yaitu kehidupan

abadi di alam akhirat.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Nama lengkapnya adalah Abu Sa’id Al-Hasan bin Yasar. Ia adalah

seorang zahid yang sangat masyhur di kalangan tabi’in. Al-Bashri lahir di

Madinah pada tahun 21 H (641 M). Ia dilahirkan dua malam sebelum Khalifah

Umar bin al-Khaththab wafat. Ia dikabarkan bertemu dengan 70 orang sahabat

yang turut menyaksikan Perang Badar dan 300 sahabat lainnya. Hasan Al-

bashri meninggal di kota Bashrah pada tahun 110 H/ 728 M. Ia adalah seorang

orator ulung dan banyak ucapan-ucapannya dikutip oleh penulis-penulis

bangsa Arab.

13
Dalam sejarah, tercatat Hasan Al-Bashri mempunyai beberapa karya tulis,

diantaranya adalah Risalah fi Fadli Makkah al-Mukarramah (Risalah tentang

Keutamaan Makkah), Arba’ wa Khamsun Faridah (Lima Puluh Empat

Kewajiban Agama), Risalah fi al-Takalif (Risalah tentang Berbagai

Perintah[Agama]), Syurut al-Imamah (Syarat-syarat seorang Kepala Negara

atau Pemimpin Pemerintahan), Wasiyat al-Nabiyyi li Abi Hurayrah (Pesan

Nabi Muhammad saw kepada Abi Hurayrah), Al-Istighfarat al-Munqadzah

min al-Nar (Permohonan Ampunan yang menyelamatkan dari Neraka), dan

masih banyak lagi.

Hasan Al-Bashri adalah penganut aliran tasawuf Akhlaki, diantara

gagasannya dalam tasawuf adalah ajaran zuhud, khauf dan raja’.

14
DAFTAR PUSTAKA

Amin Samsul Munir, Ilmu Tasawuf. Jakarta: Amzah. 2012.


Atang Abdul Hakim, Metodologi Studi Islam. Bandung:Rosdakarya,
2009.
Amin Samsul Munir, Kisah Sejuta Hikmah Kaum Sufi, Amzah, Jakarta,
2008.
Bahjat Ahmad, Bihar Al-Hub ‘Inda Al-Sufiyyah , Diterjemahkan oleh
Hasan Abrori Surabaya:Pustaka Progressif, 1997.
UIN Syarif Hidayatullah, Ensiklopedi Tasawuf, Angkasa, Bandung, 2008.
Syukur M. Amin dan Masyharuddin, Intelektualisme Tasawuf,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002

15

Anda mungkin juga menyukai