Anda di halaman 1dari 12

Pemikiran Sufistik Hasan Al-Basri

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Studi Sufisme dan Tarekat

Dosen Pengampu : Dr. Hj. Noorthaibah, M.Ag

Disusun Oleh:

Kelompok 1

Rahmaan Khairul Anwar (1842115008)

Astri Afifah Hamid (1842115023)

Isnawati Kurnia (1842115042)

Beni Akbar (1842115075)

PROGRAM STUDI ILMU AL-QU’RAN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN DAKWAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

SAMARINDA

2021

1
Kata Pengantar

Dengan menyebut nama Allah SWT yang maha pengasih lagi maha penyayang, kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Pemikiran Sufistik Hasan Al-Basri”.

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat mempelancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karna itu dengan tangan terbuka
kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah
ilmiah ini. Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat maupun
inspirasi terhadap pembaca.

Samarinda, 10 Maret 2021

Kelompok 1

2
DAFTAR ISI

COVER MAKALAH………………………………………………………………1

KATA PENGANTAR...............................................................................................2

DAFTAR ISI..............................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang................................................................................................4

B. Rumusan Masalah...........................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN

A. Biografi Hasan Al Basri…………………………………………………….5


B. Pemikiran Sufistik Hasan Al-Basri…………………………………………6
C. Ajaran-Ajaran Tasawuf Hasan Al Basri…………………………………….8
D. Karya-Karya Hasan Al Basri……………………………………………..…9

BAB III PENUTUP

Kesimpulan ……………………………………………………………………...…11

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................12

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tasawuf adalah nama lain dari mistisisme dalam Islam, dan oleh kaum
orientalis Barat disebut sufisme. Kata sufisme dalam istilah Barat khusus dipakai
untuk istilah mistisisme dalam Islam. Sufisme tidak dipakai untuk mistisisme yang
terdapat dalam agama- agama lain.Telah disebutkan bahwa ada segolongan umat
Islam yang belum merasa puas dengan pendekatan diri kepada Tuhan melalui ibadat,
salat, puasa dan haji. Mereka ingin merasa lebih dekat lagi dengan Tuhan. Bahkan
kalau bisa menyatu dengan Allah melalui jalan dan cara, yaitu Maqaamat dan
Ahwaal. Salah satu tokoh tasawuf adalah Hasan Al-Basri.
Hasan al-Basri dalam menegakkan hidup kerohanian yang intensif tidak
pernah lupa dengan kenyataan yang ada di masyarakat. Ia tampil dengan hidup
kerohanian sambil memperingatkan kepada seluruh kaum muslimin agar jangan
sampai terbuai dan terlena dengan dunia dan keduniaan. Ia hidup dengan sederhana
dan mengajarkan hidup kerohanian dalam bentuk teori-teori yang berpusat kepada
ketakutan (khauf) dan harapan (raja).
Dakwah jalan tasawuf bisa menjadi cara terbaik, paling efektif dan efisien,
karena melalui tasawuf, ajaran Islam itu bisa dirasakan dan dialami, sehingga kita bisa
mengenal Allah, merasakan kedekatan Allah (Qurbah), kebersamaan dengan Allah
(Ma’iyah), menyaksikan Allah (Musyahadah), bertemu Allah (Liqa’ Allah), mencintai
Allah (Mahabbah), dan menjadi kekasih Allah. Dan itulah sebabnya, tasawuf bisa
menjadi bahan terbaik dakwah, karena tasawuf memang bisa dipahami sebagai cara
untuk mengenalkan, mendekatkan, dan mempertemukan manusia dengan Allah, agar
manusia mencintai Allah dan bisa menjadi kekasih-Nya

B. Rumusan Masalah
1. Siapa Hasan Al Basri?
2. Bagaimana Pemikiran Sufistik Hasan Al-Basri?
3. Bagaimana Ajaran-Ajaran Tasawuf Hasan Al Basri?
4. Apa saja Karya-Karya Hasan Al Basri?

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Biografi Hasan Al Basri


Nama asli dari Hasan Al-Basri adalah Abu Sa’id al-Hasan ibn Abi al-Hasan
Yasar al-Basri.. Beliau dilahirkan oleh seorang perempuan yang bernama Khoiroh,
dan beliau adalah anak dari Yasaar, budak Zaid bin Tsabit. Tepatnya pada tahun 21 H
di kota Madinah setahun setelah perang shiffin, ada sumber lain yang menyatakan
bahwa beliau lahir dua tahun sebelum berakhirnya masa pemerintahan Khalifah Umar
bin Al- Khattab. Khoiroh adalah bekas pembantu dari Ummu Salamah yang bernama
asli Hindi Binti Suhail yaitu istri Rosullullah SAW.
Sejak kecil Hasan Al-Basri sudah dalam naungan Ummu Salamah. Bahkan
ketika ibunya menghabiskan masa nifasnya Ummu Salamah meminta untuk tinggal di
rumahnya. Dan juga nama Hasan Al-Basri itupun pemberian dari Ummu Salamah.
Ummu Salamahpun terkenal dengan seorang puteri Arab yang sempurna akhlaknya
serta teguh pendiriannya. Para ahli sejarah menguraikan bahwa Ummu Salamah
paling luas pengetahuannya diantara para istri-istri Rosullah SAW lainnya. Seiring
semakin akrabnya hubungan Hasan Al-Basri dengan keluarga Nabi, berkesempatan
untuk bersuri tauladan kepada keluarga Rosullulahdan menimba ilmu bersama
sahabat di masjid Nabawi.1
Pendidikan awal al-Hasan al-Basri diperolehnya dari lingkungan keluarganya
sendiri. Ibunya adalah gurunya yang pertama. Kehidupan keluarganya di Madinah,
yang berlangsung selama lebih kurang 16 tahun sejak kelahiran al-Hasan al-Basri
sampai dengan perpindahan keluarganya ke Basrah, memberi warna tersendiri bagi
perkembangan pengetahuannya. Ibunya banyak memberikan pengaruh terhadap
perkembangan dan pertumbuhan al-Hasan al- Basri. Berkat pendidikan dan
pembinaan dari ibunya, maka pada usia 14 tahun Hasan sudah menghafal al-Qur’an.
Sejak usia dini seperti ini, ia juga telah banyak mendengar riwayat (hadis) dari
ibunya. Pergaulannya dengan para sahabat Nabi SAW membuat cakrawala
pengetahuan agamanya, terutama hadis, bertambah luas.2
Bashrah pada saat itu merupakan benteng keilmuan terbesar, masjidnya yang
sangat megah itu selalu dipenuhi oleh para sahabat Nabi serta mayoritas tabi’in yang

1
Anwar Rosihan dan Solihin Mukhtar, M.Ag, Kamus Tasawuf. Remaja (Rosdakarya, Bandung, 2002)
2
Abdullah Maqamat Makrifat Hasan Al Basri dan Algazali Jurnal AL-FIKR Volume 20 Nomor 2 Tahun 2016.

5
bertandang ke sana. Di kota ini beliau membuka pengajian sebagai bentuk
keprihatinan terhadap gaya hidup dan kehidupan masyarakat yang telah terpengaruh
oleh hiruk pikuk duniawi sebagai salah satu akses kemakmuran ekonomi yang dicapai
negeri-negeri islam pada masa itu. Gerakan itulah yang kelak menjadikan Hasan Al-
Bashri menjadi orang yang sangat berperan dalam pertumbuhan kehidupan sufi di
Basrah. Diantara ajarannya yang terpenting adalah Khauf, Zuhud dan Raja’. Beliau
juga dikenal sebagai pendiri madrasah Zuhud di kota Bashrah.3
Kemudian pada malam Jum’at, di awal Rajab tahun 110H/728 M, Hasan Al-
Basri memenuhi panggilan Robbnya. Ia wafat dalam usia 80 tahun. Penduduk Basrah
bersedih, hampir seluruhnya mengantarkan jenazah Hasan Al-Basri ke pemakaman.
Mereka merasa sedih serta kehilangan ulama besar, yang berbudi tinggi, soleh serta
memiliki ilmu yang luar biasa.

B. Pemikiran Sufistik Hasan Al-Basri


Dalam pengenalan Tasawuf beliau mendapatkan ajaran tasawuf dari Huzaifah
bin Al-Yaman, sehinggan ajaran itu melekat pada dirinya sikap maupun perilaku pada
kehidupan sehari-hari. Dan kemudian beliau dikenal sebagai Ulama Sufi dan
juga Zuhud. Dengan gigih dan gayanya yang retorik, beliau mampu membawa kaum
muslim pada garis agama dan kemudian muncullah kehidupan sufistik.
Hasan Al Basri mangumpamakan dunia ini seperti ular, terasa mulus kalau
disentuh tangan, tetapi racunnya dapat mematikan. Oleh sebab itu, dunia ini harus
dijauhi dan kemegahan serta kenikmatan dunia harus ditolak. Karena dunia bisa
membuat kita berpaling dari kebenaran dan membuat kita selalu memikirkannya.
Dasar pemikiran Hasan al-Basri yang paling utama adalah Zuhud terhadap
dunia, menolak semua kemewahannya, hanya semata menuju kepada Allah SWT,
tawakkal, khauf dan raja’ (mengharap) keridhoan Allah SWT. Janganlah hanya
semata-mata takut kepada Allah, tetapi ikutilah ketakutan dengan pengharapan. Takut
akan murkaNya, tetapi mengharap akan rahmatNya.4
Diantara ucapannya yang terkenal ialah: “Seorang faqih ialah orang yang
bersikap zuhud terhadap kehidupan duniawi, yang tahu terhadap dosanya dan yang
selalu beribadah kepada Allah. Dunia adalah tempat orang kerja bagi orang yang

3
Ahmad Bahjat, Bihar Al-Hubb Pledoi Kaum Sufi, Diterjemahkan oleh Hasan Abrori dari judul aslinya, Bihar Al-
Hub ‘Inda Al-Sufiyyah, (Surabya: Pustaka Progressif 1997), h. 160.
4
Hamka, Tasawuf, Perkembangan dan Pemurniannya, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1984), hal. 76.

6
disertai perasaan tidak senang dan tidak butuh kepadanya, dan dunia merasa
bahagia bersamanya atau dalam menyertainya. Barang siapa yang menyertainya
dengan perasaan ingin memilikinya dan mencintainya, dia akan dibuat menderita
oleh dunia serta diantarkan kepada hal-hal yang tidak tertanggungkan oleh
kesabarannya”.
Menurut Hasan al-Basri, zuhud adalah, "memerlakukan dunia ini hanya
sebagai jembatan yang hanya sekedar untuk dilalui dan sama sekali tidak membangun
apa-apa di atasnya.”5 Jadi, Hasan al-Basri senantiasa bersedih hati, senantiasa takut,
apabila ia tidak melaksanakan perintah Allah sepenuhnya dan tidak menjauhi larangan
sepenuhnya pula. Sedemikian takutnya, sehingga seakan-akan ia merasa bahwa
neraka itu dijadikan untuk dia.
Hasan al-Basri membagi zuhud pada dua tingkatan, yaitu zuhud terhadap
barang yang haram, ini adalah tingkatan zuhud yang elementer, sedangkan yang lebih
tinggi adalah zuhud terhadap barang-barang yang halal, suatu tingkatan zuhud yang
lebih tinggi dari zuhud sebelumnya. Hasan al-Basri telah mencapai tingkatan kedua,
sebagaimana diekspresikan dalam bentuk sedikit makan, tidak terikat oleh makanan
dan minuman, bahkan ia pernah mengatakan, “seandainya menemukan alat yang
dapat dipergunakan mencegah makan pasti akan dilakukan- Ia berkata, "aku Senang
makan sekali dapat kenyang selamanya, sebagaimana semen yang tahan dalam air
selama-lamanya".6
Pemikiran kedua Hasan Al basri adalah Khauf dan Raja’, dengan pengertian
merasa takut kepada siksa Allah karena berbuat dosa dan sering melalaikan perintah
Allah. Merasa kekurangan dirinya dalam mengabdi kepada Allah, timbullah rasa was
was dan takut, khawatir mendapat murka dari Allah. Dengan adanya rasa takut itu
pula menjadi motivasi tersendiri bagi seseorang untuk mempertinggi kualitas dan
kadar pengabdian kepada Allah dan sikap raja’ ini adalah mengharap akan ampunan
Allah dan karunia-NYA. Oleh karena itu prinsip-prinsip ajaran ini adalah
mengandung sikap kesiapan untuk melakukan muhasabah agar selalu mamikirkan
kehidupan yang hakiki dan abadi.7

5
Rivay Siregar, Tasawuf, Dari Sufisme Klasik Ke Neo-Sufisme, (Jakarta: Raja Grafindo Persada 1999), h. 17
6
Abd al-Hakim Hasan, Al-Tasawwuf Fi Syi’ri Al-‘Arabi, (Mesir: Anjalu Al- Misriyah,1954),h. 38
7
Siti Nusnaini,. Zuhud Hasan Al-Basri (Kajian Historis Kehidupan Al-Basri) Jurnal Serambi Tarbawi Vol. 3, No. 1,
Januari 2015

7
C. Ajaran-Ajaran Tasawuf Hasan Al Basri
Ajaran-ajaran Hasan Al-Bashri adalah ucapan beliau yang berisi anjuran kepada
setiap orang untuk senantiasa bersedih hati dan takut kalau tidak mampu
melaksanakan seluruh perintah Allah dan menjauhi larangan-larangan-Nya Lebih jauh
lagi, Sebagaimana Prof. Dr. Hamka mengemukakan bahwa ajaran tasawuf Hasan Al-
Basri yaitu:
 “Perasaan takutmu sehingga bertemu dengan hati yang tentram lebih baik dari
pada perasaan tentrammu yang kemudian menimbulkan rasa takut.”
 “Dunia adalah negeri tempat beramal. Barang siapa yang bertemu dengan dunia
dalam rasa benci kepadanya, dan zuhud akan berbahagialah dia dan memperoleh
faedah. Tetapi barang siapa yang tinggal dalam dunia lalu hatinya rindu dan
perasaan takut kepadaNya akhirnya dia akan sengsara. Dia akan terbawa kepada
suatu masa yang tidak dapat dideritanya.”
 “Perasaan tentang Tafakkur, membawa kita kepada kebaikan dan berusaha
mengerjakannya. Menyesal atas perbuatan jahat, membawa kepada
meninggalkannya. Barang yang Fana’ walaupun bagaimana banyaknya tidaklah
dapat menyamai barang yang baqa’, walaupun sedikit. Awasilah dirimu dari
negeri yang cepat datang dan cepat pergi ini dan penuh dengan tipuan.”
 “Dunia ini adalah seorang perempuan janda tua yang telah bungkuk.”
 “Orang yang beriman berduka cita pagi-pagi dan berduka cita di waktu sore.
Karena dia hidup diantara dua ketakutan. Takut mengenang dosa yang telah
lampau, apakah gerangan balasan yang akan ditimpakan Tuhan. Dan takut
memikirkan ajal yang masih tinggal dan bahaya yang sedang mengancam.”
 “Patutlah orang insyaf bahwa mati sedang mengancamnya dan kiamat menagih
janjinya.”
 “Banyak berduka cita di dunia memperteguh semangat beramal saleh.”
Tujuan zuhud Hasan Al-Basri yang besar itu adalah zuhud beliau yang
didasarkan kepada “takut”, karena takut akan siksaan Tuhan dalam neraka. Tetapi Dr.
Muhammad Helmi mengatakan bahwa bukan takut karena itu yang menjadi sebab,
akan tetapi yang menjadi sebab adalah perasaan dari orang yang berjiwa besar akan
kekurangan dan kelebihan diri. Seperti sabda Nabi: “Orang yang beriman mengenang

8
dosanya, laksana orang yang duduk di sebuah gunung yang besar, senantiasa merasa
takut gunung itu akan menimpa dirinya.”8
Itulah sebabnya lebih tepat dikatakan bahwa dasar Zuhud Hasan al-Basri bukanlah
takut akan masuk neraka, tetapi takut akan murka Tuhan.

D. Karya-Karya Hasan Al Basri


Pendapat Hasan al-Basri banyak ditemukan dalam berbagai kitab. Walaupun
begitu, para ulama berbeda pendapat tentang ada tidaknya karya tulis yang tinggalkan
oleh al-Hasan al-Basri. misalnya, Imam Muhammad Abu Zahrah (w.1394H),
berpendapat bahwa al-Hasan al-Basri tidak pernah meninggalkan satu kitab pun dan
kita tidak pernah melihat adanya kitab yang ditulisnya, sedang pendapat-pendapatnya
yang kita lihat sekarang ini disampaikan melalui riwayat para muridnya.
Berbeda dengan Abu Zahrah, Ibnu Nadim berpendapat bahwa al-Hasan al-
Basri pernah menulis buku tentang tafsir dan risalah tentang jumlah ayat yang
berjudul al-‘Adad atau ‘Adad Ayi al-Qur’an al-Karim (Jumlah Ayat-Ayat Al-
Qur’an). Risalah-risalah yang pernah ditulisnya ialah; (1) al-Ihklas (keikhlasan), (2).
Risalah mengenai jawabannya terhadap Khalifah Abdul Malik ibn Marwan; (3)
Risalah Fada’il Makkah wa as-Sakan fih (Keutamaan Mekah dan Ketenangan di
Dalamnya), yang menurut Ahmad Ismail al-Basit merupakan risalahnya satu- satunya
(naskah aslinya telah diedit oleh Dr. Sami Makki al-Ani, guru besar kebudayaan Islam
di Universitas Kuwait, dan telah diterbitkan pada 1980 oleh Maktabah al-Fallah,
Kuwait); dan (4) Risalah Faraid ad-Din (Kewajiban- kewajiban terhadap Agama)
yang naskahnya masih tersimpan di Maktabah al- Auqaf, Baghdad. Selain itu, di
Maktabah Taimur, Cairo, masih terdapat beberapa manuskrip tersebut ialah Syurut al-
Imamah (Syarat-syarat bagi Pemimpin), Wasiyyah an-Nabi li Abi Hurairah (Wasiat
Nabi Muhammad SAW kepada Abu Hurairah), dan al-Istigfarat al-Munqizat min an-
Nar (Berbeda Istigfar yang dapat menyelamatkan dari Neraka).9
Untuk mengembangkan ilmu yang pertama diterimanya, ia membuka
Madrasah al-Hasan al-Basri, yaitu sebuah forum khusus untuk berdiskusi dan inilah ia
mengajarkan berbagai ilmu keislaman. Di antara murid-muridnya ialah Wasil ibn
Atha (tokoh Muktazilah, w. 131 H), Amr ibn Ubaid (tokoh Muktazilah,w. 145 H),
8
Hamka, Tasawuf, Perkembangan dan Pemurniannya, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1984), hal. 77-78.
9
Muslimin, Zenal Arifin Kajian Pemikiran Dakwah dan Komunikasi Hasan Basri Jurnal Komunikasi Islam dan
Kehumasan (JKPI), Vol. 3, No 2, 2019

9
Ma’bad al-Jahani (w. 80 H), Gailan ad-Dimasyqi (w. 105 H), dan Qatadah ibn
Di’amah as-Sadusi al-Basri (w. 118 H). Murid-muridnya yang lain ialah Hamid at-
Tawil (ulama dan penghafal hadis, w. 143 H), Bakr ibn Abdullah al-Muzani (seorang
faqih Basrah, w. 108 H), Sa’ad ibn Iyas (seorang faqih Basrah, w. 144 H), Malik ibn
Dinar (seorang ulama dan zuhud, w. 127 H), dan Muhammad ibn Wasi’ al-Azadi al-
Basri (ahli kiraat dan ulama Basra, w. 123 H).
Ia menyampaikan pesan-pesan pendidikannya melalui dua cara. Pertama, ia
mengajak murid-muridnya untuk menghidupkan kembali kondisi masa salaf, seperti
yang terjadi pada masa para sahabat Nabi SAW, terutama pada masa Umar ibn
Khattab, yang selalu berpegang kepada Kitabullah dan sunah Rasulullah SAW.
Kedua, ia menyeru murid-muridnya untuk bersikap zuhud dalam menghadapi
kemewahan dunia. Zuhud menurut pengertiannya ialah tidak tamak terhadap
kemewahan dunia dan tidak pula lari dari soal dunia, tetapi selalu merassa cukup
dengan apa yang ada.10

BAB III
10
Amin Syukur, Zuhud di Abad Modern, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Cet. I, 1997), h. 65

10
PENUTUP

Kesimpulan

Nama lengkap Hasan Al-Basri adalah Abu Sa’id al-Hasan ibn Abi al-Hasan Yasar
al-Basri. ia yang merupakan ulama terkemuka dari generasi tabi’in. Ia lahir di Madinah
pada tahun 21 H/642 M, dan meninggal di Basrah pada tahun 110 H/ 728 M. Hasan Al-
Basri tumbuh menjadi seseorang tokoh diantara tokoh-tokoh yang terkemuka pada
zamannya karena kesalehan dan keberaniannya, dan ia seorang Zahid yang termasyur.

Konsep dasar pendirian tasawuf Hasan al-Basri adalah zuhud terhadap dunia,
menolak kemegahannya, semata menuju kepadaAllah, tawakal, khauf, dan raja', semuanya
tidaklah terpisah. Jangan hanya takut kepada Allah, tetapi ikutilah ketakutan itu dengan
pengharapan. Takut akan murka-Nya, tetapi mengharap karunia-Nya. Prinsip kedua
ajaran Hasan Al basri adalah Khauf dan Raja’, dengan pengertian merasa takut kepada
siksa Allah karena berbuat dosa dan sering melalaikan perintah Allah. Merasa kekurangan
dirinya dalam mengabdi kepada Allah, timbullah rasa was was dan takut, khawatir
mendapat murka dari Allah.

Ajaran-ajaran Hasan Al-Bashri adalah anjuran kepada setiap orang untuk


senantiasa bersedih hati dan takut kalau tidak mampu melaksanakan seluruh perintah
Allah dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Yang patut kita teladani dari kehidupan dari
Hasan Basri adalah kezuhudtannya,Hasan Basri tidak pernah memerintah, memberikan
nasihat dan anjuran sebelum ia sendiri melakukan dengan ketulusan hatinya, karena
selayaknya seorang yang yang berdakwah dijalan tuhan harus menjadi panutan sesama.
Dan ia juga tidak pernah melakukan larangan sebelum ia sendiri menjauhkan terlebih
dahulu. Hal tersebut menujukkan bahwa hasan memang penuh ke strategis dalam
berdakwah.

DAFTAR PUSTAKA

11
Bahjat, Ahmad, Bihar Al-Hubb Pledoi Kaum Sufi, Diterjemahkan oleh Hasan Abrori dari
judul aslinya, Bihar Al-Hub ‘Inda Al-Sufiyyah, (Surabya : Pustaka Progressif 1997).

Syukur, Amin, Zuhud Di Abad Modern, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997.

Abdullah, Maqamat Makrifat Hasan Al Basri dan Algazali Jurnal AL-FIKR Volume 20
Nomor 2 Tahun 2016.

Hamka, Tasawuf, Perkembangan dan Pemurniannya, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1984).

Siregar, Rivay, Tasawuf, Dari Sufisme Klasik Ke Neo-Sufisme, Jakarta: Raja Grafindo
Persada 1999.

Hasan, Abd al-Hakim, Al-Tasawwuf Fi Syi’ri Al-‘Arabi, Mesir: Anjalu Al- Misriyah,1954.

Nusnaini, Siti. Zuhud Hasan Al-Basri (Kajian Historis Kehidupan Al-Basri) Jurnal Serambi
Tarbawi Vol. 3, No. 1, Januari 2015.

Rosihan, Anwar dan Mukhtar, Solihin, M.Ag, Kamus Tasawuf. Remaja (Rosdakarya,
Bandung, 2002).

Muslimin, Zenal Arifin Kajian Pemikiran Dakwah dan Komunikasi Hasan Basri Jurnal
Komunikasi Islam dan Kehumasan (JKPI), Vol. 3, No 2, 2019.

12

Anda mungkin juga menyukai