Anda di halaman 1dari 13

TOKOH TASAWUF PADA MASA HASAN AL BASHRI

DAN RABI’AH AL ADAWIYAH BESERTA AJARANYA

Untuk memenuhi salah satu tugas kelompok mata kuliah ilmu Tasawuf

Dosen pengampu : Sabariah, M.Pd.I

Disusun oleh : Kelompok 5

Muhammad Rizki Situmorang 0403232251

Neti Rosmawan Rambe 0403231141

PROGRAM STUDI ILMU AL-QURAN DAN TAFSIR

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA

MEDAN

2024
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah Swt yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ilmu tasawuf
tentang tokoh tokoh tasawuf pada masa awal dan pokok ajarannya.

Makalah ini telah kami susun dengan semaksimal mungkin dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka
kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah
ilmu kalam ini . Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah ini bermanfaat dan
memberikan informasi terhadap pembaca

Medan, 02 April 2024

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i

DAFTAR ISI ii

BAB I PENDAHULUAN 1

BAB II PEMBAHASAN 2

1.Tokoh tasawuf ajaran Hasan Al Bashri 2

2.Tokoh tasawuf ajaran Rabi’ah Al Adawiyah 6

BAB III PENUTUP 9

A.Kesimpulan 9

B.Saran 9

DAFTAR PUSTAKA 10

ii
BAB I

PENDAHULUAN

Saat sekarang ini sangat penting untuk kita berhati-hati dalam menjalani hidup, agar tidak
terjerumus kepada kemaksiatan, terlebih dengan pesatnya teknologi dewasa ini, sehingga celah
untuk melakukan kejahatan itu sangat mudah. Akan tetapi canggihnya teknologi juga bisa
membawa kita lebih mudah dalam hal komunikasi, dan sebagai sarana belajar untuk menjadi orang
yang intelektual. Nah, Tasawuf adalah sebagai salah satu disiplin ilmu yang membahas tentang
pembersihan atau pensucian hati, agar dapat terhindar dari dosa kecil maupun dosa besar.

Oleh karena itu, penulis mengambil referensi, yang berkaitan dengan materi penulis “
Tokoh Hasan Bashri dan Rabi'ah Al Adawiyah ”. Yang dimana penulis mengutip salah satu kata
hikmah dari Hasan Bashri, Beliau menuturkan “ memerlukan dunia ini hanya sebagai jembatan
yang hanya sekedar, untuk dilalui dan sama sekali tidak membangun apa-apa diatasnya”.

Selain karena itu, penulis tertarik untuk membahas lebih dalam tentang latar belakang,
perjalanan hidup, dan proses Hasan Bashri dan Rabi'ah Al Adawiyah dalam menuntu ilmu, juga
perjalanan nya dalam mengajarkan ilmu, serta merta pengaplikasian Tasawufnya dalam sehari-
hari.

Tulisan ini ditulis untuk menjadi bahan bacaan bagi para pembaca dalam rangka
memperluas wawasan untuk bisa menjadi orang yang intelektual dan religious, terlebih agar bisa
sama-sama membenahi diri dengan keimanan dan kesucian hati, untuk mampu mendekatkan diri
kepada Allah.

1
BAB II

PEMBAHASAN

1. Tokoh tasawuf ajaran Hasan Al Bashri


1. Biografi Hasan Al-Bashri

Nama asli dari Hasan Al-Basri adalah Abu Sa‟id Al Hasan bin Yasar. Beliau dilahirkan
oleh seorang perempuan yang bernama Khoiroh, dan beliau adalah anak dari Yasaar, budak Zaid
bin Tsabit. tepatnya pada tahun 21 H di kota Madinah setahun setelah perang shiffin, ada sumber
lain yang menyatakan bahwa beliau lahir dua tahun sebelum berakhirnya masa pemerintahan
Khalifah Umar bin Al- Khattab. Khoiroh adalah bekas pembantu dari Ummu Salamah yang
bernama asli Hindia Binti Suhail yaitu istri Rasullullah SAW. Sejak kecil Hasan Al-Basri sudah
dalam naungan Ummu Salamah. Bahkan ketika ibunya menghabiskan masa nifasnya Ummu
Salamah meminta untuk tinggal di rumahnya. Dan juga nama Hasan Al-Basri itupun pemberian
dari Ummu Salamah.Ummu Salamahpun terkenal dengan seorang puteri Arab yang sempurna
akhlaknya serta teguh pendiriannya. Para ahli sejarah menguraikan bahwa Ummu Salamah paling
luas pengetahuannya diantara para istri-istri Rasullah SAW lainnya. Seiring semakin akrabnya
hubungan Hasan Al-Basri dengan keluarga Nabi, berkesempatan untuk bersuri tauladan kepada
keluarga Rasullulah dan menimba ilmu bersama sahabat di mesjid Nabawy.ketika menginjak 14
tahun, Hasan Al-Basri pindah ke kota Basrah (Iraq). Disinilah kemudian beliau mulai dengan
sebutan Hasan Al-Basri. Kota Basrah terkenal dengan kota ilmu dalam daulah Islamiyyah. Banyak
dari kalangan sahabat dan tabi‟in yang singgah di kota ini. Banyak orang berdatangan untuk
menimba ilmu kepada beliau. Karena perkataan serta nasehat beliau dapat menggugah hati sang
pendengar.1

2. Keluarga Hasan al-Bashri

Ayahnya bernama Yasar, yang merupakan budak dari Zaid bin Tsabit. Ibunya bernama
Khairiyah, yang juga merupakan seorang budak dari Ummu Salamah (Ummul Mukminin). Ummu
Salamah yang merupakan istrinya Nabi kerap kali menyuruh budaknya Khairiyah untuk
keperluannya, sehingga Ummu Salamah sering menyusui Hasan al-Bashri, karena Ummu
Salamah ini merupakan wanita yang berakhlak mulia dan memiliki wawasan yang luas.

3. Ajaran Tasawuf Hasan Al-Bashri

Pandangan tasawuf Hasan al-Bashri adalah anjuran kepada setiap orang untuk senantiasa
bersedih hati dan takut kalau tidak mampu melaksanakan semua yang diperintahkan Tuhan kepada
makhluk-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Sya’rani berkata “Demikian takutnya sehingga

2
seakan-akan ia merasa bahwa neraka itu hanya dijadikan untuk ia”. Hamka juga mengemukan
sebagian tentang ajaran tasawuf Hasan al-Bashri sebagai berikut:

 Perasaan takut, menyebabkan hati tentram lebih baik daripada rasa tentramyang menimbulkan
rasa takut.2Dunia adalah negeri tempat untuk beramal. barang siapa bertemu dunia dengan
perasan benci dan zuhud, ia akan berbahagia dan memperoleh faedah darinya. Namun barang
siapa bertemu dengannya dengan perasan rindu dan hatinya tertambat dengan dunia, ia akan
sengsara dan akan berhadapan dengan penderitaan yang tidak dapat ditanggungnya.
 Takafur, akan membawa kepada kebaikan dan berusaha mengerjakan hal- hal yang baik dan
menyesal atas perbuatan jahat menyebabkan untuk tidak mengulanginya lagi.
 Orang yang beriman, akan senantiasa bersedih pada pagi dan sore hari, sebab berada di antara
dua perasaan takut yaitu, takut mengenang dosa yang telah lalu dan takut memikirkan kematian
yang akan menjemput sertabahaya yang akan mengancam.3
 Kesadaran setiap orang bahwa setiap yang bernyawa akan mengalami kematian, hari kiamat
yang akan menagih janjinya.
 Dunia ini adalah seorang janda tua yang telah bungkuk dan beberapa kali ditinggalkan mati
suaminya.4
 Banyak duka cita di dunia memperteguh semangat amal shaleh.5
 Hendaklah setiap orang sadar akan kematian yang senantiasa mengancamnya, akan kiamat yang
akan menagih janjinya.6

Ajaran tasawuf Hasan al-Bashri tersebut bukan berdasarkan rasa takut kepada siksaan
Tuhan, tetapi kebesaran jiwanya akan kekurangan dan kelalaian dirinya yang mendasari
tasawufnya. Di antara ajaran tasawuf Hasan al-Bashri dan senantiasa menjadi yang
selalu menjadi bahan sebutan (pembicaraan) orang kaum sufi adalah “Anak Adam!
Dirimu, diriku! Dirimu hanya satu, Kalau ia binasa, binasalah engkau, Dan orang yang
telah selamat tak dapat menolongmu, Tiap-tiap nikmat yang bukan surga adalah hina,
Dan tiap-tiap bala bencana yang bukan neraka adalah mudah.

4. Gerakan Zuhud Hasan al-Bashri

Hasan al-Bashri merupakan seorang sufi Tabi’in yang sangat takwa, wara’, Zuhud.
Gerakan Zuhud ini muncul dari adanya pergolakan politik antar umat Islam, dan pada saat itu
Zuhud hanya sekedar motif keagamaan, yang kemudian disusul beberapa faktor dari luar.
Kemudian gerakan ini semakin intensif pada masa pemerintahan Bani Umayyah, dan orang yang
sangat mendukung gerakan ini salah satunya adalah Hasan al-Bashri. Akan tetapi semuanya
berubah, seiring dengan berjalannya pemerintahan Muawiyah (661-680), karena putra pewarisnya
adalah seorang pemabuk berat. Hal ini lah yang membuat sebagian orang menarik diri dari
masyarakat, salah satunya Hasan al-Bashri. Meski banyak yang mengenalNabi, tapi situasi ini
membuat mereka bergidik ngeri, karena rusaknya moralitas dari kalangan atas.

3
Dari mewahnya kehidupan para pembesar dimasa itu, Hasan al-Bashri hidup dengan gaya
murni etis, spiritual dengan motivasi etika. Ia pernah berkata, “jika Allah menghendaki seseorang
itu baik, Dia mematikan keluarganya sehinggaia dapat leluasa dalam beribadah”.7 Zuhud menurut
Hasan al-Bashri ialah “ memerlakukan dunia ini hanya sebagai jembatan yang hanya sekedar
untuk dilaluidan sama sekali tidak membangun apa-apa di atasnya”.8 Dasar pendirian Tasawuf
Hasan al-Bashri adalah Zuhud, tawakal, Khauf, Raja’, takut kepada Allah dengan penuh rasa
harap, dan takut akan murkanya dengan mengharap karunia-Nya.9 BilaHasan al-Bashri kurang
sempurna dalam melaksanakan perintah Allah, dan kurang dalam hal menjauhi larangan Allah,
Ia akan sangat sedih dan merasa bahwa neraka seolah ada di hadapannya.

5. Zuhudnya Hasan Al-Bashri

a. Zuhud ialah mementingkan kehidupan Akhirat dan meninggalkan kehidupan dunia.


Dalam segi tingkatan, Zuhud dibagi menjadi 3 tingkatan :Zuhud yang terendah adalah
menjauhkan diri dari dunia agar terhindar dari hukuman di akhirat kelak
b. Menjauhi dunia dengan menimbang imbalan akhirat
c. Merupakan maqam tertinggi adalah mengucilkan dunia bukan karena takut atau
karena berharap, tetapi karena cinta kepada Allah.

Hasan Al-Bashri pernah berkata “Zuhud itu meninggalkan kehidupan dunia kerena dunia
itu layaknya ular, licin jika dipegang akan tetapi bisanya dapat membunuh. Sejatinya dasar
pokok dan tujuan Zuhud ialah tidak condong kepada dunia dan sebaliknya, yaitu condong kepada
akhirat”.10

 Beberapa Pendapat dan Sikap Hasan al-Bashri

Pertama, Rasa takut itu hadir ketika mengenang semua dosa yang pernah dilakukan, dan
mengenali hukuman Allah sebagai balasan.11

Kedua, dikala sore hari, rasa takut itu hadir dikerenakan memikirkan ajal yang akan tiba,
dan bahaya yang akan mengancam. Rasa takut Beliau diiringi dengan kesedihan, sebagai upaya
mengokohkan keshalihannya. Tidak adanya jabatan bagi Hasan al-Bashri, membuat Beliau bebas
dan tidak takut dengan sanksi dari pejabat. Hal ini terbukti dengan 3 kejadian yang tercatat dalam
sejarah.

Di saat Hasan al-Bashri berumur 20 tahun, Ali bin Abi Thalib bertanya tentang apa mashlahat bagi
agama Islam dan apa juga yang merusak mashlahat tersebut? Lalu di jawab Hasan al-Bashri,
“Mashlahat bagi agama adalah Wara’, dan yang merusaknya adalah sikap tamak.” Lalu jawaban
itu dibenarkan oleh Ali bin Abi Thalib.Disaat umur Beliau kurang lebih 50 tahun, Beliau pernah
mengirim surat gugatan atas perilaku dzalimnya penguasa bani Umayyah, kepada Khalifah Malik

4
bin Marwan, dengan tujuan agar rakyat bebas dalam hal memilih dan melakukan apa yang
meraka rasa itu benar. Lantas, karenakewibawaan dan keshalihannya dan pengaruh nya yang
besar terhadap sekitarnya membuat Ia bebas ketika itu.
Disaat Beliau berumur kurang lebih 90 tahun, beliau mengingatkan Umar Hubairat yang
merupakan Gubernur Irak, yang sudah berjanji untuk melakukan pemerintah Khalifah Yazid II.
Isi peringatannya ialah :

“Tanamkan perasan gentar kepada Allah bukan kepada Yazid, Allah mampu memisahkan
anda dari Yazid, sedang Yazid tidak akan mampu memisahkan anda dari Allah, Allah pada suatu
saat akan mengirimkan malaikat- Nya untuk merenggut anda dari kursi jabatan anda, dan menarik
anda dari dunia yang luas ini untuk dibawa ke ruang kubur yang sempit, lalu saat itu tiada sesuatu
yang dapat membebaskan anda kecuali amal anda sendiri. Hai Abu Hubairat, tiada kepatuhan
kepada makhluk dalam mendurhakai Khalik”. Lalu peringatan ini tidakdiindahkan. Lantas kenapa
demikian? Ibrahim Musthafa berpendapat, untuk mengindari dosa dan disebabkan nilai sesuatu
itu sedikit, disamping rendah dan hina. Lalu Harun Nasution berpendapat, Zuhud itu
meninggalkan dunia dan hidup dengan materi.

 Hikmah Zuhud Hasan Al-Bashri


a. Meningkatkan ketaqwaan kepada Allah Swt.
b. Mendapatkan ketenangan hati
c. Ikhlash
d. Terhindar dari sifat sombong.

Dalam buku Studi Ilmu Hadis karya Dr. H. Subaidi, M.Pd., mengutip perkataan seorang
Sufisme dari Kairo, Abdul Mun'im Al-Hifni, mengelompokkan Hasan Al-Bashri kedalam
golongan terbesar Sufi. Dimana beliau menyatakan bahwa Hasan Al-Bashri merupakan
merupakan Sufisme yang Zahid, Wara’ dan komunikator nasihat-nasihat Beliau ataupun kata-
kata hikmah nya beliau, dapat menyejukkan hati, tidak bertentangan dengan akal dan mampu
menyentuh kalbu.13Sehubungan dengan Tasawuf, Hasan Al-Bashri pernah berkata:

“Barangsiapa yang mema-kai tasawuf karena tawadhu’ (kepatuhan) kepada Allah akan ditambah
Allah cahaya dalam diri dan hatinya, dan barangsiapa yang memakai tasawuf karena kesombongan
kepada Allah akan dicampakkan Allah ke dalam neraka.”

a.Kebijakan Hasan Al-Bashri


1.Karakteristik Hasan Al-Bashri :

Hasan Al-Bashri merupakan orang yang terkenal dengan ketampanannya. Hingga, Al-Sya’bi
selalu berkata kepada orang-orang yang mau pergi ke Bashrah : “Jikalau kamu melihat orang
tertampan dan paling berwibawa di kota Bashrah, dialah Hasan Al-Bashri, maka sampaikanlah
salamku padanya “. Dalam hal mental, Hasan Al-Bashri merupakan orang yang sangat pemberani,

5
hingga Muhallib bin Abi Shafrah, jika ada peperangan, maka Muhallib memerintahkan Hasan Al-
Bashri untuk ada di garda terdepan. Sebagaimana Muhammad bin Sa'ad berkata, Hasan Al-Bashri
merupakan orang yang Wara’, ‘alim, Zuhud, orang terhormat, ahli Fiqh, Ahli Hujjah, Jujur, ‘abid,
Fasih dan tampan. Sebagai orang terkemuka dalam berbagai disiplin ilmu pengetahuan, hingga Beliau
mendapat julukan Syekh Kota Bashrah. Hasan Al-Bashri juga sangat terkenal dengan ilmu hikmahnya
yang mendalam, sehingga Abu Ja’far Al-Baqir berkata : “Dialah orangyang tutur katanya lebih mirip
dengan para Nabi”.14

2.Perilaku dan Kehidupan Asketiknya


a. Hasan Al-Bashri sangat menyukai buah-buahan dan roti
b. Hasan Al-Bashri mampu menyesuaikan busana sesuai kondisi dan situasi
c. Hasan Al-Bashri selalu bersedih, tetapi menjadi motivasi untuknya selalu beramal shaleh.
d. Perabotan rumah Hasan Al-Bashri sangat sederhana.
e. Hasan Al-Bashri senantiasa mengikuti jejak Rasulullah Saw.
f. Beliau hafal Al Qur'an diusia 12 tahun,dan tidak akan pindah dari suatu surat lain hingga ia
faham tafsir dan asbabun nuzulnya

2. Tokoh tasawuf ajaran Rabi’ah Al Adawiyah

Rabiah Al-Adawiyah dikenal juga dengan nama Rabi'ah Basri adalah seorang sufi wanita yang
dikenal karena kesucian dan kecintaannya terhadap Allah Rabi'ah merupakan dari klan Al-Atik suku
Qays bin 'Adi, di mana ia terkenal dengan sebutan al-Qaysiyah.Ia dikenal sebagai seorang sufi wanita
yang zuhud, yaitu tidak tertarik kepada kehidupan duniawi, sehingga ia mengabdikan hidupnya hanya
untuk beribadah kepada Allah.Rabiah diperkirakan lahir antara tahun 713 - 717 Masehi, atau 95 - 99
Hijriah, di kota Basrah, Irak dan meninggal sekitar tahun 801 Masehi / 185 Hijriah.Nama lengkapnya
adalah Rabi'ah binti Ismail al-Adawiyah al-Basriyah.Rabiah merupakan sufi wanita beraliran Sunni pada
masa dinasti Umayyah yang menjadi pemimpin dari murid-murid perempuan dan zahidah, yang
mengabdikan dirinya untuk penelitian hukum kesucian yang sangat takut dan taat kepada Tuhan.Rabi'ah
Al-Adawiyah dijuluki sebagai "The Mother of the Grand Master" atau Ibu Para Sufi Besar karena
kezuhudannya.Ia juga menjadi panutan para ahli sufi lain seperti Ibnu al-Faridh dan Dhun Nun al-
Misri.Kezuhudan Rabi'ah juga dikenal hingga ke Eropa.Hal ini membuat banyak cendekiawan Eropa
meneliti pemikiran Rabi'ah dan menulis riwayat hidupnya, seperti Margareth Smith, Masignon, dan
Nicholoson.

A.Biografi

Rabi'ah dilahirkan di kota Basrah, Irak, sekitar abad ke delapan tahun 717-713Masehi.Ia dilahirkan dari
keluarga yang sangat miskin dan merupakan anak keempat dari empat bersaudara, sehingga ia
dinamakan Rabiah yang berarti anak keempat.Ayahnya bernama Ismail, ketika malam menjelang
kelahiran Rabi'ah, keadaan ekonomi keluarga Ismail sangatlah buruk sehingga ia tidak memiliki uang
dan penerangan untuk menemani istrinya yang akan melahirkan.Beberapa hari setelah kelahiran Rabi'ah,
Ismail bermimpi bertemu dengan nabi Muhammad, dalam mimpinya dia berkata pada Ismail agar jangan
bersedih karena anaknya, Rabi'ah, akan menjadi seorang wanita yang mulia, sehingga banyak orang
akan mengharapkan syafaatnya.

6
B.Menjadi yatim piatu

Sejak kecil Rabi'ah sudah dikenal sebagai anak yang cerdas dan taat beragama.Beberapa tahun
kemudian, ayahnya, Ismail, meninggal dunia kemudian disusul oleh ibunya, sehingga Rabi'ah dan ketiga
saudara perempuannya menjadi anak yatim piatu.Ayah dan Ibunya hanya meninggalkan harta berupa
sebuah perahu yang kemudian digunakan Rabi'ah untuk mencari nafkah.Rabi'ah bekerja sebagai penarik
perahu yang menyebrangkan orang dari tepi Sungai Dajlah ke tepi sungai yang lain.Sementara ketiga
saudara perempuannya bekerja dirumah menenun kain atau memintal benang.

C.Menjadi hamba sahaya

Ketika kota Basrah dilanda berbagai bencana alam dan kekeringan akibat kemarau panjang, Rabi'ah dan
ketiga saudara perempuannya memutuskan untuk berkelana ke berbagai daerah untuk bertahan
hidup.Dalam pengembaraanya, Rabi'ah terpisah dengan ketiga saudara perempuannya sehingga ia hidup
seorang diri.Pada saat itulah Rabi'ah diculik oleh sekelompok penyamun kemudian dijual sebagai hamba
sahaya seharga enam dirham kepada seorang pedagang.Pedagang yang membeli Rabi'ah sebagai hamba
sahaya memperlakukannya dengan kejam, sehingga Rabi'ah harus selalu bekerja keras sepanjang
hari.Dalam suatu malam, Rabi'ah bermunajat kepada Allah jika ia dapat bebas dari perbudakan maka ia
tak akan berhenti sedikit pun beribadah.Ketika Rabi'ah sedang berdoa dan melakukan salat malam,
pedagang yang menjadi majikannya itu dikejutkan oleh sebuah lentera yang bergantung di atas kepala
Rabi'ah tanpa ada sehelai tali pun[5][6] Cahaya bagaikan lentera yang menyinari seluruh rumah itu
merupakan cahaya sakinah (diambil dari bahasa Ibrani yaitu "Shekina" yang berarti cahaya rahmat
Tuhan) dari seorang muslimah suci.

Melihat peristiwa tidak biasa yang terjadi pada Rabi'ah, pedagang itu menjadi ketakutan dan keesokan
harinya membebaskan Rabi'ah.Sebelum Rabi'ah pergi, Pedagang itu menawarkan Rabi'ah untuk tinggal
di Basrah dan ia akan menanggung segala keperluan dan kebutuhan Rabi'ah, namun karena
kezuhudannya, Rabi'ah menolak dan sesuai janjinya jika ia bebas, maka Rabi'ah akan mengabdikan
hidupnya hanya untuk beribadah.

D.Kehidupan sebagai sufi dan pilihan untuk tidak menikah

Setelah bebas sebagai hamba sahaya, Rabi'ah pergi mengembara di padang pasir.Setelah beberapa saat
tinggal di padang pasir, ia menemukan tempat tinggal.Di tempat itulah ia menghabiskan seluruh
waktunya beribadah kepada Allah.Rabiah juga memiliki majelis yang dikunjungi banyak
murid.Majelisnya itu juga sering dikunjungi oleh zahid-zahid lain untuk bertukar pikiran.Di antara
mereka yang pernah mengunjungi majelis Rabi'ah adalah, Malik bin Dinar (wafat 748/ 130H), Sufyan
as-Sauri (wafat 778/ 161H), dan Syaqiq al-Balkhi (wafat 810/194H).Rabi'ah hanya tidur sedikit disiang
hari dan menghabiskan sepanjang malam untuk bermunajat sehingga ia dikenal sebagai pujangga dengan
syair-syair cintanya yang indah kepada Allah.Rabi'ah telah terkenal karena kecerdasan dan ketaatannya
ke pelosok negeri sehingga ia menerima banyak lamaran untuk menikah.Di antara mereka yang
melamarnya adalah Abdul Wahid bin Zaid, seorang teolog dan ulama, Muhammad bin Sulaiman al-
Hasyimi, seorang amir dari dinasti Abbasiyah yang sangat kaya, juga seorang Gubernur yang meminta
rakyat Basrah untuk mencarikannya seorang istri dan penduduk Basrah bersepakat bahwa Rabi'ah adalah
orang yang tepat untuk gubernur tersebut.Riwayat lain juga menyebutkan bahwa Hasan al-Bashri,
seorang sufi besar dan sahabat Rabi'ah, juga meminangnya, namun hal itu masih diragukan
kebenarannya mengingat Hasan al-Bashri meninggal 70tahun sebelum kematian Rabi'ah.Rabi'ah
menolak seluruh lamaran itu dan memilih untuk tidak menikah.Meskipun tidak menikah, Rabi'ah sadar
bahwa pernikahan termasuk sunah agama, sebab, tidak ada kependetaan (bahasa Arab: Rahbaniyah)

7
dalam syariat islam.Rabi'ah memilih untuk tidak menikah karena ia takut tidak bisa bertindak adil
terhadap suami dan anak-anaknya kelak karena hati dan perhatiannya sudah tercurahkan kepada
Allah.Tidak ada satupun di dunia ini yang dicintai Rabi'ah kecuali Allah.Sehingga atas dasar itulah,
Rabi'ah memuntuskan untuk tidak menikah hingga akhir hidupnya.

E.Akhir hidup

Sekembalinya Rabi'ah dari Mekah untuk melaksanakan ibadah haji, kesehatan Rabi'ah mulai menurun.Ia
tinggal bersama sahabatnya, Abdah binti Abi Shawwal, yang telah menemaninya dengan baik hingga
akhir hidupnya.Rabi'ah tak pernah mau menyusahkan orang lain,sehingga ia meminta kepada Abdah
untuk membungkus jenazahnya nanti dengan kain kafan yang telah ia sediakan sejak lama.Menjelang
kematiannya, banyak orang-orang saleh ingin mendampinginya, namun Rabi'ah menolak.Rabiah
diperkirakan meninggal dalam usia 83tahun pada tahun 801Masehi / 185Hijriah dan dimakamkan di
Bashrah, Irak.

F.Ajaran

Ketika menjadi hamba sahaya, Rabi'ah mengembangkan aliran sufi yang berlandaskan seluruh amal
ibadahnya atas dasar cinta kepada Ilahi tanpa pamrih atas pahala, surga atau penyelamatan dari azab
neraka.Rabi'ah terkenal dengan metode cinta kepada Allah (Bahasa Arab: Al-mahabbah, artinya cinta
tanpa pamrih)dan uns (kedekatan dengan Tuhan). Perkataan mistik Rabi'ah menggambarkan kesalehan
dirinya, dan banyak di antara mereka yang menjadi kiasan atau kata-kata hikmah yang tersebar luas di
wilyah-wilayah negara Islam.Rabi'ah al-Adawiyah terkenal zahid (tak tertarik pada harta dan
kesenangan duniawi) dan tak pernah mau meminta pertolongan pada ornag lain.Ketika ia ditanya orang
mengapa ia bersikap demikian, Rabi'ah menjawab:

“Saya malu meminta sesuatu pada Dia yang memilikinya, apalagi pada orang-orang yang bukan
menjadi pemilik sesuatu itu.Sesungguhnya Allah lah yang memberi rezeki kepadaku dan kepada mereka
yang kaya.Apakah Dia yang memeberi rezeki kepada orang yang kaya, tidak memberi rezeki kepada
orang-orang miskin? Sekiranya dia menghendaki begitu, maka kita harus menyadari posisi kita sebagai
hamba-Nya dan haruslah kita menerimanya dengan hati rida (senang).”Berbeda dari para zahid atau sufi
yang mendahului dan sezaman dengannya, Rabi'ah dalam menjalankan tasawuf itu bukanlah karena
dikuasai oleh perasaan takut kepada Allah atau takut kepada nerakanya.Hatinya penuh oleh perasaan
cinta kepada Allah sebagai kekasihnya.Para ulama tasawuf memandang Rabi'ah sebagai tonggak penting
perkembangan tasawuf dari fase dominasi emosi takut kepada Allah menuju fase dominasi atau
mengembangkan emosi cinta yang maksimal kepada-Nya.Tingkat kehidupan zuhud yang tadinya
direntangkan oleh Hasan al-Bashri sebagai ketakutan dan pengharapan kepada Allah, telah dinaikkan
maknanya oleh Rabi'ah sebagai zuhud karena cinta kepada Allah.Rabi'ah telah membuka jalan ma'rifat
Illahi sehingga ia menjadi teladan bagi para cendikiawan muslim, seperti Sufyan ath-Thawri, Rabah bin
Amr al-Qaysi, dan Malik bin Dinar.

G.Pengaruh terhadap perkembangan sufisme

Ajaran-ajaran Rabi'ah tentang tasawuf dan sumbangannya terhadap perkembangan sufisme dapat
dikatakan sangat besar.Sebagai seorang guru dan penuntun kehidupan sufistik, Rabi'ah banyak dijadikan
panutan oleh para sufi dan secara praktis penulis-penulis besar sufi selalu membicarakan ajarannya dan
mengutip syair-syairnya sebagai seorang ahli tertinggi.Di antaramereka adalah Abu Thalib al-Makki,

8
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
I. Tokoh tasawuf pada masa ajaran Hasan Al Bashri memiliki banyak dampak
yang luar biasa bagi kehidupan dunia tasawuf

 Perasaan takut, menyebabkan hati tentram lebih baik daripada rasa tentramyang menimbulkan
rasa takut
 Takafur, akan membawa kepada kebaikan dan berusaha mengerjakan hal- hal yang baik dan
menyesal atas perbuatan jahat
 Kesadaran setiap orang bahwa setiap yang bernyawa akan mengalami kematian, hari kiamat
yang akan menagih janjinya
 Banyak duka cita di dunia memperteguh semangat amal shaleh
 Hendaklah setiap orang sadar akan kematian yang senantiasa mengancamnya, akan kiamat yang
akan menagih janjinya

II. Tokoh tasawuf pada masa ajaran Rabi’ah Al Adawiyah juga memiliki hal luar
biasa serta menjadi tauladan bagi kehidupan perempuan

 Ajaran Rabiah al adawiyah berfokus pendekatakan mahabbatullah yang berarti cinta


illahi
 Dengan ketulusan dalam hubungan seseorang dengan Allah,maka usaha yg dicapai
sangat ikhlas
 Pengabdian seseorang kepada Allah merupakan segnifikan yang membuat hidupnya
terasa bahagia
 Rabiah Adawiyah dapat dikatagorikan sebagai khawashul khawash dalam tingkatan
imam Al Ghozali tingkatan super istimewa
 Istighfar diakhir ibadah merupakan pengakuan atas kekurangan dalam ibadah dan ahli
makrifat menyepakati anjuran istigfar usai beramal soleh.

B. SARAN

Makalah ini membahas tentang tokoh tasawuf pada masa Hasan Al Bashri dan Rabi’ah
Al Adawiyah beserta ajarannya.Dapat digunakkan sebagai salah satu referensi dalam
pengajaran maupun pembelajaran,sehingga dapat membantu berlangsungnya belajar
mengajar,walaupun pembahasan yang kami buat belum memenuhi kriteria akan tetapi
sedikitnya bisa membantu.

9
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah. 2019. “Maqamat Ma'rifat Hasan Al-Bashri dan Al-Ghazali”. Sulasena :Vol. 9,
No. 2.

Al-Syami, Shalih Ahmad . “The Wisdom Of Hasan Al-Bashri”. Serambi : 2017.

Aji Isnaini, Mohd. “Sastra Islam dan Mahabbah Konsep Al-Hub Al-Ilahi Rabi’ah Al-
Adawiyah dan Pengaruhnya dalam Tasawuf”. Palembang : 2022.

Arifin, Zenal. “Kajian Pemikiran Dakwah dan Komunikasi Hasan Basri”. Jurnal
Komunikasi Islam dan Kehumasan (JKPI), Vol. 3, No 2, 2020.
Basyirul Muvid, Muhamad. “ Para Sufi Moderat : Melacak Pemikiran Dan Gerakan
Spiritual Tokoh Sufi Nusantara Hingga Dunia”. Aswaja Pressindo. 2019.

10

Anda mungkin juga menyukai