Anda di halaman 1dari 2

Nama : Azzahra Nimas Allnesyabila

NIM : 21311167
Matkul : Islam Ulil Albab – D

5 : Gedung FTI KH Mas Mansyur

A. Profil
Kiai Haji (K.H.) Mas Mansoer (selanjutnya disebut Mas Mansoer) dilahirkan di
Kampung Sawahan, Surabaya, pada 25 Juni 1896. Ayahnya, Kiai Mas Akhmad Marzoeqi,
adalah seorang ulama terkemuka di Jawa Timur dan Madura. Sementara ibunya bernama
Raudhah, seorang perempuan kaya yang berasal dari keluarga Pesantren Sidoresmo Wonokromo
Surabaya.

Dalam Tokoh-Tokoh Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (1993)


terbitan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, pendidikan Mas Mansoer sebagian besar
dihabiskan untuk belajar mengenai ilmu agama. Saat kecil, ia belajar agama pada ayahnya
sendiri. Di samping itu, dia juga belajar di Pesantren Sidoresmo, dengan Kiai Muhammad Thaha
sebagai gurunya.

Pada 1906, ketika Mas Mansur berusia 10 tahun, dia dikirim oleh ayahnya ke Pondok
Pesantren Demangan, Bangkalan, Madura. Sepulangnya mondok pada 1908, ia disarankan oleh
orang tuanya untuk menunaikan ibadah haji dan belajar di Makkah. Namun, setelah kurang lebih
empat tahun belajar di sana, situasi politik di Saudi memaksanya pindah ke Mesir. Di Mesir, dia
belajar di Perguruan Tinggi Al-Azhar pada Syaikh Ahmad Maskawih. Suasana Mesir pada saat
itu sedang gencar-gencarnya membangun dan menumbuhkan semangat kebangkitan
nasionalisme dan pembaharuan.

Banyak tokoh memupuk semangat rakyat Mesir, baik melalui media massa maupun
pidato. Menurut Soebagijo dalam K.H. Mas Mansur Pembaharu (1982), Mas Mansoer juga
memanfaatkan kondisi ini dengan membaca tulisan-tulisan yang tersebar di media massa dan
mendengarkan pidato-pidatonya. Tercatat, ia berada di Mesir selama kurang lebih dua tahun.
Sebelum pulang ke tanah air, terlebih dulu dia singgah dulu di Makkah selama satu tahun, dan
pada tahun 1915 barulah dia pulang ke Indonesia.

B. Keteladanan yang dapat diambil dari tokoh


Kiai Haji Mas Mansur memang seorang yang bijaksana. Diajukannya usul ke
Hoofdbestuur untuk mengangkat KH Hisyam, KH Syuja’ dan KH Mochtar menjadi ketua-ketua
majelis. Usul itu mendapat sambutan baik dan diterima. Maka dengan demikian KH Syuja’
ditetapkan menjadi Ketua Majlis PKU, KH Mochtar Ketua Majlis Tabligh, dan KH Hisyam
menjadi Ketua Majlis Pengajaran; hanya mereka tidak menjadi anggota Pengurus Besar atau
Hoofdbestuur. Kebijaksanaan KH Mas Mansur seperti itu bukanlah disebabkan karena baik
hatinya. Atau bukan pula karena adanya maksud untuk mengambil hati ketiga orang tersebut dan
tidak pula untuk menghibur hati. Akan tetapi, kebijaksanaan tersebut karena pertimbangan yang
objektif semata-mata. Tiga orang tersebut memang mempunyai keahlian serta pengalaman dalam
bidangnya masing-masing tersebut di atas. Namun, orang-orang di sekitarnya memang
mengatakan bahwa Ketua Pengurus Besar yang sekarang adalah orang yang ber-tepa slira,
pandai menghormati serta menghargai kawan. Yang demikian itu menjadikan KH Mas Mansur
lebih popular terhormat.
Jarang sekali sekarang ini ditemukan tokoh seperti KH. Mas Mansur, seorang ulama
besar dan menjadi pemimpin organisasi besar yaitu Muhammadiyah. Beliau dikenal sebagai
sosok kiai yang sederhana, cerdas, sabar, taqwa dan tawakal. Oleh sebab itu sosok seperti Mas
Mansur sungguh dibutuhkan baik oleh persyarikatan dan bangsa ini agar segera terlepas dari
berbagai persoalan.

Anda mungkin juga menyukai