KH. Ibrahim
Dilahirkan di kampung Kauman Yogyakarta pada tanggal 7 Mei 1874. Ia
adalah putra dari KH. Fadlil Rachmaningrat, seorang Penghulu Hakim
Negeri Kesultanan Yogyakarta pada zaman Sultan Hamengkubuwono ke VII
(Soedja`. 1933: 227), dan ia merupakan adik kandung Nyai Ahmad Dahlan.
6.
Selain menguasai berbagai ilmu keagaman seperti hadis dan fikih, Kiai
Badawi juga dikenal luas sebagai ahli ilmu falak. Khusus dalam bidang
ilmu falak, Kiai Badawi menulis sejumlah buku yang ditulis rapi dengan
tangan, baik dalam huruf Arab maupun Latin.
Kyai Haji Fakih Usman (juga ditulis Faqih Usman; lahir 2 Maret 1904 –
meninggal 3 Oktober 1968 pada umur 64 tahun) merupakan seorang
pemimpin Islam Indonesia. Dia menjadi Menteri Agama pada dua
kesempatan: pertama, dengan Kabinet Halim saat Republik Indonesia
merupakan bagian dari Republik Indonesia Serikat, dan kedua sebagai
Menteri Agama dengan Kabinet Wilopo. Pada tahun 1925 dia bergabung
dengan Muhammadiyah dan menjadi ketua cabang Surabaya pada tahun
1938. Dia berjasa sebagai wakil ketua di bawah beberapa pemimpin
sebelum dijadikan Ketua Umum Muhammadiyah pada akhir tahun 1968,
beberapa hari sebelum dia meninggal.
8.
Prof. Dr. H. Amien Rais. Beliau mempunyai nama lengkap Prof. Dr. H.
Muhammad Amien Rais. Orang tuanya bernama Suhud Rais
dan Sudalmiyah Rais. Amien Rais dilahirkan pada tanggal 26 April 1944 di
Surakarta, Jawa Tengah. Pendidikan dasar Amien Rais ia mulai dengan
bersekolah di Sekolah Muhammadiyah Surakarta dari sekolah dasar hingga
sekolah menengah atas. Tamat dari sekolah menengah atas, Amien Rais
berangkat ke Yogyakarta untuk kuliah di Universitas Gajah Mada pada
fakultas ilmu politik. Saat itu juga ia mengambil kuliah lain di UIN Sunan
Kalijaga di fakultas Tarbiyah.
KH. Sahal Mahfudz yang meninggal dunia pada Jumat 24 Januari 2014.
Sebagai ketua PP Muhammadiyah, ia seringkali diundang untuk menghadiri
berbagai macam konferensi tingkat internasional berkenaan dengan
masalah hubungan antara umat beragama dan perdamaian. Baru-baru ini,
misalnya, ia diundang ke Vatican untuk memberikan ceramah umum
tentang terorisme dalam konteks politik dan idiologi. Ia memandang bahwa
terorisme lebih relevan bila dikaitkan dengan isu politik dibandingkan
dengan isu idiologi.