PENDAHULUAN
1
lain pendidikan Islam (nonformal) yang ada waktu itu adalah penghulu yang menjadi
ajang kepanjangan tangan pemerintah kolonial . Kiprah dan perjuangan yang telah beliau
lakukan, nyaris terlupakan oleh sejarah dan masyarakat. Tidak heran, banyak generasi
muda yang tidak begitu mengenal sosok ketokohan beliau. Untuk mengingatkan dan
mengenang jasa dan kiprah Ahmad Sanusi dalam pentas perjuangan Republik Indonesia,
penulis mencoba mengikuti lomba penulisan karya tulis “ KH. Ahmad Sanusi” dan
mengupas betapa pemikirannya serta perjuangannya sanagat penting dalam merebut
kemerdekaan Republik Indonesia.
2
BAB 2
PEMBAHASAN
Ahmad Sanusi adalah tokoh Partai Sarekat Islam (SI) dan pendiri Al Ittihadiat
al-Islamiyah. Beliau dilahirkan di Kewedanan Cibadak, Sukabumi, Jawa Barat pada
1888, dan wafat di Pesantren Gunung Puyuh, Sukabumi pada 1950. Ada pula yang
menyebutkan, beliau dilahirkan pada 18 September 1889 Masehi, atau bertepatan
dengan 3 Muharram 1306 H. Ayahnya KH Abdurrahim adalah tokoh masyarakat dan
pengasuh Pesantren Cantayan di Sukabumi. Sejak kecil beliau belajar ilmu agama dari
ayahnya Sampai usia lima belas tahun. Selanjutnya, ia belajar ke beberapa pondok
pesantren di Jawa Barat selama kurang lebih enam tahun. Setelah menamatkan
pendidikannya di pondok pesantren, Ahmad Sanusi memutuskan kembali ke kampung
halamannya untuk membantu mengajar di pesantren ayahnya.
Pada tahun 1904, Ahmad Sanusi berangkat ke Makkah untuk memperdalam
ilmu agama. Namun, sumber lain menyebutkan, pada 1908, beliau pergi ke Makkah
bersama istri yang baru saja dinikahinya untuk menunaikan ibadah haji. Setelah
musim haji berakhir, ia tidak kembali ke kampung halamannya, melainkan
memutuskan untuk bermukim di Makkah untuk beberapa waktu lamanya.
Saat bermukim di Tanah Suci ini, Ahmad Sanusi banyak membaca tulisan-tulisan
para tokoh pembaru Muslim, seperti Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha. Pada
1913, saat masih di Makkah, KH Ahmad Sanusi diajak untuk bergabung dengan SI
dan resmi menjadi anggotanya. Pada 1915, beliau kembali ke kampung hala mannya
dan membantu ayahnya membina Pesantren Cantayan, dengan mengajar di sana
selama kurang lebih tiga tahun sambil membina para ulama setempat.
Pada 1922, KH Ahmad Sanusi membangun pesantren baru bernama Pesantren
Genteng Babakan Sirna sebagai pengembangan pesantren ayahnya di kaki Gunung
Rumphin sebelah barat Kota Sukabumi. Di tempat barunya ini KH Ahmad Sanusi
berhasil mengembangkan pengetahuan agamanya secara mandiri sehingga pesantren
yang dipimpinnya cepat berkembang. Santrinya tidak hanya berasal dari wilayah
Sukabumi saja, tetapi juga dari luar daerah dan luar Pulau Jawa.
Ia merombak cara belajar santri yang semula berlangsung dengan cara duduk
tengkurap menjadi duduk di bangku dan belajar menggunakan meja. Dalam hal
3
pengajaran, KH Ahmad Sanusi menerapkan sistem kurikulum berjenjang (klasikal).
Dalam menyampaikan dakwah, ia mempunyai metode yang keras, radikal, tegas, dan
teguh pendirian.
Diasingkan Ketika bergabung dengan SI, KH Ahmad Sanusi dikenal sebagai
salah satu tokoh yang aktif dalam usaha mengusir kolonial Belanda dari Tanah Air.
Karenanya, saat meletus pemberontakan di Jawa Barat yang dikenal sebagai Gerakan
SI Afdeeling B, yang merupakan perlawanan rakyat jelata terhadap pemerintah
kolonial Belanda pada November 1926, KH Ahmad Sanusi bersama para santri
Pesantren Genteng Babakan Sirna dituduh terlibat dalam pemberontakan tersebut.
Karena tuduhan itu pula ia ditangkap dan akhirnya dijebloskan ke dalam penjara.
Oleh pemerintah kolonial Belanda, ia dimasukkan ke penjara di Sukabumi dan
mendekam di dalamnya selama enam bulan, kemudian dipindahkan ke penjara
Cianjur selama tujuh bulan, sebelum akhirnya diasingkan oleh Pemerintah Belanda ke
Tanah Tinggi, Batavia selama tujuh tahun (1927-1934).
Meski berada di dalam tahanan, semangatnya untuk mengusir para penjajah
tidaklah surut. Selama dalam pengasingan, KH Ahmad Sanusi tetap berdakwah
menyebarkan ilmunya dengan giat dan istikamah. Dakwah dilakukan dengan
bertabligh dari satu masjid ke masjid lain yang ada di Batavia pada masa itu.
Pergerakan nasional Disamping itu, dakwah juga dilakukan melalui media tulisan,
yakni buku. KH Ahmad Sanusi juga membentuk sebuah perhimpunan yang diberi
nama Al-Ittihadiat al-Islamiyah pada 1931. Perhimpunan ini bergerak dalam bidang
sosial, pendidikan, sekaligus menjadi wadah pergerakan nasional untuk menanamkan
harga diri, persamaan, persaudaraan, dan kemerdekaan.
Pada 1934, KH Ahmad Sanusi dikembalikan oleh Pemerintah Belanda ke
Sukabumi dengan status tahanan kota selama lima tahun. Kedudukan pengurus besar
Al-Ittihadiat alIslamiyah pun dipindahkan ke Sukabumi. Pada tahun yang sama ia
mendirikan lembaga pendidikan Syams al-Ulum, yang lebih dikenal dengan Pesantren
Gunung Puyuh, yang masih berjalan sampai sekarang. Selain itu, ia juga menerbitkan
majalah Al-Hidayah al-Islamiyah (Petunjuk Islam) dan majalah At-Tabligh al-Islami
(Dakwah Islam) sebagai bahan bacaan dalam rangka dakwah secara lisan.
Pada masa kependudukan Jepang, AlIttihadiat al-Islamiyah dibubarkan secara
paksa oleh penguasa Jepang. Namun, sang pendirinya berhasil mengadakan
konsolidasi dan mengubah nama organisasi tersebut menjadi Persatuan Umat Islam
(PUI). Namanya juga tercatat sebagai wakil PUI dalam organisasi Masyumi.
4
Pada tahun 1943, KH Ahmad Sanusi diangkat sebagai penasihat pemerintah
Karesidenan Jepang. Namun, ia mengajukan satu syarat agar Al-Ittihadiat al-
Islamiyah bisa dihidupkan kembali setelah dibekukan pemerintah Jepang bersama-
sama seluruh organisasi kemasyarakatan lainnya. Pada 1944, ia diangkat oleh
pemerintah Jepang sebagai wakil residen di Bogor.
Menjelang kemerdekaan Republik Indonesia, KH Ahmad Sanusi tercatat
sebagai anggota panitia Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai, atau Badan Penyelidik Usaha-
Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Namun, hal itu tak berlangsung
lama. Namanya dicoret dari keanggotaan BPUPKI karena dianggap terlalu memihak
Islam. Hal itu dilakukannya dengan tujuan agar kelak Indonesia merdeka menjalankan
peraturan yang berdasarkan syariat Islam.
Setelah proklamasi kemerdekaan, nama KH Ahmad Sanusi tercatat sebagai
anggota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP). Saat pusat pemerintah dipindahkan
ke Yogyakarta, KH Ahmad Sanusi juga turut serta pindah ke sana. Setelah kembali ke
Sukabumi, pada 1950, beliau berpulang ke hadirat Ilahi. Pemerintah Indonesia
mengakui jasa-jasanya sebagai seorang pendiri Republik Indonesia dengan
menganugerahkan Bintang Maha Putera Utama kepada Almarhum.
Sebagai putra bangsa yang turut serta dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia
melawan penjajahan, ketokohan dan keteladanan KH Ahmad Sanusi layak mendapatkan
apresiasi tinggi. Apalagi, sejumlah peperangan melawan penjajah Belanda hingga
kolonialisme Jepang di Tanah Air telah dirasakan pahit getirnya oleh KH Ahmad Sanusi.
Sejumlah penjara pernah dirasakannya karena kegigihannya dalam mempertahankan dan
membebaskan Indonesia dari cengkeraman penjajahan.
5
2.3 K.H Ahmad Sanusi sebagai Maha Guru
Penulis menyebut K.H Ahmad Sanusi sebagai Maha Guru karena beliau adalah
seorang guru, seorang yang tak pernah lelah untuk berkarya, seorang yang produktif,
menyemai berbagai ilmu kepada anak didiknya melalui syiar dakwah dan buku-buku yang
ditulisnya. Kekaguman penulis terhadap beliau adalah tak surutnya semangat beliau dalam
mengenyam pendidikan dari berbagai pesantren, pengalaman berorganisasi, dan
perjuangannya dalam pergolakan nasional.
Selain itu, produktivitasnya dalam penerbitan buku menunjukkan bahwa K.H. Ahmad
Sanusi merupakan kyai tradisional yang memiliki pikiran progresif. Ia tidak hanya berdiam
diri sambil memegang kuat keyakinan tradisionalnya.Ia memberikan suatu pembelaan
terhadap para ulama terdahulu yang menurut kaum mujadid pemikirannya tidak perlu
dijadikan bahan rujukan untuk ber-taqlid. Namun yang terpenting adalah meskipun ia
diasingkan ke Batavia Centrum sehingga meninggalkan para santri dan jamaahnya di
Sukabumi, proses pembelajaran terhadap mereka tetap dapat dilakukan oleh dirinya. Pada
hakikatnya, dia tetap melaksanakan proses mengajar tetapi dengan menggunakan media
berbeda.
6
meninggalkan dunia pendidikan. Proses pendidikan terhadap para santrinya tetap dapat
dilakukan. Para kyai yang menggantikannya di pesantren terlebih dahulu mendiskusikan
tafsir yang ditulis gurunya itu ketika menjenguknya ke Batavia Centrum.
Dari menulis buku inilah, K. H. Ahmad Sanusi dapat bertahan hidup selama
pengasingannya di Batavia Centrum karena buku-bukunya itu banyak dibeli orang
(Sipahoetar, 1946: 73).Produktivitasnya dalam menulis buku diperlihatkan dengan
kemampuannya dalam menerbitkan buku yang jumlahnya mencapai ratusan judul, seperti
yang dilaporkan oleh dirinya kepada Pemerintah Militer Jepang tahun 1942
K.H Ahmad Sanusi adalah tokoh yang menjadi suri tauladan bagi bangsa Indonesia.
Sukabumi patut berbangga, beliau adalah seorang ulama daerah yang pada masanya berjuang
melalui pemikirannya untuk mengusir kaum penjajah dari Indonesia. Ajaran serta
perjuangannya sarat dengan pesan-pesan moral yang sanagat bermanfaat untuk membangun
karakter bangsa menjadi masyarakat madani yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT.
K.H Ahmad Sanusi selalu menjadikan ajaran islam sebagai langkah awal untuk
memberantas kebodohan dengan cara mengajarkan ilmu pengetahuan dan ajaran-ajaran Al-
Quran secara komprehensif kepada masyarakat luas, sehingga melahirkan nasionalisme
bangsa indonesia yang berbasis kepada betapa pentingnya arti sebuah kemerdekaan.
7
BAB 3
3.1 SIMPULAN
1. K.H Ahmad Sanusi memiliki kiprah yang luar biasa pada panggung nasional pada era
1920-1950 dengan diangkatnya beliau menjadi salah satu perintis kemerdekaan oleh
Pemerintah Republik Indonesia dan mendapat anugerah penghargaan Bintang Maha
Putra pada tanggal 12 Agustus 1992 dan Bintang Maha Putera Adiprana pada tanggal 10
November 2009 dari Presiden Republik Indonesia.
2. KH. Ahmad Sanusi adalah satu diantara tokoh umat Islam yang berusaha untuk
melakukan pembinaan yang memilki kekhasan dan target masa depan yaitu kaderisasi
ulama dan pendidik.
3. KH. Ahmad Sanusi memperjuangkan gagasan tersebut melalui dua jalur sekaligus.
Melalui ormas bahkan partai politik tapi juga melalui lembaga pendidikan yaitu
pesantren. Bahkan beliau juga melakukan reformasi pendidikan dalam konsep dan
metodologi belajar. Mulai dari proses belajar di kelas, belajar dengan menggunakan kursi
dan meja.
4. KH. Ahmad Sanusi menulis banyak buku untuk menyampaikan gagasan-gagasannya.
3.2 SARAN
8
DAFTAR PUSTAKA
Anonimous, 2006. Sejarah Singkat Persatuan Umat Islam Indonesia (PUI). Pimpinan
Wilayah Jawa Barat.
Anwar, Rasihan. 1971. Pergerakan Islam dan Kebangsaan Indonesia, PT. Kartika Tama,
Jakarta 1971, hlm. 150-152
Nina H. Lubis dkk. 2011. Peran politik K.H. Ahmad Sanusi di BPUPKI. Yayasan
Masyarakat sejarawan Indonesia: Bandung
Rosidi, Ajip. 2008. Mengenang Deliar Noer 1926-2008, makalah tanggal 28 Juni 2008
Sejarah Singkat PUI, di terbitkan oleh Pemuda PUI, Kamis 18 Februari 2010
Shaleh, Munandi. 2011. K.H Ahmad Sanusi, Pemikiran dan perjuangannya dalam
Pergolakan Nasional. Jelajah Nusa: Tangerang Selatan
9
Penulis bernama lengkap Linda Solihat, M.Pd. Dilahirkan di Cimahi, pada tanggal 13 Juni
1978. Pendiikan Dasar dan Menengah ditempuh di Cimahi pada tahun 1986-1997 . Pada
tahun 1998 penulis menjadi mahasiswi di Jurusan Penddidikan Bahasa Indonesia, UPI
Bandung dan Lulus tahun 2002. Penulis aktif dalam organisasi sejak remaja. Menjadi Ketua
PMR SMAN 2 Cimahi tahun 1996 , Anggota BEM FPBS UPI Bandung tahun 1999, anggota
UPTQ UPI Bandung pada tahun 2000., Sekertaris MGMP Bahasa Indonesia Kota Sukabumi
sejak tahun 2009, dan sekretaris PGRI PC Lembursitu Kota Sukabumi sejak 2014. Penulis
menjadi tenaga pengajar sejak mahasiswa, dan hijrah ke Sukabumi pada tahun 2005 dan
menjadi pengajar tetap Bahasa Indonesia di SMPN 13 Kota Sukabumi sampai dengan
sekarang. Penulis Mendapat prestasi guru teladan SMP tahun 2014, juara 2penulisan cerpen
guru, dan finalis KTI Provinsi Jawa Barat. Pada tahun 2012 penulis mendapat beasiswa dari
kementrian pendidikan Nasional untuk melanjutkan pendidikan S-2 di Sekolah PascaSarjana
UPI Bandung jurusan Pendidikan Bahasa Indonesia.
10